SEMESTER III
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta
taufik dan hidayahNya, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari jalan jahiliyah menuju
jalan terang benderang ini yaitu agama islam.
Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan.
3. Dr. Muhammad Zaini, MA selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
4. Dr. Nurul Hidayat, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih
Ibadah, Mu’ammalah, dan Mawaris.
5. Sifitas akademik UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang telah
membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurna makalah ini.
Kelompok 9
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
A. Kesimpulan................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu mawaris merupakan ilmu yang sangat penting dalam Islam,
karena dengan ilmu mawaris harta peninggalan seseorang dapat disalurkan
kepada orang yang berhak menerimanya, dan juga mencegah adanya
perselisihan antar pihak karena memperebutkan sebuah warisan. Dengan
adanya ilmu mawaris ini, pihak-pihak tersebut tidak akan ada yang merasa
dirugikan, karena pembagian harta warisan ini adalah yang terbaik dalam
pandangan Allah dan manusia. Permasalahannya adalah banyak orang
yang belum memahami ilmu mawaris, dan juga sulit menemukan orang
yang benar-benar menguasai ilmu ini. Di sisi lain, banyak masyarakat
yang tidak mau tahu dengan ilmu ini hingga akhirnya masyarakat tersebut
membagi sebuah warisan dengan kehendak mereka sendiri dan tidak
sesuai dengan hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mawaris ?
2. Apa saja dasar hukum dalam ilmu mawaris ?
3. Apa saja rukun dan syarat mawaris ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui ilmu mawaris.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum ilmu mawaris.
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat mawaris.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mawaris
Ilmu mawaris adalah ilmu yang diberikan status hukum oleh Allah
Swt. sebagai ilmu yang sangat penting, karena ia merupakan ketentuan
Allah Swt. dalam firman-Nya yang sudah terinci sedemikian rupa tentang
hukum mawaris, terutama mengenai ketentuan pembagian harta warisan.
Kata mawaris diambil dari bahasa Arab. Mawaris bentuk jamak dari al-
mirats adalah bentuk masdar dari waritsa- yaritsu-irtsan-miratsan yang
semakna dengan yang berarti harta peninggalan; yaitu harta peninggalan
dari orang yang meninggal.1
) افرائضfaraid jamak dari ( ) افرىضةfaridlah dan berasal dari kata () افرض
fardlu yang dalam pengertian kewarisan yaitu ketentuan atau ketetapan
syara’. Sedangkan secara istilah, mawaris atau Warisan diartikan sebagai
perpindahan harta atau kepemilikan suatu benda dari orang meninggal
dunia atau pewaris kepada ahli warisnya yang masih hidup.
1
M Dhamrah Khair, Hukum Kewarisan Islam menurut Ajaran Suni, (Bandar Lampung: Fakultas
Syariah IAIN Raden Intan Lampung, 2011), hal.11
2
Muhammad Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan Menurut AlQur‟an dan Sunnah, (Jakarta: Dar
Al-Kutub Al-Islamiyah, 2005), hal.41
5
orang yang meninggal, dan pembagiannya harus sesuai dengan syariat
Islam.
3
Muhammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai pembaharuan
Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal.7
4
Teungku Muhammad Hasbi As-Shiddiqi, Fiqih Mawaris, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001),
hal.5
6
Alasannya karena menurut Ibnu Uyainah bahwa pembagian warisan
merupakan keniscayaan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
5
Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Prmbaharuan
Hukum Positif di Indonesia), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 12
7
QS. An-Nisa’ : 11
ِ َّ ِوصي ُكم ٱللَّهُ فِ ٓى أ َْو ٰلَ ِد ُك ْم ۖ ل
ِّ لذ َك ِر ِمثْل َح ِ ي
ً ُنثَي ْي ِن ۚ فَِإن ُك َّن ن َس
ٓاء َف ْو َق ٱ ْثنََت ْي ِن َ ظ ٱأْل ُ ُ ُ
ۚث ُّ س ِم َّما َت َر َك إِن َكا َن لَهُۥ َولَ ٌد ۚ فَِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّهُۥ َولَ ٌد َو َو ِرثَهُۥٓ أ ََب َواهُ فَأِل ُِّم ِه
ُ ُٱلثل ُ ٱلس ُد
ُّ
يما ِ
ً َحك
Arti: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
QS.An-Nisa’ : 176
8
ٌ س لَهُۥ َولَ ٌد َولَهُٓۥ أُ ْخ
ت َ َك قُ ِل ٱللَّهُ ُي ْفتِي ُك ْم فِى ٱلْ َك ٰلَلَ ِة ۚ إِ ِن ْٱم ُر ٌؤ ۟ا َهل
َ ك ل َْي َ َيَ ْسَت ْفتُون
ف َما َت َر َك ۚ َو ُه َو يَ ِر ُث َهٓا إِن لَّ ْم يَ ُكن لَّ َها َولَ ٌد ۚ فَِإن َكا َنتَا ٱ ْثنََت ْي ِن َفلَ ُه َما ْ َِفلَ َها ن
ُ ص
2. Al-Hadist
Hadist Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang
kewarisan adalah sebagai berikut :
Hadist dari Ibnu Abbas ra.
9
berhak dan sisanya berikanlah kepada keluarga laki-laki yang terdekat”
(HR. Muttafaq Alaih).6
10
waris banci (waria), diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak
habis terbagi, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan
suami atau istri dan sebagainya.9
Contoh lain adalah: Status saudara yang mewarisi bersama-sama
dengan kakek, didalam al-Qur’an hal ini tidak dijelaskan, yang
dijelaskan hanyalah status saudara-saudara bersama dengan ayah atau
bersama-sama dengan anak laki-laki yang dalam kedua keadaan ini
mereka tidak mendapatkan apa-apa lantaran terhijab, kecuali dalam
masalah kalalah maka mereka mendapat bagian. Menurut pendapat
kebanyakan sahabat dan imam-imam madz|hab yang mengutip
pendapat Zaid bin s|abit, saudara-saudara tersebut mendapatkan pusaka
secara muqasamah dengan kakek.10
Staus cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek
yang bakal diwarisi yang mewarisi bersama dengan saudara-saudara
ayahnya. Menurut ketentuan, mereka tidak mendapatkan apa-apa
lantaran dihijab oleh saudara ayahnya, tetapi menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Wasiat Mesir mereka diberi bagian berdasarkan atas
wasiat wajibah.11
Para fuqaha tabi’in dan imam-imam fiqih, di antaranya Said Ibnu
Musayyab, Ad-Dahak, Thaus, Al hasnul Bisri, Ahmad Ibnu Hambal,
Daud ibnu Ali, Ishak Ibnu Ruhawaih, Ibnu Jarir, dan Ibnu Hazm
berpendapat bahwa wasiat itu wajib untuk kerabat-kerabat terdekat
yang tidak mendapat harta pusaka. Hal ini ditetapkan berdasarkan
firman Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 180:
9
Ahmad Azar Basyir. 2004. Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press. hal. 9
10
Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid. 2009. Hukum Kewarisan Islam (Sebagai
Prmbaharuan Hukum Positif di Indonesia). Jakarta: Sinar Grafika. Hal.. 22
11
Mohammad Muhibbin dan Abdul Wahid, Ibid
11
Arti: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf,
(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Kata kutiba dalam ayat tersebut artinya furida, yaitu difardukan,
sedangkan perkataan bil ma’rufi haqqan ‘alal muttaqin artinya menurut
ma’ruf sebagai suatu hak (kewajiban) atas setip orang yang bertaqwa,
merupakan suatu lafal yang sangat kuat menunjuk kepada kewajiban
wasiat.
Dalam hal tersebut, ulama berselisih pendapat tentang masih
berlakunya hukum yang telah di-nash-kan oleh ayat tersebut, yaitu
tentang wajibnya wasiat untuk bapak dan kerabat-kerabat terdekat atau
tidak berlaku lagi.
Kebanyakan ahli tafsir jumhur fiqih berpendapat bahwa wajibnya
wasiat itu sudah mansukh, baik terhadap yang menerima wasiat
maupun tidak. Karena ayat wasiat itu telah dimansukh oleh ayat-ayat
mawaris dan oleh sabda Nabi SAW yang artinya, ‚tidak ada wasiat
untuk para ahli waris.
Abu Muslim Al-Ashbahani mengemukakan bahwa ayat wasiat itu
sama sekali tidak mansukh, karena tidak ada pertentangan antara ayat
wasiat dan ayat mawaris. 12
Golongan yang diwajibkan wasiat untuk kerabat-kerabat yang
tidak mendapat waris berpendapat bahwa ayat wasiat tidak mansukh
dan tetap berlaku sampai sekarang untuk kerabat-kerabat yang tidak
mendapat warisan, karena ada penghalang atau ada orang yang lebih
utama daripada mereka. Oleh karena itu, wajiblah dibuat wasiat untuk
mereka. Terhadap kerabat-kerabat yang mendapat warisan,
dipergunakan ayat-ayat mawaris.13
12
Dian Khairul Umam, 2000. Fiqih Mawaris, Bandung: Pustaka Setia, hal. 243
13
Ibid
12
Atas dasar inilah cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal
daripada kakek yang bakal diwarisi dan mewarisi bersama dengan
saudara-saudara ayahnya, untuk diberikan wasiat wajibah karena cucu
terhijab oleh saudara-saudara ayahnya.
4. Ijma’
Ijma’ yaitu kesepakatan para ulama atau sahabat sepeninggal
Rasullullah Saw. Tentang ketentuan warisan yang terdapat dapat Al-
Qur’an maupun sunah. Karena telah disepakati olh para sahabat dan
ulama,ia dapat dijadikan sebagai referensi hukum.
14
Muhammad Daut Ali. 1990. Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali press hal. 129
13
3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang
ditinggalankan pewaris baik berupa uang, tanah. 15
Adapun syarat waris harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan.
Rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam,
yaitu:
14
dalam keadaan mati, maka dengan dugaan kuat kematian itu
diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya.16
2. Waris (ahli waris) Yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan
kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda
atau perkawinan, atau karena memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya
adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli waris diketahui benar-
benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang
masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang
harus dipenuhi, yaitu, antara muwaris dan ahli waris tidak ada
halangan saling mewarisi.
3. Al –Mauruts Adalah segala sesuatu harta benda yang menjadi warisan.
Baik berupa harta atau hak yang termasuk dalam kategori warisan.
16
Long. Cit Ahmad Rofiq h.28
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu mawaris merupakan ilmu yang berkaitan dengan pembagian
warga warisan berdasarkan prinsip dan syariat Islam. Umumnya disebut
juga dengan ilmu faraidh. Ilmu inilah yang digunakan untuk melakukan
pembagian harta kepada para ahli waris. Memahami ilmu mawaris
hukumnya adalah fardu kifayah. Pentingnya pengertian di balik ilmu
mawaris bertujuan untuk menciptakan kedamaian di tengah-tengah
keluarga.
Adapun dasar-dasar dari ilmu mawaris yakni berasal dari Al-
Qur’an, Al-Hadist, Ijtihad para ulama, serta ijma’. Lalu ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian harta warisan. Syarat-syarat
tersebut selalu mengikuti rukun, akan tetapi sebagian ada yang berdiri
sendiri.
Ada tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama,
yakni :
1. Pewaris baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah
meninggal) maupun secara taqdiri;
2. Adanya ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menerima
harta penenggalan pewaris yang diketahui dengan jelas adanya
ikatan kekerabatan (nasab), atau ikatan pernikahan atau lainnya,
antara ahli waris dengan pewaris.;
3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang
ditinggalankan pewaris baik berupa uang, tanah
Adapun rukun mawaris yakni : adanya pewaris (muwaris), ahli
waris (waris), serta warisan (Al-Mauruts)
.
16
DAFTAR PUSTAKA
17