1
pasangan yang menetapkan hak dan kewajiban antara suami isteri, suami isteri
dan anak-anaknya, dan suami isteri dan mertua mereka.
Para pihak yang akan melangsungkan perkawinan harus dari lawan jenis
yaitu laki-laki dan perempuan, berusia 18 tahun, calon suami isteri tidak terikat
dalam keluarga terdekat, calon suami isteri yang belum berusia 18 tahun, yaitu
antara 16 tahun dan 18 tahun harus mendapat persetujuan tertulis dari orang
tua atau walinya, disaksikan oleh 2 orang petugas, yaitu notaris atau konsuler.
6. Salah satu pihak pada saat pernikahan tidak berdomisili di Inggris dan Wales;
10. Pada saat pernikahan salah satu pihak menderita sakit jiwa;
12. Pada saat perkawinan salah satu pihak telah dihamili oleh beberapa orang
lain, selain pemohon.
3. Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya dalam jangka waktu minimal 2
tahun sebelum gugatan diajukan;
3
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
1. Adanya ikatan, artinya sebagai penyatu dari 2 pasangan yang berbeda jenis
antara laki-laki dan wanita, sedangkan penyatuan meliputi penyatuan lahir
dan batin yang menjadi subyek dari ikatan tersebut adalah laki-laki dan
wanita;
1). Syarat internal, yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan melaksanakan
perkawinan, yaitu:
b). Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai usia 21 tahun;
c). Laki-laki berusia 19 tahun dan wanita 16 tahun, tetapi ada pengecualian
dispensasi dari pengadilan atau dari Camat atau Bupati;
e). Wanita yang menikah untuk kedua kalinya harus melewati masa tunggu
(iddah), sedangkan bagi wanita yang putus perkawinan karena
perceraian, masa iddahnya 90 hari dan masa iddah karena kematian
adalah 130 hari.
2). Syarat eksternal adalah syarat yang berkaitan dengan formalitas dalam
pelaksanaan perkawinan, meliputi:
4
a). Mengajukan laporan kepada P3NTR (Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan
rujuk);
memuat:
Apabila syarat materiel dan formal dapat dipenuhi oleh kedua calon
mempelai, maka perkawinan tersebut dapat dilangsungkan.
2. wanita yang dinikahi ternyata diketahui masih menjadi isteri orang lain;
5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak;
1. Kematian
2. Perceraian
3. Putusan pengadilan.
1. Talak, yaitu ikrar suami di hadapan pengadilan agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan;
Di dalam praktek di Indonesia tidak dikenal Lembaga “pisah meja dan ranjang”
secara resmi, berhubung penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, tetapi
mengenal sistem cerai (talak) yaitu talak I, talak II dan talak III. Jika talak III telah
dilakukan, kedua pasangan tersebut tidak boleh bersatu lagi, kecuali jika masing-
masing pihak terutama isteri sudah melakukan perkawinan dengan orang lain,
yang kemudian bercerai lagi.
- Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
1. Ketentuan Umum;
8. Kesimpulan.
a. Consent, yaitu persetujuan dari kedua belah pihak untuk dapat me-
langsungkan perkawinan;
8
1. Pembatalan perkawinan bagi mereka yang telah berusia 18 tahun dan
dapat
diajukan kepengadilan dengan alasan: usia dari salah satu pihak pada saat
perkawinan kurang dari 18 tahun, tidak ada persetujuan dari orang tua,
tidak ada perintah dari pengadilan.
2. Pembatalan perkawinan yang tidak dapat diajukan oleh orang tuanya atau
walinya karena anak tersebut telah berusia 18 tahun;
4. Perbuatan pidana yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perkawinan;
9
5. Tindakan yang dilakukan oleh salah satu pihak dengan cara meninggalkan
pihak lain selama 1 tahun tanpa izin;
7. Alasan untuk dilakukan gugat cerai oleh salah satu pihak karena sakit jiwa
atau penyakit yang tidak mungkin disembuhkan.
Selanjutnya, tentang apakah seorang suami boleh beristeri lebih dari satu
orang. Hukum di dunia ini sangat menggantungkan dirinya pada agama
mayoritas yang dianut oleh masyarakatnya. Dalam negara-negara mayoritas
penduduknya beragama Islam, maka sesuai ajaran Islam seorang laki-laki boleh
berpoligami, yaitu memiliki isteri sampai empat orang dalam waktu yang
bersamaan, sedangkan bagi agama lain poligami umumnya dilarang.
Menurut catatan sejarah, meskipun hukum pada jaman Yunani Kuno tidak
secara eksplisit melarang poligami, kebiasaan dan pandangan hidup orang-
orang Yunani menganggap tercela jika seorang laki-laki memiliki lebih dari satu
isteri. Ahli filsafat PLATO dalam bukunya “Hukum” (law) dengan tegas
mengecam poligami, meskipun tercatat dalam sejarah bahwa raja-raja Romawi
memiliki wanita lebih dari seorang dalam istananya yang semuanya dijadikan
isterinya. Hanya saja, hanya keturunan dari satu isteri yang dapat dianggap
sebagai putra mahkota yang akan menggantikan raja tersebut kelak. Bahkan
seorang filofof besar yaitu SOCRATES sendiri memiliki dua orang isteri.
Tampaknya pada jaman Romawi dapat dimengerti jika seorang laki-laki kawin
dengan seorang isteri, tetapi mengharapkan anaknya dari perempuan yang lain.
Bagi mereka yang beragama Katolik, tidak dibenarkan cerai hidup (bercerai,
tetapi masing-masing pihak masih hidup), hukum dari agama lain
memungkinkan Lembaga cerai hidup tersebut. Umumnya hukum diberbagai
negara memperbolehkan (bukan mewajibkan) “PISAH MEJA DAN RANJANG”
(scheiding van tafel en bed) sebelum mereka benar-benar bercerai. Hal tersebut
merupakan jalan keluar bagi umat Katolik, dimana mereka tidak bercerai, tetapi
hidup secara terpisah. Diharapkan pada masa tersebut mereka saling introspeksi
diri dan memikirkan akibat-akibat negatif dari perceraian tersebut, sehingga
memungkinkan mereka untuk kembali bersatu.
10
Apakah perceraian dibolehkan jika kedua belah pihak sepakat untuk bercerai
meskipun tanpa alasan yang logis?
1. Salah satu pihak melakukan zina, mabuk, madat, judi dan lain-lain yang sukar
disembuhkan
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar
kemampuannya
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan
tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai suami/isteri
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi pertengkaran dan tidak dapat
diharapkan untuk hidup rukun lagi sebagai suami isteri.
11
Code Civil Perancis membenarkan perceraian hanya karena ada kesepakatan
antara suami isteri tanpa ada alasan yang logis, asalkan suami sudah mencapai
usia minimal 25 (dua puluh lima) tahun dan isteri minimal berusia 21 (dua puluh
satu) tahun dan mereka telah melaksanakan perkawinan minimal 2 (dua) tahun.
Hal tersebut di atas juga diperbolehkan oleh hukum Belgia dengan syarat
suami dan isteri minimal berusia 23 (dua puluh tiga) tahun.
REFERENSI:
12