Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH LAPISAN-LAPISAN ILMU HUKUM, HUKUM

MORAL DAN KEBEBASAN


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu :
Dr. Dina Irawati S.H., M.Si., M.H.

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1.) Rohmah Hidayati 212111322


2.) Winda Ivana Lusti Sulistowati 212111323
3.) Mawar Amalia Putri 212111324

UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Lapisan-lapisan Ilmu Hukum,
Hukum Norma dan Kebebasan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr.
Dina Irawati S.H., M.Si., M.H. selaku pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang pengantar ilmu hukum bagi
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Dina Irawati S.H., M.Si., M.H. selaku
dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai bidang studi yang kami pelajari. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi beberapa ilmunya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis

11 September 2021

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan...........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................6
A. Lapisan-Lapisan Ilmu Hukum............................................................................6
1. Dogmatik Islam............................................................................................6
2. Teori Hukum................................................................................................6
3. Filsafat Hukum.............................................................................................7
B. Hubungan dogmatik hukum,teori hukum, dan filsafat
hukum.................................................................................................................8
C. Hukum Moral.....................................................................................................9
D. Kebebasan..........................................................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................................13
A. Kesimpulan........................................................................................................13
B. Saran..................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu hukum dari segi segi objek dapat dibedakan atas ilmu hukum dalam arti sempit,
yang dikenal dengan ilmu hukum dogmatik (ilmu hukum normative) dan ilmu hukum dalam
arti luas, dalam arti luas ilmu hukum dapat ditelaah dari sudut pandangan sifat pandang ilmu
maupun dari sudut pandangan tentang lapisan ilmu hukum seperti yang dilakukan oleh J.
Gijssels dan Mark van Hoecke. Mereka, membedakan ilmu hukum berdasarkan pelapisan ilmu
hukum, yang meliputi filsafat hukum, teori hukum, dan dogmatik hukum, ke tiga lapisan ilmu
hukum tersebut selanjutnya diarahkan kepada praktik hukum. Ketiga lapisan tersebut nantinya
akan membentuk sebuah hubungan yang saling terkait.

Sedangkan dalam masyarakat terdapat sebuah hukum yang dinamakan hukum norma.
Hukum ini memiliki beberapa peraturan yang mencakup peraturan tingkah laku dalam
lingkungan masyarakat. Masyarakat juga punya hak dalam kebebasan menolak beberapa
larangan yang telah dibuat kecuali larangan yang telah diatur dalam undang-undang.

B.Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk dalam Lapisan-Lapisan Ilmu hukum?

2. Apa yang dimaksud dengan Dogmatik Hukum?

3. Apa yang dimaksud dengan Teori hukum?

4. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Hukum?

5. Bagaimana hubungan dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum?

6. Apa yang di maksud dengan hukum moral?

7. Apa yang dimaksud dengan kebebasan?

C.Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi lapisan ilmu hukum.

2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dogmatik hukum.

4
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud teori hukum.

4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud filsafat hukum.

5. Untuk mengetahui hubungan antara dogmatic hukum, teori hukum, dan filsafat
hukum.

6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud hukum moral.

7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud kebebasan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lapisan-Lapisan Ilmu Hukum


J. Gijssels dan Mark van Hoecke, membedakan ilmu hukum berdasarkan pelapisan
ilmu hukum, yang meliputi filsafat hukum, teori hukum, dan dogmatik hukum, ke tiga lapisan
ilmu hukum tersebut selanjutnya diarahkan kepada praktik hukum.
1. Dogmatik Hukum
Dogmatik hukum merupakan ilmu hukum dalam arti sempit. Titik fokusnya adalah
hukum positif. D.H.M. Meuwissen (1979), memberikan batasan pengertian dogmatik hukum
sebagai memaparkan, menganalisis, mensistematisasi dan menginterpretasi hukum yang
berlaku atau hukum positif. Berbeda dengan M. van Hoecke (1982), mendefinisikan dogmatik
hukum sebagai cabang ilmu hukum (dalam arti luas) yang memaparkan dan mensistematisasi
hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu danpada suatu waktu tertentu dari
suatu sudut pandang normatif.
Berdasarkan definisi tersebut terlihat, tujuan dogmatikus hukum bekerja tidak hanya
secara teoritikal, dengan memberikan pemahaman dalam sistem hukum, tetapi juga secara
praktikal. Dengan kata lain, ia, berkenaan dengan suatu masalah tertentu menawarkan alternatif
penyelesaian yuridik yang mungkin. Hal itu menyebabkan bahwa dogmatikus hukum bekerja
dari sudut perspektif internal, yaitu menghendaki dan memposisikan diri sebagai partisipan
yang ikut berbicara (peserta aktif secara langsung) dalam diskusi yuridik terhadap hukum
positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori ke- benaran yang paling sesuai bagi
dogmatikus hukum adalah teori pragmatis, dimana proporsi yang ditemukan dalam dogmatik
hukum bukan hanya informatif atau empirik, tetapi terutama yang normatif dan evaluatif.
2. Teori Hukum

Teori Hukum dalam lingkungan berbahasa Inggris, disebut dengan jurisprudence atau
legal theory. Teori Hukum lahir sebagai kelanjutan atau pengganti allgemeine rechtslehre
yang timbul pada abad ke-19 ketika minat pada filsafat hukum mengalami kelesuan karena
dipandang terlalu abstrak dan spekulatif dan dogmatik dipandang terlalu konkret serta terikat
pada tempat dan waktu. Istilah allgemeine rechtslehre ini mulai tergeser oleh istilah
rechtstheorie yang diartikan sebagai teori dari hukum positif yang mempelajari masalah-
masalah umum yang sama pada semua sistem hukum, yang meliputi: sifat, hubungan antara

6
hukum dan negara serta hukum dan masyarakat.
Sehubungan dengan ruang lingkup dan fungsinya, teori hukum diartikan sebagai
ilmu yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai
aspek gejala hukum, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan keseluruhan, baik
dalam konsepsi teoritis maupun manifestasi praktis, dengan tujuan memperoleh pemahaman
yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang
tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan masyarakat.
Teori hukum merupakan ilmu eksplanasi hukum yang sifatnya inter-disipliner.
Eksplanasi dalam teori hukum sifatnya eksplanasi analisis sedangkan dalam dogmatik hukum
merupakan eksplanasi teknik yuridis dan dalam bidang filsafat sebagai eksplanasi reflektif. Sifat
interdisipliner dapat terjadi melalui dua cara: Pertama, menggunakan hasil disiplin lain untuk
eksplanasi hukum; Kedua, dengan metode sendiri meneliti bidang-bidang seperti: sejarah
hukum, sosiologi hukum dan lainnya. Permasalahan utama ialah apakah yuris mampu secara
mandiri melakukan hal tersebut.
Berkaitan dengan sifat interdisipliner, maka bidang kajian teori hukum meliputi:
Pertama, analisis bahan hukum, meliputi konsep hukum, norma hukum, system hukum,
konsep hukum teknis, lembaga hukum-figur hukum, fungsi dan sumber hukum; Kedua,
ajaran metode hukum, meliputi metode dogmatik hukum, metode pembentukan hukum dan
metode penerapan hukum; Ketiga, metode keilmuan dogmatik hukum, yaitu apakah ilmu
hukum sebagai disiplin logika, disiplin eksperimental atau disiplin hermeneutic; dan
Keempat, kritik ideologi hukum. Berbeda dengan ketiga bidang kajian di atas, kritik ideologi
merupakan hal baru dalam bidang kajian teorihukum. Ideologi adalah keseluruhan nilai atau
norma yang membangun visi orang terhadap manusia dan masyarakat.
3. Filsafat Ilmu
Secara kronologis perkembangan ilmu hukum diawali oleh filsafat hukum dan disusul
dogmatik hukum (ilmu hukum positif). Kenyataan in sejalan dengan pendapat Lili Rasjidi,
bahwa filsafat hukum adalah refleksi teoritis (intelektual) tentang hukum yang paling tua,
dan dapat dikatakan merupakan induk dari semua refleksi teoritis tentang hukum. Filsafat
hukum adalah filsafat atau bagian dari filsafat yang mengarahkan refleksinya terhadap hukum
atau gejala, sebagaimana dikemukakan J. Gejssels, filsafat hukum adalah filsafat umum yang
diterapkan pada hukum dan gejala hukum. Hal yang sama juga dalam dalil D.H.M.
Meuwissen, bahwa rechtfilosofie is filosofie. Filsafat hukum adalah filsafat karena itu ia
merenungkan semua persoalan fundamental dan masalah-masalah perbatasan yang berkaitan
dengan gejala hukum.
7
Berkaitan dengan ajaran filsafat dalam hukum, maka ruang lingkup filsafat hukum
tidak lepas dari ajaran filsafat itu sendiri, yang meliputi:

Pertama, ontologi hukum, yakni mempelajari hakikat hukum, misalnya hakikat


demokrasi, hubungan hukum dan moral dan lainnya; Kedua, aksiology hukum, yakni
mempelajari isi dari nilai seperti; kebenaran, keadilan, kebebasan, kewajaran, penyalah-
gunaan wewenang dan lainnya; Ketiga, ideologi hukum, yakni mempelajari rincian dari
keseluruhan orang dan masyarakat yang dapat memberikan dasar atau legitimasi bagi
keberadaan lembaga-lembaga hukum yang akan datang, system hukum atau bagian dari
system hukum; Keempat, epistemologi hukum, yakni merupakan suatu studi meta filsafat.
Mempelajari apa yang berhubungan dengan pertanyaan sejauh mana pengetahuan mengenai
hakikat hukum atau masalah filsafat hukum yang fundamental lainnya yang umum- nya
memungkinkan; Kelima, teleologi hukum, yakni menentukan isi dan tujuan hukum; Keenam,
keilmuan hukum, yakni merupakan meta teori bagi hukum; dan Ketujuh, logika hukum, yakni
mengarah kepada argumentasi hukum, bangunan logis dari sistem hukum dan struktur sistem
hukum.

Sifat keilmuan filsafat hukum

Filsafat Hukum

Obyek Landasan dan batas-batas kaidah hukum

Tujuan Teoritikal

Perspektif Internal

Teori Kebenaran Teori Pragnatik

Proporsi Informatif tetapi terutama normative dan evaluatif

B. Hubungan Dogmatik Hukum,Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum


Hubungan antara dogmatik hukum dan teori hukum dapat dipaparkan dalam tabel
berikut:

Dogmatik Hukum Teori Hukum

8
mempelajari aturan hukum dari segi
teknis; merupakan refleksi pada teknik hukum;

berbicara tentang hukum; tentang cara yuris bicara tentang hukum

bicara hukum dari perspektif yuridis ke


bicara hukum dari segi hukum dalam bahasa non yuridis

bicara tentang pemberian alasan


bicara problem yang konkrit terhadap haltersebut.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa teori hukum tidaklah senantiasa normatif
seperti dogmatik hukum. Teori hukum merupakan metateori bagi dogmatik hukum. Sedangkan
hubungan antara dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum dapat digambarkan dengan
gambar sebagai berikut.

Filsafat Hukum

Teori Hukum

Dogmatik Hukum

Hukum Positif

C. Hukum Moral

Hukum artinya peraturan yang dibuat oleh penguasa, adat, yang berlaku bagi semua
anggota masyarakat. Hukum dipandang sebagai aturan yang bersifat menuntun hidup dan
tindakan seseorang. Dimensi dasariah hukum terdapat pada undangan untuk saling mengasihi
dan tuntutan yang mewajibkan untuk melakukan sesuatu. Norma berasal dari bahasa Latin mos
atau moris, artinya adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku; mores artinya adat istiadat,
watak, cara hidup. Maka, hukum moral adalah aturan-aturan bertingkah laku dalam relasi
dengan orang lain.

9
Hukum moral adalah hukum yang didasarkan pada kehendak Allah. Hukum moral
menjadi benar diterapkan dalam ungkapan iman, karena tindakan manusia mencerminkan
imannya. Orang beriman bertindak bukan semata-mata atas kehendak dirinya, melainkan lebih
atas dasar kehendak Allah. Setiap pengalaman manusia memberi kontribusi besar pada hukum
moral. Ada tiga ide utama yang perlu dipahami dalam hal ini, antara lain: pemahaman budaya
suku bangsa; keterlibatan dalam budaya; dan keturutsertaan dalam memperjuangkan keadilan.

Hukum moral menunjukkan aturan dalam bertingkah laku. Misalnya, upaya-upaya


komunikasi sosial. “Untuk menggunakan upaya-upaya itu dengan tepat, sungguh perlulah
bahwa siapa saja yang memakainya mengetahui norma-norma moral, dan di bidang itu
mempraktikkannya dengan setia. Hendaknya mereka menelaah bahan, yang dikomunikasikan
sesuai dengan sifat khas masing-masing medium. Sekaligus hendaklah mereka pertimbangkan
juga situasi maupun kondisi-kondisi, yakni tujuan, orang-orang, tempat, waktu, dan hal-hal lain
yang menyangkut komunikasinya sendiri. Sebab konteks itu dapat mengubah kadar moralnya,
bahkan mengubahnya sama sekali. Perlu juga diperhatikan cara berfungsi yang khas bagi
masing-masing medium; begitu pula daya pengaruhnya, yang dapat sedemikian besar sehingga
orang-orang, terutama kalau tidak siap, cukup sulit menyadarinya, mengendalikannya, dan bila
perlu menolaknya”.

Semua orang secara mutlak wajib berpegang teguh pada prioritas hukum moral yang
objektif. Sebab hanya hukum moral itulah yang melibatkan manusia, makhluk Allah yang
berbudi dan dipanggil untuk tujuan adikodrati, menurut hakikat seutuhnya. Hukum moral itu
jugalah, yang bila dipatuhi sepenuhnya dengan setia, mengatur manusia untuk mencapai
kepenuhan, kesempurnaan, serta kebahagiaanya. Kita bertindak bukan hanya karena keyakinan
akan kemampuan intelektual, melainkan karena dorongan hati agar diri berkembang.

 Makna Hukum Moral

Hukum moral memberikan makna bagi kehidupan manusia. Makna tersebut antara lain:

1. Mewariskan himpunan kebijakan moral yang sudah dirumuskan sebelumnya, kepada


generasi berikutnya;
2. Membantu manusia dalam mengambil keputusan;
3. Membantu manusia dalam mengenali kekurangan dan kegagalan, sehingga manusia
dapat memperbaiki diri;

10
4. Membagikan pengalaman agar dapat tercipta tingkah laku personal dan sosial;
5. Membantu manusia dalam melayani sesama penuh cinta serta dalam menuju kebaikan
secara otentik. Manusia yang memiliki cinta kasih yang otentik adalah orang yang taat
pada peraturan.

 Kewajiban Moral

Kewajiban moral muncul bukan hanya sebagai pemenuhan tuntutan norma dan hukum
moral, melainkan sebagai pemenuhan serta keharusan moral atas tuntutan keadaan manusia
yang diterapkan pada kehendak bebas. Manusia menyadari bahwa Allah hadir dalam setiap
peristiwa hidup manusia. Ia mencintai umatNya tanpa batas. Dan dalam semuanya itu manusia
mengucap syukur kepada Allah atas segala kebaikanNya.

D. Kebebasan

Kamus John Kersey mengartikan bahwa "kebebasan‟ adalah sebagai „kemerdekaan,


meninggalkan atau bebas meninggalkan.‟ Artinya, semua orang bebas untuk tidak melakukan
atau melakukan suatu hal.

Selain dari kamus John Kersey, kebebasan juga didefenisikan oleh kamus Hukum Black:
"Kebebasan‟ diartikan sebagai sebuah kemerdekaan dari semua bentuk-bentuk larangan
kecuali larangan yang telah diatur didalam undang-undang. Selain itu pula, kebebasan
dibedakan menjadi dua bentuk oleh Isaiah Berlin :

 Kebebasan dibagi kedalam dua bentuk, kebebasan dalam bentuk yang positif dan
kebebasan dalam bentuk yang negatif.
 Kebebasan dalam bentuk yang positif artinya „apa atau siapa‟ yang bertindak sebagai
sumber hukum, yang bisa menentukan seseorang untuk menjadi atau melakukan
sesuatu.

Kebebasan dalam bentuknya yang negatif bersinggungan dengan ruang lingkup dimana
seseorang harus dihormati untuk menjadi atau melakukan sesuatu seperti yang dikehendakinya
tanpa ada paksaan atau larangan dari pihak lain. Kebebasan dalam arti yang negatif ini sesuai
dengan pengertian kebebasan dari Kamus Kersey sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang
positif lebih condong ke pengertian yang diajukan oleh Kamus Hukum Black.

11
Secara luas penafsiran kebebasan sendiri pada dasarnya tidak ada yang baku.
Penafsiran-penafsiran sejak dulu hingga sekarang baik yang berupa undang-undang
konvensional Negara maupun kaidah-kaidah keadilan semuanya akan berakhir pada satu
kesimpulan bahwa kebebasan itu tidak bersifat mutlak (terbatas) dan tidak merugikan orang
lain. Jika kebebasan dimaknai secara mutlak sama artinya dengan anarkisme yang selalu
melabrak hak dan kebebasan orang lain.

Hukum perundang-undangan sendiri memastikan, atau mempositifkan, mana


kebebasan warga yang akan dibenarkan dan diakui menurut hukum sebagai hak asasi, dan
mana pula yang akan dikecualikan untuk tidak lagi dibenarkan sebagai kebebasan. Sementara
itu, di lain pihak, hukum perundang-undangan akan memastikan mana-mana pula kekuasaan
para penguasa yang–dalam jumlah terbatas–boleh dibenarkan menurut hukum sebagai
kewenangan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lapisan ilmu hukum mempunyai
tiga lapisan yaitu dogmatik hukum , teori hukum, dan filsafat ilmu.
Dan pengertiannya, dogmatik hukum merupakan memaparkan dan mensistematisasi
hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada suatu waktu tertentu dari
suatu sudut pandang normatif. tujuan dogmatikus hukum bekerja tidak hanya secara teoritikal,
tetapi juga secara praktikal.
Kemudian pengertian teori hukum diartikan sebagai ilmu yang dalam perspektif
interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik
dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritis
maupun manifestasi praktis, dengan tujuan memperoleh pemahaman yang lebih baik dan
memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan
yuridis dalam kenyataan masyarakat.
Yang dimaksud Filsafat hukum adalah filsafat merenungkan semua persoalan
fundamental dan masalah-masalah perbatasan yang berkaitan dengan gejala hukum. Hukum
dipandang sebagai aturan yang bersifat menuntun hidup dan tindakan seseorang. Dimensi
dasariah hukum terdapat pada undangan untuk saling mengasihi dan tuntutan yang mewajibkan
untuk melakukan sesuatu.
Antara dogmatik hukum, teori hukum, serta filsafat hukum memiliki hubungan masing
– masing. Dogmatik lebih mempelajari hukum dari segi teknis, sedangkan teori hukum
merupakan refleksi dari teknik hukum itu sendiri. Hubungan Antara ketiga hal inilah yang
nantinya mampu membentuk hukum positif.
Hukum moral adalah aturan bertingkah laku dalam relasi dengan orang lain. Misalnya,
dalam hal upaya - upaya komunikasi social, dll. Setiap orang diwajibkan berpegang teguh pada
prioritas hukum moral yang objektif. Sebab hukum moral inilah yang nantinya dapat mengatur
manusia untuk mencapai kepenuhan, kesempurnaan, serta kebahagiaanya. Oleh sebab itu kita
tidak boleh bertindak hanya karena keyakinan akan kemampuan intelektual, melainkan karena
dorongan hati agar diri bisa berkembang.

13
Kebebasan memiliki arti ‘kemerdekaan’, ‘meninggalkan’, atau ‘bebas meninggalkan’.
Artinya semua orang bebas melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebebasan juga dapat
diartikan sebagai sebuah kemerdekaan dari semua bentuk - bentuk larangan kecuali semua
larangan yang telah diatur dalam undang – undang. Secara luas penafsiran kebebasan sendiri
tidak ada yang baku. Kebebasan itu tidak bersifat mulak dan tidak merugikan orang lain.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta
saran mengenai pembahasan makalah di atas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sidharta, J. B., 1999. Refleksi Tentang Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Soewoto, 1990. Metode interpretasi hukum terhadap konstitusi. Yuridika jurnal hukum
universiotas Airlangga Surabaya , Volume 01, p. 32.

15

Anda mungkin juga menyukai