Anda di halaman 1dari 11

COVER MAKALAH

HUKUM ADAT WARIS di INDONESIA

Dosen Pengampu:

Dr. Sri Warjiyati, M.H

Disusun Oleh:

Nova Nur Elisa'ul Fitriya (05040122145)

Vhibya Meisya Tsania (05040122160)

Zuhrotun Navisa (05040122164)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa, pada akhirnya makalah yang
penulis susun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan, yang berjudul:
“HUKUM ADAT WARIS di INDONESIA":, telah dapat diselesaikan. Makalah ini disusun
dengan mengacu pada beberapa sumber bacaan dan akses internet.

Tulisan yang amat sederhana ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran dan bantuan
serta masukan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sudah semestinya penulis mengucapkan
terimakasih yang tidak terhingga kepada Bapak Dr. Sri Warjiyati, M.H. pengampu Mata
Kuliah Hukum Adat.

Serta pada orang tua dan teman-teman penulis, yang selalu memberikan motivasi dan
beberapa masukan-masukan dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa
penulisan makalah ini jauh dari sempurna. Namun, harapan penulis semoga karya yang
sederhana ini ada setitik manfaatnya, terutama untuk penulis pribadi dan teman-teman yang
telah membaca makalah ini. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surabaya, 10 Oktober 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH...................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................4
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................8
A. Latar Belakang............................................................................................................................8
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................9
C. Tujuan........................................................................................................................................9
BAB II Pembahasan................................................................................................................................9
A. Pengertian Hukum Adat Waris...................................................................................................9
B. Sistem kewarisan adat di Indonesia.........................................................................................10
C. Unsur-Unsur Hukum Adat Waris..............................................................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................14
A. Kesimpulan...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

iv
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di balik keragaman budaya di seluruh dunia, sistem pewarisan harta dan


properti dalam masyarakat adat atau tradisional telah membentuk landasan yang kuat
bagi keberlangsungan nilai-nilai dan tradisi turun-temurun. Hukum adat waris, sebagai
bagian integral dari sistem hukum tradisional, mencerminkan kearifan lokal yang telah
berkembang selama berabad-abad. Sistem ini memainkan peran sentral dalam
mengatur pembagian harta pusaka, menentukan pewaris, dan menjaga harmoni sosial
dalam masyarakat adat.

Namun, di tengah dinamika globalisasi dan modernisasi, sistem hukum adat


waris sering kali dihadapkan pada tantangan serius. Perubahan ekonomi, sosial, dan
politik telah membawa implikasi signifikan terhadap cara masyarakat adat mengelola
harta pusaka dan melanjutkan tradisi pewarisan. Selain itu, konflik antara nilai-nilai
tradisional dengan nilai-nilai modern juga muncul, menimbulkan pertanyaan
mendalam tentang bagaimana hukum adat waris dapat beradaptasi dan tetap relevan
dalam konteks zaman ini. Makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang
hukum adat waris, menjelajahi berbagai aspeknya, mulai dari konsep dasar hingga
peran pentingnya dalam menjaga identitas budaya dan nilai-nilai sosial.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah seperti


berikut:

1. Apa Pengertian hukum adat waris?


2. Bagaimana sistem kewarisan adat di Indonesia?
3. Apa yang dimaksud dengan harta peninggalan?
4. Apa yang dimaksud dengan pewaris dan para ahli waris?
5. Apa yang dimaksud dengan pewarisan?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat beberapa tujuan yang meliputi:

iv
1. Untuk mengetahui Pengertian hukum adat waris
2. Untuk mengetahui sistem kewarisan adat di Indonesia
3. Untuk mengetaui definisi harta peninggalan
4. Untuk mengetahui pengertian pewaris dan para ahli waris
5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pewarisan

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Hukum Adat Waris

Di balik keragaman budaya di seluruh dunia, sistem pewarisan harta dan properti
dalam masyarakat adat atau tradisional telah membentuk landasan yang kuat bagi
keberlangsungan nilai-nilai dan tradisi turun-temurun. Hukum adat waris, sebagai bagian
integral dari sistem hukum tradisional, mencerminkan kearifan lokal yang telah berkembang
selama berabad-abad. Sistem ini memainkan peran sentral dalam mengatur pembagian harta
pusaka, menentukan pewaris, dan menjaga harmoni sosial dalam masyarakat adat.1

Hukum Adat Waris merujuk pada sistem hukum tradisional yang mengatur pewarisan
harta dan properti dalam suatu masyarakat adat atau tradisional. Sistem ini didasarkan pada
nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan tradisi-tradisi yang telah berkembang dalam masyarakat
tersebut selama bertahun-tahun. Berbeda dengan hukum positif atau hukum formal yang
diatur oleh negara melalui undang-undang tertulis, hukum adat waris bersifat lisan dan
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Menurut Soerojo Wignjodipoero, hukum waris adat mencakup seperangkat norma


hukum yang mengatur transfer harta kekayaan, termasuk baik yang berbentuk materiil
maupun immateriil, dari individu yang telah meninggal kepada ahli warisnya. Menurut
Betrand Ter Haar, hukum waris adat adalah proses dimana kekayaan materiil dan immateriil
dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui keturunan.

Pandangan Soepomo menyatakan bahwa hukum waris adat mengandung aturan-


aturan yang memandu proses pengalihan barang-barang harta benda dan hal-hal yang bukan
benda dari satu kelompok manusia ke keturunannya. Berdasarkan pengertian-pengertian

1
Lena Nova, “Hukum Waris Adat Di Minangkabau Ditinjau Dari Kompilasi Hukum Islam Dan Hukum Perdata,”
AKADEMIK: Jurnal Mahasiswa Humanis 1, no. 1 (January 6, 2021): 34–41.

iv
hukum waris adat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum waris adat adalah kumpulan
peraturan yang mengatur bagaimana harta peninggalan atau harta warisan dialihkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya, termasuk baik yang terkait dengan harta benda maupun hak-
hak kebendaan.

B. Sistem kewarisan adat di Indonesia

Di Indonesia, terdapat tiga jenis sistem kewarisan dalam hukum adat, yaitu:2

1. Sistem kewarisan individual: Dalam sistem ini, harta peninggalan dapat dibagi
di antara ahli waris, seperti yang terjadi dalam masyarakat bilateral di Jawa.

2. Sistem kewarisan kolektif: Dalam sistem ini, harta peninggalan diwarisi oleh
kelompok ahli waris yang membentuk badan hukum. Harta tersebut, yang
disebut harta pusaka, tidak dimiliki secara individual oleh ahli waris, tetapi
hanya boleh digunakan bersama-sama. Contohnya terdapat dalam masyarakat
matrilineal di Minangkabau.

3. Sistem kewarisan mayorat: Dalam sistem ini, seluruh atau sebagian besar harta
peninggalan diwariskan kepada satu anak, seperti yang terjadi di Bali dengan
hak mayorat anak laki-laki tertua, dan di tanah Semendo di Sumatera Selatan
dengan hak mayorat anak perempuan tertua.

Dalam masyarakat adat Indonesia, terdapat empat jenis sistem kekerabatan atau
pertalian keturunan yang didasarkan pada faktor genealogis. Berikut adalah penjelasannya:

1. Sistem Kekerabatan Patrilineal:

Ini adalah sistem kekerabatan di mana garis keturunan diikuti melalui


pihak laki-laki, yang berasal dari orang Batak, Bali, dan Ambon. Dalam sistem
ini, keturunan dilacak dari ayah ke atas.

2. Sistem Kekerabatan Matrilineal:

Sistem ini melibatkan garis keturunan yang diikuti melalui pihak ibu,
seperti yang terlihat dalam budaya Minangkabau, kerinci, dan Semendo.
Sebagai contoh, dalam budaya Semendo, ketika seorang pria menikahi seorang
wanita, pria tersebut akan menjadi bagian dari komunitas adat istri dan
2
Rahmat Haniru, “HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT,” AL-
HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law 4, no. 2 (2014): 456–74, https://doi.org/10.15642/al-
hukama.2014.4.2.456-474.

iv
mengikuti aturan adatnya. Dalam konteks ini, hak dan status suami cenderung
lebih rendah dari hak dan status istri.

3. Sistem Kekerabatan Bilateral atau Parental:

Dalam sistem kekerabatan ini, garis keturunan melibatkan kedua orang


tua, yaitu ayah dan ibu. Ini terjadi di masyarakat Aceh, Jawa, Dayak, dan
Bugis. Sistem ini juga mencakup perkawinan tanpa pembayaran jujur dan
memungkinkan pasangan menentukan tempat tinggal mereka tanpa pengaruh
dari orang tua masing-masing.

4. Sistem Kekerabatan Alternerend:

Sistem ini melibatkan pergantian garis keturunan melalui ayah dan ibu
secara berganti-ganti, tergantung pada kelebihan atau keistimewaan yang
dimiliki oleh salah satu dari keduanya. Sistem ini ditemukan dalam budaya
Kaili, Pamona, Da’, dan Bare’e.

Masing-masing dari sistem ini mencerminkan kompleksitas dan keragaman


keberagaman budaya di Indonesia, menunjukkan bagaimana masyarakat adat memiliki
pendekatan yang unik terhadap hubungan keluarga dan keturunan.3

C. Unsur-Unsur Hukum Adat Waris

Dalam masyarakat Indonesia, sistem hukum waris adat melibatkan tiga elemen kunci:
pewaris, harta warisan, dan ahli waris. Pewaris merujuk kepada individu yang telah
meninggal dunia, meninggalkan harta yang dapat diwariskan kepada keluarganya yang masih
hidup. Kelompok yang termasuk sebagai pewaris mencakup orang tua, saudara yang belum
menikah atau yang sudah menikah tetapi tidak memiliki keturunan, serta suami atau istri yang
meninggal.

Harta warisan terdiri dari beberapa bagian, yaitu harta bawaan (kekayaan yang
dimiliki individu sebelum menikah yang akan kembali kepada keluarganya jika individu
tersebut meninggal tanpa anak), harta bersama dalam perkawinan (kekayaan yang diperoleh
oleh suami-istri selama perkawinan), harta pusaka (kekayaan yang hanya diwariskan kepada
ahli waris tertentu dan tidak dapat dibagi-bagikan, seperti pakaian adat atau harta tinggi pada
masyarakat Minang), dan harta yang menunggu (kekayaan yang akan diterima oleh ahli
waris, tetapi penerimaannya tertunda karena keberadaan satu-satunya ahli waris yang akan
3
Dr Ellyne Dwi Poespasari M.H S. H., Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di Indonesia (Kencana, 2018).

iv
menerimanya tidak diketahui). Proses penetapan harta warisan melibatkan pembayaran utang
pewaris, biaya pengurusan jenazah, dan pelaksanaan wasiat pewaris.4

Ahli waris, di sisi lain, adalah individu yang memiliki hak untuk mewarisi harta
peninggalan pewaris. Ahli waris ini meliputi anak kandung, orang tua, saudara, ahli waris
pengganti, dan individu yang memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris. Selain itu,
dalam situasi tertentu, anak angkat, anak tiri, dan anak luar kawin juga dapat diberi bagian
harta warisan.

Sebagai contoh, dalam hubungan kekerabatan bilateral dan perkawinan, anak adalah
ahli waris dari orang tua kandungnya, sementara ayah dan ibu juga menjadi ahli waris anak
mereka. Saudara dapat menjadi ahli waris satu sama lain jika mereka tidak memiliki anak
atau orang tua yang masih hidup. Ahli waris pengganti merujuk pada individu yang
mengambil posisi ahli waris orang tuanya yang telah meninggal, sehingga keturunannya
mewarisi harta tersebut. Suami dan istri juga menjadi ahli waris satu sama lain jika pasangan
tersebut sah dalam ikatan perkawinan, dan jika salah satu dari mereka meninggal, yang masih
hidup akan menerima warisan. Dalam konteks hukum waris adat, pengertian ini
menggambarkan kompleksitas dan keragaman sistem warisan di masyarakat Indonesia,
mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan dan tradisi yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.

Harta peninggalan dalam hukum waris adat merujuk kepada harta kekayaan yang
ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia, yang kemudian akan diwariskan
kepada ahli warisnya sesuai dengan aturan dan norma-norma hukum adat yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Konsep ini melibatkan berbagai jenis harta, termasuk harta benda, harta
asal, harta perkawinan, dan harta pusaka.

1. Harta Benda: Harta benda mencakup properti fisik seperti tanah, rumah,
kendaraan, perhiasan, uang tunai, dan barang berharga lainnya. Harta benda ini
merupakan bagian yang paling nyata dari harta peninggalan dan biasanya
merupakan fokus utama dalam pembagian warisan.
2. Harta Asal: Harta asal adalah kekayaan yang dimiliki oleh individu sebelum
perkawinan. Dalam konteks warisan, harta asal ini mungkin kembali kepada
keluarga asal pewaris jika ia meninggal dunia tanpa memiliki keturunan.
4
Huma Sarah, “Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Berdasarkan Hukum Adat Pada Masyarakat Suku
Minangkabau di Kota Matsum II Medan” (Thesis, Universitas Medan Area, 2020),
https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/12240.

iv
3. Harta Perkawinan: Harta perkawinan adalah kekayaan yang diperoleh selama
perkawinan. Dalam beberapa sistem hukum waris adat, harta perkawinan dapat
menjadi bagian dari harta peninggalan yang diwariskan kepada ahli waris.
5. Harta Pusaka: Harta pusaka adalah jenis khusus dari harta peninggalan yang
diatur dengan ketat oleh hukum adat. Harta ini tidak dapat dibagi-bagikan
secara individual kepada ahli waris tertentu, melainkan harus dimanfaatkan
bersama oleh semua ahli waris dan keturunannya. Contohnya termasuk harta
pusaka yang memiliki nilai simbolis atau keagamaan, seperti pusaka keluarga,
pakaian adat, atau harta yang dianggap memiliki nilai sejarah atau budaya yang
tinggi.

Pembagian harta peninggalan dalam hukum waris adat sering kali melibatkan proses
rumit yang dipandu oleh norma-norma adat dan tradisi masyarakat tersebut. Pengaturan ini
juga bisa sangat bervariasi antara satu komunitas adat dengan komunitas adat lainnya.
Misalnya, dalam beberapa kasus, pewaris mungkin memiliki hak untuk menentukan
bagaimana harta mereka akan dibagi-bagikan melalui wasiat atau perjanjian hibah sebelum
meninggal dunia.

Selain itu, harta peninggalan dalam konteks hukum waris adat juga terkait dengan
tanggung jawab moral dan sosial. Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan kepada ahli
waris, sering kali terdapat kewajiban untuk melunasi utang pewaris, mengurus pemakaman
jenazah, atau memenuhi wasiat pewaris. Hal-hal ini mencerminkan nilai-nilai keberlanjutan,
keadilan, dan solidaritas dalam masyarakat adat.5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam masyarakat adat Indonesia, sistem hukum waris adat memainkan peran kunci
dalam mengatur pewarisan harta dan properti. Hukum adat waris adalah bagian integral dari
sistem hukum tradisional yang mencerminkan kebijaksanaan lokal yang telah berkembang
selama berabad-abad. Dalam hal ini, terdapat tiga elemen kunci: pewaris, harta warisan, dan
ahli waris.

5
Haniru, “HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT.”

iv
Pewaris adalah individu yang telah meninggal dan meninggalkan harta yang dapat
diwariskan kepada keluarganya yang masih hidup. Harta peninggalan ini melibatkan berbagai
jenis harta, termasuk harta benda, harta asal, harta perkawinan, dan harta pusaka. Harta benda
mencakup properti fisik seperti tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, dan uang tunai. Harta
asal adalah kekayaan yang dimiliki individu sebelum perkawinan dan mungkin kembali
kepada keluarga asal pewaris jika ia meninggal dunia tanpa memiliki keturunan. Harta
perkawinan adalah kekayaan yang diperoleh selama perkawinan dan dapat menjadi bagian
dari harta peninggalan yang diwariskan kepada ahli waris. Harta pusaka, di sisi lain, adalah
jenis khusus dari harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagikan secara individual kepada
ahli waris tertentu, melainkan harus dimanfaatkan bersama oleh semua ahli waris dan
keturunannya.

Proses pembagian harta peninggalan dalam hukum waris adat sering kali rumit dan
melibatkan norma-norma adat serta tradisi masyarakat tertentu. Sistem ini juga sangat
bervariasi antara satu komunitas adat dengan komunitas adat lainnya. Misalnya, pewaris
sering memiliki hak untuk menentukan bagaimana harta mereka akan dibagi melalui wasiat
atau perjanjian hibah sebelum meninggal dunia. Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan
kepada ahli waris, ada kewajiban moral dan sosial untuk melunasi utang pewaris, mengurus
pemakaman jenazah, atau memenuhi wasiat pewaris. Semua ini mencerminkan nilai-nilai
keberlanjutan, keadilan, dan solidaritas dalam masyarakat adat.

Secara lebih luas, hukum adat waris mencerminkan kompleksitas dan keragaman
budaya Indonesia. Dalam konteks ini, keberagaman sistem kewarisan, sistem kekerabatan,
dan norma-norma yang mengatur harta peninggalan menunjukkan kekayaan dan keunikannya
dalam masyarakat adat Indonesia. Dalam menghadapi dinamika modernisasi, pemahaman dan
penghormatan terhadap hukum adat waris adalah kunci untuk menjaga warisan budaya dan
keberlanjutan tradisi-tradisi yang telah mengakar dalam masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

iv
Haniru, Rahmat. “HUKUM WARIS DI INDONESIA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN
HUKUM ADAT.” AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law 4,
no. 2 (2014): 456–74. https://doi.org/10.15642/al-hukama.2014.4.2.456-474.
M.H, Dr Ellyne Dwi Poespasari, S. H. Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di Indonesia.
Kencana, 2018.
Nova, Lena. “Hukum Waris Adat Di Minangkabau Ditinjau Dari Kompilasi Hukum Islam
Dan Hukum Perdata.” AKADEMIK: Jurnal Mahasiswa Humanis 1, no. 1 (January 6,
2021): 34–41.
Sarah, Huma. “Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Berdasarkan Hukum Adat Pada
Masyarakat Suku Minangkabau di Kota Matsum II Medan.” Thesis, Universitas
Medan Area, 2020. https://repositori.uma.ac.id/handle/123456789/12240.

iv

Anda mungkin juga menyukai