FAKULTAS TEKNIK
2021
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
BAB 1..................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Tujuan Mempelajari Ilmu Tauhid............................................................................5
1.3 Keutamaan Memepelajari Ilmu Tauhid....................................................................5
1.4 Pengertian Tauhid....................................................................................................6
1.5 Macam Macam Tauhid.............................................................................................7
1.6 Hakikat Ilmu Tauhid...............................................................................................12
BAB 2................................................................................................................................13
2.1 Makna Kalimat Laa Ilaaha Ila-Allah.........................................................................13
2.2 Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah...........................................................................13
2.3 Konsekuensi Kalimat Laa Ilaaha Illa-Allah dalam Kehidupan..................................16
BAB 3................................................................................................................................18
3.1 Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan.....................................18
BAB 4................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24
2
KATA PENGANTAR
Pertama – tama kami panjatkan puji & syukur atas rahmat dan ridho Allah
SWT, karena tanpa Rahmat dan Ridhonya, kita tidak dapat menyelesaikan
makalah dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu AIK yang
membimbing kami dalam pengerjaan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman – teman yang senantiasa mengumpulkan materi dalam
pembuatan makalah. Dalam makalah ini kami menyajikan makalah tentang tauhid
dan urgensinya terhadap kehidupan muslim.
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Pengertian Tauhid
4
1.2 Tujuan Mempelajari Ilmu Tauhid
Tujuan mempelajari ilmu tauhid ini tidak lain adalah upaya mengenal
Allah dan Rasul-Nya melalui dalil-dali yang pasti. Dalam hal ini, mempelajari
ilmu tauhid juga berarti meyakini segala sifat kesempurnaan yang dimiliki Allah
serta membenarkan setiap risalah atau ajaran Rasul-Nya. Bukan hanya itu,
mempelajari dan menerapkan arti tauhid dalam kehidupan sehari-hari dapat
menghindarkan umat Muslim dari pengaruh aqidah-aqidah lain yang
menyeleweng dari kebenaran. Hal inilah yang membuat ilmu tauhid memiliki
kedudukan istimewa dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Sebab, meyakini keesaan
Allah dan kebenaran setiap ajaran Rasul menjadi pedoman dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Selain itu, tujuan mempelajari ilmu tauhid juga dapat
menjadikan setiap umat muslim sebagai pribadi yang ikhlas dalam menerima
setiap ketentuan Allah. Bahkan mempelajari ilmu tauhid juga mampu memberikan
jiwa yang tenang dan tentram bagi setiap orang yang melakukannya.
5
1.4 Pengertian Tauhid
Menurut bahasa “ Tauhid berasal dari Bahasa Arab yang artinya menunggalkan
sesuatu. Maksutnya ; percaya bahwa Allah itu Esa.
Menurut istilah “ Ilmu yang membahas berbagai kepercayaan yang diambil dari
dalil dalil keyakinan dan hukum di dalam di dalam islam termasuk hukum
mempercayakan Allah itu Esa. Adapun nama lain ilmu tauhid, yaitu ;
a) Ilmu Aqa’id
b) Ilmu Kalam
c) Ilmu Ushuluddin
d) Ilmu Ma’rifat
Macam-macam tauhid termasuk ke dalam ilmu akidah. Hal ini bertujuan untuk
membuka wawasan umat Muslim tentang cara meningkatkan keimanan dalam
beragama. Tauhid dimaknai sebagai mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan
memiliki segala kesempurnaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
tauhid adalah keesaan Allah SWT. Tauhid juga dipahami sebagai sikap meyakini
bahwa Allah SWT Maha Suci, yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun,
seperti yang dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya.
Tauhid juga berarti meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah SWT yang
diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya.
6
Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmu ushul (dasar agama) atau ilmu akidah.
Artinya, ilmu ini menjadi bekal pedoman bagi seluruh umat Islam dalam
melakukan kewajibannya sebagai umat beragama.
a) Rububiyah
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Az-
Zumar 39:62).
Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya. Namun pengakuan seseorang terhadap Rububiyah ini tidaklah
menjadikan seseorang beragama Islam, karena sesungguhnya orang-orang
musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid
ini.
b) Uluhiyah
7
Macam-macam tauhid yang kedua adalah Uluhiyah. Uluhiyah dapat
diartikan sebagai mentauhidkan atau mengesakan Allah dari segala bentuk
peribadahan baik yang dzohir (terlihat) maupun batin. Itu artinya kamu beriman
bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-
Nya.
“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi
Maha Bijaksana.” ('Al 'Imran 3:18)
c) Asma Wa Sifat
Umat Islam sendiri, mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus
sifat Allah SWT yang wajib diimani. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar
ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:
“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai
dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-
apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh
Rasulullah.”
Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas.
Barang siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-
esakan Allah dalam hal nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah: meyakini bahwa
Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan dari segala
kekurangan.
. Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah
atau mengabaikannya.
8
Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu. Adapun
asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan
dengan mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash:
4)
Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya
sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa
Allah SWT, dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama
serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya
dan tidak pula dapat diserupai dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat
disandangkan kepada Pencipta dengan kepada makhluk, pada hakikatnya
esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak
Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.
Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala
yang bertentangan dengan sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi
mengesakan Allah SWT dalam hal sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim
untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai istri, teman, tandingan,
pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga
menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah,
mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan lainya.
Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama
dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama
dan sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak
boleh menyandangkan sifat atau nama kepada Allah SWT kecuali sejauh
ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT maha tau tentang Dirinya
sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Ia berfirman :
Artinya : “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”.
(QS. Al-Baqarah : 140)
Nah, bila Allah SWT yang lebih mengetahui tentang Dirinya dan para Rasul-
Nya adalah orang-orang jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya,
pasti mereka tidak akan menyampaikan selain dari apa yang diwahyukan oleh-
Nya kepada mereka. Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau menafikan
nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT wajib merujuk kepada informasi dari Allah
dan Rasul-Nya.
9
Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk
mengimani sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-
Sunnah tanpa bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang
esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan dicapai mankala
mengetahui kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak dipertanyakan
esensi dan kaifiyyah-Nya.
Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara
Allah SWT bersemayam), mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang
cara-caranya tidak diketahui; mengimani istiwa’ adalah wajib dan bertanya
tentangnya adalah bid’ah.”
Jika ada seseorang bertanya kepada kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun
ke langit dunia ?” Maka kita tanyakan kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia
mengatakan, “Saya tidak tau kaifiyyah Dia”. Maka kita jawab “ Makanya kita
tidak tau kaifiyyah turunya Allah. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus
mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat yang disifsti itu. Karena, sifat itu
adalah cabang dan mengikuti yang disifati. Maka, bagaimana Anda menuntut
istiwa’, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya. Jika Anda
mengakui bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki
segala sifat kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar,
melihat, berbicara dan turunya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa
disamakan dengan mahluk-Nya.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini
dapat rusak dengan beberapa hal berikut :
1. Tasybih ( Penyerupaan )
yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti
yang dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam
dengan Allah SWT, orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-
orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah, dan beberapa
kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah
dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan
lain sebagainya.
10
2. Tahrif ( Penyelewengan )
yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama
Allah SWT dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh
para ahli bid’ah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan
makna yang rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa
Arab. Seperti pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa
taklima” menjadi “Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud
menafikan sifat kalam (berbicara) dari Allah SWT.
3. Ta’thil ( Penolakan )
yakni menampik sifat Allah dan menyagkal keberadaannya pada Dzat
Allah SWT, semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan cara membantah
nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau
menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah SWT, seperti orang yang menyatakan
bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal bahwa
Allah telah menciptakan dan membuatnya).
4. Takyif ( Penggambaran )
metode dalam memahami nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melakukan tasybih, tahrif, ta’thil dan
takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-Syaikani mengatakan, “Sesungguhnya,
mazhab salaf, yakni kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah
memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah SWT sesuai dengan zhahirnya
tanpa melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang
mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya tentang sifat-
sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil lalu menahan diri dari mengatakan
pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui lebih dari
itu.
Ulama salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka
ketahui dan apa yang tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui.
Jika ada seorang penanya menginginkan penjelasan melebihi dari zahir, maka
mereka segera mencegahnya dari apa yang tidak mungkin merfeka capai selain
terjerumus dalam bid’ah dan melarangnya dari hal yang tidak tidak diajarkan
Rasulullah SAW, tidak pula oleh sahabat dan tabi’in.
11
1.6 Hakikat Ilmu Tauhid
Tauhid berarti bahwa manusia tidak membutuhkan apa – apa selain Allah,
sehingga seseorang yang beriman diberi kemuliaan dan kepuasan sebagai
hambayang bebas dan benar – benar terhormat.
12
BAB 2
2.1 Makna Kalimat Laa Ilaaha Ila-Allah
Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu
makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna
menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia
semata. Berkaitan dengan kalimat ini Allah SWT berfirman :
13
Syarat pertama seseorang untuk menjadi seorang muslim adalah mengucapkan
dua kalimat syahadat. Makna syahadat tauhid/kalimat tauhid laa ilaaha illallaah
adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Kalimat
ini berarti menolak hak peribadahan kepada segala sesuatu selain Allah SWT dan
menetapkannya semata-mata hanya untuk Allah SWT. Dengan demikian maka,
kalimat tauhid ini bermakna sangat mendalam, baik dalam konteks misi
perjuangan Islam maupun dalam konteks akidah Islam.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mu’minun: 117: “Dan barangsiapa
menyembah Tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun
baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-
orang kafir itu tidak akan beruntung.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa siapapun yang menyembah sesembahan lain
bersama Allah SWT tanpa memiliki dalil yang menunjukkan keberhakan
sesembahan tersebut untuk disembah, maka Allah pasti akan membalasnya atas
perbuatan syiriknya itu. Dan ditegaskan pula bahwa orang-orang kafir sungguh
tidak akan beruntung. Sedangkan yang beruntung hanyalah orang-orang yang
hanya menyembah dan beribadah kepada Allah SWT semata. Dengan demikian,
kalimat tauhid merupakan kalimat yang agung.
14
yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf :
86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami
dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya,
tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak
berguna.
15
Syarat Kelima: Shidq (Jujur)
Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga
membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan,
maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman:
َاس َم ْن يَّقُوْ ُل ٰأ َمنَّابِٱهللِ َوبِ ْٱليَوْ ِم ٱٰأل ِخ ِر َو َماهُ ْم بِ ُمْؤ ِمنِ ْينَ ي ُٰخ ِد ُعوْ نَ ٱهلل
ِ ََّو ِمنَ ٱلن
َوٱلَّ ِذ ْينَ ٰأ َمنُوْ ا َو َمايَ ْخ َد ُعوْ نَ ِإآل َأ ْنفُ َسهُ ْم َو َمايَ ْش ُعرُوْ نَ فِى قُڶُوبِ ِه ْم َّم َرضٌ فَزَا َدهُ ُم
َٱڶڶهُ َم َرضًا ۖ َوڶَهُ ْم َع َذابٌ َأڶِ ْي ٌم بِ َما َكنُوْ يَ ْك ِذبُوْ ن
Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah
dan Hari kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal
mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati
mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siska
yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)
16
takut, berharap, menyembelih, bernazar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis
ibadah lainnya. Namun, kalimat ini tidak akan bermanfaat bagi pengucapnya jika
ia tidak mengimani, tidak memahami maknanya, tidak membenarkan, dan tidak
mengamalkan. Maka orang yang mengaku muslim tetapi tetap menyembah dan
beribadah kepada selain Allah SWT, sebenarnya ia belum mengamalkan kalimat
tauhid dengan benar. Semoga kita semua terhindar dari dosa besar kemusyrikan.
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang
dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan
beribadah kepada Allah semata tanpa unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai
keharusan dari penetapan ilaa-Allah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga
mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk,
kuburan, pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang
tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala
yang dilarang-Nya.
ۖ) اَل َش ِريكَ لَهُۥ١٦٢( َاى َو َم َماتِى هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل َع ٰـلَ ِمين َ قُ ۡل ِإ َّن
َ َصاَل تِى َونُ ُس ِكى َو َم ۡحي
)١٦٣( َت َوَأن َ۟ا َأ َّو ُل ۡٱل ُم ۡسلِ ِمين ُ ك ُأ ِم ۡر
َ َِوبِ َذٲل
“Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am: 162-163).
17
Alangkah baiknya jika setiap dari kita, selalu bermuhasabah dan mengevaluasi
seberapa banyak dan seberapa jauh, dari segala konsekuensi
kalimat Lailahaillallah yang telah kita ucapkan itu. Yang telah kita aplikasikan
dalam kehidupan ini, jika saja ia adalah orang-orang yang beriman dan beruntung
maka Allah pasti akan memberikannya hidayah untuk menjalankan konsekuensi
kalimat tersebut. Namun yang belum merasakan seperti itu, marilah
memperbanyak taubat, kembali kepada Allah, pasti Allah menerima taubatnya dan
diberi petunjuk dalam kehidupannya. Melalui sisa-sisa kehidupannya sehingga
menjadi seorang muslim yang baik.
saudara-saudara yang sama berbahagia,
Rasulullah shallahu’alaihi wasallam menganjurkan kepada kita untuk
memperbanyak bershalawat kepada beliau. Begitupun Allah azza wajalla wa’ala
memerintahkan,
Œْ وا َعلَ ۡي ِه َو َسلِّ ُم
)٥٦( وا ت َۡسلِي ًما ْ ُّصل ْ ُُصلُّونَ َعلَى ٱلنَّبِ ۚ ِّى يَ ٰـَٓأيُّہَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
َ وا َ ي ِإ َّن ٱهَّلل َ َو َملَ ٰـٓ ِٕٮڪَتَهُ ۥ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).
Khusus di hari Jum’at Rasulullah rmenganjurkan kita untuk memperbanyak
shalawat untuk beliau,
“Sesungguhnya hari paling utama adalah Jum’at, perbanyaklah shalawat atasku
pada hari itu, karena shalawatmu pasti disampaikan padaku.” (HR. Abu Daud).
18
BAB 3
ك لِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء
َ ِك بِ ٖه َويَ ْغفِ ُر َما ُدوْ نَ ٰذل َ اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ْغفِ ُر اَ ْن يُّ ْش َر
ۗض ٰلاًل ۢ بَ ِع هّٰلل
َ َو َم ْن يُّ ْش ِر ْك بِا ِ فَقَ ْد
َ ض َّل
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni dosa
selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (An Nisaa': 116).
19
terbesar pula. Allah menyebutkan kewajiban ini sebelum kewajiban lainnya yang
harus ditunaikan oleh hamba. Allah berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah
kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah pada kedua
orang tua.” (An Nisaa': 36)
Kewajiban ini lebih wajib daripada semua kewajiban, bahkan lebih wajib
daripada berbakti kepada orang tua. Sehingga seandainya orang tua memaksa
anaknya untuk berbuat syirik maka tidak boleh ditaati. Allah berfirman, “Dan jika
keduanya (orang tua) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. (Luqman: 15)
Hati yang saliim adalah hati yang bertauhid. Rasulullah SAW bersabda,
“Ketahuilah di dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah
seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah berfirman, “Hari dimana harta dan keturunan tidak bermanfaat lagi, kecuali
orang yang menghadap Allah dengan hati yang saliim (selamat).” (Asy Syu’araa':
88-89). Imam Ibnu Katsir, yaitu hati yang selamat dari dosa dan kesyirikan. Maka
orang yang ingin hatinya bening hendaklah ia memahami tauhid dengan benar.
Rasulullah SAW bersabda, “Hak Allah yang harus ditunaikan hamba yaitu
mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”
(HR. Bukhari dan Muslim). Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya
artinya mentauhidkan Allah dalam beribadah. Tidak boleh menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun dalam beribadah, sehingga wajib membersihkan diri dari
syirik dalam ibadah. Orang yang tidak membersihkan diri dari syirik maka
belumlah dia dikatakan sebagai orang yang beribadah kepada Allah saja.
Ibadah adalah hak Allah semata, maka barangsiapa menyerahkan ibadah kepada
selain Allah maka dia telah berbuat syirik. Maka orang yang ingin menegakkan
keadilan dengan menunaikan hak kepada pemiliknya sudah semestinya
menjadikan tauhid sebagai ruh perjuangan mereka.
BAB 4
20
4.1 Jaminan Allah bagi Orang Yang Bertauhid
َ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا ِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم ُأوْ لَِئ
َك لَهُ ُم اَْأل ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون
21
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS Lukman: 13)”.
22
3. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka
Hidup kita tidak luput dari gelimang dosa dan maksiat. Oleh
karena itu pengampunan dosa adalah sesuatu yang sangat kita harapkan.
Dengan melaksanakan tauhid secara benar, menjadi sebab terbesar dapat
menghapus dosa-dosa kita. Dalam hadist ini Nabi mengkhabarkan tentang
luasnya keutamaan dan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Allah akan
menghapus dosa-dosa yang sangat banyak selama itu bukan dosa syirik.
Makna hadis ini seperti firman Allah Ta’ala,
}48{ ك لِ َمن يَ َشآ ُء َو َمن يُ ْش ِر ْك بِاهللِ فَقَ ِد ا ْفت ََرى ِإ ْث ًما َع ِظي ًما َ ِإ َّن هللاَ الَيَ ْغفِ ُر َأن يُ ْش َر
َ ِك بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ َذل
23
1. Mendapat kekuasaan di muka bumi.
2. Mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama.
3. Mendapat keamanan dan dijauhkan dari rasa takut.
Allah Ta’ala dalam hal ini tentang jaminan bagi masyarakat yang ahli
tauhid sebagaimana firmannya, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-
orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.” (QS. An Nuur:45)
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/HamdanHuseinBatubara/modul-tauhid
24
https://maswanuldwim.blogspot.com/2017/05/tauhid-dan-urgensinya-bagi-
kehidupan.html?m=1
https://rumahtarbiyah.com/mengaplikasikan-kalimat-tauhid-dalam-
kehidupan/
https://muslim.or.id/2481-inilah-jaminan-bagi-ahli-tauhid.html
https://pdfcoffee.com/makalah-aik-kelompok-6-tauhid-dan-urgensinya-bagi-
kehidupan-muslim-pdf-free.html
25