HUKUM KELUARGA
1. PENDAHULUAN
Di dalam bab ini membahas tentang hukum keluarga yang menekankan di undang-
undang perkawinan No. 1 Tahun 1974. Di dalam bab ini membahas tentang hukum
keluarga yang didalamnya meliputi hubungan keluarga, perkawinan, turunan,
kekuasaan orang tua, harta benda perkawinan, perwalian dan perceraian.
2. HUBUNGAN KELUARGA DAN HUBUNGAN DARAH
a. Pengertian Keluarga
Yaitu kesatuan masyarakat kecil yang terdiri dari suami, istri, anak yang berdiam
di dalam satu tempat tinggal. Sedangkan hubungan keluarga adalah hubungan
dalam kehidupan keluarga yang terjadi karena hubungan perkawinan dan adanya
hubungan darah.
b. Hubungan Darah
Yaitu hubungan darah antara orang yang satu dan orang lain karena berasal dari
leluhur yang sama. Ada 3 macam hubungan darah yaitu hubungan darah menurut
garis lurus keatas “ leluhur”, hubungan darah garis lurus ke bawah “ keturunan”,
hubungan darah ke samping antar saudara.
c. Arti Penting Hubungan Darah
Jauh dekatnya hubungan darah mempunyai arti yang sangat penting dalam hal
perkawinan, pewarisan, dan perwalian dalam sebuah keluarga.
d. Hubungan Darah Dilihat dari Garis Keturunan
Ada 3 macam hubungan darah dilihat dari garis keturunannya, yaitu :
1. Patrilineal, dalam hubungan darah yang mengutamakan garis ayah.
2. Matrilineal, dalam hubungan yang mengutamakan garis ibu.
3. Patental, bilateral, dalam hubungan yang didalamya mengutamakan garis
ayah, ibu.
e. Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Dalam Undang-Undang ini menitikberatkan pada hubungan darah yang dimana
mengutamakan garis kedua-duanya. Ketentuannya didalam UU :
1) Dalam Perkawinan
a. Anak yang belum mencapai 21 Tahun ketika hendak melangsungkan
pernikahan harus mendapatkan izin dari kedua orang tua dahulu diatur
dalam pasal 6 ayat 2.
b. Larangan perkawinan dikarenakan terlalu dekat hubungan darahnya
( diatur dalam pasal 8.
c. Perkawinan tidak mengenal sistem jujur tidak diatur didalam UU.
d. Rumah kediaman ditentukan oleh suami istri dengan kesepakatan bersama
diatur didalam pasal 32.
e. Hak dan juga kedudukan suami istri harus seimbang dalam kehidupan
rumah tangga dan juga pergaulan hidup didalam bermasyarakat diatur
didalam pasal 31.
2) Kekuasaan Orang Tua
a. Orang tua harus wajib mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya, diatur di
dalam pasal 45 ayat 1.
b. Anak yang belum berumur 18 tahun belum menikah berada didalam
kekuasaan atau pengawasan dari orang tua pasal 47.
c. Orang tua dilarang dengan tegas untuk memindahkan hak ataupun
menggadaikan barang anak yang belum berumur 18 tahun dan juga belum
menikah pasal 48.
3) Kekuasaan Terhadap Harta
a. Harta yang diperoleh secara bersama menjadi harta bersama, dengan pasal
25 ayat 1.
b. Sejak terjadinya perkawinan harta disatukan dan juga dikuasai bersama
apabila sebelumnya dibuat perjanjian, dengan pasal 35 ayat 2.
4) Perwalian
a. Wali dapat diwakilkan dati keluarga anak tersebut dari pihak ayah atau
pihak ibu, pasal 51 ayat 2.
3. ASAS – ASAS PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN
1) Asas – Asas Perkawinan
Asas ini mendasari ketentuan dalam undang-undang perkawinan dan juga
peraturan pelaksanya, diantaranya yaitu : perkawinan monogamy, kebebasan
kehendak, pengakuan kelamin secara kodrati, tujuan perkawinan, perkawinan
keka;, perkawinan menurut hukum agama, perkawinan terdaftar, kedudukan
suami istri seimbang, poligami sebagai pengecualian, batas minimal usia kawin,
membentu keluarga sejahtera, larangan dan perceraian, pembeda anak sah dan
tidak sah, perkawinan campuran, perceraian dipersulit, hubungan dengan
pengadilan.
2) Pengertian Perkawinan
Dalam UU No.1 Tahun 1974 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita sebagai suami istri. Suami istri adalah fungsi masing-masing
pihak sebagai akibat dari adanya ikatan lahir batin. Jika tidak ada ikatan lahir batin
tidak pula ada fungsi sebagai suami istri.
3) Tujuan Perkawinan
Didalam pasal I UUP tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa. Dalam pasal I
UUP rumusan perkawinan sekaligus mencakup tujuan lengkapnya adalah “
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasar tuhan
YME. ”
4. SYARAT – SYARAT PERKAWINAN
1) Pengertian Syarat dan Syarat Perkawinan
Syarat dan Syarat Perkawinan adalah segala hal yang harus dipenuhi berdasarkan
peraturan perundang-undang. Ada 2 macam syarat-syarat perkawinan, yaitu syarat
material dan syarat formal. Syarat material adalah syarat yang ada pada diri pihak
perkawinan sedangkan syarat formal adalah tata cara melangsungkan perkawinan
menurut hukum agama dan Undang-Undang.
2) Syarat Perkawinan Monogami
a. Persetujuan kedua calon mempelai diatur dalam (pasal 6 ayat 11 UUP)
b. Pria sudah berumur 19 tahun wanita berumur 16 tahun daitur dalam (pasal 7
ayat 1 UUP)
c. Izin orang tua atau pengadilan jika belum berumur 21 tahun menurut
ketentuan (pasal 6 ayat 2 UUP)
d. Tidak masih terikat satu perkawinan diatur dalam (pasal 9 UUP) kecuali
dalam (pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 UUP) tentang poligami.
e. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami/istri yang sama yang hendak
dikawini diatur dalam (pasal 10 UUP)
f. Bagi janda sudah lewat waktu tunggu, menurtu ketentuan (pasal 11 ayat 1
UUP). Megenai waktu tunggu wanita diatur dalam peraturan pemerintah No. 9
Tahun 1975 pasal 39.
g. Sudah memberi tahu kepada pegawai pencatat perkawinan 10 hari sebelum
dilangsungkan perkawinan, menurut ketentuan pasal 3 P.P. No.9 Tahun 1975.
Pemberitahuan diberitahukan secara lisan / tertulis oleh mempelai atau orang
tua atau wakil (pasal 4 P.P. No. 9 Tahun 1975)
h. Tidak ada yang mengajukan pencegahan menurut (pasal 13 UUP) perkawinan
dapat dicegah apabila tidak memenuhi syarat.
i. Tidak ada larangan perkawinan (pasal 8 UUP)
Kekuasaan orang tua terhadap anak berlangsung hingga anak itu mencapai
umur 18 tahun atau anak itu kawin, atau ada pencabutan kekuasaan orang tua
oleh pengadilan pasal 47 ayat 1 UUP. Kekuasaan orang tua meliputi
Menurut ketentuan pasal 46 UUP anak wajib menghormati orang tua dan
mentaati kehendak mereka yang baik. dalam pasal 46 UUP kewajiban
memelihara itu ada apabila orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas
itu memerlukan bantuan. Sedangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 215
pembatasan itu tidak ada, diminta atau tidak diminta anak wajib memberi
nafkah terhadap orang tua.
Menurut ketentuan pasal 50 ayat 1 UUP, anak yang berumur 18 tahun dan belum pernah
mlangsungkan perkawinan yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah
kekuasaan wali.
Menurut ketentuan pasal 51 ayat 2 UUP, yang dapat ditunjuk sebagai wali adalah
keluarga anak tersebut atau orang lain. Dalam pasal 49 ayat 1 UUP mengenai orang
yang dapat mengajukan permohonan pencabutan kekuasaan orang tua. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan keluarga itu adalah
a. Keluarga anak dalam garis lurus ke atas misalnya kakek baik dari pihak bapak
maupun dari pihak ibu.
Menurut ketentuan pasal 51 ayat 5 UUP, wali bertanggung jawab atas pengurusan
harta benda anak serta kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalainnya. Wali
dapat diwajibkan membayar ganti kerugian berdasarkan keputusan pengadilan,
sebagai akibat dari pengurusan harta benda anak dibawah perwaliannya (pasal 54
UUP)
6. Berakhirnya Perwalian
2. Harta bawaan, yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing (pasal 36 ayat 2 UUP)
3. Harta perolehan, yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing suami istri sebagai hadiah atau
warisan.
7. Perkawinan Campuran