Anda di halaman 1dari 12

HUKUM ADAT WARIS DI MINANGKABAU

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Mata Kuliah Hukum Adat Dalam
Perkembangan, Semester IV, Tahun Akademik 2019/2020

Disusun Oleh :
Nama : Raden Mutiara Yasmin (181000160)
Raffi Ghani Widiansyah (181000161)
Rayhan Ananta Yukas (181000162)
Reval Noor Lazuar (181000163)
Rexy Alfahad (181000164)
Reypansya Batistuta (181000165)
Ripka Anisa (181000166)

Di bawah bimbingan :
DR. H. JAJA AHMAD JAYUS,S.H.,M.Hum.
SISCA FERAWATI BURHANUDDIN,S.H.,M.Kn.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai .

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi perbaikan
menuju lebih baik.

Bandung, 13 April 2020


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………................... ............
…………... i
DAFTAR ISI………………………………………………..........................................
……….. ii
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………................... ......…….
………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………............ ........….
…………… 1
1.2 Identifikasi Masalah…………………………………......................
………. 1
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA…………………….......................………..
…………….. 2
2.1 Teori……………………………………….........……….................
…………….... 2
2.2 Definisi Menurut Para Ahli…………………………...........................
3
BAB III : PEMBAHASAN…………………………………….........................
………………. 4
3.1 Struktur Kemasyarakatan Minangkabau……...……………………. 4

3.2 Sistem Pembagian Hak Waris Menurut

Hukum Adat Minangkabau.................................................... 5

BAB IV : PENUTUP……………………………..........................
…………………………….. 7
4.1 Kesimpulan……………………......................
………………………………… 7
4.2 Kritik dan Saran………………………………...................
…………………. 7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..........................
………………….....

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai macam


kebudayaan yang ada di negara kita. Indonesia terdiri dari banyak suku dan
budaya, dengan mengenal dan mengetahui hal itu, masyarakat Indonesia akan
lebih mengerti kepribadian suku lain, pengetahuan tentang kebudayaan itu akan
memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia yang baik.

Selain itu Indonesia juga kaya akan adat, termasuk dalam hal pewarisan,
Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris diantaranya, waris menurut
hukum BW, hukum islam, dan adat. Masing-masing hukum tersebut memiliki
karakter yang berbeda dengan yang lain. Harta warisan menurut hukum adat bisa
dibagikan secara turun-temurun sebelum pewaris meninggal dunia, tergantung
dari musyawarah masing-masing pihak.1

Dengan melihat latar belakang di atas kami memutuskan untuk menyusun


makalah tentang hukum adat waris di Minangkabau. Makalah ini akan
memberikan pengetahuan tentang bagaimana sistem kewarisan di Minangkabau.

1
https://www.academia.edu/8637096/Makalah_Hukum_Adat_Minangkabau
1.2 Identifikasi Masalah

1. Struktur kemasyarakatan Minangkabau.


2. Sistem pembagian hak waris menurut hukum adat Minangkabau.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori
Hukum Waris Adat adalah sebagian dari ilmu pengetahuan tentang hukum
adat yang berhubungan dengan sistem kekerabatan/ kekeluargaan dan
kebendaan. Sebagai ilmu pengetahuan ia memerlukan penguraian yang
sistematis yang tersusun bertautan antara satu dengan yang lain sebagai
kesatuan.2

Dalam adat Minangkabau terdapat dualisme Sistem Kewarisan dalam


pelaksanaan warisnya yaitu;
1. Sistem Kewarisan Kolektif-Matrilinial yang diberlakukan pada Harta
Pusaka Tinggi; dan,
2. Sistem Kewarisan Individual-Bilateral yang diberlakukan pada Harta
Pusaka Rendah.

Untuk sistem masyarakat minangkabau telah diperkenalkan dengan sistem


pola kemasyarakatan/ pemerintahan yang secara umum dikenal yaitu; Bodhi
Caniago dan Koto Piliang. Di Minangkabau sering dikenal ”orang yang
dituakan”, kalaulah istilah orang yang dituakan ini tidak identik, tetapi konsep
ini biasa diberikan terhadap seseorang yang dianggap sebagai pemimpin,

2
Nugroho Sapto Sigit, 2016, Hukum Waris Adat Di Indonesia, Pustaka Ilnizam, Solo.
apakah itu dalam kelompok (communal) terkecil maupun kelompok yang
lebih luas.3

2.2 Definisi Menurut Para Ahli


Menurut R. Soepomo, yang dimaksud dengan hukum waris adat adalah
hukum adat waris yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan suatu
angkatan manusia (generatie) kepada turunanya.4

B. Ter Haar Bz memberi batasan bahwa hukum waris adat adalah hukum
waris adat yang meliputi peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan
dengan proses yang sangat mengesankan serta akan selalu berjalan tentang
penerusan dan pengoperan kekayaan materil dan immateril dari suattu
generasi kepada geerasi berikutnya.

Wirjono Prodjodikoro menyebutkan pula bahwa yang dimaksud dengan


pengertian waris dalam hukum waris adat adalah perihal soal apakah dan
bagaimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan sesseorang
pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih
hidup.5

3
H. Hakimy Idrus Dt. Penghulu Rajo, 1997, Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau, Remaja Rosda
Karya, Bandung.
4
R. Soepomo, 1989. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Pradnja Paramita, Jakarta.
5
C. Wulansari Dewi, 2018, Hukum Adat Indonesia, Refika Aditama, Bandung.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Struktur Kemasyarakatan Minangkabau


Dt. Perpatih nan Sebatang dan Dt. Ketemanggungan sebagai pendiri
adat Minangkabau menyusun masyarakatnya menurut garis keturunan Ibu
atau lebih dikenal dengan sistem kekeluargaan Matrilinial. Matrilinial
berasal dari kata-kata Matriarkat artinya adalah ibu yang berkuasa. Tetapi
pengertian ini sudah tidak dipakai lagi karena sistem ibu yang berkuasa
sudah tidak ada. Yang ada hanyalah kelompok masyarakat yang menganut
prinsip Matirilinial, Yaitu dalam menarik garis keturunannya seseorang
menghubungkan diri pada ibu. Pengertian keluarga menurut sistem
Matrilinial, terbatas pada ibu, anak-anaknya dan anak dari anak
perempuannya yang keseluruhannya berada dalam suatu lingkungan
tempat tinggal dalam satu rumah gadang. Oleh karenanya masyarakat
Minangkabau tersebut berbentuk suatu organisasi yang berada dalam satu
istilah bernama paruik. Penyusunan menurut sistem garis keturunan ibu
(Matrilinial) ini di mulai dari lingkungan yang kecil dari keluarga yaitu
separuik sampai kepada lingkungan yang lebih besar seperti nagari.

Kaum ibu pada Masyarakat Minangkabau sangat dihormati. Ibu yang


disebut dengan bundo kanduang adalah sebagai amban paruik
(bendaharawan) yang tugasnya adalah memegang peran sentral dalam
pendidikan, pengamanan, kekayaan dan kesejahteraan keluarga. Namun
peran laki-Iaki tidak dikesampingkan. Laki laki yang sering disebut
mamak berkuasa keluar mewakili kaumnya dan mewarisi harta immateril
yaitu berupa gelar atau sak. Segala keputusan mengenai apapun terhadap
harta pusaka harus pula melalui persetujuan Mamak sebagai kepala waris.6

3.2 Sistem Pembagian Hak Waris Menurut Hukum Adat Minangkabau


Masyarakat adat Minangkabau memiliki asas-asas hukum waris yang
bersandar pada sistem kemasyarakatatmya dan bentuk perkawinannya.
Asas-asas hukum waris Minangkabau tersebut adalah :
1. Asas Unilateral
Artinya, hak mewarisnya di dasarkan hanya pada satu garis
kekeluargaan yaitu garis ibu (Matrilinial) dan harta warisnya
adalah harta pusaka yang diturunkan dari nenek moyang melalui
garis ibu, diteruskan kepada anak cucu melalui anak perempuan.
2. Asas Kolektif
Asas kolektif berarti bahwa harta pusaka tersebut diwarisi
bersama-sama oleh para ahli waris dan tidak dapat di bagi-bagi
kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Yang dapat
dibagikan hanyalah hak penggunaannya.
3. Asas Keutamaan
Asas keutamaan atau garis pokok keutamaan ialah suatu garis
yang menentukan lapisan keutamaan antara golongan-golongan
dalam keluarga si pewaris, artinya bahwa akan ada golongan yang
satu lebih di utamakan dari golongan yang lainnya. Akibatnya
adalah sesuatu golongan belum boleh dimasukkan dalam
perhitungan jika masih ada golongan yang lebih utama. Dalam
hukum waris Minangkabau terdapat asas keutamaan atau garis
pokok keutamaan yang mempunyai bentuk tersendiri. Mengenai
asas keutamaan ini selanjutnya akan di bahas pada penggolongan
ahli waris.

6
M.S Amir., 2001, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Dari asas-asas diatas maka terlihat bahwa sistem kewarisan yang di pakai
oleh adat Minangkabau adalah sistem kewarisan Kolektif Matrilinial, yang
artinya harta pusaka peninggalan para pewaris tidak dapat dibagi bagikan,
yang dapat dibagikan hanyalah hak penggunaannya kepada para ahli waris
yang berhak yaitu ahli waris yang ditentukan berdasarkan sistem
Matrilinial adalah pihak perempuan. Kepemilikan secara kolektif ini akan
menyebabkan kematian seorang anggota keluarga dalam rumah tidak
berpengaruh terhadap sifat kekolektifan harta pusaka itu. Begitu pula
sebaliknya, terjadinya kelahiran dalam rumah juga tidak berpengaruh
terhadap hak bersama harta itu, sebagaimana disebut dalam pepatah
masuk tidak menggenapkan keluar tidak mengganjilkan artinya pribadi-
pribadi di dalam rumah tidak menjadi pertimbangan.7

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Dt. Perpatih nan Sebatang dan Dt. Ketemanggungan sebagai pendiri
adat Minangkabau menyusun masyarakatnya menurut garis keturunan
Ibu atau lebih dikenal dengan sistem kekeluarkaan
Matrilinial. Matrilinial berasal dari kata-kata Matriarkat artinya adalah
ibu yang berkuasa. Tetapi pengertian ini sudah tidak dipakai lagi
karena sistem ibu yang berkuasa sudah tidak ada. Oleh karenanya
masyarakat Minangkabau tersebut berbentuk suatu organisasi yang
berada dalam satu istilah bernama paruik. Kaum ibu pada Masyarakat
7
Syarifuddin Amir, 1984, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Ligkungan Adat Minangkabau, Gunung
Agung, Jakarta.
Minangkabau sangat dihormati. Laki laki yang sering disebut mamak
berkuasa keluar mewakili kaumnya dan mewarisi harta immateril yaitu
berupa gelar atau sak.
2. sistem kewarisan yang di pakai oleh adat Minangkabau adalah sistem
kewarisan Kolektif Matrilinial, yang artinya harta pusaka peninggalan
para pewaris tidak dapat dibagi bagikan, yang dapat dibagikan
hanyalah hak penggunaannya kepada para ahli waris yang berhak yaitu
ahli waris yang ditentukan berdasarkan sistem Matrilinial adalah pihak
perempuan.
4.2 Saran.
1. Hukum adat di Negara Indonesia, tetap harus mendapatkan
perlindungan, karena Hukum adat merupakan salah satu bentuk dari
sumber hukum tidak tertulis, dan keberlakuannya masih banyak
dilaksanakan oleh masyarakat yang masih mentaati hukum adat
tersebut.
2. Sistem pembagian waris di Negara Indonsia masih terbadi dlam 3
(tiga) mekanisme yaitu 1 melalui peraturan yang di atur didalam KUH
perdata, untuk masyarakat pada umumnya, 2, melalui kompilasi
hukum Islam, dan Hukum Adat bagi masyarakat yang masih taat
menjalankan hukum adatnya seperti halnya di masyarakat
Minangkabau.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Nugroho Sapto Sigit, 2016, Hukum Waris Adat Di Indonesia, Pustaka Ilnizam, Solo.

H. Hakimy Idrus Dt. Penghulu Rajo, 1997, Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam
Minangkabau, Remaja Rosda Karya, Bandung.

R. Soepomo, 1989. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Pradnja Paramita, Jakarta.

C. Wulansari Dewi, 2018, Hukum Adat Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

M.S Amir., 2001, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Mutiara
Sumber Widya, Jakarta.

Syarifuddin Amir, 1984, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Di Ligkungan Adat


Minangkabau, Gunung Agung, Jakarta.
2. Sumber Lain

https://www.academia.edu/8637096/Makalah_Hukum_Adat_Minangkabau

Anda mungkin juga menyukai