Disusun Oleh :
Nazma Amalia Shafira
NPM A219125
Semester 5
STIH LITIGASI 2021/2022
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar.........................…………………….................…………..………....……..…..i
Daftar isi…….................................……………..................……………………………....…..ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang......................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Agung No.179/K/SIP/1961....................…....3
2.2 Efektivitas Putusan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179/K/SIP/1961………….......4
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan…………….......................................……………………………........................6
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak zaman kolonial Belanda, Hukum Adat (Customary Law) di Sebagian besar suku
bangsa di indonesia menganut paham Patriarki dengab mengutamakan laki-laki dan anak
laki-laki sebgai pemimpin keluarga yang mempunyai peran publik dan akan meneruskan
keturunan serta kepemimpinan keluarga serta kepimpinan keluarga sehingga hanya laki-laki
dan anak laki-laki yang dapat warisan , sementara perempuan dan anak perempuan dipandang
hanya dapat berperan di ranah domestik (rumah tangga) karenanya tidak memperoleh warisan
dengan porsi setengah atau bagian lebih kecil lagi.
Pengertian hukum waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang
yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak. Ditinjau dari hukum adat,
pengertian hukum waris adalah aturan-aturan yang mengenai cara bagaimana dari abad
penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi
ke generasi.
Seiring perkembangan zaman, dalam pembagian harta warisan ada rasa ketidakadilan
dan ketidakpuasan dirasakan oleh anak perempuan dalam system kekerabatan Patrilineal,
maka melalui Pendidikan dan pengetahuan kaum Wanita melakukan penolakan (resistensi)
terhadap system kekerabatan Patrilineal, mereka tidak begitu saja tunduk kepada keturunan
hukum adat, khususnya di dalam pembagian harta warisan. Dan kaum Wanita memilih
institusi peradilan dalam proses penyelesaian warisan, berbagaia upaya dilakukan untuk
memperoleh bagian harta warisan ayah maupun suaminya yang akhirnya keluarlah berbagai
macam yurisprudensi yang mengatur tentang hak waris anak perempuan dalam masyarakat
yang sistem kekerabatanya Patrilineal seperti pada masyarakat adat batak.
1
1.2. RUMUSAN MASALAH
Beberapa uraian dalam latar belakang diatas maka permasalahan yang dibahas dalam
makalah ini adalah:
1.3. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
2
BAB II
PEMBAHASAN
“. . . selain rasa perikemanusiaan dan keadilan umum, dan atas hakikat persamaan
hak antara pria dan wanita, dalam beberapa keputusan menganggap sebagai hukum yang
hidup diseluruh Indonesa, bahwasannya anak laki – laki dan anak perempuan
dari seorang peninggal waris bersma – sama berhak atas harta warisan yang
ditinggalkan, bahwa bagian anak laki – laki sama setara dengan anak perempuan
maka dari itu juga, seorang anak permpuan harus dianggap sebagai ahli waris yang
berhak menerima bagian dari harta warisan yang ditinggalkan dari orangtuanya
tersebut”.
Maka dari itu, Adapun beberapa dasar pertimbangan hakim adalah sebagai berikut :
1. Bahwa hakim yang memutus perkara ini mengetahui betul bahwa sistem kekeluargaan
yang dianut oleh pihak yang berperkara adalah patrilineal. Namun, hakim tidak boleh hanya
berpatokan pada sistem kekeluargaan itu saja. Untuk mengetahui ruang lingkup atas suatu
peristiwa konkret, maka hakim terlebih dahulu perlu memperoleh kepastian tentang sengketa
yang telah terjadi, dan hal tersebut dilakukan hakim saat proses jawab-menjawab. Hakim
harus memperhatikan semua kejadian yang telah diuraikan oleh kedua belah pihak. Perkara
yang mengandung persoalan hukum adat ini mengharuskan hakim untuk berusaha menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim dalam memutus perkara ini juga harus peka memperhatikan aspek-aspek non-yuridis
seperti aspek filosofis, sosiologis, psikologis, sosial ekonomis, budaya bangsa serta dampak
kedepan yang ditimbulkan di tengah-tengah masyarakat setelah keluarnya putusan ini
sehingga hakim harus menggali hukum mana yang lebih tepat dan adil untuk pihak-pihak
yang berperkara, disamping itu masalah waktu (timing) atau apakah sudah saatnya situasi
dan kondisi pada
masyarakat tersebut diterapkan putusan yang akan diputuskan, sudah sejauh mana sosialisasi
hukum waris nasional pada masyarakat tertentu serta tingkat kesadaran hukum dan
dinamika yang berkembang dalam masyarakat tertentu, oleh sebab itu diperlukan kehati-
hatian dalam menetapkan putusan. Apalagi yang dicari hakim adalah selalu putusan yang
adil seacara universal, baik pada perempuan maupun laki-laki.
3
2. Bahwa hakim yang menjatuhkan putusan pada pengadilan Mahkamah Agung ini berasal
dari suku Jawa, sehingga ada kecenderungan dalam menjatuhkan putusan tersebut hakim
bersandar pada hukum adatnya. Dimana sistem kekerabatan yang dianut oleh orang Jawa
adalah parental, yaitu mengikuti garis keturunan kebapak-ibuan, sehingga dalam hal
pewarisan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan adalah sama kedudukannya. Tidak
seperti yang terjadi pada putusan Pengadilan Negeri, dimana hakim yang memutus berasal
dari suku Karo, yang paham dan dapat merasakan “roh” dari hukum adat Karo itu sendiri,
sehinggga dalam memutus sengketa ini hakim tersebut sangat mempertimbangkan hukum
adat
Karo sebagai dasar untuk menjatuhkan putusannya.
Keefektifan Yurisprudensi ini sebagai sumber hukum tentunya tidak berlangsung secara
serta merta, melainkan membutuhkan waktu yang relatif lama . pada saat awal-awal
dikeluarkanya , Yurisprudensi ini tidak dapat dikatakan berlaku secara efektif, karena pada saat
itu belum semua masyarakat Batak menggunakan yurisprudensi ini sebagai sumber hukum dan
dasar dalam hal pembagian warisan. Hal tersebut terjadi karena proses sosialisasi nya dinilai
sangat lamban. Adapun faktor yang disebabkan proses tersebut:
1. Wilayah Tanah Karo pada tahun 1961, yaitu pada tahun ditetapkannya Putusan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No.179/K/Sip/1961 menjadi yurisprudensi, merupakan wilayah
yang terisolir karena berada di pedalaman dataran tinggi yang struktur wilayahnya berupa
pegunungan, lembah dan perbukitan. Selain itu wilayah Tanah Karo pada saat itu juga sangat
minim alat transportasi dan komunikasi, sehingga sulit untuk melakukan pembangunan
infrastruktur. Diperkirakan 10 (sepuluh) tahun lamanya sebagian besar masyarakat Batak
Karo tidak mengetahui keberadaan yurisprudensi tersebut.
2. Sifat dasar orang karo yang memegang teguh hukum adat. Orang Karo umumnya sangat
berpendirian teguh. Jik seseorang telah memiliki suatu
pendirian, maka akan sukar untuk merubah pendiriannya tersebut, termasuk hal-hal yang
terkait dengan hukum adatnya. Orang Karo akan merasa sangat malu apabila dikatakan tidak
4
tahu adat. Adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi orang Karo bila dapat menjalankan aturan
adat
4
istiadatnya dengan baik dan akan mendapatkan pujian moral dari masyarakat Karo itu
sendiri. 13 Sejak kecil orang Karo juga telah diajari untuk pandai-pandai menjaga diri dan
nama baik keluarga. Mereka hidup dengan kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi di
lingkungan tradisional, sehingga sifat-sifat tersebut juga ikut diturunkan secara turun temurun
3. Berdasarkan hasil survey di lapangan, tidak ditemukan adanya jejak usaha dari
pemerintah untuk terjun langsung ke dalam masyarakat untuk mensosialisasikan Yurisprudensi
Mahkamah Agung Republik Indonesia No.179/K/Sip/1961 ini kepada masyarakat Batak
Karo di Tanah Karo.
5
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan yang telah penulis sampaikan dalam penulisan
hukum ini, maka dapat penulis simpulkan dalam uraian yang singkat dalam bab ini sebagai
berikut:
A. Latar Belakang Hakim Mahkamah Agung dalam Menjatuhkan Putusan Nomor
179/K/Sip/1961:
Hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat, sehingga berakhir dengan keputusan yang menekankan pada
keadilan yang sifatnya universal, yaitu keadilan tanpa memandang adanya perbedaan gender,
namun tetap menghargai nilai-nilai dan normahukum adat sebagai nilai-nilai dan norma
hukum yang hidup dalam masyarakat. Keputusan hakim dalam Yurisprudensi
No.179/K/Sip/1961 tentang persamaan hak mewaris antara anak laki-laki dan perempuan
sudah sesuai dengan cita-cita hukum bangsa,yaitu keadilan bagi seluruh masyarakat
Indonesia. Walaupun dalam hal ini hakim terkesan mengesampingan hukum adat Batak Karo
yang menyatakan bahwa anak perempuan bukanlah ahli waris orangtuanya, akan tetapi
penulis setuju dengan keputusan hakim yang memberikan bagian hak waris yang sama rata
antara anak laki-laki dengan perempuan, karena dengan demikian tercapailah tujuan keadilan
yang universal tanpa membeda-bedakan gender tersebut.
B. Efektivitas Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No.179/K/Sip/1961
Terhadap Hak Mewaris pada Masyarakat Batak Karo di Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara.Keberadaan Yurisprudensi Mahkamah Agung No.179/K/Sip/1961
ini sebagai sumber hukum dalam proses pewarisan pada masyarakat Batak Karo di Kota
Kabanjahe pada masa kini sudah dapat dikatakan efektif. Dapat dikatakan demikian, karena
orangtua-orangtua masyarakat Batak Karo pada masa kini telah melakukan pembagian
warisan yang sama bagiannya antara anak laki-laki dan perempuan, yaitu sesuai dengan isi
Yurisprudensi Mahkamah Agung No.179/K/Sip/1961. Namun keefektifan yurisprudensi ini
juga tidak berlangsung secara serta merta, karena proses sosialisasi yurisprudensi
membutuhkan waktu yang sangat lama, yang penyebabnya adalah:
1. Wilayah Tanah Karo yang cenderung terisolir;
2. Sifat dasar orang karo yang sangat memegang teguh hukum adat;
3. Kurangnya usaha dari pemerintah untuk terjun langsung ke dalam masyarakat untuk
mensosialisasikan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.179/K/Sip/1961 ini kepada masyarakat Batak Karo di Tanah Karo.
6
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjfxOnTiv
TzAhXTfn0KHbrQAT0QFnoECCQQAQ&url=https%3A%2F%2Frepositori.usu.ac.id
%2Fhandle%2F123456789%2F35122&usg=AOvVaw3SgNsvL5i6qhAtYvipG50c
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/yurisprudensi/detail/11e93a313416280ab9c0303
834343231.html
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjwlsnJkf
TzAhUJT30KHUyoDw8QFnoECCAQAQ&url=https%3A%2F%2Frepositori.usu.ac.id
%2Fhandle%2F123456789%2F35122&usg=AOvVaw3SgNsvL5i6qhAtYvipG50c