Anda di halaman 1dari 3

Resume Materi Keenam

Hukum Perdata
Nama : Alivia Adzhani (2202026146)
Kelas HPI C-2
Putusnya Perkawinan, Perkawinan Di Luar Indonesia, dan Perkawinan Campuran
Putusnya perkawinan merupakan istilah hukum yang sering digunakan dalam Undang-
Undang Perkawinan untuk menjelaskan berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan yang selama hidup menjadi sepasang suami istri. Perkawinan dapat
putus karena tiga hal yaitu: kematian,perceraian dan atas putusan pengadilan.

Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau
berdasarkan gugatan perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat.

Dalam Undang-Undang Perkawinan, Putusnya perkawinan diatur dalam pasal 38 sampai dengan
pasal 41. Menurut Pasal 38 UUP, perkawinan dapat putus karena :

1. Kematian
2. Perceraian
3. Atas keputusan Pengadilan.

Sedangkan di dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan mengenai putusnya
perkawinan, antara lain sebagai berikut :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya
yang susah disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang telah
membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi persilisihan dan pertengkaran serta tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah
tangga.

Menurut pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


disebutkan akibat putusnya perkawinan . Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat
diketahui bahwa bapak atau ibu tetap berkewajiban untuk memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Jika suatu saat terjadi
perselisihan mengenai penguasaan anak, maka diselesaikan melalui putusan pengadilan .

Masa Tunggu Bagi Wanita yang Putus Perkawinannya Menurut pasal 11 ayat (1) UUP, bagi
seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. Pasal 39 PP No. 9
Tahun 1975 menyebutkan, bahwa masa tunggu bagi seorang janda adalah:

1). Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu yang ditetapkan 130 hari.
2). Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih datang
bulan ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari dan bagi yang tidak
datang bulan ditetapkan 90 hari.
3). Apabila perkawinan putus, sedangkan janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu
yang ditetapkan sampai melahirkan.
 Perkawinan di Luar Indonesia

Menurut Prof. Waryono Darmabrata, perkawinan selain harus nemperhatikan hukum


negara,juga harus memperhatikan agama dan kepercayaan suami istri. Seperti yang tersimpul
dalam pasal 2 ayat (2) UU perkawinan dan penjelasannya. Dalam buku Hukum Perkawinan
menurut KUHPer pada buku kesatu, mengatakan bahwa : “ perkawinan dapat dilangsungkan
secara sah diluar negeri baik perkawinan antara warga negara maupun perkawinan antar warga
Negara dengan orang bukan warga negara, jika terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Perkawinan harus dilangsungkan menurut tata cara yang berlaku dimana perkawinan itu
dilangsungkan.
b. Calon suami-istri warga negara Indonesia tidak melanggar syarat-syarat perkawinan yang
tercantum dalam Bagian I Bab IV Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Berikut beberapa syarat yang harus diserahkan untuk mendaftarkan surat bukti perkawinan
di luar negeri:

1. Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala desa atau Lurah tempat tinggal setempat.
2. Fotokopi paspor disertai dengan memperlihatkan keasilannya.
3. Fotokopi bukti perkawinan.
4. Fotokopi akta nikah yang didapatkan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia setempat.
Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang di Indonesia yang tunduk


kepada hukum hukum yang berlainan. Namun demikian sebagaimana yang terdapat dalam
KUHPerdata bahwa Indonesia mengakui adanya perkawinan campuran yang dilakukan di luar
indonesia dan dilakukan menurut hukum yang berlaku, dimana pasangna tersebut
melangsungkan perkawinannya selama perkawinan tersebut telah mengikuti ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang dan kemudian dicatatkan di Indonesia paling lama setahun setelah
perkawinan dilaksanakan.

Ada beberapa asas dalam perkawinan campuran yaitu:


a. Asas lex loci celebrationis yang bermakna bahwa validitas materiil perkawinan
harus ditetapkan berdasarkan kaidah hukum dari tempat dimana perkawinan
diresmikan
b. Asas yang menyatakan bahwa validitas materiil suatu perkawinan ditentukan
berdasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing pihak menjadi warga
negara sebelum perkawinan diadakan
c. Asas yang menyatakan bahwa validitas materiil perkawinan harus ditentukan
berdasarkan sistem hukum dari tempat masing-masing pihak berdomisili sebelum
perkawinan diadakan
d. Asas yang menyatakan bahwa validitas materiil suatu perkawinan harus
ditentukan berdasarkan sistem hukum dari tempat dilangsungkannya perkawinan,
tanpa mengabaikan persyaratan perkawuinan yang berlaku di dalam sistem
hukum para pihak sebelum perkawinan diadakan

Anda mungkin juga menyukai