Anda di halaman 1dari 11

PENGERTIAN, KETENTUAN-KETENTUAN, DAN DASAR HUKUM KEWARISAN

Disusun dalam rangka memenuhi ujian tengah semester mata kuliah Pengantar Hukum
Keluarga dosen pengampu Dr.H.Aden Rosadi M.Ag.

NAMA: MUHAMMAD HASBY SYAUQI SADAD


NIM:1223010078

JURUSAN HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah memberikan hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Kehadiran makalah ini ditengah-tengah pembaca diharapkan tidak hanya
menjadi sekedar pengetahuan, melainkan lebih jauh dari itu, jadi bahan kajian lebih jauh
serta perenungan bagi pihak-pihak terkait.
Shalawat serta salam senantiasa kami curah limpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad saw. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke jalan yang terang
benderang Al Islam agama yang paling benar dan mulia di mata Allah Swt. dan juga
kepada para sahabat-sahabatnya yang selalu menemani setiap perjalanan beliau dalam
menyebarkan agama islam di dunia ini. Semoga selalu teriring di setiap perjalanan dan
pengorbanan kita selaku umat penerusnya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah “PENGERTIAN, KETENTUAN-
KETENTUAN, DAN DASAR HUKUM KEWARISAN” ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengantar Hukum Keluarga. Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk
mengupas terkait ruang lingkup pembahasan didalam program studi tersebut.
Dalam segi isi maupun redaksionalnya kami menyadari akan banyaknya
kekurangan dan kekeliruan, untuk itu kami sangat berharap adanya masukan, serta
kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian. Akhirnya hanya kepada Allah
Swt. Kita berserah diri dan semoga apa yang kita perbuat mendapat pahala serta di
ridhoi-Nya serta semoga makalah ini menjadi ibrah dan menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii


DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2
A. Defisni Waris ............................................................................................ 2
B. Ketentuan-Ketentuan yang Berlaku Dalam Ruang Lingkup Waris ............ 4
C. Sumber Hukum Waris ............................................................................... 6
BAB III KESIMPULAN ................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 8

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Unsur terkecil didalam kehidupan adalah keluarga yang terdiri dari ayah,ibu dan
anak. Maka ketiga diantara unsur-unsur keluarga tersebut ada yang meninggal dunia,
maka kepemilikan harta yang bersangkutan akan dialih kepemilkan kepada orang-orang
yang berhak. Ini merupakan awal mula kegiatan waris atau dalam suatu disiplin ilmu
disebut ilmu faraidh ini muncul. Karena urgensi manusia didalam membagikan harta
pusaka dari seseorang yang telah tiada yang kemudian dibagikan kepada komponen-
komponen didalam keluarga yang mana telah memenuhi syarat dan tidak dijatuhi
halangan atau penghambat kepadanya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang digagas oleh penulis ialah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan waris ?
2. Apa sajakah yang menjadi ketentuan-ketentuan dalam waris ?
3. Sumber hukum yang melandasi kegiatan waris-mewaris ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian waris.
2. Mengetahui ketentuan-ketentuan yang berlaku didalam waris.
3. Dapat mengidentifikasi sumber hukum baik berupa dalil-dalil,ataupun hadist
yang berkaitan dengan waris.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defisni Waris
Seluruh manusia yang hidup di dunia ini pasti akan mengalami yang
Namanya kematian. Ketika seseorang telah meninggal dunia maka terputuslah
sudah masalah keduniawiannya dan segala bentuk harta benda yang ia
tinggalkan di dunia menjadi hak bagi keturunanya atau kerabatnya yang memang
berhak menerima sesuai dengan ketentuan syariat agama islam. Kita sering
mendengar istilah waris mewarisi, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) waris ialah Orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang
yang telah meninggal. kata waris berasal dari kata ‫ثرو‬-‫ثري‬-‫ اثرو‬yang artinya
adalah Waris.
Sedangkan secara etimologis waris berasal dari bentuk jamak kata
miratsh, yang merupakan masdar dari kata waratsha, yaritshu, wiratshatan, wa
miratshan,1yang artinya peninggalan, berpindahnya sesuatu dari
individu/kelompok kepada individu/kelompok lain, sesuatu itu bisa berupa harta,
ilmu, kemuliaan dan sebagainya.2
Istilah lain yang sering diungkapkan oleh ulama adalah miraats atau yang
sinonim dengan itu seperti istilah al-Irst, al-Wirst, al-Wiratsah, al-Thurats, al-
Tarikah, oleh A. Hassan kesemuanya diartikan sebagai pusaka, budel,
peninggalan, yaitu benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang mati. 3
Bahasan menyangkut pengertian hukum warisan, ruang lingkup
kewarisan serta segala istilah terhadapnya disebutkan dalam Pasal 171
Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : Yang dimaksud dengan
: a. Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan
hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing;
b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang
dinyatakan meniggal berdasarkan keputusan Pengadilan Agama Islam
meninggalkan ahli waris dan harta penginggalan;
c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan
tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris;
d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik
yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya;
e. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,
biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran utang dan pemberian untuk
kerabat;

1
Muhammad al-Shahat al-Jundi, al-Miratsh fi al-Shari’ah al-Islamiyyah (Kairo: dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th.), 42.
2
Muhammad ‘Ali al-Sabuni, al-Mawaritsh fi al-Shari’ah al-Islamiyah, Fi Dau’i al-Kitab wa al-Sunnah (Kairho: Dar al-Hadith, t.th.), 34.
3
Abdillah Mustari, Hukum Kewarisan Islam, (Makassar, 2013), hlm. 3

2
f. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain
tanpa lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meningal dunia
; g. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa
imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki;
h. Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidup
sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan;
i. Baitul Mal adalah Balai harta Keagamaan. 4
Pasal 171 huruf (a) KHI menegaskan fungsi atau tujuan dari diadakannya
hukum warisan. Dengan kata lain, adanya pengaturan tersebut berarti telah
terjabarnya hak-hak keperdataan mengenai harta tersebut berupa hak menerima
harta dari orang tertentu kepada dirinya ditimbulkan karena adanya hubungan
khusus antara dirinya sebagai penerima hak dengan orang yang memiliki harta
dimaksud. Dalam hukum kewarisan Islam, hubungan tersebut dapat berupa
hubungan nasab, hubungan karena susuan dan hubungan sebab perkawinan.
Dalam pasal tersebut, istilah tirkah yang dalam fiqh dipahami dengan harta
peninggalan pewaris sebelum dikeluarkan untuk biaya penyelenggaraan jenazah,
biaya pelunasan hutang ketika ia masih hidup dan pembayaran wasiat.
Sedangkan pengertian hukum waris telah dikemukakan oleh beberapa
ahli diantaranya :
1) Menurut H. Abdullah Syah dalam hukum kewarisan Islam (hukum
faraidh), pengertian hukum waris menurut istilah bahasa ialah takdir
(qadar/ketentuan, bagian yang diqadarkan/ditentukan bagi waris. Dengan
demikian faraidh adalah khusus mengenai bagian ahli waris yang telah
ditentukan besar kecilnya oleh syara’.5
2) Menurut Soepomo ditinjau dari hukum adat, pengertian hukum waris
adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoper
barang-barang yang tidak berwujud. Immateriele goederen dari suatu angkatan
manusia (generasi) kepada keturunannya.6
3) R. Subekti, mengatakan hukum waris mengatur hal ihwal tentang
benda atau kekayaan seseorang jikalau ia meninggal dunia. Dapat juga
dikatakan, hukum waris itu mengatur akibat-akibat hubungan kekeluargaan
terhadap harta peninggalan seseorang.7

4
.A.Sukris Sarmadi, Hukum Waris Islam di Indonesia (Perbandingan Kompilasi Hukum Islam dan Fiqh Sunni), (Yogyakarta,2013, Aswaja
Pressindo), hlm. 19-20
5
Abdullah Syah.1994.Hukum Waris Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Fiqh), Kertas Kerja Simposium Hukum Waris Indonesia Dewasa Ini,
Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan.
6 Soepomo.Bab-bab Tentang Hukum Adat. (Jakarta : Penerbitan Universitas. 1996 ), hlm.72.
7 R Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, cet. XXVI, (Jakarta lntermasa 1985) hlm. 17.

3
B. Ketentuan-Ketentuan yang Berlaku Dalam Ruang Lingkup Waris
Didalam ruang lingkup waris terdepat pula kriteria-kriteria atau ketentuan-
ketentuan yang berlaku kepadanya ada rukun waris, syarat waris,orang-orang yang
berhak mendapatkan warisan (ahli waris) dan penghalang terjadinya waris.
1. Rukun-rukun waris
Rukun-rukun waris ada tiga, yang mana jika salah satu dari rukun waris
ini tidak ada maka tidak akan terjadi pembagian warisan. Di antaranya
adalah:
Adanya pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia yang
meninggalkan sejumlah harta dan peninggalan lainnya yang dapat
diwariskan.
Adanya ahli waris, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang berhak
untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan
adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya,
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.
Adanya harta warisan, Harta warisan menurut hukum waris Islam
adalah harta bawaan dan harta bersama dikurang biayabiaya yang
dikeluarkan untuk pewaris selama sakit dan setelah meninggal dunia.8
2. Syarat-syarat waris
Syarat-syarat waris ada tiga, di antaranya adalah :
1. Telah meninggalnya pewaris baik secara nyata maupun secara hukum
(misalnya dianggap telah meninggal oleh hakim, karena setelah
dinantikan hingga kurun waktu tertentu, tidak terdengar kabar mengenai
hidup matinya). Hal ini sering terjadi pada saat datang bencana alam,
tenggelamnya kapal di lautan, dan lain-lain.
2. Adanya ahli waris yang masih hidup secara nyata pada waktu
pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris telah diketahui secara pasti, termasuk
kedudukannya terhadap pewaris dan jumlah bagiannya masing-masing.9
3. Pembagian orang-orang yang berhak menerima warisan terbagi kedalam
dua golongan yakni dzawil furudh dan dzawil ushubah.
(a) Yang dimaksud dengan dzawil furudh ialah ahli waris yang
mendapat bagian menurut ketentuan-ketentuan yang telah
diterangkan di dalam Al-Qur’an dan Hadis. “Yang dimaksud tertentu
ialah tertentunya jumlah yang mereka terima, yaitu bilangan-
bilangan seperdua, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga
dan seperenam”. Semua bilangan ini disebut dalam Al-Qur’an untuk

8
Abdillah Mustari, Hukum Kewarisan Islam, (Makassar, 2013), hlm. 27-28

9
Abdillah Mustari, Hukum Kewarisan Islam, (Makassar, 2013), hlm. 28

4
ahli waris tertentu. Mereka yang termasuk ahli waris dzul faraid
ialah ibu, bapak, duda, janda, saudara laki-laki seibu, saudara
perempuan seibu, cucu perempuan dari laki-laki, saudara kandung,
saudara perempuan sebapak, kakek (datuk) dan nenek.
(b) Yang di maksud dzawil ushubah adalah:“Ahli waris yang tidak
memperoleh bagian tertentu, tetapi mereka berhak mendapatkan
seluruh harta jika tidak ada ahli waris dzul faraid, dan berhak
mendapatkan seluruh sisa harta peninggalan setelah dibagikan
kepada ahli waris dzawil furudh, atau tidak menerima apa-apa,
karena harta peninggalan sudah habis dibagikan kepada ahli waris
dzawil furudh”.10
4. Penghalang terjadinya waris
Penghalang kewarisan yang dimaksud adakalanya menghalangi
seseorang menerima warisan dan ada juga yang terhalang diwarisi
hartanya. Untuk lebih jelasnya masing-masing akan dijelaskan secara
lebih rinci.
1. Perbudakan Munculnya perbudakan (al-Riqq) sebagai
penghalang mendapatkan warisan, tidak lepas dari kondisi
sosial budaya masyarakat masa Nabi yang sudah
memberlakukan sistem perbudakan, sebagai akibat dari
adanya peperangan.
2. . Pembunuhan
Para Ulama’ sepakat bahwa ahli waris yang membunuh
pewaris terhalang untuk menerima warisan. Hal tersebut
didasarkan kepada hadith Nabi yang berbunyi:

‫مرياث لقاتل ليس‬


Artinya: Tidak ada warisan seseorang yang telah membunuh
pewaris.
3. Perbedaan Agama
Perbedaan agama menjadi salah satu penyebab tidak saling
mewarisi antara pewaris dan ahli warisnya. Dan hal ini sudah
disepakati oleh para ulama’ terutama ulama’ mazhab yang
empat. Maka orang muslim tidak dapat mewarisi harta orang
kafir, dan begitu juga sebaliknya, baik karena hubungan
kerabat maupun hubungan perkawinan.11

10
Wati Rahma Ria, Muhamad Zulfikar, Hukum Waris Berdasarkan Sistem Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandar
Lampung,2018)
11
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya, Pustaka Radja, 2016), hlm. 105

5
C. Sumber Hukum Waris
Sumber hukum utama untuk perhitungan waris dari Al-Qur’an terdapat
pada tiga ayat dalam surat yang sama, yaitu ayat 11, 12 dan 176 surat an-
Nisaa’. Ayat-ayat inilah yang disebut sebagai ayat-ayat waris.
Selain dari Al-Qur’an, terdapat pula hadits yang menerangkan tentang
hukum pembagian harta warisan ini. Hadits tersebut adalah :

‫ذكر ر ُجل ِل ْولى ف ُهو ب ِقي فما بِأ ْه ِلها ْالفرائِض أ ْل ِحقُ ْوا‬
“Berikanlah harta warisan kepada orang yang berhak menerimanya,
sedangkan sisanya untuk kerabat laki-laki yang terdekat.”12

Sedangkan Para sahabat nabi, tabi'in (generasi setelah sahabat), dan tabi'it
tabi'in (generasi setelah tabi'in), telah berijma’ atau bersepakat tentang legalitas
ilmu faraid ini dan tiada seorang pun yang menyalahi ijma’ tersebut.
Kalangan sahabat nabi yang terkenal dengan pengetahuan ilmu faraidnya
ada empat. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Zaid bin
Tsabit, dan Abdullah ibnu Mas'ud. Apa yang mereka sepakati atas sebuah
masalah faraid, maka umat Islam akan menyetujuinya, kendatipun terdapat
perbedaan pendapat di antara mereka dalam satu masalah tertentu. Imam Syafi’i
dan sebagian ulama yang lainnya telah memilih mazhab Zaid bin Tsabit, karena
sabda Rasulullah saw., “Zaid telah mengajarkan ilmu faraid kepada kalian.” Al-
Qaffal berkata, “Pendapat Zaid bin Tsabit dalam masalah faraid tidak pernah
diabaikan, bahkan semua pendapat-pendapatnya diterapkan. Hal ini berbeda
dengan pendapatpendapat yang diberikan oleh sahabat yang lain”.13

12
HR. Bukhari no. 6732.
13
Abdillah Mustari, Hukum Kewarisan Islam, (Makassar, 2013), hlm. 26

6
BAB III
KESIMPULAN
Pada akhir pembahasan ini dapat ditarik konklusi bahwa sesungguhnya hukum
waris atau kewarisn itu sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Ditambah lagi
kriteri-kriteria yang sangat banyak dan terperinci membuat waris menjadi hal yang
sangat kompleks dan perlu untuk dipelajari. Asal hukum dan dasar dari waris sendiri
bersumber langsung dari al-qur’an dan hadist bahkan ada pula yang berasal dari fatwa
para sahabat. Maka dari itu diharapkan dengan dibuatnya makalah ini dapat
mengedukasi khalayak ramai untuk lebih mengetahui dan memahami terkait konsep
dan dasar- dasar waris atau kewarisan.

7
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam (Surabaya, Pustaka
Radja, 2016)
Abdillah Mustari, Hukum Kewarisan Islam, (Makassar, AU Press, 2013)
A.Sukris Samadi, Hukum Waris Islam di Indonesia (Perbandingan Kompilasi
Hukum Islam dan Fiqh Sunni), (Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2013)
Wati Rahmi Ria, Muhamad Zulfikar, Hukum Waris Berdasarkan Sistem
Perdata Barat dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandar Lampung, 2016)
JURNAL
Mohamad Yasir Fauzi, Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia, (Lampung,
2016)

Anda mungkin juga menyukai