Disusun Oleh :
LALU GALANG ARDHYA NEGARA
D1A116142
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah HUKUM KEWARISAN dengan ini
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
Wassalam
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada seseorang yang
masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris adalah sekumpulan peraturan
yang mengatur hubungan hukum mengenai kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang
yang berhak menerima harta peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal pembagian harta
peninggalan, ahli waris telah memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti yang tercantum dalam
ال
ِ لرِّج
َ َِصيبٌ ل َ صيبٌ َولِلنِّ َسا ِء َواأل ْق َربُونَ ْال َوالِدَا ِن ت ََر
ِ ك ِم َّما ن ِ َك ِم َّما ن
َ تَ َر
ِ صيبًا َكثُ َر َأوْ ِم ْنهُ قَ َّل ِم َّما َواأل ْق َربُونَ ْال َوالِد
َان ِ ََم ْفرُوضًا ن
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
Hukum Islam mencakup seluruh segi kehidupan manusia baik untuk urusan di dunia
maupun di akhirat. Ada yang mengandung sanksi dan ada juga yang tidak. Sanksi hukum
adakalanya yang langsung dirasakan di dunia seperti layaknya sanksi pada umumnya. Namun
ada pula sanksi yang tidak dirasakan di dunia akan tetapi akan dipertanggung jawabkan secara
Hukum waris dalam Islam diatur secara tegas dan gamblang melalui sumber hukum
utama, yaitu al-Qur’an dan hadist. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan adanya cara
pembagian, jumlah bagian, siapa yang berhak menerimanya sesuai dengan pandangan tradisi dan
kearifan lokal. Karena itu penerapan hukum waris Islam selalu memunculkan wacana baru yang
berkelanjutan di kalangan para pemikir hukum Islam, sehingga membutuhkan rumusan hukum
dalam bentuk ajaran yang bersifat normatif. Dalam konteks umat Islam di Indonesia, hukum
waris sudah menjadi hukum positif yang digunakan oleh para hakim di pengadilan agama untuk
Sejumlah ketentuan tentang hukum waris (faraidh) telah diatur secara jelas di dalam Al
Quran yaitu dalam surah An Nisa ayat 7, 11, 12, 176 dan surah-surah lainnya, demikian juga
pengaturannya yang terdapat dalam berbagai hadist Rasul dan sejumlah ketentuan lainnya. Untuk
memudahkan pencarian terhadap sumber-sumber hukum waris tersebut, dalam konteks hukum
positif Indonesia terdapat di dalam INPRES No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,
Buku II tentang Hukum Kewarisan. Bagi umat Islam melaksanakan syariat yang ditunjuk oleh
nas-nas yang sarih adalah suatu kewajiban. Oleh sebab itu pelaksanaan waris berdasarkan hukum
Sampai sekarang di Indonesia belum terbentuk suatu aturan baku yang berlaku secara
nasional, hingga kini terdapat 3 (tiga) jenis pilihan hukum waris yang berlaku dan diterima oleh
masyarakat Indonesia. Yakni hukum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan
hukum Perdata Eropa (BW). Sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam, maka berlakunya
hukum Islam di Indonesia yang termasuk di dalamnya hukum waris bagi yang beragama Islam
menjadi impian besar bangsa ini. Sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional
nanti dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam dimasukkan ke dalamnya
yang tentunya dengan memperhatikan pula adat dan budaya lokal masyarakat yang
bersangkutan.
1
Maimun Nawawi, (2016) “Pengantar Hukum Kewarisan Islam”, Cet I, Surabaya : Pustaka Radja, Hlm 2
2
Wati Rahmi Ria & Muhamad Zulfikar, (2016) “Hukum Waris Berdasarkan Hukum Barat dan Kompilasi Hukum
Islam”, Bandar Lampung : (n.n), Hlm 106
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana sistem
pembagian waris dalam Hukum Islam, untuk mengetauhi bagaimana pembagian warisan secara
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut
o Apa yang dimaksud dengan waris ?
o Apa saja syarat dan rukun waris ?
o Sebutkan golongan ahli waris !
o Sebutkan hak-hak yang bersangkutan dengan harta waris !
o Jelaskan mngenai bagian-bagian ahli waris !
o Apa sajakah Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris ?
o Apa yang di maksud dengan ‘Aulu ?
o Hal-hal apa saja yang menghalangi waris ?
o Apa yang di maksud dengan Wasiat ?
3. TUJUAN
o Untuk mengetahui dan memaparkan hukum waris menurut pandangan agama Islam.
o Untuk menambah wawan pembaca mengenai hukumwaris menurut pandangan agama
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1) PENGERTIAN WARIS
Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Kata ورثadalah kata
kewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an. Kata waris dalam berbagai bentuk makna
Mengandung makna “mewarisi atau menerima warisan” (QS. al-Maryam, 19: 6).
Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang
mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-
bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.
Sedangkan menurut para fuqoha, pengertian ilmu waris adalah sebagai berikut:
“Artinya: Ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan orang yang mewaris, kadar yang
Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang
meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang disampaikan oleh Wiryono
Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan
kewajibankewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada
orang lain yang masih hidup. Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu
perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewarisi.
Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan dengan
a. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.
b. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal) baik
c. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang berhak
wasiat.
d. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a
KHI).
Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut
adalah:
Adapun rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu :
1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan
banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata.
Mati hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu kematian
yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan. Maka
dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun
Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun, sudah
dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad
berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya
atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan
hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena
memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli
waris diketahui benarbenar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi
yang masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi,
yaitu: antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.
3. Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan
Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak
25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
1. Anak laki-laki.
2. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, terus kebawah, asal
3. Bapak.
4. Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.
10. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
11. Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
12. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
13. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
14. Suami.
Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan hanya
1. Bapak.
2. Anak laki-laki.
3. Suami.
1. Anak perempuan.
2. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannnya
3. Ibu.
5. Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
9. Istri.
1. Isteri.
2. Anak perempuan.
4. Ibu.
Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan semuanya
ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami isteri, ibu dan bapak, anak
Anak yang berada dalam kandungan ibunya juag mendapatkan warisan dari keluarganya
yang meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya. Sabda Rasulullah
SAW. “apabila menangis anak yang baru lahir, ia mendapat pusaka.” (HR. Abu Dawud).
Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di
Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan
sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan
Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si
mayat.
5) BAGIAN-BAGIAN AHLI WARIS
Dalam fiqih mawaris ada ilmu yang digunakan untuk mengetahui tata cara pembagian
dan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berhak mendapat bagian, siapa yang tidak mendapat
jamak dari kata Al-Fariidhoh() الفريضه yang oleh para ulama diartikan semakna dengan lafazh
mafrudhah, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan kadarnya. Ketentuan kadar bagian
Artinya : “Jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperolah separo harta.”
1. Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.(berdasarkan
keterangan ijma’)
Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila ia saudara
Suami, apabila isterinya yang meninggal dunia itu tidak meninggallkan anak dan
tidak pula ada anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
ataupun anak perempuan, atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki
maupun perempuan. Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :
ْصيَّ ٍة بَ ْع ِد ِم ْن تَ َر ْكنَ ِم َّما الرُّ بُ ُع فَلَ ُك ُم َولَ ٌد لَه َُّن َكانَ فَِإ ْن َدي ٍْن َأو
ِ صينَ َو
ِ بِهَا يُو
Artinya : “Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang di tinggalkannyasesudah dik penuhi wasiat yang mereka buat atau
Istri, baik hanya satu orang ataupun berbilang, jika suami tidak meninggalkan
anak(baik anak laki-laki maupun anak perempuan) dan tidak pula anak dari anak
Istri baik satu ataupun berbilang, mendapat warisan dari suaminya seperdelapan
dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-
laki ataupun perempuan, atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.
Artinya : “Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh
Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki.
Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila ia anak perempuan
tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu, mereka
mendapatkan harta warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta.
Suadara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang(dua atau lebih). Firman
Artinya : “Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
Keterangannya adalah surah An-Nisa’ ayat 176 yang tersebut di atas, karena
yang di maksud dengan saudara dalam ayat tersebut ialah saudara seibu sebapak
atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada.
Ibu, apabila yang meninggal tidak meningglkan anak atau cucu (anak dari anak laki-
laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki ataupun
Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun
perempuan. Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :
Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki,atau beserta dua saudara
atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak
Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-
laki.
Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada. Hal ini beralasan dari
hadist yang diriwayatkan oleh zaid yang artinya : “Sesungguhnya nabi SAW. telah
Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki).
Mereka mendapatkan seperenam dari harta, baik sendiri atau berbilang, apabila
Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki,
Untuk seorang sudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta
saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak
berbilang(dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat harta warisan.
Ahli waris yang telah di sebutkan di atas semua tetap mendapatkan harta waris menurut
ketentuan-ketentuan yang telah di sebutkan, kecuali apabila ada ahli waris yang lebih dekat
pertaliannya kepada si mayit dari pada mereka. Berikut akan di jelaskan orang-orang yang
mendapat harta waris, atau bagiannya menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya
Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena ada ibu,
sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada nenek. Begitu juga
kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat
Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut di
bawah ini :
o Bapak.
o Kakek.
Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya salah
o Bapak.
o Anak laki-laki.
Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta waris
apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah ini :
o Anak laki-laki.
o Bapak.
Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan mereka
o Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(anak laki-laki paman dari bapak)
mendapat harta waris. Namun, anak perempuannya tidak mendapatkan harta waris.
‘Aulu artinya jumlah beberapa ketentuan lebih banyak daripada satu bilangan, atau
berarti jumlah pembilang dari beberapa ketentuan lebih banyak dari pada kelipatan persekutuan
terkecil dari penyebut-penyebutnya. Umpamanya ahli waris adalah suami dan dua saudara seibu
sebapak, maka suami mendapat ketentuan 1/2 , dua saudara perempuan mendapat 2/3 sedangkan
kelipatan persekutuan terkecil dari 2 dan 3 adalah 6. Kita jadikan 3/6 untuk suami dan 4/6 untuk
kedua saudara perempuan. Jadi jumlah pembilang keduanya adalah 7, sedangkan penyebut
keduanya hany 6. Disini nyata bahwa pembilang lebih banyak dari penyebut. Apabila terdapat
masalah seperti ini, harta hendaknya kita bagi tujuh bagian : tiga bagian untuk suami dan empat
bagian untuk kedua saudara perempuan. Sebenarnya keduan macam ahli waris ini tidak
tersebut.
Contoh yang kedua : Ahli waris adalah istri, ibu, dua saudara perempuan seibu sebapak atau
sebapak, dan seorang saudara seibu(baik laki-laki maupun perempuan). Ketentuan masing-
masing adalah intri mendapar 1/4 , ibu mendapat 1/6, dua saudara perempuan mendapat 2/3 dan
seorang saudara seibu mendapat 1/6. Kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut beberapa
ketentuan tersebut adalah 12, kita atur sebagai berikut : 1/4+1/6+2/3+1/6 = 3/12+2/12+8/12+2/12
= 15/12. Jadi, harta perlu di bagi 15 bagian : 3 bagian dari 15 bagian untuk istri, 2 bagian untuk
ibu, 8 bagian untuk dua orang saudara perempuan, 2 bagian untuk saudara seorang seibu. Berarti
tiap-tiap bagian itu di hitung dari 15, bukan dari 12, sedangkan ketentuan masing-masing
hendaknya di ambil dari 12, tetapi dalam masalah ‘aulu masing-masing hanya mengambil dari
15 . inilah yang dimaksud dengan ‘aulu. Terjadinya karena banyaknya ahli waris sehingga
jumlah ketentuan mereka lebih banyak dari pada satu bilangan, buktinya pembilang lebih banyak
dari penyebut.
Pada umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga macam, yaitu:
a) Pembunuhan.
karena adanya dalil yang kuat dari hadis Rasulullah SAW, Yang Artinya:
” Tidak berhak sipembunuh mendapat sesuatupun dari harta warisan (Hadis Riwayat an-
1. Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang yang telah
2. Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta orang
3. Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu, tidak dapat mewarisi harta
b) Berbeda Agama.
Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang dianut antara
waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud dengan berbeda agama dapat
menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling mewarisi antara seorang muslim dan
kafir (non Islam), orang Islam tidak mewarisi harta orang non Islam demikian juga
harta orang kafir dan orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang Islam. (Hadis Riwayat
c) Perbudakan.
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang menerima
warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap dalam melakukan
perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh tuannya. Sehingga ketika
tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak untuk mewarisi, karena pada
hakekatnya seorang budak juga merupakan “harta” dan sebagai harta maka dengan
d) Berlainan Negara
Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara jika telah
berbeda.
c) Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama diplomatik yang
Sedangkan yang menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu
beda agama (pasal 171 huruf c dan pasal 172 KHI), membunuh, percobaan pembunuhan,
perbedaan agama akan menghilangkan hak waris, namun hal ini juga tidak kita temukan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku kedua. Sedangkan pewaris dalam ketentuan hukum
kewarisan Islam adalah bergama Islam, maka secara otomatis ahli waris juga beragama Islam.
“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan dalam
“Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang
penganiayaan berat pewaris dan memfitnah telah dijelaskan dalam pasal 173 KHI yang berbunyi:
“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah
i. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada
pewaris.
ii. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa pewaris
telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
9) PENGERTIAN WASIAT
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang
Sebanyak-banyak wasiat adalah sepertiga dari harta, tidak boleh lebih kecuali apaila di
izinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yang berwasiat meninggal. Sabda
Dari Ibnu Abbas. Ia berkata, “Alanghkah baiknya jika manusia mengurangi wasiat
mereka dari sepertiga k seperempat. Karena sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda, “
Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu banyak.” ” (HR. Bukhori dan Muslim)
Wasiat hanya di tujukan kepada orang yang bukan ahli waris. Adapun kepada ahli waris,
wasiat tidak sah kecuali apabila di ridhoi oleh semua ahli waris yang lain sesudah meninggalnya
“Sesungguhnya Allah telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris. Maka dengan ketentuan itu
tidak ada hak wasiat lagi bagi seorang ahli wari.”(HR. Liam orang ahli hadist selain Nasai)
Beragama Islam.
Baligh.
Berakal.
Merdeka.
Amanah.
Cakap untuk menjalankan sebagaimana yang di kehendaki oleh yang berwasiat.
BAB III
PENUTUP
1) KESIMPULAN
simpukan bahwa :
Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta peninggalan orang
Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-Qur’an, sehingga
tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT. Yang di jamin
kebenarannya.
Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di
Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan
Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan
si mayat.
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang
2) SARAN
‘anhu, yaitu :
bersabda “pelajarilah oleh kalian ilmu faro’id, karena sesungguhnya ilmu faro’id itu
sebagian dari agama kalian dan setengah dari seluruh ilmu. Dan sesungguhnya ilmu
Dari hadist tersebut dapat di peroleh kesimpulan bahawa ilmu faraid atau yang biasa di
kenal dengan ilmu pembagian harata waris ini sangat penting untuk di pelajari. Oleh karena itu
Mempelajari ilmu ini juga untuk mengetahui dengan jelas orang-orang yang berhak
menerima warisan sehingga terhindar dari perselisihan dan perebutan harta penginggalan
yang meninggal.
Mengajarkan ilmu faraid(ilmu pembagian harta waris) memang tidak mudah, metode
pengajaran yang kreatif dan inovatif sangat di perlukan kerena tidak dapat di pungkiri
bahwa ilmu faraidh sudah mulai tidak di gunakan lagi, padahal ilmu faraidh telah di
Muhammad Ali ash-Sahabuni, Al-Mawaris Fisy Syari’atil Islamiyyah ‘Ala Dhau’ Al- Kitab wa
Maimun Nawawi, (2016) “Pengantar Hukum Kewarisan Islam”, Cet I, Surabaya : Pustaka
Radja, Hlm 2
Wati Rahmi Ria & Muhamad Zulfikar, (2016) “Hukum Waris Berdasarkan Hukum Barat dan
http://1st-iqomah.blogspot.com/2012/02/ilmu-faroidh-ilmu-yang-pertama-kali.html
http://kobonksepuh.wordpress.com/2013/01/30/pentingnya-mempelajari-ilmu-faraidh/
https://sayyidahchalimah07.wordpress.com/2014/06/22/makalah-hukum-waris/