PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBATALAN DAN KAWIN PAKSA
2
Selain langkah-langkah tersebut pihak Penggugat mengajukan alat bukti berupa
surat dan seorang saksi. Sementara itu perkawinan yang batal dan tidak sah menimbulkan
akibat hukum dalam perkawinan tersebut. Maka akibat hukum dalam pembatalan tersebut
akta nikah yang bersangkutan tidak berkekuatan hukum lagi. Dengan adanya putusan
pembatalan perkawinan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka perkawinan
tersebut putus sebagaimana terdapat dalam pasal 28 ayat 1 dan 2 (a) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974.
Sedangkan landasan hukum yang dipakai dalam pengambilan putusan
pembatalan perkawinan meliputi:
a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
c) Al-Qur’an.
d) Hadits.
e) Kompilasi Hukum Islam.
3
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau
istri
2. Suami atau istri
3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-
undang
4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan
syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan Perundang- undangan
sebagaimana tersebut dalam Pasal 67.
Dapat disebutkan juga bahwa barang siapa yang karena perkawinan tersebut
masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya
perkawinan tersebut, dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru dengan tidak
mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Pasal 26 dan 27 diatur mengenai
alasan-alasan pembatalan perkawinan.
Pasal 26 menyebutkan :
1. Apabila perkawinan dilakukan dan dilangsungkan oleh pejabat atau pegawai
pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang
dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat diminta pembatalannya
oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa
dan suami atau istri.
2. Hal untuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasan dalam ayat (1)
pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai suami istri dan dapat
memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
4
Selanjutnya Pasal 71 KHI diaturbmengenai suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila :
Dari ketentuan pembatalan perkawinan yang diatur oleh Pasal 70-71 KHI terikat bahwa
perkawinan yang batal dan pernikahan yang dapat dibatalkan adalah perkawinan yang melanggar
larangan perkawinan, sebagai mana yang diatur oleh Pasal 39 KHI. Sementara ketentuan Pasal
72 KHI sama dengan ketentuan Pasal 27 UUP.
Pembatalan perkawinan sebagai salah satu upaya pemutusan perkawinan adalah menjadi
wewenang dan tanggung jawab badan peradilan, mengingat akibat yang yang ditimbulkan tidak
hanya menyangkut suami isteri saja, tetapi juga termasuk keturunan dan pembagian harta
kekayaan hasil perkawinan. Gugatan pembatalan perkawinan diajukan kepengadilan agama
diwilayah tempat perkawinan itu dahulunya dilangsungkan atau kepengadilan agama yang
5
mewilayahi tempat tinggal suami istri yang bersangkutan atau ke pengadilan agama yang
mewilayahi tempat kediaman salah seorang dari suami
BAB III
ANALISIS Putusan Nomor 91 /Pd t .G / 2 0 11 / PA .Sgu
1. Subyek Hukum
a) Pihak Penggugat
Nama : Eliza Binti Arpan Umur 18 Tahun, Agama Islam, Pendidikan SD,
Pekerjaan mengurus rumah tangga, bertempat tinggal di Dusun Semerangkai, RT
02, Desa Semerangkai, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Selanjutnya
Disebut Penggugat
b) Pihak Tergugat
Nama : Erik Sanjaya Bin Gusti Mustafa , umur 26 Tahun , Agama Islam,
Pendidikan STM, Pekerjaan karyawan PTPN XIII Rimba Belian, Bertempat
tinggal di Dusun Semerangkai, RT I, Desa Semerangkai, Kecematan Kapuas,
Kabupaten Sanggau, Selanjutnya disebut Tergugat I.
Nama : Arpan Bin Jaiz Umur 49 Tahun, Agama Islam, Pendidikan SD,
Pekerjaan Karyawan PTPN XIII Rimba Belian, Bertempat tinggal di Dusun
Semerangkai, RT 02, desa Semerangkai, Kecamatan Kapuas, Kabupaten
Sanggau Tergugat II.
2. Kronologi Perkara
Bahwa Penggugat dengan Tergugat I adalah suami istri , menikah pada tangga l
18 Desember 2010 yang tercatat pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kapuas ,
Kabupaten Sanggau , sesuai dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 19/19 / I / 2 0 1 1
tertanggal 9 Januari 2011 dengan wali nasab.
6
Bahwa setelah menikah Penggugat dengan Tergugat I tinggal dirumah Tergugat II
hingga bulan Februari 2011, dan sekarang Penggugat tetap tinggal di rumah
Tergugat II, sedangkan Tergugat I pulang ke rumah orang tua Tergugat I
sebagaimana alamat di atas.
Bahwa, rumah tangga Penggugat dengan Tergugat I tidak rukun sejak awal
pernikahan dikarenakan pernikahan tersebut paksaan dari Tergugat II.
Bahwa, perkawinan Penggugat dan Terguggat I tersebut terdapat larangan atau
tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan karena ada paksaan dari
Penggugat.
3. Dasar pengajuan Gugatan oleh Penggugat untuk Pembatalan Pernikahanya :
1. Karena pernikahan antara Penggugat dan tergugat dipaksa oleh Tergugat II yang
tidak lain adalah ayah kandung dari penggugat
2. Serta pada bulan Mei 2010 Penggugat diusir oleh ibu Penggugat bahkan tidak
akan diakui sebagai anak karena tidak mau menikah dengan Tergugat I bahkan
Ibu Penggugat mengancam akan melakukan bunuh diri.
3. Bahkan untuk urusan pernikahan seperti mengurus administrasi pernikahanya
semua diurus oleh Tergugat I.
4. Yang menjadi alasan Tergugat II menikahkan Penggugat dengan Tergugat I
karena Tergugat I sudah memiliki pekerjaan tetap, padahal sudah ditegaskan oleh
Penggugat bahwa Penggugat tidak mencintai Tergugat I, sehingga saat
pelaksanaan tunangan Penggugat Mogok Makan Selama 3 hari
7
Pada Pasal 74 ayat 1 kompilasi hukum Islam menentukan bahwa pembatalan
perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan dan permohonan pembatalan
perkawinan itu diajukan oleh para pihak yang mengajukan pada Pengadilan daerah yang
hukumnya meliputi tempat berlangsungnya perkawinan atau di tempat tinggal kedua suami
isteri.
Permohonan pembatalan perkawinan dibuat dalam bentuk permohonan yang bersifat
kontensius (sengketa Sehingga dapat lebih jelas dalam melangsungkan
pembatalan perkawinan yaitu sama halnya dengan cara gugatan perceraian yang diatur
secara terperinci dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975. Sepanjang hal ini dapat diterapkan dalam hubungannya dengan pembatalan
perkawinan itu.
8
Dalam posita yang dikemukakan oleh Penggugat dapat disipulkan bahwa Penggugat
dalam mengajukan gugatan pembatalan nikah dengan alasan yang pada pokoknya bahwa
pernikahan Penggugat dan tergugat I dikarenakan Paksaan dari Tergugat II dan Ibu
Penggugat yang sudah meninggal dunia. Bahkan Tergugat I tidak mengetahui jika
penggugat dipaksa menikah dengan tergugat I yang juga tidak keberatan atas gugatan yang
diajukan oleh Penggugat. Yang pada akhirnya Tergugat II mengatakan bahwa benar jika
pernikahan antara Penggugat dan Tergugat I terjadi karena adanya pemaksaan karena alasan
bahwa Tergugat I sudah memiliki pekerjaan.
Dari sekian banyak pemaparan serta alasan alasan Penggugat mengajukan Gugatan
pembatalan pernikahan ke Pengadilan Agama Sanggau serta pemaparan saksi dari Kelurga
Penggugat maupun saksi ahli di depan persidangan yang memberi keterangan serta
mendukung dalil gugatan Penggugat sehingga telah memenuhi syarat Formil dan materil
sebagai saksi dan oleh Majelis Hakim menerima kesaksian tersebut untuk dijaikan alat bukti
yang sah untuk menguatkan dalil-dalil gugatan Penggugat.
Maka jika didasakan pada fakta-fakta diatas walau pelaksanaan pernikahan sudah
sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 91) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 akan
tetapi telah terjadi cacat hukum karena adanya paksaan yang dilakukan Tergugat II terhadap
Penggugat untuk menikahi Tergugat I hanya karena ada Tergugat sudah memiliki pekerjaan.
Maka dari itu Majelis berkesimpulan bahwa gugatan penggugat telah cukup alasan
untuk melakukan pembatalan nikah sesuai dengan maksud pasal 27 ayat (1) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Jo Pasal 71 huruf (f) dan 72 ayat (1) Inpres Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam sehingga Gugatan Penggugat patut untuk dikabulakan.
Untuk itulah Akta Nikah Nomor 19/19/I/20011 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan
Agama Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau tidak mempunyai kekuatan hukum.
Didasarkan pasal pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, batalnya suatu
perkawinan dimulai setelah kepututsan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap
dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Dan pasal 28 Ayat (2) Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 keputusan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak yang akan
dilahirkan dari perkawinan tersebut.
9
BAB IV
PENUTUP
3.4 Kesimpulan
10