Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji dan syukur kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Hanya kepada-Nya lah kami memuji
dan bersyukur, meminta ampunan dan memohon pertolongan. Tak lupa shalawat
juga tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW karena telah menyampaikan ajaran-
ajaran Islam dan petunjuk dari Allah SWT, yaitu syariat agama Islam yang
sempurna. Satu-satunya syariat Islam dari Rasulullah SAW adalah karunia terbesar
bagi alam semesta.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Kami menyadari
bahwa banyak kekurangan dan kelemahan pada penyusunan dan penulisan. Demi
kesempurnaan makalah ini, kami sangat berharap adanya perbaikan, kritik dan
saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2. Apa pengertian menuntut ilmu?
3. Bagaimana kewajiban menuntut ilmu dalam Al-Qur’an dan Hadist?
4. Apakah keutamaan orang yang berilmu?
5. Bagaimanakah pentingnya mengamalkan ilmu?
6. Apakah hukum dan ancaman bagi umat muslim yang tidak
mengamalkan ilmunya?
7. Apakah kedudukan Ulama dalam Agama Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa arab istilah kata ilmu yaitu, ‘alama yang berarti
pengetahuan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, ilmu sering
disamakan dengan sains yang berasal dari bahasa Inggris “science”.
Kata “science” berasal dari bahasa Yunani yaitu “scio”, “scire” yang
artinya pengetahuan adalah aktivitas yang sistematis yang membangun
dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan dan prediksi
tentang alam semesta.
Istilah ilmu berasal dari bahasa arab yang dipakai didalam alquran
dengan akar kata ain, lam, dan mim. Kemudian kata ini diterjemahkan
kedalam bahasa indonesia yang artinya pengetahuan. Kata ilmu diserap
dan dipergunakan dengan makna yang berbeda. (Abd. Muis Salim dkk,
2009: 45)
Ilmu berasal dari rasa kagum manusia akan alam yang dihadapinya.
Manusia pada dasarnya dibekali hasrat ingin tahu yang dapat ditemukan
sejak masih kanak-kanak. Pertanyaan yang sering muncul mengenai
apa, bagaimana, mengapa dan kenapa suatu masalah dapat terjadi akan
ditemukan sepanjang sejarah manusia dengan adanya dorongan rasa
ingin tahu dan upaya untuk menjawab dari setiap pertanyaan tersebut.
(Sitti Mania, 2013).
6
sebagai kewajiban yang Fardlu ‘Ain bagi setiap Muslim. Ilmu yang
Fardlu Ain yaitu ilmu yang setiap orang yang sudah berumur aqil baligh
wajib mengamalkannya yang mencakup; ilmu aqidah, mengerjakan
perintah Allah, dan meninggalkan laranganNya (Suja‟i Sarifandi,
2014).
Istilah “ilmu” sering dipahami sebagai sesuatu hal yang sama
dengan science dalam bahasa Inggris, wissenschaft (Jerman) dan
etenschap (Belanda), yang bermakna “tahu”. Term “ilmu” berasal dari
kata „alima‟ (Arab) yang berakna mengetahui. Dengan demikian secara
bahasa ilmu kata ilmu bermakna pengetahuan. Namun demikian secara
istilah terdapat perbedaan yang cukup jelas antara pengertian atau
definisi yang dikemukakan oleh para ilmuwan pada umumnya, dengan
pengertian yang dikemukakan oleh saintis muslim khusunya.
7
digunakan untuk membangun hubungan dengan Allah SWT dengan
ibadah ataupun amal kebaikan lainya. Selanjutnya, ia juga dituntut
untuk menimba ilmu duniawi sesuai dengan bidang yang ia gemari dan
menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari
Selain itu hadits mengenai perintah kewajiban menuntut ilmu juga
diriwayatkan oleh Ibnu Majah “Dari Anas bin Malik ia berkata,
Rasulullah saw, bersabda: Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim,
memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang
mengalungi babi dengan permata, mutiara, atau emas” (HR.Ibnu
Majah). Dari hadits tersebut mengandung pengertian, bahwa mencari
ilmu itu wajib bagi setiap umat muslim, kewajiban itu berlaku bagi
semua umat muslim tanpa memandang umur, gender dan status sosial
dan tidak ada alasan untuk malas mencari ilmu. Ilmu yang wajib
diketahui oleh setiap muslim adalah ilmu agama yang berkaitan dengan
tata cara beribadah kepada Allah SWT. Sedangkan ibadah tanpa ilmu
akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan dan ibadah yang salah tidak
akan dapat diterima oleh Allah. seorang yang mengajarkan ilmu kepada
orang yang tidak mengetahui atau tidak paham agama maka akan sia-
sia. Maksudnya, ilmu itu harus disampaikan sesuai dengan dasar pola
berfikir si penerima ilmu, memberikan ilmu secara tidak tepat
diibaratkan mengalungkan perhiasan pada babi, meskipun babi
diberikan perhiasan kalung emas maka babi tetap kotor dan
menjijikkan.
Dalil mengenai ilmu pengetahuan dan kewajiban menuntut ilmu
banyak tertera dalam ayat Al-Quran, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. QS. Al-Mujadalah Ayat 11
ّللاُ لَ ُكم
َ سح َ ََيا أَيُّ َها الَذينَ آ َمنُوا إذَا قي َل َل ُكم تَف
َ س ُحوا في ال َم َجالس فَاف
َ س ُحوا َيف
ّللاُ الَذينَ آ َمنُوا من ُكم َوالَذينَ أُوتُوا العل َم
َ ش ُزوا يَرفَع ُ ش ُزوا فَانُ َوإذَا قي َل ان
ّللاُ ب َما تَع َملُونَ خَبير
َ دَ َر َجات ۚ َو
8
Bacaan latinnya: "Yā ayyuhallażīna āmanū iżā qīla lakum
tafassaḥụ fil-majālisi fafsaḥụ yafsaḥillāhu lakum, wa iżā
qīlansyuzụ fansyuzụ yarfa'illāhullażīna āmanụ mingkum
wallażīna ụtul-'ilma darajāt, wallāhu bimā ta'malụna khabīr"
Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu: 'Berlapang-lapanglah dalam majelis',
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: 'Berdirilah kamu',
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan," (QS. Al-Mujadalah [58]: 11).
2. QS. Shad Ayat 29
ارك ليَدَب َُروا آيَاته َوليَتَذَ َك َر أُولُو اْلَلبَاب
َ َكتَاب أَنزَ لنَاهُ إلَيكَ ُمب
Bacaan latinnya: "Kitābun anzalnāhu ilaika mubārakul
liyaddabbarū āyātihī wa liyatażakkara ulul-albāb" Artinya:
"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-
ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran," (QS. Shad [38]: 29).
3. QS. At-Taubah Ayat 122
طائفَة ل َيتَفَقَ ُهوا
َ َو َما َكانَ ال ُمؤمنُونَ ل َينف ُروا كَا َفة ۚ َف َلو َل نَف ََر من ُكل فر َقة من ُهم
َ في الدين َوليُنذ ُروا قَو َم ُهم إذَا َر َجعُوا إلَيهم لَعَلَ ُهم يَحذَ ُرونBacaan latinnya:
"Wa mā kānal-mu`minụna liyanfirụ kāffah, falau lā nafara
ming kulli firqatim min-hum ṭā`ifatul liyatafaqqahụ fid-dīni
wa liyunżirụ qaumahum iżā raja'ū ilaihim la'allahum
yaḥżaruun" Artinya: "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi
dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
9
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya," (QS. At-Taubah [9]: 122).
Banyak sekali manfaat dan keutaaman dari orang yang berilmu dan
menuntut ilmu, keutamaan dari menuntut ilmu tertuliskan didalam Al-Quran
maupun seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Berikut adalah keutamaan
dari orang yang berilmu:
ّللا َع َليه َو َس َل َم َفض ُل ال َعالم َع َلى ال َعابد َكفَضلي َع َلى أَدنَا ُكم ثُ َمُ َ ص َلى َ سو ُل
َ ّللا ُ َح َدثَنَا َمك ُحول َقا َل َقا َل َر
َّللا َو َم ََلئ َكتَ ُه َوأَهلَ َس َم َاواته َوأَ َرضيه َوال ُّنون َ َ ت َََل هَذه اْل َي َة { إ َن َما َيخشَى
َ َ ّللا من ع َباده ال ُع َل َما ُء } إ َن
َ ص ُّلونَ َع َلى ا َلذينَ ُي َعل ُمونَ ال َن
اس الخَي َر َ في ال َبحر ُي
َكَثير بن َقيس َقا َل ُكنتُ َجالسا َم َع أَبي الدَر َداء في َمسجد د َمشقَ َفأَتَا ُه َر ُجل َف َقالَ َيا أَ َبا الدَر َداء إني أَتَيتُك
ص َلىَ ّللا َ سول ُ ّللا َع َليه َو َس َل َم ل َحديث َب َلغَني َعنكَ أَ َنكَ تُ َحدثُ ُه َعن َر
ُ َ ص َلى
َ سول ُ الر َ من ال َمدينَة َمدي َنة
َ َارة َقا َل َل َقالَ َو َل َجا َء بكَ غَي ُر ُه َقالَ َل َقا َل َسمعتُ َرسُول
ّللا َ ّللا َع َليه َو َس َل َم َقا َل َف َما َجا َء بكَ ت َج
َُ
ُ طريقا من
ط ُرق ال َج َنة َ ّللا به
ُ َ َس به علما َس َهل َ َّللا َع َليه َو َس َل َم َي ُقو ُل َمن َس َلك
ُ طريقا َيلتَم ُ َ ص َلى
َ
10
ب العلم َل َيستَغف ُر َل ُه َمن في ال َس َماء َواْلَرض َ ض ُع أَجن َحتَ َها رضا ل
َ طالب العلم َوإ َن
َ طال َ ََوإ َن ال َم ََلئ َك َة َلت
َحتَى الحيتَانُ في ال َماء َوإ َن َفض َل ال َعالم َع َلى ال َعابد َكفَضل ال َق َمر َع َلى َسائر ال ُّن ُجوم إ َن ال ُع َل َما َء هُم
َو َرثَ ُة اْلَنب َياء إ َن اْلَنب َيا َء َلم ي َُورثُوا دينَارا َو َل درهَما َوإ َن َما َو َرثُوا العل َم َف َمن أَ َخ َذ به أَخَ َذ ب َحظه أَو ب َحظ
َوافر
Dari Katsir bin Qais ia berkata: "Aku sedang duduk bersama Abu
Darda` radliallahu 'anhu di Masjid Damaskus. Tiba-tiba seorang laki-laki
datang, dan berkata: "Wahai Abu Darda`, aku mendatangimu dari Madinah
kota Rasulullah sallallahu `alaihi wa Sallam karena dorongan memperoleh
hadits yang datang darimu, yang kamu ceritakan dari Rasulullah sallallahu
`alaihi wa sallam. Abu darda' bertanya: 'Apa sebenarnya yang mendorongmu
kemari, dagangkah barangkali?, dia menjawab: 'tidak'. Abu darda" bertanya
lagi: Tidak pula dorongan lain? ', dia menjawab: 'tidak'.
11
Kedua, sebagai bentuk ajakan untuk diri kita sendiri dalam meluruskan
niat menuntut ilmu. Sebaiknya tujuan utama kita menuntut ilmu adalah
agar bisa diamalkan kembali.
2.5 hukum dan ancaman bagi umat muslim yang tidak mengamalkan
ilmunya
12
“ Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan
kamu melupakan kewajiban dirimu sendiri, padahal kamu membaca Al
Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? “ (Al Baqarah : 44)
طعتُ َو َما تَوفيقي إلَ بالل َ َعنهُ إن أُريدُ إلَ اإلصَلَ َح َما است
َ َو َما أُريدُ أَن أُخَالفَ ُكم إلَى َما أَن َها ُكم
ُعلَيه ت ََو َكلتُ َوإلَيه أُنيب
َ
Tidak lah asing bagi seluruh kaum muslimin akan kedudukan dan derajat
yang tinggi dari para Ulama. Karena mereka berada di dalam kebaikan, mereka
adalah seorang panglima yang diikuti langkahnya, diikuti perbuatannya,
diambil pendapat dan persetujuan mereka.
Para Malaikat meletakkan sayap mereka sebagai bentuk keridhoan atas apa
yang mereka lakukan, seluruh makhluk memintakan ampun kepada Allah untuk
mereka, sampai-sampai ikan di lautan. Ilmu yang mereka miliki telah
13
menyampaikan mereka pada kedudukan terbaik dan derajat muttaqin, yang
dengannya tinggilah kedudukan dan derajat mereka.
14
menerangi para hamba, cahaya yang menyinari sebuah negeri, pemimpin umat
dan mata air hikmah. Mereka membuat setan marah dengan cara menghidupkan
hati-hati para pencari kebenaran dan memadamkan hati-hati para pelaku
penyimpangan. Permisalan mereka di dunia sebagaimana bintang-bintang yang
ada di langit yang dengannya manusia manusia dibimbing dari gelapnya daratan
dan lautan. Maka jika bintang-bintang hilang mereka akan bingung, namun jika
kegelapan pergi mereka akan melihat.” Sekian perkataan Syaikh rahimahullah,
dan atsar dari salaf yang semakna dengan ini banyak sekali.
Mereka adalah hujjah Allah di atas muka bumi, mereka lebiih mengetahui
ilmu yang dapat membuat manusia cinta kepada Allah dan perkara yang dapat
memperbaiki urusan dunia dan akhirat seorang muslim dengan apa yang datang
dari Allah berupa ilmu, dan dengan apa yang dapat menumbuhkan kecintaan
mereka kepada Allah melalui pemikiran dan pemahaman. Dengan ilmu yang
mendalam mereka memberikan fatwa, dengan pemikiran yang jitu mereka
memutuskan sebuah perkara, dan dengan pandangan yang tajam mereka
memberikan hukum. Hukum-hukum tersebut tidak dijatuhkan secara
serampangan, mereka tidak menggoncangkan barisan kaum muslimin sehingga
tercerai-berai, mereka tidak tergesa-gesa mengeluarkan fatwa tanpa penelitian
dan pengkajian lebih dalam, dan tidak pula meremehkannya ataupun
melampaui batas, mereka tidak menyembunyikan kebenaran dari manusia
dengan cara menyombongkan diri dihadapan mereka.
15
Di antara tanda-tanda rusaknya seseorang adalah jauhnya dari para ulama
yang berilmu, meninggalkan fatwa-fatwa para ulama yang berkompeten, dan
tidak percaya 16 dengan para ahli fikih yang ahli di bidangnya. Ketika
sekelompok umat meninggalkan para ulama, mereka seakan-akan sekelompok
manusia yang berada di padang pasir yang tandus dan tanah yang gersang tanpa
seorangpun pemimpin yang menasehati dan seorang pembimbing yang
menunjukkan jalan. Maka perkara mereka akan hancur dan berakhirlah perkara
tersebut kepada kerugian.
16
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qodir Jawas, Yazid. 2019. “Adab & Akhlak Penuntut Ilmu”. Bogor:
Pustaka At-Taqwa
18