Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HUKUM KEWARISAN ISLAM


(Al-Qur’an, Hadits dan Ijtihad para Ulama)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Fiqih Mawarits
Dosen Pengampu : Drs. A. Syathori,M. Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Hamdan Anwari (21081010
Rida Rihadatul ‘Aisy (2108101022)
Ela Febi (2108101032)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Hukum Kewarisan Islam" ini tepat waktu.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqih Mawarits. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang hukum waris Islam.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan
datang.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Cirebon, 4 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Hukum Waris Islam.............................................................................................5
B. Sistem Hukum Kewarisan Islam............................................................................................7
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
Kesimpulan....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris merupakan salah satu cabang ilmu hukum Islam yang mengatur
tentang peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang-
orang yang masih hidup. Hukum waris Islam mengatur siapa saja yang berhak
menerima harta waris, berapa besar bagiannya, dan bagaimana cara pembagiannya.
Hukum waris Islam memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Al-Qur'an,
Sunnah, dan Ijma'. Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176, secara eksplisit
mengatur tentang hukum waris Islam.
Hukum waris Islam memiliki tujuan yang mulia, yaitu untuk menjamin
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh ahli waris. Hukum waris Islam memberikan
hak yang sama kepada semua ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan, tanpa
memandang agama, suku, atau ras.
Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah tentang hukum kewarisan Islam
perlu ditulis untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang hukum
waris Islam. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para mahasiswa,
akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hukum Warisan Islam?
2. Apa Dasar Hukum Kewarisan Islam Menurut (Al-Qur’an, Hadits, dan Ijtihad)?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Hukum Warisan Islam
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Kewarisan Islam Menurut (Al-Qur’an, Hadits,
dan Ijtihad)

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Waris Islam
Warisan atau kewarisan sudah popular dalam bahasa Indonesia berasal dari
bahasa Arab ‫ وارث@ة‬- ‫ ورث@ا‬- ‫ ي@رث‬- ‫ ورث‬yang berarti pindahnya harta si Fulan1. Waris
dalam bahasa Indonesia berarti peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan oleh
seseorang yang telah meninggal dunia . hokum waris di dalam hokum Islam lazim
juga disebut dengan istilah Faroid yang berarti pembagian tertentu.
Pengertian waris ditinjau secara etimologi dalam kamus bahasa Arab, waris
berasal dari kata warits yang berarti (tinggal atau kekal). Oleh sebab itu, apabila
dihubungkan dengan persoalan hokum waris, perkataan warits tersebut berarti orang-
orang yang berhak untuk menerima pusaka dari harta yang ditinggalkan oleh yang
mati sering dikenal istilah ahli waris.2
Adapun penggunaan kata mawaris lebih melihat kepada yang menjadi objek
dari hokum ini yaitu harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup. Kata
mawaris merupakan bentuk plural dari kata mirats yang berarti mauruts, harta yang
diwarisi. Dengan demikian maka arti kata warits yang dipergunakan dalam beberapa
kitab merujuk kepada orang yang menerima harta warisan iru, karena kata warits
artinya adalah orang pewaris.3
Sedangkan yang disebut hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur
pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini
berarti menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-masing
ahli waris, menentukan harta peninggalan dan harta warisan bagi orang yang
meninggal.4
Ketentuan dalam pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam memberikan
rumusan pengertian “Hukum Kewarisan” tersebut yaitu:
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakartya Agung, 1989, hlm
2
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis, Jakarta: Sinar Grafika,
cet. I, 1995, hlm. 52
3
Ibid, hlm. 6.
4
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, cet. Ke-1, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 33.

5
Menurut Mohammad Daud Ali, Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang
mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan pengalihan hak atau kewajiban atas
harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Dinamakan juga hukum fara’id jamak dari kata farida yang erat hubungannya dengan
kata fard yang berarti kewajiban yang harus dilaksanakan.5
Ahmad Azhar Basyir memberikan definisi kewarisan menurut hukum Islam
adalah proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia
baik berupa hak kebendaan kepada keluarganya yang dinyatakan berhak menurut
hukum.6
Idris Ramulya, menyatakan bahwa hukum waris Islam adalah himpunan
aturan-aturan yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak menerima harta
peninggalan seorang yang mati meninggalkan harta peninggalan, bagaimana
kedudukan masing-masing ahli waris serta bagaimana/ berapa perolehan masing-
masing ahli waris secara riil dan sempurna7
Di samping itu Hasby al-Siddieqy telah mendefinisikan mawaris sebagai
jama’ dari kata atau lafaz Mirast, demikian juga irs, Wars, Wirasah dan turas diartikan
dengan maurus yaitu harta pusaka peninggalan orang yang meninggal yang diwarisi
oleh para pewarisnya sedangkan lafaz waris adalah orang yang berhak menerima
pusaka. Kemudian lafadztarikah/tirkah menurut beliau ialah apa yang ditinggalkan
seseorang yang telah meninggal dunia, baik berupa harta maupun berupa hak yang
bersifat harta atau hak yang lebih kuat unsur hartanya terhadap seseorang tanpa
melihat siapa yang berhak menerimanya.8
Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya “Hukum Warisandi
Indonesia” telah menyebutkan bahwa warisan adalah soal apa dan bagaimana
pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia
meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup. 9 Hukum waris
menduduki tempat yang penting dalam Hukum Islam.
Ayat-ayat al-Qur’an mengatur hukum waris dengan jelas dan terperinci hal ini
dapat dimengerti, sebab masalah warisan pasti dialami setiap orang. Kecuali itu
ketentuan pasti, amat mudah menimbulkan sengketa diantara ahli waris. Setiap terjadi

5
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 141
6
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: Edisi Revisi, UII Press, 2001, hlm. 132
7
M. Idris Ramulya, Hukum Kewarisan Islam, IND HIIL & Co, 1984, hlm. 35.
8
Hasby al-Siddieqy, Fiqihul Mawaris, cet-2, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm.
9
Wirjono Pradjodikoro, Op.cit. hlm. 8

6
peristiwa kematian segera timbul pertanyaan bagaimana harta peninggalannya harus
diperlakukan dan kepada siapa saja harta itu dipindahkan serta bagaimana caranya,
inilah yang diatur dalam hukum waris Islam.10
Dari definisi dan penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa hukum
waris Islam merupakan suatu bagian dari hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an
dan al-Hadits yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan atau pembagian
harta peninggalan dari seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) kepada orang
lain sebagai ahli waris serta penentuan hak perolehan dari masing-masing ahli waris
tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut para ulama Islam (mujtahid) menyimpulkan
bahwa sistem hukum kewarisan dalam Islam meliputi tiga aspek bahasan yang utama,
yaitu mengenai penentuan tirkah (harta peninggalan), penentuan ahli waris serta
penentuan besar bagian masing - masing ahli waris.11
Kesimpulan di atas sesuai dengan ketentuan penjelasan Angka 37 pasal 49
huruf b Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan penjelasan bahwa
yang dimaksud dengan waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penentuan harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan
melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas
permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
bagian masing-masing ahli waris. Dan Kompilasi Hukum Islam yang menjadi
pegangan para hakim di lingkungan Peradilan dalam melaksanakan tugasnya
menyelesaikan perkara di bidang kewarisan.
Sesuai dengan uraian di atas, maka dalam mengetengahkan uraian kewarisan
menurut hukum Islam ini berpedoman pada ketentuan al-Qur’an dan al-Hadits serta
ketentuan Kompilasi Hukum Islam.

B. Sistem Hukum Kewarisan Islam


Hukum kewarisan Islam merupakan nilai-nilai agama Islam yang telah
diyakini umatnya, kemudian dijadikan sistem kehidupan untuk mengatur hubungan
sesama manusia, yang selanjutnya menjadi sistem hukum kewarisan. Agama Islam
merupakan mayoritas agama yang dianut oleh warga negara Indonesia, maka sistem
hukum kewarisan Islam menjadi salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia.

10
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakutas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia, 1990, hlm. 7.
11
Fatchur Rahman, Ilmu Mawaris¸ Bandung: PT. Alma’arif, 1971, hlm. 36

7
Sistem hukum warisan Islam sebagai bagian dari sistem syari'at merupakan
dalam aspek sistem hukum muamalah atau juga dalam lingkungan hukum perdata.
Dalam ajaran uga dalam Islam hukum warisan ini tidak dapat dipisahkan dengan
hukum Islam dan ibadah Karenanya dalam penyusunan kaidah-kaidah hukum warisan
harus berdasarkan sumber- sumber hukum Islam seperti hukum-hukum Islam yang
lainnya.
1. Sumber Hukum Warisan Islam
Sumber-sumber hukum warisan Islam adalah pertama al-Qur'an, kedua
Sunnah Rasulullah SAW, dan yang ketiga ialah ijtihad para ahli hukum Islam. Dasar
penggunaan ketiga sumber hukum warisan Islam itu pertama dalam al-Qur'an:[4]
surat An-Nisa ayat 59:
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاِط ْيُعوا َهّٰللا َو َاِط ْيُعوا الَّرُسْو َل َو ُاوِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْۚم َفِاْن َتَناَز ْعُتْم ِفْي َش ْي ٍء َفُر ُّد ْو ُه ِاَلى ِهّٰللا َو الَّرُسْو ِل ِاْن‬
‫ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنْو َن ِباِهّٰلل َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر ٰذ ِلَك َخْيٌر َّو َاْح َس ُن َتْأِو ْيًل‬
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.12
Dalam ayat tersebut mewajibkan bahwa setiap manusia dalam menetapkan
hukum harus berdasarkan ketetapan-ketetapan Allah SWT dan Sunnah Rasulullah
SAW², serta Uil Amri. Ulil Amri dapat dimaknakan sebagai sumber ijtihad para
mujtahid.13
Berdasarkan ayat Al-Qur'an tersebut di atas, dapat dipahami bahwa sumber
hukum warisan Islam terdiri dari Al-Qur'an, As-sunah dan Ijtihad.
 Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan yang dturunkan kepada Rasul-
Nya. Nabi Muhammad SAW. sebagai kitab suci bagi umat yang beragama Islam, Al-
Qur'an tertulis dalam mushaf berbahasa Arab, disampaikan kepada umat manusia
dengan jalan mutawatir. Bagi yang membacanya mempunyai nilai ibadah, dimulai
dengan surat Al- Fatikah dan diakhiri surat An-nas."14

12
1H.A. Hafizh, h.69
13
Penafsiran Ulil Amri sebagai mujitahid ini menurut Ar-Razi dalam Mafnatihul Ghaib, seperti telah dikutip oleh
Munawar Chil, Ulil Amri ,(Semarang : Ramadhani, 1984) h, 20
14
Ibid

8
Menurut Abdul Wahab Khallaf ayat-ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan
hukum keluarga 70 ayat, hukum-hukum perdata lainnya juga 70 ayat, sedang yang
mengenai hukum pidana 30 ayat. Peradilan dan Hukum Acara 30 ayat, Hukum Tata
Negara 10 ayat, Hubungan Internasional 25 ayat dan Hukum Dagang serta Hukum
Keuangan 10 ayat. 15
Said Ramadhan berpendapat bahwa Al-Qur'an bukanlah satu referensi yang
mudah bagi suatu studi hukum. Ia pada dasarnya adalah petunjuk agama, oleh sebab
itu lebih merupakan ajakan kepada kepercayaan dan jiwa kemanusiaan dari pada
petunjuk hukum. Anwar Hardjono menyetujui pendapat Said Ramadhan dengan
pengertian bahwa Al-Qur'an adalah sumber hukum, tetapi ia bukan kitab hukum atau
lebih tepatnya bukan kitab undang-undang dalam pengertian biasa.16
Al-Qur'an sebagai sumber hukum dalam bidang hukum muamalah tidak
sebagaimana dalam hukum ibadah, tetapi umumnya hanya memberikan dasar umum,
dengan adanya pengaturan yang bersifat umum. Dengan harapkan hukum Al-Qur'an
dapat diterapkan dalam berbagai macam masyarakat, dan bermacam-macam kasus
sepanjang masa, sehingga ia bersifat fleksibel dalam menghadapi perubahan
masyarakat. Demikian pula seperti hukum kewarisan, ayat-ayat Al-Qur'an hanya
menentukan ahli waris enam orang, yaitu suami, istri, anak (laki-laki dan perempuan),
ayah, ibu dan saudara, sedangkan ahli waris lain tidak diatur didalamnya, seperti
kekek, nenek, cucu dan lain sebagainya.
Dalam hukum muamalahpun ada ayat-ayat yang sudah jelas dan pasti, artinya
bukan bersifat dasar umum, tetapi ada juga yang belum jelas. Contoh ayat Al-Qur'an
yang sudah jelas adalah dalam surat An-Nisa' (4) ayat 12 yaitu terjemahan dalam
bahasa Indonesia ialah Dan bagimu para suami seperdua" dari harta yang ditinggalkan
oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Kata nisfu dalam ayat Al-
Qur'an yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia seperdua, kata ini sudah jelas,
sehingga tidak diperlukan penafsirkan.
Dengan demikian dalam hukum warisan bagian suami adalah seperdua (1/2)
dari harta warisan yang ditinggalkan oleh iterinya. Kemudian contoh ayat Al-Qur'an
yang artinya belum jelas, atau mempunyai arti ganda Qur'an tersebut adalah dalam
surat Al-Baqarah (1) ayat 228 yaitu yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: Dan
15
Abdul Wahab Khlaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Terjemahan dari Ushul al-Fiqh oleh Nur Iskandar al-Barsny,
(Jakarta : Rajawali 1996), h. 124.

16
Anwar Hardjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilan, (Jakarta,Bulan Bintang, 1968), h. 93.

9
wanita-wanita yang dicerai hendaklah menahan diri tiga kali -quru". Kata quru" dalam
ayat Al-Qur'an mempunyai arti ganda, pertama dapat diartikan-haid", dan kedua dapat
diartikan-suci". Sehinggan kata quru kalau diartikan haid, waktu tunggu wanita
apabila diceraikan oleh suaminya tiga kali (3X) berarti 3 kali masa berjumlah 90 hari.
Kemudian kata quru apabila ditafsirkan suci berarti tiga kali (3x) masa suci berjumlah
120 hari. Dalam hukum warisan ayat-ayat Al-Qur'an yang telah rinci hanya terbatas
kepada ahli waris yang hubungan dengan pewaris sangat dekat, senagaimana telah
disebut di atas. Sedangkan untuk kerabat kerabat yang lain belum diatur secara jelas.
Ayat-ayat Al-Qur'an hanya menerangkan kerabat dekat", lebih berhak dari yang
lainnya.
Sehingga ahli waris ini dalam penafsiran kerabat dekat para ahli hukum
warisan Islam terjadi perbedaan pendapat. Perbedaan itu secara garis besar ada tiga
golongan, golongan pertama pendapat ahli sunni, golongan kedua pendapat syiah
imamiyah dan ketiga pendapat Hazairin. Dengan adanya kekurangjelasan ayat-ayat
Al-Qur'an tersebut memberikan lapangan yang luas bagi akal manusia untuk
memggali hukum berdasarkan kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist Rasulullah
SAW. Selain itu kemungkinan munculnya faktor lain, seperti pengetahuan masyarakat
dalam hal hukum kewarisan, meskipun masyarakat telah memeluk agama Islam.
Demikian juga adanya faktor Adat-istiadat dalam masyarakat, sebagaimana dalam
Adat-istiadat masyarakat Indonesia, seperti hibah pada waktu pewaris masih hidup
merupakan pembagian harta warisan.
Selain kedua faktor tersebut dimungkinkan masih banyak faktor lain, yang
memerlukan ijtihad para ahli hukum Islam, sehingga dalam pelaksanakan hukum
warisan Islam betul-betul akan menjadikan rasa keadilan kedamaian masyarakat.
Kemudian dalam hubungannya dengan pendapat-pendapat para ahli hukum warisan
Islam tentang pengembangan penafsiran ahli waris dalam ayat-ayat Al-Qur'an
tersebut, akan dijelaskan dalan sub bab selanjutnya.

 Sunnah
Yang dimaksud dengan Sunnah disini adalah berupa perbuatan, (Sunnah
filiyah). perkataan, (Sunnah gauliyah) dan diamnya Nabi Muhammad SAW (Sunnah
Taqririyah), yang bisa jadi dasar hukum. "Sunnah Taqririyah terjadi apabila sahabat,
akibatnya menimbulkan penafsiran dan terjadi perbedaan pendapat di antara para ahli

10
hukum Islam. Sunnah Taqririyah terjadi apabila sahabat berbuat atau berkata, dan
Nabi membiarkan hal tersebut atau diam tidak memberikan komentar apa-apa."17
Sunnah dan Hadits sering digunakan untuk maksud yang sama, tetapi
sebenarnya kedua istilah itu berbeda. Sunnah adalah sesuatu yang diucapkan atau
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, secara terus-menerus, dinukilkan dari masa
ke masa secara mutawatir, Nabi dan sahabatnya melaksanakannya, demikian juga
tabi'in dan seterusnya dari generasi ke generasi berikutnya sehingga menjadi pranata
dalam kehidupan Muslim.18
Sedangkan hadits berkonotasi segala peristiwa yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad SAW, walaupun hanya sekali saja beliau mengucapkan atau
mengerjakannya, meskipun diriwayatkan hanya satu orang. Ketentuan hukum dalam
As-Sunnah, dalam hubungannya dengan A-Qur'an ada tiga macam. Pertama As-
Sunnah membuat hukum yang sesuai dengan hukum yang ada dalam Al-Qur'an
artinya As-Sunnah memperkuat hukum yang ada dalam Al-Qur'an. Kedua As-Sunnah
mempunyai fungsi menjelaskan atau merinci hukum dalam Al-Qur'an. Penjelasan ini
dapat berupa (1) merinci yang umum dalam Al-Qur'an, seperti perincian tata cara
shalat, (2) Mengkhususkan yang umum, seperti Sunnah yang menyatakan
peninggalan Nabi tidak dapat diwarisi, dan (3) Membatasi yang mutlak, seperti
batasan hukum wasiat.
Ketiga As-Sunnah membuat hukum baru yang belum ada dalam Al-Qur'an,
seperti larangan memakan binatang yang mempunyai taring, binatang yang menjijikan
dan lain sebagainya.
Sunnah Nabi Muhammad SAW menjadi dasar hukum Islam kedua setelah Al-
Qur'an, dalam hukum warisan sebagaimana mempunyai tiga fungsi hubungannya
dengan Al-Qur'an, adalah pertama Sunnah sebagai penguat hukum dalam Al-Qur'an
ini seperti Sunnah Nabi Muhammad SAW dari Ibnu Abas yang diriwayatkan Buchori
dan Muslim yang maksudnya ialah -Berikan faraa'id bagian yang telah ditentukan
dalam Al-Qur'an kepada yang berhak menerimanya dan selebihnya berikanlah kepada
keluarga laki-laki yang terdekat.
Kedua sebagai penjelasan Al-Qur'an, yaitu Sunnah Rasulullah SAW tentang
batasan wasiat hanya sepertiga dari harta warisan, Sunnah Rasulullah SAW,
merupakan penjelasan ayat 180 dan 240 Surat Al-Baqarah.

17
Ibid.
18
Endang Sutari, Ilmu Hadits, (Bandung, : Amal Bakti Press,1994), h. 5 .

11
Dimana dalam kedua ayat tersebut tidak dijelaskan berapa harta warisan
diberikan dalam wasiat tersebut Dan ketiga sebagai membentuk hukum baru, artinya
belum ada hukum warisan di dalam Al-Qur'an, misalnya ketentuan hukum antara
orang yang berlainan agama, salah satunya beragama Islam, tidak saling mewarisi.
 Ijtihad
Ijtihad dari segi istilah berarti menggunakan seluruh kemampuan dengan
semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum syarat Orang yang berijtihad disebut
mujtahid. Ijtihad dapat dilakukan perorangan disebut ijtihad fardi, dan bila dilakukan
secara kolektif disebut Ijtihad jamai."19
Dimuka telah disebutkan bahwa ijtihad merupakan sumber hukum setelah Al-
Qur'an dan As-Sunnah, dasar hukum ijtihad sebagai sumber hukum adalah hadist
Mu'adz ibnu Jabal ketikan Rasulullah SAW, mengutus ke Yaman untuk menjadi
hakim di Yaman.
Raulullah SAW bertanya: -Dengan apa kamu menghukum? la menjawab,
Dengan apa yang ada dalam Kitab Allah, Bertanya Rasulullah: Jika kamu tidak
mendapatkannya dalam kitab Allah, Dia menjawab: Aku memutuskan dengan apa
yang diputuskan Rasulullah, Rasul bertanya lagi. Jika tidak mendapatkan dalam
ketetapan Rasulullah? Berkata Mu'adz, Aku berijtihad dengan pendapatku.Rasulullah
bersabda, aku bersyukur kepada Allah yang telah menyepakati utusan dari Rasul-Nya.
Ijtihad dalam hukum warisan sejak zaman dulu telah dilakukan oleh umat
Islam, kemudian yang menonjol adalah golongan Ahli Sunnah dan golongan Syi'ah.
Kemudian di Indonesia ijtihad hukum warisan ini dilakukan oleh Hazairin. Dan hasil
dari ijtihad akan dijelaskan dalam sub bab kemudian seperti yang telah disebutkan di
muka.
Perbedaan pokok diantara mereka ialah pada pemhaman terhadap kedudukan
perempuan dalam sistem hukum warisan. Hal ini dikarenakan dasar analisis
pengembangan hukum warisan yang diatur dalam Al-Qur'an berbeda. Menurut Ahlu
sunnah berdasarkan sistem patrilinel yang menjadi budaya Arab sebelum Islam,
sedangkan 17 Syi'ah selain tersebut adanya suatu prinsip atas dasar kepentingan
perempuan," sehingga kedudukan laki-laki dengan perempuan saderajat. Sedangkan
Hazairin atas dasar sistem bilateral atau parental yang berprinsip kedudukan antara
laki-laki dengan perempuan sama, sehingga pandangan Syi'ah dan Hazairin hampir
tidak jauh berbeda.
19
Ibid

12
Di samping adanya perbedaan pandangan para ahli hukum Islam, terdapat pula
kesamaan dalam usaha menggali dan merumuskan pengembangan hukum warisan
Islam, yang disebut ijmak, baik berlaku secara formal atau ijmak sarih maupun secara
tidak formal atau ijmak sukuti. Ijmak sarih menurut pandangan ahlu sunah
ditempatkan kedudukan yang berssifat mengikat," sebagaimana Kompilasi Hukum
Islam yang JAIN merupakan ijmak sarih yang berupa hasil Loka Karya para Ulama
seta Cendikiawan Muslam seluruh Indonesia pada tanggal 2 sampai dengan 5
Pebruari 1988, sebelum dikeluarkannya Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 dan
Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991.

13
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta dari seseorang
yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti menentukan siapa-siapa yang
menjadi ahli waris, porsi bagian masing-masing ahli waris, menentukan harta peninggalan
dan harta warisan bagi orang yang meninggal. Hukum waris Islam bersumber dari Al-Qur'an
dan Sunnah.Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta warisan dari pewaris,
baik karena hubungan darah maupun perkawinan.
Hukum waris Islam merupakan salah satu hukum Islam yang penting untuk diketahui
oleh umat Islam. Hukum ini mengatur tentang pembagian harta warisan dari pewaris kepada
ahli warisnya. Pembagian warisan yang adil dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam akan
dapat menjaga keharmonisan dan kerukunan dalam keluarga.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Khlaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Terjemahan dari Ushul al-Fiqh oleh Nur
Iskandar al-Barsny, (Jakarta : Rajawali 1996), h. 124.
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakutas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia, 1990, hlm. 7.
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: Edisi Revisi, UII Press, 2001, hlm.
132
Anwar Hardjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilan, (Jakarta,Bulan Bintang, 1968), h. 93.
Endang Sutari, Ilmu Hadits, (Bandung, : Amal Bakti Press,1994), h. 5 .
Fatchur Rahman, Ilmu Mawaris¸ Bandung: PT. Alma’arif, 1971, hlm. 36
H.A. Hafizh, h.69
Hasby al-Siddieqy, Fiqihul Mawaris, cet-2, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm.
Ibid
bid
Ibid, hlm. 6.
Ibid.
M. Idris Ramulya, Hukum Kewarisan Islam, IND HIIL & Co, 1984, hlm. 35.
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Hidakartya Agung, 1989, hlm
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm. 141
Penafsiran Ulil Amri sebagai mujitahid ini menurut Ar-Razi dalam Mafnatihul Ghaib, seperti
telah dikutip oleh Munawar Chil, Ulil Amri ,(Semarang : Ramadhani, 1984) h, 20
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam Lengkap dan Praktis,
Jakarta: Sinar Grafika, cet. I, 1995, hlm. 52
Wirjono Pradjodikoro, Op.cit. hlm. 8
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, cet. Ke-1, Jakarta: Sinar Grafika,
2008, hlm. 33.

15

Anda mungkin juga menyukai