Anda di halaman 1dari 12

MATA KULIAH FIKIH MUNAKAHAT DAN MAWARIS

Pengertian, Tujuan dan Hikmah Waris

Dosen Pengampu : Dr. Arif Rahman M. Pd.

Oleh :

MAULIA RAHMAWATI

NIM : 22.13.00.53

PUTRI MULYANI

NIM : 22.13.00.57

SITI RAUDATUL JAMILAH

NIM : 22.13.01.01

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt, atas rahmat karunianya lah
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
berjudul “Pengertian, Tujuan dan Hikmah Waris”

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Pradaban Islam, kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr.
Arif Rahman M. Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah FIKIH MUNAKAHAT
DAN MAWARIS, yang telah memberikan banyak bantuan dan arahan serta
petunjuk yang jelas, sehingga mempermudah kami menyelesaikan tugas ini.
Terimaksih kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung selesainya
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu
kami sangat terbuka pada kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini
bisa lebih baik lagi dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Parung, 16 November 2023

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................,1
BAB II .....................................................................................................................2
PEMBAHASAN .....................................................................................................2
A. PENGERTIAN WARIS ..............................................................................2
B. TUJUAN WARIS ........................................................................................6
C. HIKMAH WARIS ......................................................................................7
BAB III................................................................................................................... 8
PENUTUP.............................................................................................................. 8
KESIMPULAN...................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Waris melibatkan pertimbangan historis dan sosial terkait dengan transfer harta
dan hak setelah kematian seseorang. Seiring evolusi masyarakat, kebutuhan untuk
mengatur pemindahan aset dari satu generasi ke generasi berikutnya menjadi
penting. Pada awalnya, praktik waris seringkali dilakukan berdasarkan norma adat
dan tradisi lokal tanpa kerangka hukum formal.
Tujuan waris adalah untuk mencapai distribusi harta warisan yang adil di antara
ahli waris. Distribusi ini sering kali mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya
tertentu, seperti keberlanjutan keluarga, pemberdayaan ekonomi, atau penjagaan
nilai-nilai tradisional. Selain itu, warisan juga dapat digunakan sebagai alat untuk
menciptakan stabilitas sosial dan ekonomi di masyarakat.
Hukum waris, sebagai bagian integral dari sistem hukum suatu negara,
menyediakan kerangka kerja formal untuk proses pewarisan. Hukum waris
menetapkan aturan dan prosedur terkait dengan penentuan ahli waris, pembagian
harta warisan, dan hak serta tanggung jawab mereka. Prinsip-prinsip hukum waris
seringkali mencakup konsep keadilan, proporsi, dan perlindungan hak individu.
Selain itu, beberapa sistem hukum waris memperhatikan kebebasan berwasiat, yang
memberikan hak kepada individu untuk menentukan bagaimana harta mereka akan
didistribusikan setelah meninggal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian Waris?
2. Jelaskan Apa itu Tujuan Waris
3. Jelaskan Apa itu Hukum Waris
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian Waris


2. Untuk mengetahui Tujuan Waris
3. Untuk mengetahui Hukum Waris

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN WARIS
Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan
harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi
para ahli warisnya atau juga berbagai aturan tentang perpidahan hak milik, hak
milik yang dimaksud adalah berupa harta, seorang yang telah meninggal dunia
kepada ahli warisnya. Ilmu yang mempelajari tentang warisan ini disebut mawaris.
Waris berasal dari kata ‫ورثا‬-‫يرث‬-‫ ورث‬yang artinya adalah Waris. Contoh, ‫ورث‬
‫ اباه‬yang artinya Mewaris harta (ayahnya). Dalam istilah lain waris disebut juga
dengan fara‟id, yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam
kepada semua yang berhak menerimanya dan yang telah di tetapkan bagian-
bagiannya. Dan begitupun dengan istilah-istilah yang di pelajari oleh para ulama
dan negara :
a.) Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima
warisan. Ada ahli waris yang sesungguhnya yang memiiki hubungan
kekerabatan yang dekat akan tetapi tidak berhak menerima warisan. Dalam
fiqih mawaris, ahli waris semacam ini disebut ini disebut Zawil alarham.
Hak-hak Waris bisa ditimbulkan karena hubungan darah, karena hubungan
perkawinan, dan karena akibat memerdekakan hamba.
b.) Mawarrits, ialah orang yang diwarisi harta benda peninggalan. Yaitu orang
yang meninggal baik itu meninggal secara hakiki, secara taqdiry
(perkiraan), atau melalui keputusan hakim. Seperti orang yang hilang (al-
mafqud), dan tidak tahu kabar beritanya setelah melalui pencaharian dan
persaksian, atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia
dinyatakan meninggal dunia melalui keputusan hakim.
c.) Al-Irts, ialah harta warisan yang siap dibagi kepada ahli waris sesudah
diambil untuk keperluan pemeliharaan zenazah (tajhiz al-janazah),
pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.

2
d.) Waratsah, ialah harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini
berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa
dibagi-bagi, karena menjadi milik kolektif semua ahli waris.
e.) Tirkah, ialah semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan zenazah, pelunasan
utang, dan pelaksanaan wasiyat yang dilakukan oleh orang yang meninggal
ketika masih hidup.
Landasan hukum atau dalil yang memperkuat tentang hukum mawaris dalam islam
adalah ayatb Al-Qur’an dan hadis Nabi saw. berikut:

ۗ ‫َصيْبٌ ِ ِّم َّما ت ََركَ ْال َوا ِل ٰد ِن َو ْاْلَ ْق َرب ُْونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ ا َ ْو َكث ُ َر‬ َ ِّ‫َصيْبٌ ِ ِّم َّما ت ََركَ ْال َوا ِل ٰد ِن َو ْاْلَ ْق َرب ُْو َۖنَ َو ِلل ِن‬
ِ ‫س ۤا ِء ن‬ ِ ‫لر َجا ِل ن‬
ِّ ِ ‫ِل‬
‫َص ْيبًا َّم ْف ُر ْوضًا‬ ِ ‫ن‬
Artinya :
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan. (QS.an-Nisa :7)
Sabda Rasulullah saw. yang artinya : “ pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada
manusia, karena faraid adalah separuh dari ilmu dan akan dilupakan. Faraidlah
ilmu yang pertama kali dicabut dari umatk.”(HR. Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni)

➢ Sebab- Sebab Adanya Hak Kewarisan


1. Hubungan Keluarga :
a) Ashabul furud (Hubungan Kerabat) masih ada satu darah dengan si ahli
waris tersebut.
b) Asabah nasabiah, orang – orang yang masih memiliki hubungan darah dan
menerima sisa dari Ashabul furud.
c) Zawil arham, kerabat agak jauh nasab nya.
2. Hubungan Pernikahan yang sah.
3. Al-Wala, hubungan kekeluargaan non kandung.
4. Karena hubungan agama islam.

3
➢ Sebab-Sebab Hilangnya Hak Kewarisan
1. Perbudakan
2. Perbedaan Agama, orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarganya
demikian pula sebaliknya. Rasulullah saw. bersabda, “Orang isalm tidak mewarisi
orang kafir, demikian pula orang kafiar tidak mewarisi orang islam.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)
3. Pembunuhan, yaitu apabila ahli waris membunuh pewaris. Rasulullah saw.
bersabda, Tidak berhak si pembunuh mendapat sesuatu pun dari harta warisan.
(HR. An-Nasa’i)
4. Murtad, orang yang murtada tidak mendapatkan warisan dari keluarganya yang
beragama.

➢ Rukun Dan Syarat Kewarisan


Dalam kewarisan pun memiliki rukun dan syarat yani tiga syarat tersebut adalah:
1. Pewaris baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah meninggal)
maupun secara taqdiri.
2. Adanya ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima
harta penenggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab), atau
ikatan pernikahan, atau lainnya.
3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalankan
pewaris baik berupa uang, tanah.
Adapun syarat waris harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan. Rukun
waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:
1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang, yang
mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal
dunia.
2. Waris (ahli waris) Yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan
kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau
perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada
saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benar-benar dalam keadaan
hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-

4
haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu, antara muwaris dan
ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.
3. Al –Mauruts Adalah segala sesuatu harta benda yang menjadi warisan. Baik
berupa harta atau hak yang termasuk dalam kategori warisan.

➢ Kewarisan Menurut KHI ( Kompilasi Hukum Islam)


1. Ahli waris Menurut pasal 172 KHI yang disebut ahli waris ahli waris dipandang
beragama Islam apabila diketahui dari Kartu identitas atau pengakuan atau amalan
atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa,
beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. Kemudian menurut Pasal 173
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat para pewaris.
b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan
bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam 41
dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
2. Kelompok Ahli Waris
Adapun mengenai kelompok ahli waris ditentukan pada Pasal 174 yaitu:
a. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
1) Menurut hubungan darah:
a) golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-
laki, paman dan kakek.
b) Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara
perempuan dari nenek.
3. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda. Apabila semua ahli
waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau
duda.
4. Besarnya Bagian Adapun mengenai besarnya bagian dalam Pasal 176 dijelaskan
bahwa– Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua
orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila

5
anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki
adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.
Selanjutnya pada Pasal 177 mengenai bagian yang didapat ayah– Ayah
mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak,
ayah mendapat seperenam bagian. Pada Pasal 178 :
a. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau
lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka
ia mendapat sepertiga bagian
b. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda
atau duda bila bersamasama dengan ayah.

B. TUJUAN WARIS

Dalam konteks hukum waris atau pewarisan harta, adalah untuk menentukan
bagaimana harta seseorang akan dibagi setelah meninggal dunia. Proses warisan ini
dapat diatur oleh hukum atau kebijakan yang berlaku di suatu negara atau dapat
pula ditentukan oleh perjanjian atau wasiat yang dibuat oleh individu tersebut
sebelum wafat.
Secara umum, tujuan waris mencakup beberapa aspek penting. Pertama, untuk
menjaga keadilan dalam pembagian harta, sehingga keluarga atau ahli waris yang
berhak mendapatkan bagian dari harta dapat menerima bagian yang wajar sesuai
dengan hukum dan norma yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi
konflik di antara ahli waris dan memastikan bahwa hak-hak mereka diakui dan
dilindungi.
Kedua, tujuan waris adalah untuk melindungi kepentingan ekonomi dan sosial
keluarga yang ditinggalkan. Dengan adanya peraturan hukum waris, diharapkan
bahwa proses peralihan harta dapat berjalan dengan teratur dan efisien, sehingga
tidak mengakibatkan ketidakpastian atau kerugian finansial yang tidak perlu bagi
ahli waris.
Selain itu, tujuan waris juga dapat melibatkan aspek-aspek seperti pemeliharaan
tradisi keluarga, pelestarian warisan budaya, atau dukungan finansial bagi anggota
keluarga yang lebih rentan. Misalnya, dalam beberapa sistem hukum waris, ada

6
ketentuan khusus untuk melindungi hak anak-anak atau pasangan yang
ditinggalkan.
Dengan demikian, tujuan waris secara umum adalah menciptakan kerangka
hukum yang adil dan berkelanjutan untuk mengatur pembagian harta setelah
seseorang meninggal dunia, dengan mempertimbangkan hak dan kepentingan ahli
waris serta nilai-nilai sosial dan budaya yang mungkin terlibat.

D. HIKMAH WARIS
Pengaturan dalam membagikan harta warisan sesuai dengan ajaran islam
mempunyai beberapa hikmah seperti :
4) Menegakkan nilai – nilai perikemanusiaan.
5) Menghindari perpecahan antarkeluarga.
6) Menjunjung tinggi hukum Allah SWT. dan sunnnah Rasul.
7) Anak yatim tidak terbengkalai.
8) Memelihara harta.

7
BAB III
PENUTUP
❖ KESIMPULAN

Waris memiliki peran penting dalam mengatur transfer harta dan hak setelah
kematian seseorang. Pengertian waris mencakup proses formal atau informal yang
melibatkan distribusi warisan. Tujuan waris adalah mencapai distribusi harta yang
adil sesuai dengan nilai-nilai sosial dan budaya, sambil menjaga stabilitas ekonomi
dan sosial dalam masyarakat.
Hikmah waris mencakup berbagai aspek, termasuk memastikan kelangsungan
keluarga, mendukung pemberdayaan ekonomi ahli waris, dan menciptakan
keadilan dalam pembagian harta. Melalui hukum waris, sebuah masyarakat
menciptakan kerangka hukum yang memberikan aturan dan prosedur untuk
pengaturan pewarisan, dengan prinsip-prinsip keadilan, proporsi, dan perlindungan
hak individu.
Secara keseluruhan, sistem waris menjadi instrumen untuk mencapai
keseimbangan antara kepentingan individu dan kebutuhan masyarakat. Dengan
demikian, waris tidak hanya memainkan peran praktis dalam pembagian harta,
tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dan norma sosial yang memandu proses ini,
sekaligus memberikan stabilitas dan kepastian hukum dalam pengelolaan harta
warisan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, 126.


Achmad Yani, Faraidh dan Mawaris: Bunga Rempai Hukum Waris Islam
(Jakarta: KENCANA, 2016), 4.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Bekasi: AKADEMIKA
PRESSINDO, 2014), 155.

Anda mungkin juga menyukai