Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Sistem Kewarisan Islam dan Tindak Pidana atau Jinayat”

Disusun Oleh:
 Reni Adetia
 Tiya Monalisa
 Mutia Rahma
 Salsabila
 Muhammad Haikal

Kelas:
Manajemen I B

Dosen Pembimbing:
Drs. Afrizal, M.Pd

PRODI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) BANGKINANG
YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN KAMPAR (YLPK)
TP 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarokatuh.

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Kewarisan Islam dan Tindak
Pidana atau Jinayat” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan pembimbing mata kuliah
“Pendidikan Agama Islam”.

Kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, atas bimbingan


dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada kawan - kawan satu
kelas atas dukunganya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Saya berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan disini, kami sebagai penulis


mohon maaf apabila terdapat kekurangan atau kesalahan, baik sengaja
maupun tidak sengaja. Kritik dan saran penulis harapkan demi terbentuknya
makalah ini yang lebih baik untuk di masa akan datang.

Wassalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bangkinang, 10 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Pewarisan Islam.......................................................... 3


B. Tindak Pidana dan Jinayat...................................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................. 21
B. Saran....................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 23

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal
kepada seseorang yang masih hidup yang berhak menerima harta tersebut.
Hukum waris adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan
hukum mengenai kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang yang
berhak menerima harta peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal
pembagian harta peninggalan, ahli waris telah memiliki bagian-bagian
tertentu.
Di samping itu, ada juga peradilan Islam menjadi bahan pengkajian
dalam berbagia pertemuan ilmiah, baik yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi maupun di kalangan pembina badan peradilan dan
organisasi profesi di bidang itu. Publikasi hasil pengkajian itu dapat
ditemukan dalam berbagai kumpulan karangan dan dalam jurnal. Ia akan
tetap menarik sebagi sasaran pengkajian, khususnya di Indonesia, karena
memiliki keunikan tersendiri sebagi satu-satunya institusi keislaman yang
menjadi bagian dari penyelenggaraan kekuasaan negara. Dengan
sendirinya, muncul tuntutan pemetaan wilayah pengkajian dan metode
yang tepat untuk digunakan. Bahkan, membutuhkan perumusan model
pengkajian yang jelas, agar pengkajian peradilan Islam dapat dilakukan
secara berkesinambungan dan produknya mendekati gambaran yang
sebenarnya.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat
beberapa rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini:
1. Bagimana sistem pewarisan islam?
2. Apa itu tindak pidana atau jinayat?

1
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sistem pewarisan islam.
2. Untuk mengetahui tindak pidana atau jinayat.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SISTEM KEWARISAN ISLAM


1. Hukum Waris
a) Pengertian Dan Dasar Hukum Waris
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur
peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan
kepada yang berhak, seperti keluarga keturunan lurus disesuaikan
dengan aturan adat masyarakat setempat yang lebih berhak.
Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni:
Hukum Adat disebut hukum Waris Adat, Hukum Islam disebut
hukum Waris Islam dan hukum Waris Perdata tidak memiliki
hukum adat dan hukum islam, hal ini biasanya hanya diberlakukan
untuk umat yang bukan beragamakan Islam. Setiap daerah
memiliki hukum Adat dan hukum Islam yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem Adat, budaya kekerabatan yang mereka anut.
Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur'an
surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176. hukum Waris Islam atau ilmu
faraidh adalah ilmu yang diketahui. siapa yang berhak mendapat
waris dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk
setiap ahli waris.
b) Berlakunya Hukum Waris
1) Hukum Waris Perdata
Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut
dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130
KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum

3
waris itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal
yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut. Untuk
mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita
akan coba menilik beberapa pengertian mengenai hukum waris
yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut:
Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan
harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak
dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang
mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli
waris.
Hukum waris menurut Pitlo adalah sekumpulan peraturan
yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena
meninggalnya seseorang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah
hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan
kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur
mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut
kepada orang lain.
2) Hukum Waris Adat
Hukum waris adat adalah Hukum lokal suatu daerah
ataupun suku yang diberlakukan adat yang sebenarnya ialah
Adat dan budaya yang diwariskan secara turun temurun dari
generasi ke generasi yang masih dipertahankan serta masih
berjalan hingga saat ini, ter verifikasi di wilayah tersebut.
Hukum waris adat istiadat tetap dipatuhi dan diberlakukan
menjadi ketetapan oleh masyarakat adatnya terlepas asal
hukum waris tersebut telah ditetapkan secara tertulis maupun
tidak tertulis karena itu sudah sepatutnya harus di laksanakan
sehingga menjadi kebiasaan membudaya hingga keturunan
berikutnya.
c) Penggolongan Ahli Waris

4
Terdapat tiga golongan ahli waris menurut ajaran bilateral:
1) Dzul faraa-idh (biasa disebut juga sebagai ashabul furudh atau
dzawil furudh)
Dzul faraa-idh ialah ahli waris yang telah mendapat bagian
pasti, yang bagian-bagian tersebut telah ditentukan dalam Al-
qur'an surat An-Nisa, atau sebagaimana pula telah disebutkan
dalam Kompilasi Hukum Islam bab ketiga, yang di antaranya:
 anak perempuan yang tidak didampingi laki-laki
 ibu
 ayah dalam hal ada anak
 duda
 saudara laki-laki dalam hal kalaalah
 saudara, laki-laki dan perempuan bergabung bersyirkah
dalam hal kalaalah
 saudara perempuan dalam hal kalaalah
2) Dzul qarabat atau ashabah
Dzul qarabat ialah ahli waris yang mendapat bagian sisa atau
tidak ditentukan, di antaranya:
 anak laki-laki
 anak perempuan yang didampingi laki-laki
 ayah
 saudara laki-laki dalam hal kalaalah
 saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki
dalam hal kalaalah
3) Mawali
Mawali adalah ahli waris pengganti yang menggantikan
seseorang untuk memeroleh bagian warisan yang tadinya akan
diperoleh orang yang digantikan itu. Mawali ialah keturunan
anak pewaris, keturunan saudara pewaris, atau keturunan orang

5
yang mengadakan semacam perjanjian mewaris (misalnya
wasiat) dengan pewaris.
2. Hibah
Hibah adalah hadiah untuk seseorang yang masih hidup. Definisi
lainnya hibah adalah pemberian secara sukarela untuk orang lain.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 1666,
hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu
hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali
menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang
menerima penyerahan itu.
Sedangkan dikutip dari KBBI, pengertian hibah adalah pemberian
(sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.
Dalam pemberian hibah, ada yang namanya dana hibah. Dana hibah
adalah sebuah pemberian untuk orang lain dalam bentuk uang, barang,
atau jasa.
Biasanya, hibah dapat dilakukan tanpa adanya ikatan pernikahan
atau hubungan darah. Hibah juga sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, seperti dalam urusan kenegaraan, pendidikan, sosial,
hingga agama.
a) Manfaat Hibah
Banyak manfaat hibah yang bisa dirasakan terutama dari sisi
penerima, salah satunya yaitu yaitu penerima akan merasakan
kebahagiaan. Selain itu, memberikan hibah kepada orang lain juga
dapat mempererat hubungan satu sama lain.
Apalagi jika pemberi hibah memberikan hibah tanah, di mana
hal tersebut sangat berguna bagi masyarakat yang nanti akan
menggunakannya. Hibah tanah bisa dijadikan kepentingan sosial,
seperti yayasan, sekolah, rumah ibadah, hingga tempat umum.
b) Rukun Hibah
Perlu diketahui ada beberapa rukun hibah, berikut rukun hibah
adalah:

6
1) Pemberi.
Pemberi adalah orang yang memberikan hibah kepada pihak
lain.
2) Penerima.
Penerima adalah pihak yang menerima hibah tersebut.
3) Barang yang dihibahkan.
Barang yang dihibahkan bisa dalam berbentuk uang, barang,
atau jasa.
4) Tanda serah terima.
Setelah melakukan proses hibah, perlu diketahui bahwa harus
ada tanda serah terima sebagai bukti.
c) Dasar Hukum Hibah
Semua tentang hibah sudah diatur dalam pasal 1666 Undang-
Undang Hukum Perdata, di mana hukum hibah adalah sesuatu
yang tak boleh dilakukan secara sembarangan. Menurut Islam,
hibah adalah pemberian sukarela kepada seseorang. Bisa dibilang,
hibah adalah pemindahan harta dari satu pihak ke pihak lainnya.
Hukum hibah dalam Islam sangat dianjurkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan hibah merupakan salah satu
cara untuk pendekatan ke sesama umat manusia. Selain itu, dengan
adanya hibah juga bisa memberikan banyak manfaat kepada si
penerima.
d) Macam-Macam Hibah
Dalam hibah, ada beberapa macam yang perlu diketahui.
Adapun macam-macam hibah adalah sebagai berikut.
1) Hibah Barang
Hibah barang adalah ketika pemberi memberikan harta
maupun barang yang memiliki manfaat atau nilai kepada
penerima dengan tanpa tendensi harapan apapun. Contohnya,
seseorang menghibahkan sepeda motor, mobil, pakaian, dan
sebagainya.

7
2) Hibah Manfaat
Selanjutnya, hibah manfaat adalah ketika pemberi hibah
memberikan harta atau barang kepada penerima, namun barang
tersebut masih menjadi milik si pemberi. Dengan harapan,
barang yang diberikan akan dimanfaatkan oleh penerima.
Dalam hal ini, penerima hanya memiliki hak guna atau hak
pakai saja.

3. Wasiat
a) Pengertian Wasiat
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari
seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal.
Pasal 875 KUHPerdata, surat wasiat atau testament adalah
suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang
akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat
ditarik kembali. Dalam pemberian wasiat, tidak serta merta
perintah pewaris dalam testament dapat dilaksanakan. Banyak
faktor yang menyebabkan hal tersebut. Apabila ternyata tidak
ada satupun faktor penghalang, berarti testament tersebut dapat
dipenuhi isinya. Bagian dari harta peninggalan pewaris yang
dapat digunakan untuk memenuhi testament hanya terbatas
pada bagian yang tersedia saja. Dengan demikian, persentasi
harta kekayaan peninggalan pewaris untuk pemenuhan
testament tidak tergantung pada bunyi testament, tetapi sangat
tergantung pada jumlah harta peninggalan pewaris yang oleh
hukum atau undang-undang tersedia untuk pewaris.1
Adapun bangunan hukum wasiat dalam KUHPerdata
terdapat pada pasal 874 sampai pasal 1002 KUHPerdata yang
isinya sebagai berikut:

8
Ketentuan umum pengaturannya (diatur pasal 874 s/d
pasal 894): yang intinya, mengatur tentang segala harta
peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah
kepunyaan para ahli waris (pasal 874 KUHPerdata). Surat
wasiat atau testament adalah sebuah akta berisi pernyataan
seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia
meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya (pasal 875
KUHPerdata). Ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat
tentang harta benda dapat juga dibuat secara umum, dapat juga
dengan atas hak umum, dan dapat juga dengan ats hak khusus
(pasal 876 KUHPerdata). Ketetapan dengan surat wasiat untuk
keuntungan keluarga-keluarga sedarah yang terdekat, atau
darah terdekat dan pewaris, dibuat untuk keuntungan para ahli.
b) Macam-Macam Wasiat
Menurut pasal 874 KUHPerdata wasiat dapat dibagi
menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
 Surat wasiat menurut bentuknya (931 KUHPerdata)
1) Surat wasiat olografis yaitu surat wasiat yang
seluruhnya ditulis dan ditanda tangani oleh pewaris
yang dibuat dihadapn notaris dan disaksikan oleh dua
orang saksi (932 KUHPerdata ayat 1, 2, 3).
2) Surat wasiat umum, yaitu surat wasiat dengan akta
umum yang harus dibuat di hadapan notaris dengan
dihadiri dua orang saksi (938/939 ayat 1
KUHPeradata).
3) Surat wasiat rahasia (tertutup), yaitu surat wasiat yang
ditulis sendiri atau orang lai yang ditnada tngani oleh
pewaris dengan sampul tertutup dan diserahkan kepada
notaris yang dihadiri 4 orang saksi (940 KUHPerdata).
 Surat wasiat menurut isinya

9
1) Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling)
sebagaimana diatur dalam pasal 954 KUHPerdata
yaitu surat yang berisi wasiat dengan nama orang yang
mewasiatkan (pewaris) memberikan kepada seorang
atau lebih, sebagian atau seluruh dari harta kekayaan
jika ia meninggal dunia.
2) Surat wasiat hibah (pasal 957 KUHPerdata), yaitu
surat wasiat yang memuat ketetapan khusus, dengan
mana yang mewasiatkan memberikan kepada
seseorang atau beberapa orang. Satu atau beberapa
benda tertentu, seluruh benda dari jenis tertentu
c) Syarat- Syarat Wasiat
 Orang yang berwasiat
Mengenai kecakapan orang yang membuat surat wasiat
atau testament adalah bahwa orang tersebut mampu berfikir
secara normal atau berakal sehat. Sesuai dengan pasal 895
KUHPerdata yang menyebutkan untuk dapat membuat atau
mencabut suatu surat wasiat seseorang harus mempunyai
akal budinya.
Sehingga seseorang yang kurang memiliki akal sehat ketika
membuat surat wasiat, maka wasiatnya tersebut tidak
dapat diberikan akibat hukum atau dinyatakan batal. Pasal
895 KUHPerdata tersebut tidak memberikan wewenang
kepada orang yang tidak memiliki akal sehat untuk
melakukan perbuatan kepemilikan dengan surat wasiat.
Pada pasal 897 KUHPerdata disebutkan bahwa para
belum dewasa yang belum mencapai umur genap 18 tahun
tidak diperbolehkan membuat surat wasiat. Hal ini berarti
seseorang dikatakan dewasa dan dapat membuat surat
wasiat apabila sudah mencapai umur 18 tahun, akan tetapi
orang yang sudah menikah walaupun belum berumur 18

10
tahun diperbolehkan membuat surat wasiat. Karena
kedewasaan seseorang akibat perkawinan sudah dianggap
mempunyai kecakapan dalam pembuatan surat wasiat.
 Orang yang menerima wasiat
Pada pasal 899 KUHPerdata disebutkan untuk dapat
menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang
harus sudah ada saat si pewaris meninggal, dengan
mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam pasal 2
kitab undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku bagi
orang-orang yang diberi hak untuk mendapatkan
keuntungan dari yayasan-yayasan.
Selanjutnya pada pasal 912 KUHPerdata disebutkan orang
yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh
pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan
atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang
denagn paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris.
d) Isi Surat Wasiat
Pada dasarnya suatu wasiat atau testament berisi
mengenai surat wasiat pengangkatan waris atau yang disebut
dengan erfstelling dan surat wasiat hibah atau disebut dengan
legaat.
 Surat wasiat pengangkatan waris
Pengertian surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling)
terdapat dalam pasal 954 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa surat wasiat pengangkatan waris
adalah suatu wasiat dengan mana si yang mewasiatkan,
kepada seorang atau lebih, memberikan harta kekayaan
yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik
seluruhnya ataupun sebagian, seperti misalnya setengah,
sepertiganya. Berdasarkan pasal tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa suatu erfstelling menunjuk seseorang

11
atau beberapa orang menjadi “ahli waris” yang akan
mendapatkan seluruh atau sebagian dari warisan. Orang
yang ditunjuk dalam surat wasiat ini dinamakan testametair
erfgenaam. Orang yang memperoleh suatu erfstelling
mempunyai kedudukan seperti ahli waris, dalam arti bahwa
keduanya (ahli waris dan erfstelling) tidak hanya
memperoleh hak-hak (aktiva) yang terdapat pada harta
warisan, misalnya membayar hutang dari orang yang
berwasiat.
 Surat Wasiat Hibah (legaat)
Pasal 957 KUH Perdata meyebutkan bahwa hibah
wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan
mana si yang mewasiatkan kepada seorang atau lebih
memberikan beberapa barangnya dari suatu jenis tertentu,
seperti misalnya segala barang-barang bergerak atau tak
bergerak, atau memberikan hak pakai hasil.
e) Batalnya Wasiat
Batalnya wasiat dapat terjadi karena peristiwa yang
tidak tentu, yaitu apabila orang yang menerima wasiat
meningal dahulu sebelum orang yang mewasiatkan meninggal
dunia maka wasiat atau testamentnya menjadi batal. Pasal 997
KUHPerdata semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat
dengan persyaratan yang tergantung pada peristiwa yang tidak
tentu terjadinya dan sifatnya, sehinga pewaris harus dianggap
telah menggantungkan pelaksanaan penetapannya dengan
terjadi tidaknya peristiwa itu, adlah gugur, bila ahli waris atau
penerima hibah yang di tetapkan meninggal dunia sebelum
terpenuhinya persyaratan itu.
Jadi sesuai pasal di atas tersebut apabila orang yng
menerima wasiat meninggal terlebih dahulu sebelum orang
yang berwasiat meninggal maka wasiatnya menjadi batal. Dan

12
dalam pasal 1001 KUHPerdata disebutkan penetapan yang
dibuat dengan wasiat, gugur apabila ahli waris atau penerima
yang di tetapkan itu menolak atau tidak cakap untuk
memanfaatkan hal itu.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa
surat wasiat dapat dicabut oleh pewaris. Hal ini dapat
membatalkan surat wasat yang dibuat, dan wajar mengingat
bahwa wasiat adalah pernyataan sepihak dari pewaris.
Pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas dan dapat
pula dengan diam-diam.
Apabila wasiat dicabut dengan tegas, maka menurut
ketentuan pasal 992 KUHPerdata penyabutan itu harus dengan
surat wasiat baru atau dengan akta notaris khusus, dengan
mana pewaris menyatakan kehendaknya akan mencabut wasiat
itu seluruhnya atau untuk sebagian.
f) Rukun-Rukun Wasiat
Rukun-rukun wasiat adalah sebagai berikut:
 Adanya pemberi wasiat (Mushii).
 Adanya penerima wasiat (Musha lah).
 Adanya sesuatu yang diwasiatkan, berupa harta atau
manfaat sesuatu (Musha bih).
 Adanya akad atau ijab kabul wasiat secara lisan atau
tulisan (Shighat).

B. TINDAK PIDANA ATAU JINAYAT


1. Pengertian Dan Dasar Hukum
Kata jinayat menurut bahasa Arab adalah bentuk jama dari kata
jinayah yang berasal dari jana – dzanba – yajnihi - jinayatan yang
berarti melakukan dosa. Sekalipun isim mashdar (kata dasar), kata
jinayah dipakai dalam bentuk jama (plurals), karena ia mencakup

13
banyak jenis perbuatan dosa. Kata ini juga berarti menganiaya badan
atau harta atau kehormatan.
Sedangkan menurut istilah syari‟at jinayat adalah menganiaya
badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash atau
membayar diyat atau kafarah,
Jinayat adalah sebuah kajian ilmu hukum Islam yang berbicara
tentang kriminalitas. Dalam istilah yang lebih populer, hukum jinayah
disebut juga dengan hukum pidana Islam.

Dasar Hukum
Dasar hukum jinayah dalam islam yaitu sebagai berikut:
a) Q.S Al-Baqarah 179

Artinya: Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup


bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Al-
Baqarah 179)
b) QS. An-Nisa’ 65

Artinya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak


beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa’ 65).

2. Macam-Macam Tindak Pidana


a) Tindak Pidana yang Dikenakan Qishash

14
Qishash dalam arti bahasa adalah menyelusuri jejak. Selain
itu qishash dapat diartikan keseimbangan dan kesepadanan.
Sedangkan menurut istilah syara, Qishash adalah memberikan
balasan kepada pelaku sesuai dengan perbuatannya. Karena
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan
nyawa orang lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal
adalah dibunuh atau hukuman mati.

Secara garis besar, qishash terdapat dua jenis yaitu:

1) Qishash Terhadap Jiwa


Qishash terhadap jiwa adalah qishash yang berkaitan dengan
tindak pidana pembunuhan. Namun demikian, tidak semua
tindak pidana pembunuhan konsekuensinya qishash, karan
pembunuhan terdapat tiga jenis yakni:
 Pembunuhan Disengaja (amd)
Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan
menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.
Sedangkan unsur-unsur dari pembunuhan sengaja yaitu
korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup, kematian
adalah hasil dari perbuatan pelaku, pelaku tersebut
menghendaki terjadinya kematian.
Dalam hukum Islam pembunuhan disengaja
termasuk dosa paling besar dan tindak pidana paling jahat.
Terhadap pelaku pembunuhan yang disengaja pihak
keluarga korban dapat memutuskan salah satu dari tiga
pilihan hukuman yaitu qishas, diyat, atau pihak keluarga
memaafkannya apakah dengan syarat atau tanpa syarat.
Selain itu pembunuhan sengaja akan membawa akibat
selain dari tiga hukuman tersebut yaitu dosa dan terhalang
dari hak waris dan menerima wasiat.

15
 Pembunuhan semi sengaja (syibul amd)
Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan sengaja tetapi tidak ada niat dalam diri pelaku untuk
membunuh korban. Sedangkan unsur-unsur yang terdapat
dalam pembunuhan semi sengaja adalah adanya perbuatan
dari pelaku yang mengakibatkan kematian, adanya
kesengajaan dalam melakukan perbuatan, kematian adalah
akibat perbuatan pelaku. Dalam hal ini hukumannya tidak
seperti pembunuhan sengaja karena pelaku tidak berniat
membunuh. Hukuman pokok dari pembunuhan semi
sengaja selain dosa karena ia telah membunuh seseorang
yang darahnya diharamkan Allah dialirkan, kecuali karena
haq (Alasan syar`i) adalah diyat dan kafarat, dan hukuman
penggantinya adalah ta`zir dan puasa dan ada hukuman
tambahan yaitu pencabutan hak mewaris dan pencabutan
hak menerima wasiat.
 Pembunuhan tidak disengaja (khata)
Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan
orang lain meninggal dunia. Sedangkan unsur-unsur dari
pembunuhan karena kesalahan yaitu sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdul Qadir Al Audah ada tiga bagian,
yaitu adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya
korban, perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan pelaku,
antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat
hubungan sebab akibat. Hukuman bagi pembunuhan
tersalah hampir sama dengan pembunuhan menyerupai
sengaja yaitu hukuman pokok diyat dan kafarat, dan
hukuman penggantinya adalah ta`zir dan puasa dan ada
hukuman tambahan yaitu pencabutan hak mewaris dan
pencabutan hak menerima wasiat.

16
2) Qishash Selain Jiwa
Qishash selain jiwa yaitu qishash yang berkaitan dengan
pelukaan terhadap sebagian anggota tubuh. Hukuman bagi
orang yang melakukan pelukaan tersebut yaitu dengan cara
dilukai kembali.
b) Keadilan Dalam melaksanakan Had
Had adalah hukuman yang telah ditentukan batas, jenis dan
jumlahnya, dan hukuman itu merupakan hak Allah dengan
pengertian bahwa hukuman tersebut tidak bisa ditambah, dikurangi
oleh siapapun dan tidak mempunyai batas tertinggi atau terendah.
Juga yang dimaksud dengan hak Allah di sini adalah setiap
hukuman yang dikehendaki oleh kepentingan umum untuk
memelihara ketenteraman dan keamanan masyarakat.
Tindak pidana yang bersangsikan had terdiri atas sebagai berikut:
1) Zina
Bagi orang yang melakukan zina hukumannya ada dua
macam yaitu: bagi pelaku zina yang belum pernah menikah
(zina ghoir muhson) hukumannya dicambuk dengan seratus kali
cambuk. Terdapat pada Q.S An-Nur: 2

Artinya: Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah


masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang
beriman. (QS.24:2)

17
Sedangkan bagi pelaku zina yang pernah bercampur dengan
cara yang sah (pernah menikah), atau zina muhson, maka
hukumannya dirajam (dicambuk) sampai mati. Hal ini
didasarkan kepada Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
2) Menuduh Zina
Bagi orang yang menuduh zina kepada orang lain, apabila
tuduhannya itu tidak bisa dibuktikan, maka penuduhnya dapat
dikenai hukuman berupa delapan puluh kali pukulan (cambuk).
Terdapat pada Q.S An-Nur ayat 4

Artinya: Dan orang-orang yang menuduh perempuan-


perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang
fasik (QS.24:4).
3) Mencuri
Bagi orang yang mencuri, dan mencurinya melebihi batas
nisab, maka dikenakan hukuman potong tangan, sesuai dengan
firman Allah: Pencuri laki-laki dan pencuri wanita, maka
potonglah masing-masing tangannya. Terdapat pada Q.S Al
maidah ayat 38

18
Artinya: Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas
perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS.5:38).

4) Peminum Khamr
Bagi peminum khamr atau yang semacamnya pada zaman
Rasulullah dikenakan hukuman berupa pukulan (cambuk)
empat puluh kali, dan di zaman khalifah Umar, karena semakin
banyaknya orang yang melakukan minum khamr, maka
pelakunya dicambuk delapan puluh kali.

3. Peradilan
Istilah Peradilan atau Pengadilan adalah memiliki makna dan
pengertian yang berbeda, perbedaannya adalah:
a) Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak
dalam bahasa Belanda yang meksudnya adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan
keadilan.
b) Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam
bahasa Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan
peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

Kata Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni
“adil” yang memiliki pengertian:

 Proses mengadili
 Upaya untuk mencari keadilan
 Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan
 Berdasar hukum yang berlaku

19
Istilah peradilan itu senantiasa melekat dengan istilah pengadilan.
Secara terminologi, kedua istilah itu berbeda, tetapi keduanya tidak
mungkin dapat dipisahkan. Karena pada dasarnya, pengadilan itu
merupakan tempat diselenggarakannya peradilan. Dengan demikian,
pengadilan itu dapat dibedakan dari peradilan, tetapi tidak dapat
dipisahkan. Peradilan merupakan piranti lunak yang abstrak,
sedangkan pengadilan menjadi piranti keras yang konkret dan
terlembaga.

4. Hikmah Peradilan Islam


Dengan adanya lembaga peradilan akan diperoleh hikmah yang
sangat besar bagi kehidupan umat, yaitu: Terwujudnya masyarakat
yang bersih, karena setiap orang terlindungi haknya dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan sabda
Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah
dimana beliau Saw. menjelaskan bahwa satu masyarakat tidak dinilai
bersih, jika hak orang-orang yang lemah diambil orang-orang yang
kuat. Terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa,
karena masyarakat telah menjelma menjadi masyarakat bersih
Terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat. Artinya setiap hak orang
dihargai dan dilindungi. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat”. (QS. Annisa : 58)
Terciptanya ketentraman, kedamaian, dan keamanan dalam
masyarakat. Dapat mewujudkan suasana yang mendorong untuk
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT bagi semua pihak. Allah
Swt. berfirman yang artinya:

20
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti
terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Almaidah : 8)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang
meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Ahli waris adalah
orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta peninggalan orang yang
telah meninggal yang masih mempunyai hubungan darah. Bagian-bagian
yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-Qur’an, sehingga
tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT.
Yang di jamin kebenarannya.
Hibah adalah hadiah untuk seseorang yang masih hidup. Definisi
lainnya hibah adalah pemberian secara sukarela untuk orang lain. Wasiat
adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah
seseorang meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah.
Peradilan dalam Islam sangat penting, untuk mewujudkan keadilan
dan kemaslahatan serta sebagai upaya melindungi hak dan kewajiban
individu, kelompok dan masyarakat secara keseluruhan, hal ini sesuai
dengan asas prinsip dan tujuan dari hukum Islam itu sendiri. Dengan
adanya peradilan Islam, kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu pun
terlindungi, persamaan hak setiap individu didepan hukum maupun dalam
kehidupan sosial terjaga, dan jaminan sosial bagi setiap individu dan
masyarakat dapat terwujudkan. Berdasarakan tujuan dari, pelaksanaan

21
peradilan Islam sebagai wadah melaksanakan atau menjalankan hukum-
hukum Allah SWT dan mengesakan Allah SWT maka dari sini dapat
disimpulakan bahwa pelaksanaan peradilan Islam merupakan ibadah.
Namun bukan berarti setiap orang bisa menjadi hakim sebagai pelaksanaan
pengadilan sebab bisa saja akan terjadi kekeliruan apabila posisi hakim
tidak dilaksanakan orang-orang yang berilmu.
B. SARAN
Waris merupakan hal penting di dalam hukum Islam karena sering
menimbulkan perselisihan, sebagai umat yang beragama Islam untuk
mecegah perpecahan dalam tali persaudaraan, sebaiknya gunakanlah
pembagian waris sesuai dengan hukum Islam.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://sayyidahchalimah07.wordpress.com/2014/06/22/

https://www.academia.edu/37934484/
makalah_tentang_hukum_waris_dalam_islam_docx

https://www.academia.edu/51460440/
Makalah_tentang_Peradilan_dalam_islam_Full

http://repository.unpas.ac.id/27463/7/J.%20BAB%20V.pdf

Keadilan_Hukum_dalam_Islam.pdf

23

Anda mungkin juga menyukai