Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KOMPETENSI PERADILAN AGAMA

1
KOMPETENSI PERADILAN AGAMA
A. Kompetensi Relatif :
“ Kekuasaan pengadilan yang satu jenis tingkatan dalam perbedaannya
dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan
lainnya.”
Kompetensi relatif di atur dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989
Dengan kata lain, kompetensi relatif itu menyangkut kepada pengadilan
mana suatu perkara itu diajukan atau wilayah hukum mana yang
berwenang mengadili perkara tersebut.

2
B. Kompetensi Absolut
“ Kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau
jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam perbedaannya
dengan jenis perkara atau jenis pengadilan lainnya”
Dengan kata lain kompetensi absolut itu berbicara tentang perkara apa
saja yang menjadi kewenangan memeriksa bagi Pengadilan Agama.
Terhadap Kekuasaan Absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk
meneliti perkara yang diajukan kepadanya apakah termasuk
kompetensi absolutnya atau bukan, kalau jelas-jelas tidak termasuk
Kompetensi Absolutnya, Pengadilan Agama dilarang menerimanya”

3
C. Perkara Yang Menjadi Kekuasan Peradilan Agama
Perkara yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama adalah Kometensi Absolut.
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989, Pasal 49 :
1. Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama islam yang bersumber pada Hukum Islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Kewarisan, Wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan Hukum Islam
c. Wakaf dan Shodaqoh

4
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989, Pasal 50 :
“Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam
perkara-perkara sebagaimana dimaksud Pasal 49, maka khusus mengenai objek
yangmenjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam
lingkup Peradilan Umum”.
I. Perkara Perkawinan
Yang dimaksud dengan dalam bidang perkawinan yang diatur dalam UU No. 1
Tahun 1974, adalah :
a. Izin istri lebih dari seorang
b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusian 21 Tahun
dalam hal orang tua atau wali dalam garis lurus ke atas berbeda pendapat
c. Dispensasi perkawinan
d. Pencegahan Perkawinan

5
e. Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah
f. Pembatalan Perkawinan
g. Gugatan kelalaian ataukewajiban suami atau istri
h. Perceraian karena talak
i. Gugatan Perceraian
j. Penyelesaian Harta Bersama
k. Mengenai Penguasaan Anak
l. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertenggungjawab tidak
memenuhinya

6
j. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas istri atau penentuan sesuatu kewajiban bagi bekas istri
k. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak
l. Putusan tentang Pencabutan Kekuasaan Orang Tua
m. Pencabutan kekuasaan wali
n. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali di cabut.
o. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup
umur 18 tahun yang ditinggal orang tuanya padahal tidak ada
penunjukan wali oleh orang tuannya.
p. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah
menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah
kekuasaannya.
7
q. Penetapan asal usul anak
r. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan
untuk melakukan perkawinan campuran.
s. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi
sebelum UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
dijalankannya menurut peraturan lain.

8
Kasus Posisi :
1. Suami – istri berlainan agama (Suami islam, istri non islam atau sebaliknya.
2. Suami-Istri pindah agamasesudah kawin baik dua-duanya atau salah satunya.
3. Calon suami - istri berlainan agama dan salah satunya memerlukan izin kawin
dari Pengadilan Agama.
4. Seorang anak baru berusian 12 Tahun maumenggugat nafkah anak terhadap
ayah ibunya sudah bercerai dan tidak lagi serumah dengan si anak padahal
ayahnya beragama non Islam, dan ibunya beragama Islam dan perkawinan
ayah –ibunya dahulu tercatan di PPN (Pegawai Pencatat Nikah).
APAKAH PENGADILAN AGAMA BERKUASA ATAU TIDAK MENGADILI PERKARNYA ?

9
Demi kepastian hukum dapat ditemph jalan sebagai berikut :
a. Perkara di bidang perkawinan, atau sudah di dahului dengan adanya perkawinan, maka yang
dijadikan tolak ukur apakah Pengadilan Agama berkuasa atau tidak adalah melihat kapan akta
perkawinan mereka dahulu tercatat dimana atau perkawinan mereka dahulunya dilangsungkan
menurut agama apa. Jika akta perkawinan mereka dahulunya tercatat di Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) maka Pengadilan Agamaberkuasa, begitu sebaliknya.
b. Perkara di bidang perkawinan tetapi calon suami belum berusia 19 Tahun dan calon istri belum
berusia 16 Tahun sedangkan mereka ingin melaksanakan perkawinan, maka harus ada
permohonan dispensasi dari Pengadilan
Jika calon suami – istri tersebut beragama Islam keduanya dapat meggajukan permohonan,
bahkan boleh mengajukan sekaligus hanya dalam satu surat permohonan untuk mendapatkan
dispensasi kawin ke Pengadilan Agama.
Jika calon isntri misalkan non Islam, dan calon suami Islam, maka calon istri mengajukan
permohonannya ke Pengadilan Negeri, dan calon Suami ke Pengadilan Agama tidak peduli beragama
apapun orang tuanya.

10
c. Anak yang belum baligh secara biologis, selama ia tidak tegas-tegas
menentukan sendiri agamanya, oleh hukum dianggap mengikuti
kepada agama kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya
berlainan agama, maka mengikuti agama ayahnya.

Mengenai anak yang menggugat nafkah, maka dapat dijelaskan sbb :


1. Jika anak tidak telah tegas-tegas memilih agamanya maka Peradilan Agama
berkuasa, alasannya adalah karena perkawinan kedua orang tuanya dahulu
tercatat di Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
2. Jika anak tersebut telah dengan tegas-tegas menyatakan agamanya, maka
diajukan ke Pengadilan Agama jika beragama Islam, ke Pengadilan Negeri kalo ia
menyatakan selain Islam.

11
II. Perkara Kewarisan, Wasiat dan Hibah
Menurut Pasal 49 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 1989, disebutkan :
Bidang kewarisan adalah :
a. Penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris
b. Penentuan harta peninggalan
c. Penentuan bagian masing-masing ahli waris
d. Dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.

Kata Warisan atau kewarisan menurut hukum Islam baru dinyatakan


ada setelah terjadinya / adanya seseorang yang benar-benar dinyatakan
telah meninggal dunia.

12
Mengenai wasiat harta, bahwa wasiat itu sudah dibuat dikala pembuat wasiat masih hidup tetapi
berlakunya setelah si pembuat wasiat telah meninggal dunia.
Sedangkan hibah, tidak ada kaitannya dengan wafatnya seseorang, sebab hibah dibuat sewaktupemberi
hibah masih hidup dan sudah dilaksanakan penyerahannya kepada penerima hibah sewaktu pemberi
hibah masih hidup
Menurut Hukum Waris Islam, ketentuan hak-hak harta peninggalan pewaris adalah sbb :
1. Membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan penguburan si mayit.
2. Melunasi hutang-hutang pewaris
3. Melaksanakan wasiat sebesar dua pertiga dari harta peninggalan
4. Melaksanakan pembagian harta waris yang menjadi hak milik para ahli waris
Sebelum dilaksanakan hak-hak harta peninggalan tersebut, maka dipisahkan dahulu antara harta bawaan
dan harta bersama. Hal ini yang dinamakan pemurnian harta peninggalan pewaris atau penetuan
mengenai harta peninggalan.

13
III. Perkara Wakaf dan Shadaqoh
Wakaf adalah :
“Suatu ibadah dengan cara menjadikan semua benda miliknya yang kekal zatnya,
menjadi tetap untuk selamanya, diambil manfaatnya bagi kepentingan kebaikan
(kepentingan umat manusia).”
Benda wakaf boleh benda bergerak dan benda tetap asalkan saja zat benda itu an sich
tetap atau tahan lama maksudnya bukan barang seperti habis bila dipakai atau bila
diambil manfaatnya.
Jika timbul perselisihan tentang sah atau tidaknya wakaf atau sengketa karena di
jualkan, digadaikan, dihibahkan, diwariskan dll, maka yang demikian itu menjadi
Kekuasan Pengadilan Agama, baik menyangkut benda bergerak maupun benda tidak
bergerak.

14
Shadaqah adalah :
“Memberikan benda atau barang, baik berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak yang segera habis bila dipakai
ataupun tidak, kepada orang lain atau badan hukum seperti
yayasan atau sejenisnya, tanpa imbalan dan tanpa syarat
melaikan semata-mata karena mengharapkan pahala dari
Allah SWT di akhirat nanti.”
Karena shadaqah tanpa syarat, maka terserah orang yang
menerima apakah barang tersebut mau digunakan,
digadaikan, dijual, diwakafkan atau dishadaqahkan lagi.

15
Menurut Pasal 50 UU Nomor 7 Tahun 1989, disebutkan :
“ Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam
perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang
menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum.”
Penyelesaian terhadap objek yang menjadi sengketa dimaksud tidak berarti
mengehentikan proses peradilan di Pengadilan Agama atas objek yang tidak
menjadi sengketa, atau jika ada tuntutan dari Pihak Ketiga, maka Pengadilan Agama
menunda terlebih dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada putusan
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap tentang hal itu.
Bahwa terkait masalah Wakaf telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf

16
Kewenangan Baru Pengadilan Agama Berdasarkan UU No. 3
Tahun 206
A.Kewenangan Pengadilan Agama tidak lagi hanya terbatas pada perkara
perdata.
Pasal 2 : Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Adanya perubahan ini berakibat pada perubahan status dari kedudukan
semula, bahwa Pengadilan Agama sebagai pengadilan perdata tertentu atau lebih
dikenal dengan “Pengadilan Keluarga” bagi mereka yang beragama Islam menjadi
pengadilan yang tidak hanya terbatas sebagai Pengadilan Perdatatertentu saja
seperti hukum keluarga, tetapi juga Pengadilan Agama yang berwenang dan
mengadili perkara-perkara di sektor Ekonomi Syariah.

17
B. Mengenai Pengangkatan Anak
Dalam bidang perkawinan terdapat kewenangan tambahan mengenai
pengangkatan anak.
Penjelasan Angka 37 Pasal 49 huruf a No. 20 disebutkan bahwa “
Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengakngkatan anak
berdasarkan Hukum Islam.
Pengangkatan anak versi Hukum Islam tidak merubah status anak
angkat menjadi anak kandung, dan status orang tua angkat menjadi
orang tua kandung yang dapat saling mewarisi, mempunyai hubungan
kelarga seperti keluarga kandung, melaikan hanya terbatas pada
perpindahan tanggung jawab pemeliharaan, pengawasan, dan
pendidikan dari orang tua kandung kepada orang tua angkat.

18
C. Kewenangan Pengadilan Agama Pasal 49 diperluas dengan tambahan
kewenangan yang meliputi :
1. Zakat, Sengketa zakat suatusaat pasti muncul jika terjadi
penyimpangan penggunaannya, seperti zakat tidak didistribusikan
sebagaimana yang ditentukan oleh syariah
2.Infaq, Kewenangan mengenai sengketa infaq sering dipertanyakan tentang
kemungkinan terjadinya, padahal sengketa seperti ini bisa saja terjadi
penyimpangan terhadap dana infaq yang dikumpulkan dari masyarakat oleh
perorangan dari lembaga untuk kepentingan suatu lembaga, misalkan
lembaga pendidikan.
3.Ekonomi Syari’ah
Yang dimaksud dengan Ekonomi Syari’ah adalah perbuatan atau
kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariahn antara lain
meliputi :

19
a.Bank Syariah
b. Asuransi Syariah
c. Reasuransi Syariah
d. Reksadaa Syariah
e. Obligasi Syariah
f. Sekuritas Syariah
g. Pembiayaan Syariah
h. Pegadaian Syariah
i. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syariah
j. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
k. Bisnis Syariah

20
D. Masalah Sengketa Hak Milik
UU No. 3 Tahun 2006 telah memberi kewenangan kepada
Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa hak
milik atau keperdataan lain dalam perkara-perkara yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama apabila subjek
hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam,
tetapi sebaliknya apabila ada subjek hukumnya yang tidak
beragama Islam, maka sengketa hak milik atau
keperdataan lain tersebt harus diputus terlebih dahulu
oleh Peradilan Umum (Pasal 50 )

21
E. Itsbat Kesaksian Rukyat Hilal
Pasal 52 A UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah
diubah oleh UU No. 3 Tahun 2006, telah memberikan
kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk
memberikan Itsbat Kesaksian rukyat Hilal dalam
penentuan awal bulan pada Tahun Hijriyah.
Pengadilan Agama berwenang memberikan keterangan
atau nasehat mengenai perbedaan penetuan arah kiblat
dan penentuan waktu sholat.

22

Anda mungkin juga menyukai