menimbulkan
ketidakpastian
hukum
yang
siri
menjadi
anak
diluar
nikah
berdasarkan
ketentuan norma hukum dalam Pasal 34 Ayat (1) Undangundang Perkawinan dan
ketentuan
quo
telah
pemohon
ketentuan a quo
dianggap
B. PERATURAN TERKAIT
1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat
(1)
C. TINJAUAN TEORI
Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 1974 tetapi berlaku
efektif baru pada tanggal 1 Oktober 1975, merumuskan pengertian
perkawinan dalam Pasal 1 sebagai berikut: Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Syarat syarat sahnya perkawinan menurut Undang Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.
Syarat intern
Syarat material yang harus dipenuhi orang orang yang akan
menikah. Syarat ini dibedakan menjadi dua, yaitu absolut dan
relatif.
- Syarat intern absolut :
a. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang
wanita
hanya
boleh
mempunyai
seorang
suami.
oleh
agamanya
atau
apabila
dikehendaki
oleh
pihak
pihak
yang
kedua
kalinya,
maka
di
antara
mereka
tidak
boleh
agamanya
dan
kepercayaannya
itu
dari
yang
yang
harus
dipenuhi
sebelum
melangsungkan
Undang
Undang
Nomor Tahun
1974
tentang
pekerjaan,
tempat
umur,
agama
kediaman
calon
serta
Pegawai
pengumuman
melangsungkan
formulir
yang
tidak
ada
Pencatat
tentang
sesuatu
menyelenggarakan
dengan
pada
syarat
halangan
pemberitahuan
perkawinan
ditetapkan
kehendak
cara
kantor
mengisi
Pencatatan
kehendak
perkawinan
oleh
Pegawai
Anak yang sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah
2. Pasal 43 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
hanya
keputusan
tentang
sah
atau
D. ANALISISPUTUSAN
46/PUU-VIII/2010
MAHKAMAH
KONSTITUSI
(MK)
No.
merupakan
pihak
yang
secara
langsung
merasakan
hak
menurut
1, Tambahan Lembaran Negara RI. No. 3019) yang menyatakan, " Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan
hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata
mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya .
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, " Anak
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya", tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang
dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya,
sehingga ayat tersebut harus dibaca, "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan
laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan
darah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya ". Penggalan
kalimat tersebut telah diubah oleh Mahkaman Konstitusi karena memang
pengggalan kalimat pertama tidak empunyai kekuatan hukum. Mahkamah
konstitusi menganggap pihak laki-laki tidak lepas dari hubungan perdata selama
berdasarkakn ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain bahwa si anak
mempunyai hubungan dengan si laki-laki atau ayahnya.
Dalam pasal-pasal UUD 45 yang disebutkan diatas sebenarnya tidak ada
perlakuan diskriminasi dalam penerpan norma hukum terhadap setiap orang
dikarenakan cara pernikahan yang ditempuhnya berbeda dan anak yang
dilahirkan dari pernikahan tersebut adalah sah dihadapan hukum setra tidak
diperlakukan berbeda. Akan tetapi dalam prakteknya justru norma agama telah
diabaikan oleh kepentingan memaksa dari norma hukum. Perkawinan pemohon
menurut rukun nikah dan norma agama islam adalah sah, tetapi tidak menjadi
sah karena tidak tercatat menurut pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan yang mana
E. KESIMPULAN
Setelah kita menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/2010 ada beberapa kesimpulan yang dapat penulis ambil, yaitu:
a) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17
Februari 2012, memberikan pengakuan terhadap anak luar nikah. Anak
luar nikah tidak lagi hanya memiliki keperdataan dengan ibunya tetapi juga
dengan ayah biologisnya. Melalui pembuktian yang didukung oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum
mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya.
b) Putusan MK nampaknya belum bisa secara maksimal memberikan jalan
keluar bagi permasalahan anak luar nikah, karena putusan ini masih
bersifat global dilihat dari kegunaanya yaitu masih menyamakan anak luar
nikah akibat nikah siri yang sah menurut agama dengan anak luar nikah
akibat zina yang jelas-jelas dilarang menurut agama Islam.
c) Bahwa putusan MK tersebut guna memberikan rasa keadilan bagi anak
yang di dalam hukum harus melindungi hak-hak anak, Baik itu hak untuk
hidup atau hak untuk mendapatkan pengakuan atas eksistensinya dimuka
bumi. Kesalahan orangtuanya tidak bisa membuat dia menjadi berbeda,
karena anak luar nikah hanya menjadi korban.