Disusun Oleh :
1. Adzanya Putri Revita
2. Fiorentina
3. Sella Marenata
4. Audreychia Revallin A.P
5. Bagas Raditya Rulli Putra
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta
hidayahnya, sehingga penulisan makalah yang berjudul “Ketentuan Waris” dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan Agama Islam yang dibina
oleh Ibu Yeni Mardiana selaku Guru Pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Makalah ini merupakan materi mengenai ketentuan waris yang telah disebutkan dalam judul
tugas terstruktur kelompok ini. Penulis berusaha mendapatkan dan mengumpulkan beberapa
materi mengenai ketentuan waris dari beberapa referensi, yang diperoleh dari beberapa situs
internet yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun, penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, penulis sangat menghargai apabila terdapat saran maupun kritik yang membangun
dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi
para pembacanya untuk memperluas khasanah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang terus
berkembang mengikuti kemajuan zaman, khususnya bagi khasanah Ilmu Pengetahuan
mengenai Pendidikan Agama Islam (PAI) , Amin.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………….1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Waris…………………………………………………………………..2
2.2 Syarat Dan Rukun Waris………………………………………………………..3
2.3 Golongan Ahli Waris……………………………………………………………..4
2.4 Beberapa Hak Yang Bersangkutan Dengan Harta Waris………..5
2.5 Bagian-Bagian Ahli Waris………………………………………………………5
2.5 Sebab Sebab Tidak Mendapatkan Harta Waris………………………8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………10
3.2 Saran…………………………………………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
لرِّجا ِل
َ َِصيْبٌ ل َ َصيْبٌ َولِلنِّ َس ۤا ِ!ء َوااْل َ ْق َربُوْ ۖنَ ْال َوالِ ٰد ِن تَ َر
ِ ك ِّم َّما ن ِ ك ِّم َّما ن
َ ت ََر
ص ْيبًا َكثُ َر اَوْ ِم ْنهُ قَ َّل ِم َّما نَ بُوْ َوااْل َ ْق َر الِ ٰد ِن ْال َو
ِ َوْ ضًا َّم ْف ُر ن
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”
1.3 Tujuan
1. mengetahui dan memaparkan hukum waris menurut pandangan agama Islam.
2. Untuk menambah wawan pembaca mengenai hukum waris menurut pandangan agama
Islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang mengatur
tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-bagian yang
diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.
Sedangkan menurut para fuqoha, pengertian ilmu waris adalah sebagai berikut:
زيع التو وكيفية وارث ومقداركل ال يرث ومن من يرث علم يعرف به
Artinya:
“Ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan orang yang mewaris, kadar yang
diterima oleh ahli waris serta cara pembagiannya.”
Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang
meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang disampaikan oleh Wiryono
Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih
kepada orang lain yang masih hidup. Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu
perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewaris.
2
Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan dengan warisan,
diantaranya adalah:
a. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.
b. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal) baik secara
haqiqy maupun hukmy karena adanya penetapan pengadilan.
c. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang berhak setelah
diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan menunaikan wasiat.
d. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
e. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk
pemeliharaan jenazah, melunasi hutang, menunaikan wasiat.
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf
a KHI).
Adapun rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu :
1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan
hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal dunia.
2. Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik
hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena
memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris
diketahui benarbenar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih
dalam kandungan (al-haml).
3. Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan
jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.
3
2.3 Golongan Ahli Waris
Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak 25
orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu :
1. Anak laki-laki.
2. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, terus kebawah, asal
pertaliannya masih terus laki-laki.
3. Bapak.
4. Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.
5. Saudara laki-laki seibu sebapak.
6. Saudara laki-laki sebapak saja.
7. Saudara laki-laki seibu saja.
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
10. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
11. Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
12. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
13. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
14. Suami.
15. Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).
Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan
hanya 3 orang saja, yaitu :
1. Bapak.
2. Anak laki-laki.
3. Suami.
4
2.4 Beberapa Hak Yang Bersangkutan Dengan Harta Waris
Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di dahulukan.
Ha-hak tersebut adalah :
1. Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
2. Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan
sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk
biaya mengurus mayat.
3. Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
4. Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si
mayat
Artinya :
“Jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperolah separo harta.”
1. Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.(berdasarkan
keterangan ijma’)
a. Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila ia saudara perempuan
seibu sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja.
b. Suami, apabila isterinya yang meninggal dunia itu tidak meninggallkan anak dan tidak pula
ada anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan
5
2. Yang mendapat seperempat harta.
a. Suami, apabila isteri meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun
anak perempuan, atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :
صيَّ ٍة َو بَ ْع ِد ِم ۢ ْن ْكنَ تَ َر ِم َّما بُ ُع الرُّ فَلَ ُك ُم َولَ ٌد لَه َُّن َكانَ فَاِ ْن ِ َد ْي ٍن اَوْ بِهَٓا
ِ ْص ْينَ يُّو
Artinya :
“Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya.”
b. istri, baik hanya satu orang ataupun berbilang, jika suami tidak meninggalkan anak(baik
anak laki-laki maupun anak perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki(baik laki-laki
maupun perempuan). Maka apabila istri itu berbilang, seperempat itu di bagi rata antara
mereka.
Artinya :
“Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan”
6
c. Saudara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang(dua atau lebih). Firman Allah
SWT, dalam Surah An-Nisa’ ayat 176, yaitu :
تَرَكَ ِم َّما الثُّلُ ٰث ِن فَلَهُ َما ْاثنَتَي ِْن كَانَتَا فَاِ ْن
Artinya :
“Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang di
tinggalkan oleh yang meninggal.”
d. Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih. Keterangannya adalah surah
An-Nisa’ ayat 176 yang tersebut di atas, karena yang di maksud dengan saudara dalam ayat
tersebut ialah saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan
yang seibu sebapak tidak ada.
Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :
Artinya :
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu.”
7
d. Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki). Mereka
mendapatkan seperenam dari harta, baik sendiri atau berbilang, apabila bersama-sama seorang
anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak
mendapat harta waris.
e. Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan
bapak tidak ada. (keterangan berdasarkan ijma’ para ulama’).
f. Untuk seorang sudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah SWT.
Dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :
Artinya :
“Dan apabila si mayat mempunyai seorang sudara laki -laki(seibu saja) atau seorang saudara
perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta.”
g. Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila beserta
saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak berbilang(dua
atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat harta warisan. (berdasarkan ijma’para
ulama’).
1. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena ada ibu, sebab
ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada nenek. Begitu juga kakek, tidak
mendapat harta waris selama bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat pertaliannya
kepada yang meninggal dari pada kakek.
2. Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut di
bawah ini :
a. Anak, baik laki-laki maupun perempuan.
b. Anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
c. Bapak dan Kakek
8
3. Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya salah
seorang dari empat orang berikut :
a. Bapak.
b. Anak laki-laki.
c. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki).
d. Sudara laki-laki yang seibu sebapak.
4. Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta waris
apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah ini :
a. Anak laki-laki.
b. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki)
c. Bapak
5. Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan mereka tidak
mendapat harta waris, yaitu:
a. Saudara laki-laki bapak(paman) mendapatkan harta waris. Namun, saudara perempuan
bapak (bibi) tidak mendapatkan harta waris.
b. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(anak laki-laki paman dari bapak) mendapat
harta waris. Namun, anak perempuannya tidak mendapatkan harta waris.
c Anak laki-laki saudara laki-laki mendapatkan harta waris. Namun, anak perempuannya
tidak mendapatkan harta waris
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat di simpukan
bahwa :
Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris
yang masih hidup. Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal
171 huruf a KHI).
Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta peninggalan orang yang
telah meninggal yang masih mempunyai hubungan darah. Bagian-bagian yang di peroleh ahli
waris telah di tetapkan dalam Al-Qur’an, sehingga tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an
adalah Firman Allah SWT. Yang di jamin kebenarannya.
Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di dahulukan.
Ha-hak tersebut adalah :
a. Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
b. Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan
sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan untuk
biaya mengurus mayat.
c. Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
d. Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si
mayat.
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang
meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah
3.2 SARAN
Rasululloh SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu, yaitu :
“Diriwatkan dari Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda
“pelajarilah oleh kalian ilmu faro’id, karena sesungguhnya ilmu faro’id itu sebagian dari agama
kalian dan setengah dari seluruh ilmu. Dan sesungguhnya ilmu faro’id itu ilmu yang mula-mula
akan di cabut dari umatku”
10
Dari hadist tersebut dapat di peroleh kesimpulan bahawa ilmu faraid atau yang biasa di kenal
dengan ilmu pembagian harata waris ini sangat penting untuk di pelajari. Oleh karena itu
pengenalan dan pemahaman ilmu faraid harus lebih di tingkatkan lagi.
Mempelajari ilmu ini juga untuk mengetahui dengan jelas orang-orang yang berhak menerima
warisan sehingga terhindar dari perselisihan dan perebutan harta penginggalan yang
meninggal.
Mengajarkan ilmu faraid(ilmu pembagian harta waris) memang tidak mudah, metode
pengajaran yang kreatif dan inovatif sangat di perlukan kerena tidak dapat di pungkiri bahwa
ilmu faraidh sudah mulai tidak di gunakan lagi, padahal ilmu faraidh telah di jelaskan di
Al -Qur’an yang di jamin kebenarannya. Metode pengajaran yang dapat di lakukan adalah
dengan menerapkannya langsung pada kisah nyata kehidupan sehari-hari orang-orang dalam
suatu masyarakat
11