Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TAFSIR TEMATIK TENTANG KEUTAMAAN ILMU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Al Qur’an Hadits

Dosen Pengampu : Yudi Kamil, S.Pd.I, M.Ag

Kelompok 6

Anisa Amalya F Sari 2120210015


Chica Khodijah 2120210021
Fadilla Febriani 2120210012
Kamal Ahmad Zakaria 2120210017
M. Maolana Akbari 2120210003

SEMESTER 5 KELAS A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) YAMISA SOREANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga kita dapat menikmati hidup
dengan damai dan tentram. Sholawat dan salam tetaplah kita curah limpahkan kepada
baginda Rasulullah Muhammad saw. yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah ini sebagai tugas
mata kuliah “Pendidikan Al Qur’an Hadits”. Dalam makalah ini kami mencoba untuk
menjelaskan tentang “Tafsir Tematik Tentang Keutamaan Ilmu”.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Kami juga menyadari makalah ini tentu
jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya- karya kami selanjutnya.

Bandung, November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu ................................................................................ 2


2.2 Hukum Menuntut Ilmu ..................................................................... 3
2.3 Adab Menuntut Ilmu ........................................................................ 4
2.4 Dalil tentang Keutamaan Ilmu .......................................................... 8

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan .......................................................................................... 11


3.2 Saran ............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tak terelakkan lagi, bahwa ilmu memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan
umat manusia, khusunya umat Islam, ilmu menjadi ciri dari seorang hamba yang beriman
kepada Allah Yang Maha Mengetahui dan hamba yang meneladani guru terbesar dan
termulia, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka dari itu kadar seorang hamba dalam ilmu itu berbanding lurus dengan
seberapa besar hatinya dalam mengagungkan ilmu dan memuliakannya. Barang siapa
yang hatinya penuh dengan pengagungan ilmu serta pemuliaannya, maka hatinya akan
menjadi tempat yang layak bagi ilmu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu?
2. Apa hukum dalam menuntut ilmu?
3. Bagaimana adab dalam menuntut ilmu?
4. Apa saja dalil tentang keutamaan ilmu?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu.
2. Untuk mengetahui hukum menuntut ilmu.
3. Untuk mengetahui adab menuntut ilmu.
4. Untuk mengetahui dalil tentang keutamaan ilmu.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari kata bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang
berarti mengerti, memahami benar-benar. Ilmu dari segi Istilah ialah segala
pengetahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah SWT yang
diturunkan kepada Rasul-Rasul Nya dan alam ciptaanNya termasuk manusia
yang memiliki aspek lahiriah dan batiniah. Secara terminologi ada tiga pengertian
yang dikemukakan oleh para ulama.

• Pertama, ilmu adalah suatu keyakinan terhadap sesuatu.


• Kedua, yaitu ilmu pengetahuan tentang Allah dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya seperti sifat-sifatnya, mengetahui apa apa yang
dihalalkan dan yang diharamkannya.
• Ketiga, yaitu pengetahuan tentang terungkapnya segalah sesuatu yang
tersembunyi.
Ada juga yang mendefinisikan al-ilmu sebagai al-idrak (penemuan), al-fan
(profesi atau keahlian). Menurut ahli tadwin, ilmu merupakan kumpulan dari
beberapa masalah yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Sementara menurut al Utsaimin, ilmu adalah pengetahuan terhadap sesuatu
dengan pasti dan yakin.

Ilmu merupakan kunci untuk menyelesaikan segala persoalan, baik


persoalan yang berhubungan dengan kehidupan beragama maupun persoalan yang
berhubungan dengan kehidupan duniawi. Ilmu diibaratkan dengan cahaya, karena
ilmu memiliki fungsi sebagai petunjuk kehidupan manusia, pemberi cahaya bagi
orang yang ada dalam kegelapan.

2
3

2.2 Hukum Menuntut Ilmu

Sesungguhnya Islam adalah syarat keselamatan di sisi Allah. Islam tidak


tegak dan tidak akan ada kecuali dengan ilmu. Tidak ada cara dan jalan untuk
mengenal Allah dan sampai kepada-Nya kecuali dengan ilmu. Allah lah yang
telah menunjukan jalan yang paling dekat dan mudah untuk sampai kepada-Nya.
Barangsiapa yang menempuh jalan tersebut, tidak akan menyimpang dari tujuan
yang dicita-citakannya.

Menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib (fardhu). Para ahli fiqih
mengelompokkannya dua bagian, yaitu

1) Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap muslim
tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya benar,
muamalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah SWT, yang
tertuang dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya yang sahih. Inilah yang
diperintahkan Allah dalam firman-Nya, “Maka ketahuilah, bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang hak) Melainkan Allah”. (Q.S.
Muhammad:19). Juga yang dimaksudkan oleh Rasulullah Saw dalam
haditsnya, “ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. (H.R. Ibnu
Majah). Pengertian mencari ilmu di sini, adalah mencari ilmu agama
Islam, hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan.
2) Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat
dengan mempelajari, menghafal, dan membahasnya. Misalnya spesialisasi
dalam ilmu-ilmu yang dibutuhkan umat Islam, seperti sistem
pemerintahan, hukum, kedokteran, perekonomian, dan lain-lain. Tapi jika
sebagian dari mereka ada yang mengerjakannya, maka gugurlah
kewajiban dari yang lainnya. Sedangkan jika tidak ada seorang pun yang
melakukannya, maka semua menanggung resikonya.
4

2.3 Adab Menuntut Ilmu

Sudah menjadi rahasia umum, jika membahas mengenai ilmu, maka akan
bertemu dengan kata legendaris di bidang edukasi Islami dengan istilah “adab”.
Adab menjadi hal yang krusial dalam proses menuntut ilmu. Maka, ilmu itu hanya
layak bagi mereka yang mengamalkan adab-adabnya, baik pada dirinya sendiri,
pada ilmunya, pada gurunya dan juga pada teman-teman sejawatnya.

Dan begitu banyak penuntut ilmu yang terhalang dari ilmu dan
kemuliaannya, dikarenakan mereka melalaikan diri dari memelihara adab. Sudah
sepatutnya sebagai penuntut ilmu untuk terus menghidupkan adab saat menuntut
ilmu. Adab-adab terhadap ilmu,antara lain yaitu :

1. Penyucian Hati sebagai Wadah Ilmu

Ilmu akan dapat diraih jika memperhatikan kesucian wadahnya, yaitu hati,
semakin suci hati seorang hamba, maka semakin berhasil penerapan ilmu terhadap
hatinya. Seorang hamba hendaknya menghiasi batinnya dan sucikan hatinya dari
segala bentuk hal yang mengotorinya, yaitu syubhat dan syahwat. Sungguh, ilmu
itu adalah mutiara yang berharga, tak pantas disimpan kecuali pada tempat yang
suci.

2. Mengikhlaskan Niat

Ikhlas adalah salah satu bentuk implementasi tauhid di bidang ibadah,


karena ikhlas bermakna melakukan suatu amalan hanya karena Allah Ta’ala,
bukan karena yang lain. Dengan begitu, ikhlasnya amal merupakan pondasi agar
amalan terangkat dan diterima. Dalam perkara ikhlas, hal yang tak kalah penting
adalah untuk terus memperbarui niat saat proses menuntut ilmu. Karena sering
kali seorang hamba gagal mencapai tujuannya, disebabkan oleh niat yang berubah
di tengah-tengah proses, yang hal itu baik disebabkan oleh bisikan setan maupun
hawa nafsu yang dituruti.
5

3. Membulatkan Tekad

Setelah kita membenahi hati dengan berbuat ikhlas dan meluruskan niat,
maka menuntut ilmu dapat tercapai dengan membulatkan tekad, terdapat tiga poin
pada perkara ini, yaitu: bersemangat atas hal yang bermanfaat, memohon
keberhasilan kepada Allah dan konsisten dan tidak lemah dalam menggapainya.

4. Mengarahkan Tekad ke Ilmu Al-Quran dan Sunnah

Pada hakikatmya, segala ilmu yang bermanfaat akan merujuk kepada ayat-
ayat Al-Quran dan hadis Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬. Selain kedua sumber tersebut, akan
dapat menjadi ilmu yang sifatnya membantu untuk memahami al-Qur’an dan as-
Sunnah; maka diperbolehkkan dipelajari selama memang bisa membantu.
Ataupun ilmu yang sifatnya tidak memiliki hubungan langsung dengan al-Qur’an
dan as-Sunnah; maka ketidaktahuan atas ilmu yang termasuk dalam kategori ini
tidaklah memudaratkan.

5. Memilih Teman Dekat yang Shalih


Berteman merupakan kebutuhan yang pasti ada pada jiwa manusia.
Seorang penuntut ilmu membutuhkan teman dekat untuk bermuamalah saat
menuntut ilmu, juga membantunya dalam menggapai ilmu dan bersungguh-
sungguh dalam hal tersebut. Adapun pertemanan dalam konteks ilmu, adalah
pertemanan yang selamat dari berbagai kerusakan serta bermanfaat dalam meraih
tujuan. Orang yang memiliki tujuan yang mulia tak akan bisa mencapainya
kecuali dengan memilih sahabat yang shalih dalam membantunya. Sungguh,
hubungan antar sahabat itu memiliki pengaruh.
6. Menghormati dan memuliakan Ulama

Selain memuliakan ilmu, Islam memandang bahwa ahli ilmu atau ulama
memiliki keutamaan yang begitu besar dan kedudukan mereka sangat mulia
karena mereka layaknya orangtua bagi ruh. Maka mengakui keutamaan ulama itu
adalah hak yang wajib ditunaikan. Memuliakan para ulama merupakan sebuah
adab yang harus senantiasa dipegang seorang pelajar, dan di antara yang termasuk
dari pondasi memuliakan ulama, adalah:
6

• Bersikap tawadhu’
• Memberikan perhatian
• Tidak menunjukan sikap acuh tak acuh
• Memperhatikan adab berbicara yang baik
• Saat membicarakannya, besarkanlah dia tanpa ghuluw (berlebihan), tetapi
hendaklah dimuliakan dengan kadar yang sesuai agar jangan sampai si
murid menjatuhkan kemuliaan sang guru di saat si murid sedang
menyanjungnya
• Berterimakasih atas pengajarannya
• Mendoakan kebaikan
• Tidak menunjukan sikap “sudah tidak butuh lagi”
• Tidak mengganggunya dengan ucapan maupun perbuatan
• Bersikap lembut ketika mengingatkan atas kesalahannya; jika memang
ada kekeliruan darinya.

7. Memuliakan Majelis Ilmu

Setelah mengetahui adab ilmu berupa mengagungkan ilmu dan


memuliakan guru, maka pelengkapnya adalah memuliakan majelis ilmu. Karena
di majelis ilmu, di tempat tersebut senantiasa diucapkan dan diajarkan hukum-
hukum agama yang juga pernah diucapkan dari lisan para nabi, karena para ulama
adalah pewaris para nabi.

Hendaklah para penuntut ilmu mengetahui hak-hak majelis ilmu:

• Duduk dengan cara duduk penuh adab.


• Mengarahkan pandangan kepada sang guru.
• Jangan banyak menoleh pada sesuatu yang bukan darurat.
• Jangan berbuat kegaduhan.
• Jangan bermain-main dengan tangan dan kakinya.
• Jangan duduk bersandar yang berkesan menyepelekan.
• Jangan duduk bertumpu pada tangannya.
7

• Tidak berbicara dan meng-ghibah dengan teman sebelahnya.


• Jika bersin, maka rendahkanlah suaranya.
• Jika ingin menguap, jika memang sudah tidak bisa ditahan, maka
hendaklah dia menutup mulutnya.
• Jangan dia jadikan kitabnya sebagai tempat penyimpanan segala macam
barangnya.
• Saat hendak menaruh kitab, maka taruhlah kitabnya dengan perlahan dan
penuh perhatian.
• Jangan bersandar di atas kitabnya, atau menaruh kitabnya di kakinya.

8. Menjaga ilmu dari segala sesuatu yang mencederainya

Cara utama dalam menjaga ilmu adalah dengan memelihara muruah,


definisi lengkap mengenai muruah, sempat dijelaskan oleh Ibnu Taymiyyah,
yaitu: menggunakan segala sarana yang bisa memperbagus dan menghiasinya,
juga menjauhi segala sesuatu yang bisa menghinakan dan memperburuknya.
Diantara adab yang harus senantiasa dipegang oleh seorang penuntut ilmu:
Berhias dengan muruah dan segala sesuatu yang terkait dengannya. Menjauh dari
yang bisa menjatuhkan muruah dengan perbuatan tersebut; seperti melakukan hal-
hal yang makruh, sering melihat hal-hal yang haram, bersahabat dengan pelaku
maksiat dan fasik, dan orang-orang yang banyak main-main.

9. Mencintai ilmu sepenuh hati

Kejujuran dalam menuntut ilmu akan menimbulkan rasa cinta dan rindu
atasnya. Tidaklah seseorang itu bisa meraih derajat keilmuan sampai kelezatan
terbesarnya itu ada pada ilmu. Dan kelezatan ilmu hanya bisa diraih dengan tiga
perkara, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah:
“pengorbanan dalam waktu dan tenaga, kejujuran dalam mencarinya dan niat yang
benar dan keikhlasan.” Maka tiga perkara tersebut tidak akan sempurna kecuali
dengan membuang segala hal yang melalaikan hatinya. Tatkala hati itu dipenuhi
dengan kelezatan ilmu, maka kelezatan alami itu akan hilang dan jiwa pun akan
8

melupakannya. Bahkan dengan kelezatan ilmu, rasa sakit dan penderitaan itu bisa
berubah menjadi sebuah kenikmatan.

2.4 Dalil Tentang Keutamaan Ilmu

Dalam kitab At-Tuhfatus Saniyyah, al-kalam adalah lafadz yang tersusun


yang memberi faidah dengan al-wadh’u (menggunakan bahasa Arab). Lafadz
kalam secara bahasa adalah ungkapan yang dengannya dapat menghasilkan suatu
faidah. Terdapat banyak dalil, baik dari Kitabullah maupun Sunnah/Hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang keutamaan,
keagungan serta ketinggian ilmu. Diantaranya adalah :
Firman Allah ta’ala :
ُ ‫َّللاُ أَنههُ ََل ِإلَهَ ِإ هَل ه َُو َو ْال َم ََلئِ َكةُ َوأ ُولُو ْالع ِْل ِم قَائِ ًما بِ ْال ِقسْطِ ََل ِإلَهَ ِإ هَل ه َُو ْالعَ ِز‬
‫يز ْال َحكِي ُم‬ ‫ش ِهدَ ه‬
َ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
[Ali Imraan : 18]
Ayat ini menunjukkan akan keutamaan ilmu, karena Allah ta’ala telah
menggandengan persaksian para ulama’ dengan persaksian-Nya dan persaksian
para malaikat, bahwa Dia adalah sesembahan yang benar, yang berhak diibadahi,
tidak ada Ilah yang benar melainkan Dia.

Firman Allah ta’ala :


‫ب ِزدْنِي ع ِْل ًما‬
ِ ‫َوقُ ْل َر‬
“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu kepadaku.”
[Thaaha : 114]
Allah ta’ala memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta
kepadaNya tambahan ilmu. Ini adalah dalil yang sangat jelas akan keutamaan
menuntut ilmu, karena tidaklah Allah perintahkan kepada beliau untuk meminta
tambahan sesuatu kecuali hanya tambahan ilmu. Rasulullah SAW telah
menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya sahabat-sahabatnya, kemudian
9

para sahabat menyimpannya baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan dan
membacanya dengan lisan-lisan mereka.
Allah ta’ala ketika menjelaskan keutamaan ilmu serta keagungan
kemuliaannya berfirman :
َ‫قُ ْل ه َْل َي ْست َ ِوي الهذِينَ َي ْعلَ ُمونَ َوا هلذِينَ ََل َي ْعلَ ُمون‬
“Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang
tidak tahu.” [Az Zumar : 9]
Dalam ayat ini Allah ta’ala membedakan antara ahlul ilmi dengan selainnya.
Dia menjelaskan bahwa tidaklah sama antara orang yang tahu kebenaran dengan
orang yang jahil akan kebenaran.
Para mufassir menyimpulkan firman Allah di atas, bahwa :
1) Tidaklah sama antara hamba Allah yang memahami ilmu agama Allah,
yaitu yang menyadari dirinya, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah,
dan mentaati segala perintah dan larangan-Nya, dengan orang-orang yang
mendustakan nikmat-nikmat Allah, yang tidak mau mempelajari ilmu
agama Allah;
2) Hanya orang-orang yang berakal sehatlah yang dapat mengambil hikmah
atau pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

Hadits tentang Keutamaan Ilmu

‫ط ِريقًا إِلَى ْال َجنه ِة‬


َ ‫َّللاُ لَهُ بِ ِه‬ َ ‫س فِي ِه ع ِْل ًما‬
‫س هه َل ه‬ ُ ِ‫ط ِريقًا يَ ْلتَم‬
َ َ‫سلَك‬
َ ‫وََ َم ْن‬
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah
akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim)

Hadits ini, disamping menunjukkan keutamaan ilmu, juga


menunjukkan keutamaan penuntutnya. Karena ketika seorang hamba
menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu, ia telah melakukan
perjalanan menuju surga. Apakah ada orang yang lebih baik daripada
orang yang menempuh jalan menuju surga? Dan barangsiapa
menempuh sesuatu di atas jalannya (yang benar) maka ia akan sampai
pada tujuannya5.
10

‫َّللا َو َم ْن َجا َء ِلغَي ِْر‬ َ ‫َم ْن َجا َء َمس ِْجدِى َهذَا لَ ْم َيأْتِ ِه ِإَله ِل َخي ٍْر َيت َ َعله ُمهُ أ َ ْو يُ َع ِل ُمهُ فَ ُه َو ِب َم ْن ِزلَ ِة ْال ُم َجا ِه ِد فِى‬
ِ ‫س ِبي ِل ه‬
‫غي ِْر ِه‬ ِ ‫ظ ُر ِإ َلى َمت‬
َ ‫َاع‬ ُ ‫الر ُج ِل َي ْن‬ ‫ذَلِكَ فَ ُه َو ِب َم ْن ِز َل ِة ه‬

“Siapa yang mendatangi masjidku (masjid Nabawi), lantas ia mendatanginya


hanya untuk niatan baik yaitu untuk belajar atau mengajarkan ilmu di sana, maka
kedudukannya seperti mujahid di jalan Allah. Jika tujuannya tidak seperti itu,
maka ia hanyalah seperti orang yang mentilik-tilik barang lainnya.” (HR. Ibnu
Majah no. 227 dan Ahmad 2: 418, shahih kata Syaikh Al Albani).

Hadits ini mengisyaratkan keutamaan penuntut ilmu, bahwa ia


disejajarkan dengan seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah, maka apakah
ada seseorang yang lebih tama dari seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah?
Dalam hadits ini ada petunjuk lain mengenai keutamaan orang yang
mengajarkan ilmu. Ilmu dalam hadits ini, disebut sebagai suatu kebaikan dan
suatu kebaikan tentu tidak mengadung keburukan, karena keburukan tidak akan
bercampur dengan kebaikan sebagaimana terhadap dalam hadits shahih
Rasulullah SAW.

‫سبِي ِل هللا حتى يرجع‬


َ ‫من خَرج في طلب العلم فهو في‬

“Orang yang keluar untuk menuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah
(sabilillah) sampai ia pulang.” (Hadits Tirmidzi)

Isyarat keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang berilmu dijelaskan dalam
uangkapan bahwa jika seseorang (penuntut ilmu) keluar untuk mencari ilmu
maka ia seperti orang yang keluar untuk berjihad di jalan Allah, sehingga
menuntut ilmu tersebut akan mendapat keutamaan seperti keutamaan jihad.
11

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Ilmu berasal dari kata bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang berarti
mengerti, memahami benar-benar. Ilmu dari segi Istilah ialah segala
pengetahuan atau kebenaran tentang sesuatu yang datang dari Allah SWT
yang diturunkan kepada Rasul-Rasul Nya dan alam ciptaanNya termasuk
manusia yang memiliki aspek lahiriah dan batiniah

2. Hukum menuntut ilmu :

a) Fardhu ‘ain, adalah setiap ilmu yang harus dipelajari oleh setiap
muslim tentang Ilmu Agama Islam, agar akidahnya selamat, ibadahnya
benar, muamalahnya lurus dan sesuai dengan yang disyariatkan Allah
SWT, yang tertuang dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya yang
sahih.

b) Fardhu kifayah : adalah ilmu yang memperdalam ilmu-ilmu syariat


dengan mempelajari, menghafal, dan membahasnya.

3. Adab menuntut ilmu :

a) Penyucian hati sebagai wadah ilmu

b) Mengikhlaskan niat

c) Membulatkan tekad

d) Mengarahkan tekad ke ilmu Al Qur’an dan Sunnah

e) Memilih teman dekat yang sholih

f) Menghormati dan memuliakan ulama

g) Memuliakan majelis ilmu

h) Menjaga ilmu dari segala sesuatu yan mencederainya

i) Mencintai ilmu sepenuh hati


12

4. Dalam Al Qur’an dan Sunnah terdapat banyak dalil, baik dari Kitabullah
maupun Sunnah/Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menjelaskan tentang keutamaan, keagungan serta ketinggian ilmu.

3.2 Saran

Kita sebagai golongan terpelajar hendaknya kita lebih mendalam di


dalam mempelajari keutamaan dan pentingnya ilmu, baik yang bersumber
dari al- Qur’an, hadits kitab-kitab para ulama islam, maupun cendikiawan
yang lain. Hendaknya kita mengembangkan sikap bangga akan ilmu yang
telah kita raih, agar keutamaannya tampak menghiasi diri kita dan orang-
orang disekitar kita.Karena begitu besar keutamaan dan pentingnya menuntut
ilmu, maka hendaknya kita tidak berhenti begitu saja dalam menuntut ilmu
tetap diharuskan sampai tubuh kita terkubur dalam liang lahat.
DAFTAR PUSTAKA

Kamilah, Millah. 2021. Keutamaan Menuntut Ilmu. Makalah

Rahmawati, Hana Rizky. 2018. Kewajiban Menuntut Ilmu. Makalah

Al-Ushaimi, S. (2020). Khulashah Ta’dzhim al-‘Ilm. (Mulyono, F., Mushaddaq, I.Z.,


Terjemahan). Jakarta: Ngajitauhid Press.

13

Anda mungkin juga menyukai