Anda di halaman 1dari 25

TAUHID DAN URGENSINYA BAGI KEHIDUPAN MUSLIM

Tugas Makalah dan Presentasi

Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Kelulusan

Mata Kuliah Al Islam Dan Kemuhammadiyahan II

Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang

Dhio Marchel Pratama Putra ( 202110120311093)

Al Akbar Surya Pramesta ( 202110120311101)

Ahmad Afwin Askari ( 20211012031107)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
BAB 1..................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................4
1.2 Tujuan Mempelajari Ilmu Tauhid............................................................................5
1.3 Keutamaan Memepelajari Ilmu Tauhid....................................................................5
1.4 Pengertian Tauhid....................................................................................................6
1.5 Macam Macam Tauhid.............................................................................................7
1.6 Hakikat Ilmu Tauhid...............................................................................................12
BAB 2................................................................................................................................13
2.1 Makna Kalimat Laa Ilaaha Ila-Allah.........................................................................13
2.2 Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah...........................................................................13
2.3 Konsekuensi Kalimat Laa Ilaaha Illa-Allah dalam Kehidupan..................................16
BAB 3................................................................................................................................18
3.1 Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan.....................................18
BAB 4................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24

2
KATA PENGANTAR

Pertama – tama kami panjatkan puji & syukur atas rahmat dan ridho Allah
SWT, karena tanpa Rahmat dan Ridhonya, kita tidak dapat menyelesaikan
makalah dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu AIK yang
membimbing kami dalam pengerjaan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman – teman yang senantiasa mengumpulkan materi dalam
pembuatan makalah. Dalam makalah ini kami menyajikan makalah tentang tauhid
dan urgensinya terhadap kehidupan muslim.

Kemungkinan dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dalam


penyampaian materi ataupun penulisan kata. Maka dari itu kami mohon saran dan
kritik dari teman – teman maupun dosen. Demi tercapainya makalah yang
sempurna.

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada perkembangan dunia yang semakin pesat ini dan bebasnya budaya
yang masuk dalam era globalisasi maka, diperlukan keseimbangan dalam
menghadapi era globalisasi ini. Budaya luar dengan mudah masuk ke dalam
negeri sendiri. Oleh karena itu, kita perlu menyikapi dengan bijak. Dengan cara
menyaring aau memilah budaya mana yang boleh dilakukan oleh umat beragama.
Sama halnya dengan informasi, yang sekarang lebih mudah diperoleh bahkan
dapat mempermudah pekerjaan manusia. Jadi kita sebagai umat beragama
seharusnya sudah pandai membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Tidak hanya itu, kita juga perlu melaksanakan apa yang sudah diwajibkan untuk
kita menjauhi apa yang dilarang olehNya. Karena semua itu bermula dari Allah
SWT, dan hanya Dia yang berkehendak. Keimanan sangat berperan penting bagi
manusia dan perilakunya. Iman berarti percaya, yang dapat diartikan bahwa
meyakini bahwa Allah itu ada. Salah satunya dengan mempelajari ilmu tauhid.
Tauhid secara Bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari
fi’ilwahhadayuwahhidu, yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Makna tauhid
adalah menjadikan Allah sebagai satu – satunya sesembahan yang benar dengan
segala kekhususaNya. Sesungguhnya dapat dipahami bahwa, masih banyak
perilaku melenceng yang dijadikan sesembahan khususnya oleh manusia. Namun
seseorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu – satunya
sesembahan saja. Dari latar belakang yang sudah tertera, kita simpulkan menjadi
beberapa pokok bahasan yaitu :

1. Pengertian Tauhid

2. Makna kalimat Laa ilaaha illallah dan konsekuensinya dalam kehidupan

3. Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan.

4. Jaminan Allah bagi orang yang bertauhid.

4
1.2 Tujuan Mempelajari Ilmu Tauhid
Tujuan mempelajari ilmu tauhid ini tidak lain adalah upaya mengenal
Allah dan Rasul-Nya melalui dalil-dali yang pasti. Dalam hal ini, mempelajari
ilmu tauhid juga berarti meyakini segala sifat kesempurnaan yang dimiliki Allah
serta membenarkan setiap risalah atau ajaran Rasul-Nya. Bukan hanya itu,
mempelajari dan menerapkan arti tauhid dalam kehidupan sehari-hari dapat
menghindarkan umat Muslim dari pengaruh aqidah-aqidah lain yang
menyeleweng dari kebenaran. Hal inilah yang membuat ilmu tauhid memiliki
kedudukan istimewa dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Sebab, meyakini keesaan
Allah dan kebenaran setiap ajaran Rasul menjadi pedoman dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Selain itu, tujuan mempelajari ilmu tauhid juga dapat
menjadikan setiap umat muslim sebagai pribadi yang ikhlas dalam menerima
setiap ketentuan Allah. Bahkan mempelajari ilmu tauhid juga mampu memberikan
jiwa yang tenang dan tentram bagi setiap orang yang melakukannya.

1.3 Keutamaan Memepelajari Ilmu Tauhid


Bahwa mempelajari ilmu tauhid penting untuk memhami kedudukan
makhluk hidup dan pengaruhnya pada dunia. Seperti memahami mukjizat para
nabi, ajaran yang bijak dan bermakna dari para wali, serta kesenangan yang Allah
berikan kepada umat yang auh dari-nya sebagai bentuk ujian atau cobaan.
Sehingga melalui ilmu tauhid, dapat digunakan sebagai pedoman untuk
membedakan hal yang termasuk aqidah dan mana yang bukan. Selain itu,
keutamaan mempelajari dan menerapkan arti tauhid dalam kehidupan sehari-hari
juga dapat menjauhkan diri dari kemusyrikan, mendudukan soal wasilah,
mendudukan soal khilafah atau politik dalam agama Islam. Dengan begitu, ilmu
tauhid dapat menjadi pedoman bagi setiap umat muslim dalam menjalankan
kehidupan agar terhindari dari pikiran buruk atau su’uzhan terhadap Allah.

5
1.4 Pengertian Tauhid
Menurut bahasa “ Tauhid berasal dari Bahasa Arab yang artinya menunggalkan
sesuatu. Maksutnya ; percaya bahwa Allah itu Esa.

Menurut istilah “ Ilmu yang membahas berbagai kepercayaan yang diambil dari
dalil dalil keyakinan dan hukum di dalam di dalam islam termasuk hukum
mempercayakan Allah itu Esa. Adapun nama lain ilmu tauhid, yaitu ;

a) Ilmu Aqa’id

Aqa’id berarti tali atau pengikat, disebut Aqa’id karena didalamnya


mempelajari tentang keimanan yang mengikat hati sesorang dengan Allah, baik
meyakini wujud Nya, keesaan Nya atau kekuasan Nya.

b) Ilmu Kalam

Kalam artinya pembicaraan. Karena dalam ilmu ini banyak membtuhkan


diskusi dan pembahasan – pembahasan.

c) Ilmu Ushuluddin

Ushuluddin artinya pokok – pokok agama. Karena didalamnya membahas


prinsip –prinsip ajaran agama islam.

d) Ilmu Ma’rifat

Ma’rifat artinya pengetahuan. Karena didalamnya mengandung bimbingan


dan arahan kepada umat manusia untuk mengenal khaliqnya.

Tauhid adalah akidah bawaan manusia, di mana Allah SWT telah


menciptakan manusia memiliki fitrah beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-
Nya. Tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT, dan tiada Tuhan selain
Allah SWT.

Macam-macam tauhid termasuk ke dalam ilmu akidah. Hal ini bertujuan untuk
membuka wawasan umat Muslim tentang cara meningkatkan keimanan dalam
beragama. Tauhid dimaknai sebagai mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan
memiliki segala kesempurnaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
tauhid adalah keesaan Allah SWT. Tauhid juga dipahami sebagai sikap meyakini
bahwa Allah SWT Maha Suci, yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun,
seperti yang dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya.

Tauhid juga berarti meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah SWT yang
diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya.

6
Ilmu tauhid juga disebut sebagai ilmu ushul (dasar agama) atau ilmu akidah.
Artinya, ilmu ini menjadi bekal pedoman bagi seluruh umat Islam dalam
melakukan kewajibannya sebagai umat beragama.

1.5 Macam Macam Tauhid

a) Rububiyah

Macam-macam tauhid yang pertama adalah Rububiyah. Beriman bahwa


hanya Allah satu-satunya  yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur,
memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta
menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an yang
berbunyi:

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Az-
Zumar 39:62).

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya. Namun pengakuan seseorang terhadap Rububiyah ini tidaklah
menjadikan seseorang beragama Islam, karena sesungguhnya orang-orang
musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid
ini.

Sebagaimana firman Allah,

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang


memiliki Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’
Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di
tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi
tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan
menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu
ditipu?'” (Al-Mu’minun: 86-89).

b) Uluhiyah

7
Macam-macam tauhid yang kedua adalah Uluhiyah. Uluhiyah dapat
diartikan sebagai mentauhidkan atau mengesakan Allah dari segala bentuk
peribadahan baik yang dzohir (terlihat) maupun batin. Itu artinya kamu beriman
bahwa hanya Allah SWT semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-
Nya. 

“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi
Maha Bijaksana.” ('Al 'Imran 3:18)

Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap


rububiyah-Nya. Hal ini berarti mengesakan Allah SWT dalam segala macam
ibadah yang kamu lakukan, seperti salat, doa, nazar, menyembelih, tawakkal,
taubat, harap, cinta, takut ,dan berbagai macam ibadah lainnya.

c) Asma Wa Sifat

Macam-macam tauhid yang ketiga adalah Asma Wa Sifat. Beriman bahwa


Allah SWT memiliki nama dan sifat baik (asmaul husna) yang sesuai dengan
keagungan-Nya yang telah Allah SWT tetapkan di Al-Qur’an dan As-sunah.
Dalam bertauhid kepada asma wa sifat ini jangan dilakukan dengan adanya tahrif
(penyelewengan), ta'thil (penolakan) dan takyif (penggambaran), dan tasybih
(penyerupaan).

Umat Islam sendiri, mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus
sifat Allah SWT yang wajib diimani. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar
ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:

“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai
dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-
apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh
Rasulullah.”

 Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas.
Barang siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-
esakan Allah dalam hal nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah: meyakini bahwa
Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan dari segala
kekurangan.

.     Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah
atau mengabaikannya.

8
       Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu. Adapun
asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan
dengan mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:
Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash:
4)
 Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya
sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa
Allah SWT, dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama
serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya
dan tidak pula dapat diserupai dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat
disandangkan kepada Pencipta dengan kepada makhluk, pada hakikatnya
esensinya berbeda meskipun lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak
Berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya.

Termasuk dalam asas pertama ini ialah menyucikan Allah SWT dari segala
yang bertentangan dengan sifat yang disandangkan oleh Rasullulah Saw. Jadi
mengesakan Allah SWT dalam hal sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim
untuk meyakini bahwa Allah SWT tidak mempunyai istri, teman, tandingan,
pembantu, dan syafi’ (pemberi syafa’at), kecuali atas izin-Nya. Dan juga
menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah,
mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan lainya.
       Sedangkan asas kedua, mewajibkan untuk membatasi diri pada nama-nama
dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dal al-Qur’an dan As-Sunnah. Nama-nama
dan sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan wahyu, bukan logika. Jadi, tidak
boleh menyandangkan sifat atau nama kepada Allah SWT kecuali sejauh
ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebab Allah SWT maha tau tentang Dirinya
sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Ia berfirman :
Artinya : “Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah ?”.
(QS. Al-Baqarah : 140)
       Nah, bila Allah SWT yang lebih mengetahui tentang Dirinya dan para Rasul-
Nya adalah orang-orang jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya,
pasti mereka tidak akan menyampaikan selain dari apa yang diwahyukan oleh-
Nya kepada mereka. Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau menafikan
nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT wajib merujuk kepada informasi dari Allah
dan Rasul-Nya.  

9
Sementara asas ketiga, menuntut manusia yang mukallaf untuk
mengimani sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh al-Qur’an dan As-
Sunnah tanpa bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang
esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan dicapai mankala
mengetahui kaifiyyah Dzat. Padahal Dzat Allah SWT tidak berhak dipertanyakan
esensi dan kaifiyyah-Nya.

        Karena itu, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa’ (cara
Allah SWT bersemayam), mereka menjawab’ “Istiwa’ itu sudah dipahami, sedang
cara-caranya tidak diketahui; mengimani istiwa’ adalah wajib dan bertanya
tentangnya adalah bid’ah.”
         Jika ada seseorang bertanya kepada kita, ”Bagaimana cara Allah SWT turun
ke langit dunia ?” Maka kita tanyakan kepadanya,”Bagaimana dia ?” jika ia
mengatakan, “Saya tidak tau kaifiyyah Dia”. Maka kita jawab  “ Makanya kita
tidak tau kaifiyyah turunya Allah. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus
mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah dzat yang disifsti itu. Karena, sifat itu
adalah cabang dan mengikuti yang disifati. Maka, bagaimana Anda menuntut
istiwa’, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya. Jika Anda
mengakui bahwa Allah SWT adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki
segala sifat kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar,
melihat, berbicara dan turunya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa
disamakan dengan mahluk-Nya.

Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa tauhid asmawa sifat ini
dapat rusak dengan beberapa hal berikut :

1.      Tasybih ( Penyerupaan )
yakni menyerupakn sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti
yang dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam
dengan Allah SWT, orang Yahuda menyerupakan ‘Uzair dengan Allah, orang-
orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah, dan beberapa
kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk , tangan Allah
dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan
lain sebagainya.

10
2.      Tahrif ( Penyelewengan )
yaitu mengubah atau mengganti. Artinya mengubah lafazh-lafazh nama
Allah SWT dengan menambah atau mengurangi atau mengubah artinya, yang oleh
para ahli bid’ah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafazh dengan
makna yang rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa
Arab. Seperti pengubahan kata dalam firman Allah SWT “Wakallamallahu musa
taklima” menjadi “Wakallamallaha”. Dengan demikian, mereka bermaksud
menafikan sifat kalam (berbicara) dari Allah SWT.
3.      Ta’thil ( Penolakan )
yakni menampik sifat Allah dan menyagkal keberadaannya pada Dzat
Allah SWT, semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan cara membantah
nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau
menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah SWT, seperti orang yang menyatakan
bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal bahwa
Allah telah menciptakan dan membuatnya).
4.      Takyif ( Penggambaran )
metode dalam memahami nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melakukan tasybih, tahrif, ta’thil dan
takyif ini merupakan mazhab salaf. Asy-Syaikani mengatakan,  “Sesungguhnya,
mazhab salaf, yakni kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut-tabi’in, adalah
memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah SWT sesuai dengan zhahirnya
tanpa melakukan tahrif, ta’wil yang dipaksakan, dan tidak pula ta’thil yang
mengakibatkan terjadinya banyak ta’wil. Dan jika mereka ditanya tentang sifat-
sifat Allah SWT, mereka membacakan dalil lalu menahan diri dari mengatakan
pendapat itu dan ini seraya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui lebih dari
itu.
Ulama salaf tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak mereka
ketahui dan apa yang tidak yang tidak Allah SWT izinkan untuk meraka lampaui.
Jika ada seorang penanya menginginkan penjelasan melebihi dari zahir, maka
mereka segera mencegahnya dari apa yang tidak mungkin merfeka capai selain
terjerumus dalam bid’ah dan melarangnya dari hal yang tidak tidak diajarkan
Rasulullah SAW, tidak pula oleh sahabat dan tabi’in. 

11
1.6 Hakikat Ilmu Tauhid

Seluruh manusia terlahir dalam keadaan fitrahnya, yakni bertauhid seperti


yang tertera dalam Q.S Ar – Rum : 30, Artinya ; “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah
menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan
Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,”

Manusia yang memiliki potensi bertuhan sejak kelahirannya, “Setiap anak


dilahirkan dalam keadaan fitrah (bertauhid). Kedua orangtua nyalah
yangmenjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”. (H.R. Bukhari dan
Muslim).

1.7 Implikasi Tauhid

Tauhid dalam Islam diekspresikan dengan kalimat “ LAA ILAAHA


ILALLAH “. Merupakan titik tolak untuk membebaskan diri dari pengaruh segala
sesuatu, selain Allah.

Tauhid berarti bahwa manusia tidak membutuhkan apa – apa selain Allah,
sehingga seseorang yang beriman diberi kemuliaan dan kepuasan sebagai
hambayang bebas dan benar – benar terhormat.

Firman Allah SWT. Yang artinya ; “dan apabila hamba-hamba-Ku


bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat.
Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.
Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar
mereka memperoleh kebenaran.” (Q.S. Al Baqarah: 186).

12
BAB 2
2.1 Makna Kalimat Laa Ilaaha Ila-Allah
Kalimat Laa Ilaaha IlIa-Allah mengandung dua makna, yaitu
makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna
menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia
semata. Berkaitan dengan kalimat ini Allah SWT berfirman :

ُ ‫فَا ْعلَ ْم َأنَّهُ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هَّللا‬


Artinya :"Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasannya tidak ada sesembahan yang
benar selain Allah". (Qs. Muhammad : 19)
Berdasarkan ayat di atas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib
hukumnya dan mesti didahulukan dari pada rukun-rukun Islam yang lain.
Rasulullah SAW juga menegaskan :"Barang siapa yang mengucapkan laa ilaaha
illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke datang surga."(HR. Ahmad). Yang
dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami, mengamalkan dan
mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.
Rasulullah sendiri mengajak paman beliau Abu Thalib menjelang detik-detik
kematiannya dengan ajakan :"Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illa-Allah,
sebuah kalimat yang aku akan jadikan ia sebagai nutfah di hadapan Allah". Akan
tetapi, Abu Thalib enggan untuk  mengucapkan dan meninggal datam keadaan
musyrik.
Selama 13 tahun di Makkah. Nabi Muhammad SAW mengaiak orang-orang
dengan perkataan beliau :"Katakan laa ilaaha illa-Allah”.Kemudian orang-orang
kafir menjawab :"Beribadah kepada sesembahan yang satu. Tidak pernah kami
dengar dari orang tua kami". Orang Quraisy di zaman Rasulullah sangat paham
makna kalimat tersebut, dan barang siapa yang mengucapkannya tidak akan
menyeru/berdoa kepada selain Allah. Kalimat tauhid (laa ilaaha illallah) bersama
dengan kalimat syadahat rasul (muhammadur rasulullah) merupakan Rukun Islam
yang pertama dari kelima rukun Islam. Rukun Islam ini ditegaskan dalam sabda
Rosulullah SAW:
“Islam dibangun di atas lima perkara: Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak
disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah;
menegakkan shalat; menunaikan zakat; puasa di bulan Ramadhan; dan berhaji ke
Baitullah.” (HR Bukhari Muslim).
Rukun Islam atau arkanul islam atau pilar-pilar Islam merupakan lima tindakan
dasar dalam Islam yang merupakan pondasi wajib bagi seorang muslim dan
merupakan dasar dari kehidupan seorang muslim. Oleh karena itu, kelima rukun
tersebut harus dipahami dengan benar dan ditunaikan dengan kesungguhan oleh
setiap orang yang mengaku muslim.

13
Syarat pertama seseorang untuk menjadi seorang muslim adalah mengucapkan
dua kalimat syahadat. Makna syahadat tauhid/kalimat tauhid laa ilaaha illallaah
adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah SWT. Kalimat
ini berarti menolak hak peribadahan kepada segala sesuatu selain Allah SWT dan
menetapkannya semata-mata hanya untuk Allah SWT. Dengan demikian maka,
kalimat tauhid ini bermakna sangat mendalam, baik dalam konteks misi
perjuangan Islam maupun dalam konteks akidah Islam.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mu’minun: 117: “Dan barangsiapa
menyembah Tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun
baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-
orang kafir itu tidak akan beruntung.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa siapapun yang menyembah sesembahan lain
bersama Allah SWT tanpa memiliki dalil yang menunjukkan keberhakan
sesembahan tersebut untuk disembah, maka Allah pasti akan membalasnya atas
perbuatan syiriknya itu. Dan ditegaskan pula bahwa orang-orang kafir sungguh
tidak akan beruntung. Sedangkan yang beruntung hanyalah orang-orang yang
hanya menyembah dan beribadah kepada Allah SWT semata. Dengan demikian,
kalimat tauhid merupakan kalimat yang agung. 

2.2 Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah


Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat. Tanpa
syarat-syarat kesaksian ini tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya.
Secara singkat tujuh syarat itu ialah :
1. ‘ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)
2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
5. Ikhlash, yang menafikan syirik
6. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).

Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :


Syarat Pertama :'llmu (Mengetahui)
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang
ditiadakan dan apa yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal
tersebut.
‫ون‬ ِّ ‫ون ِم ْن ُدونِ ِه ال َّشفَا َعةَ ِإال َم ْن َش ِه َد بِ ْال َح‬
َ ‫ق َوهُ ْم يَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ك الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْد ُع‬ ُ ِ‫َوال يَ ْمل‬
Artinya :"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat
memberi syafaat ; akan tetapi (orang yang dapat nemberi syafaat ialah) orang

14
yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf :
86)
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illa Allah dan memahami
dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya seandainya ia mengucapkannya,
tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksiaan itu tidak sah dan tidak
berguna.

Syarat Kedua: Yaqin (yakin)


Orang yang mengingkarkannya harus meyakini kandungan kalimat laa
ilaaha illa-Allah itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian
itu. Allah SWT berfirman:
‫ِإنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو َرسُولِ ِه ثُ َّم لَ ْم يَرْ تَابُوا َو َجاهَ ُدوا بَِأ ْم َوالِ ِه ْم َوَأ ْنفُ ِس ِه ْم‬
َ‫فِي َسبِي ِل هَّللا ِ ۚ ُأو ٰلَِئكَ هُ ُم الصَّا ِدقُون‬
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu", (Qs. Al-Hujurat :
15)
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad Saw besabda:”Siapa
yang engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang menyaksikan bahwa tiada
ilah selain Allah dengan hati yang menyakininya, maka berilah kabar gembira
dengan (balasan) surga” (HR. Al-Bukhari). Maka siapa yang tidak meyakininya,
ia tidak berhak masuk surga.

Syarat Ketiga: Qabul (Menerima)


Menerima kandungan dan konsekuensi dari laa ilaaha illa-Allah,
menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa
yang mengucapkannya, tetapi tidak menerima dan mentaati, maka ia germasuk
orang-orang yang difirmankan Allah:
ٍ ُ‫اع ٍر َمجْ ن‬
‫ون‬ ِ ‫يل لَهُ ْم اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ يَ ْستَ ْكبِرُونَ َويَقُولُونَ َأِئنَّا لَت‬
ِ ‫ آلِهَتِنَا لِ َش‬Œ‫َار ُكو‬ َ ِ‫ِإنَّهُ ْم َكانُوا ِإ َذا ق‬
Artinya : “Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa
ilaaha illa-Allah”(Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka
menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembah-sembahan kami karena seorang penyair gila?”.(QS. Ash-
Shafat: 35-36)

Syarat Keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)


Allah SWT berfirman:
‫ُأْل‬
ِ ‫َو َم ْن يُ ْسلِ ْم َوجْ هَهُ ِإلَى هَّللا ِ َوهُ َو ُمحْ ِس ٌن فَقَ ِد ا ْستَ ْم َسكَ بِ ْالعُرْ َو ِة ْال ُو ْثقَ ٰى ۗ َوِإلَى هَّللا ِ عَاقِبَةُ ا ُم‬
۞ ‫ور‬
Artinya : “Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang kokoh”.(QS. Luqman : 22)

15
Syarat Kelima: Shidq (Jujur)
Yaitu mengucapakan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga
membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan,
maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman:
َ‫اس َم ْن يَّقُوْ ُل ٰأ َمنَّابِٱهللِ َوبِ ْٱليَوْ ِم ٱٰأل ِخ ِر َو َماهُ ْم بِ ُمْؤ ِمنِ ْينَ ۝ي ُٰخ ِد ُعوْ نَ ٱهلل‬
ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
‫َوٱلَّ ِذ ْينَ ٰأ َمنُوْ ا َو َمايَ ْخ َد ُعوْ نَ ِإآل َأ ْنفُ َسهُ ْم َو َمايَ ْش ُعرُوْ نَ ۝فِى قُڶُوبِ ِه ْم َّم َرضٌ فَزَا َدهُ ُم‬
َ‫ٱڶڶهُ َم َرضًا ۖ َوڶَهُ ْم َع َذابٌ َأڶِ ْي ٌم بِ َما َكنُوْ يَ ْك ِذبُوْ ن‬
Artinya : “Di antara manusia ada yang mengatakan:”Kami beriman kepada Allah
dan Hari kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal
mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati
mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siska
yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.(QS. Al-Baqarah: 8-10)

Syarat Keenam : Ikhlas


Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syrik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam hadis
Rasulullah dikatakan:”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang
yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah karena mengiginkan ridha Allah”.(HR.
Al-Bukhari dan Muslim)

Syarat Ketujuh : Mahabbah (Kecintaan)


Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang-
orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman:
‫ون هَّللا ِ َأ ْندَادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ َش ُّد ُحبًّا‬ِ ‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن ُد‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ِ ‫اب َأ َّن ْالقُ َّوةَ هَّلِل ِ َج ِميعًا َوَأ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال َع َذا‬
‫ب‬ َ ‫هَّلِل ِ ۗ َولَوْ يَ َرى الَّ ِذينَ ظَلَ ُموا ِإ ْذ يَ َروْ نَ ْال َع َذ‬
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tanding-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”.(QS. Al-
Baqarah: 165) Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih
sedangkan ahli syrik mencintai Allah dan mencintai yang lain. Hal ini sangat
bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-Allah.

2.3 Konsekuensi Kalimat Laa Ilaaha Illa-Allah dalam Kehidupan.


Konsekuensi yang dikandung oleh orang yang telah mengucapkan kalimat
tauhid adalah hanya menyembah Allah SWT serta mematuhi syariat-Nya,
mengimani dan meyakini bahwa syariat-Nya adalah benar. Seseorang yang telah
mengikrarkan kalimat tauhid maka ia harus mengikhlaskan dan berkomitmen
bahwa ibadahnya hanya kepada Allah SWT dan meninggalkan segala bentuk
peribadahan kepada selain Dia. Kalimat tauhid bermakna mengesakan segala
bentuk peribadatan hanya untuk Allah SWT termasuk berdoa, meminta, tawakal,

16
takut, berharap, menyembelih, bernazar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis
ibadah lainnya. Namun, kalimat ini tidak akan bermanfaat bagi pengucapnya jika
ia tidak mengimani, tidak memahami maknanya, tidak membenarkan, dan tidak
mengamalkan. Maka orang yang mengaku muslim tetapi tetap menyembah dan
beribadah kepada selain Allah SWT, sebenarnya ia belum mengamalkan kalimat
tauhid dengan benar. Semoga kita semua terhindar dari dosa besar kemusyrikan.
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang
dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan
beribadah kepada Allah semata tanpa unsur kesyirikan sedikit pun, sebagai
keharusan dari penetapan ilaa-Allah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga
mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa makhluk,
kuburan, pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang
tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala
yang dilarang-Nya.

Kalimat Laa ilaaha illallah yang kita ucapkan dan kita ikrarkan dalam


keseharian kita, baik didalam shalat ataupun di dalam dzikir diluar shalat, pada
hakikatnya menuntut agar kita banyak melaksanakan konsekuensinya, untuk
diimplementasikan dalam kehidupan. Seperti tawakkal kita hendaknya hanya
kepada Allah, kesabaran kita hendaknya dibangun di atas ketaatan kepada Allah.
Rasa syukur kita hendaknya hanya diserahkan kepada Allah. Demikian juga,
dengan segala macam tuntutan dan konsekuensinya, baik yang bersifat dalam hati
semata. Misalnya saja rasa cinta prioritasnya hanya kepada Allah, rasa takut
hendaknya hanya satu-satunya kepada Allah. Demikian juga dengan ibadah-
ibadah Qalbiah, ibadah-ibadah yang dilakukan di dalam hati ataupun ibadah-
ibadah lahiriah.
Shalat, puasa, do’a, bacaan Qur’an kita dan segala aktivitas kehidupan hendaknya
semata-mata hanya diserahkan kepada Allah. Sebagai wujud dan konsekuensi dari
kita sebagai seorang muslim yang telah mengikrarkan kalimat syahadat. Di dalam
Al-Qur’an Allah berfirman,
 

 ۖ‌‫) اَل َش ِريكَ لَهُۥ‬١٦٢( َ‫اى َو َم َماتِى هَّلِل ِ َربِّ ۡٱل َع ٰـلَ ِمين‬ َ ‫قُ ۡل ِإ َّن‬
َ َ‫صاَل تِى َونُ ُس ِكى َو َم ۡحي‬
)١٦٣( َ‫ت َوَأن َ۟ا َأ َّو ُل ۡٱل ُم ۡسلِ ِمين‬ ُ ‫ك ُأ ِم ۡر‬
َ ِ‫َوبِ َذٲل‬
“Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan
diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am: 162-163).
 

17
Alangkah baiknya jika setiap dari kita, selalu bermuhasabah dan mengevaluasi
seberapa banyak dan seberapa jauh, dari segala konsekuensi
kalimat Lailahaillallah yang telah kita ucapkan itu. Yang telah kita aplikasikan
dalam kehidupan ini, jika saja ia adalah orang-orang yang beriman dan beruntung
maka Allah pasti akan memberikannya hidayah untuk menjalankan konsekuensi
kalimat  tersebut. Namun yang belum merasakan seperti itu, marilah
memperbanyak taubat, kembali kepada Allah, pasti Allah menerima taubatnya dan
diberi petunjuk dalam kehidupannya. Melalui sisa-sisa kehidupannya sehingga
menjadi seorang muslim yang baik.
saudara-saudara yang sama  berbahagia,
Rasulullah shallahu’alaihi wasallam menganjurkan kepada kita untuk
memperbanyak bershalawat kepada beliau. Begitupun Allah  azza wajalla wa’ala
memerintahkan,
Œْ ‫وا َعلَ ۡي ِه َو َسلِّ ُم‬
)٥٦( ‫وا ت َۡسلِي ًما‬ ْ ُّ‫صل‬ ْ ُ‫ُصلُّونَ َعلَى ٱلنَّبِ ۚ ِّى يَ ٰـَٓأيُّہَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
َ ‫وا‬ َ ‫ ي‬ ‫ِإ َّن ٱهَّلل َ َو َملَ ٰـٓ ِٕٮڪَتَهُ ۥ‬
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).
Khusus di hari Jum’at Rasulullah rmenganjurkan kita untuk memperbanyak
shalawat untuk beliau,
“Sesungguhnya hari paling utama adalah Jum’at, perbanyaklah shalawat atasku
pada hari itu, karena shalawatmu pasti disampaikan padaku.” (HR. Abu Daud).

18
BAB 3

3.1 Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan


Tauhid, secara Bahasa berasal dari kata “wahhada – yuwahhidu” yang
artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa ( menganggap sesuatu esa ). Secara
istilah syar’i,
tauhid berarti mengesakan Allahdalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan
mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan
penyembahan kepada selain- Nya serta menetapkan Asma’ul Husna ( Nama-nama
yang Bagus ) dan Shifat Al-Ulya ( sifat-sifat yang Tinggi ) bagi-Nya dan
mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat. 

Tauhid merupakan landasan dari seluruh aspek kehidupan manusia secara


pribadi, dalam keluarga, masyarakat dan berbangsa, baik dari masalah kegiatan
ekonomi, budaya, sosial politik dan lainnya tidak terlepas dari semangat tauhid.
Memang tujuan diciptakannya makhluk adalah untuk bertauhid. Allah berfirman, 

َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬


‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
 
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56). 
Makna menyembah-Ku dalam ayat ini adalah mentauhidkan Allah.
Seluruh rasul itu semua dalam menyerukan dakwah dan agama yang satu yaitu
beribadah kepada Allah saja yang tidak boleh ada satupun sekutu bagi-Nya.
Tauhid adalah kewajiban pertama dan terakhir. 

Rasul memerintahkan para utusan dakwahnya agar menyampaikan tauhid


terlebih dulu sebelum yang lainnya. Nabi SAW bersabda kepada Mu’adz bin Jabal
ra. “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka
mentauhidkan Allah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Nabi juga bersabda,
“Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illAllah niscaya masuk
surga.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim). Allah berfirman, 

‫ك لِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء‬
َ ِ‫ك بِ ٖه َويَ ْغفِ ُر َما ُدوْ نَ ٰذل‬ َ ‫اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ْغفِ ُر اَ ْن يُّ ْش َر‬
ۗ‫ض ٰلاًل ۢ بَ ِع‬ ‫هّٰلل‬
َ ‫َو َم ْن يُّ ْش ِر ْك بِا ِ فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Allah mengampuni dosa
selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (An Nisaa': 116).

Sehingga syirik menjadi larangan yang terbesar. Sebagaimana syirik


adalah larangan terbesar maka lawannya yaitu tauhid menjadi kewajiban yang

19
terbesar pula. Allah menyebutkan kewajiban ini sebelum kewajiban lainnya yang
harus ditunaikan oleh hamba. Allah berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah
kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah pada kedua
orang tua.” (An Nisaa': 36)

Kewajiban ini lebih wajib daripada semua kewajiban, bahkan lebih wajib
daripada berbakti kepada orang tua. Sehingga seandainya orang tua memaksa
anaknya untuk berbuat syirik maka tidak boleh ditaati. Allah berfirman, “Dan jika
keduanya (orang tua) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya.  (Luqman: 15)
Hati yang saliim adalah hati yang bertauhid. Rasulullah SAW bersabda,
“Ketahuilah di dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah
seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah berfirman, “Hari dimana harta dan keturunan tidak bermanfaat lagi, kecuali
orang yang menghadap Allah dengan hati yang saliim (selamat).” (Asy Syu’araa':
88-89). Imam Ibnu Katsir, yaitu hati yang selamat dari dosa dan kesyirikan. Maka
orang yang ingin hatinya bening hendaklah ia memahami tauhid dengan benar.

Rasulullah SAW bersabda, “Hak Allah yang harus ditunaikan hamba yaitu
mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”
(HR. Bukhari dan Muslim). Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya
artinya mentauhidkan Allah dalam beribadah. Tidak boleh menyekutukan Allah
dengan sesuatu apapun dalam beribadah, sehingga wajib membersihkan diri dari
syirik dalam ibadah. Orang yang tidak membersihkan diri dari syirik maka
belumlah dia dikatakan sebagai orang yang beribadah kepada Allah saja.
Ibadah adalah hak Allah semata, maka barangsiapa menyerahkan ibadah kepada
selain Allah maka dia telah berbuat syirik. Maka orang yang ingin menegakkan
keadilan dengan menunaikan hak kepada pemiliknya sudah semestinya
menjadikan tauhid sebagai ruh perjuangan mereka.

Adapun dalam pengamalannya tauhid harus ditanamkan dalam hati setiap


manusia agar setiap langkah di dalam hidupnya tak pernah luput dari tauhid.
Karena segala aspek kehidupan akan terarah dengan adanya landasan tauhid
didalamnya. Contohnya yaitu ketika kita berangkat menuntut ilmu ke kampus kita
akan senantiasa melakukannya karena Allah ta’ala bukan untuk hal - hal yang lain
yang tidak bermanfaat. Maka jika kita menerapkan perilaku tauhid dalam segala
hal, Allah akan menjaminnya bagi orang-orang yang berperilaku tauhid secara
mutlak.

BAB 4

20
4.1 Jaminan Allah bagi Orang Yang Bertauhid

1. Ahli Tauhid Mendapat Keamanan dan Petunjuk

Seseorang yang bertauhid dengan benar akan mendapatkan rasa


aman dan petunjuk. Allah Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya,

َ ‫الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا ِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم ُأوْ لَِئ‬
َ‫ك لَهُ ُم اَْأل ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman


mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS. Al An’am:82)

Kezaliman meliputi tiga perkara :

A. Kezaliman terhadap hak Allah yaitu dengan berbuat syirik.


B. Kezaliman seseorang terhadap dirinya sendiri yaitu dengan berbuat
maksiat.
C. Kezaliman seseorang terhadap orang lain yaitu dengan menganiaya
orang lain.

Kezaliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.


Kesyirikan disebut kezaliman karena menujukan ibadah kepada yang tidak
berhak menerimanya. Ini merupakan kezaliman yang paling zalim. Hal ini
karena pelaku syirik menujukan ibadah kepada yang tidak berhak
menerimanya, mereka menyamakan Al Khaaliq (Sang Pencipta) dengan
makhluk, menyamakan yang lemah dengan Yang Maha Perkasa.

Yang dimaksud dengan kezaliman dalam ayat di atas adalah


adalah syirik, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa salaam ketika menafsirkan ayat ini. Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu mengatakan, “Ketika ayat ini turun, terasa beratlah di hati para
sahabat, mereka mengatakan siapakah di antara kita yang tidak pernah
menzalimi dirinya sendiri (berbuat maksiat), maka Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salaam bersabda, “Tidak demikian, akan tetapi yang
dimaksud (dengan kezaliman pada ayat tersebut) adalah kesyirikan.
Tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman kepada
anaknya, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah

21
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar” (QS Lukman: 13)”.

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan


keimanan mereka dengan kezaliman , merekalah ahli tauhid. Mereka akan
mendapatkan keamanan di dunia berupa ketenangan hati, dan juga
keamanan di akhirat dari hal-hal yang ditakuti yang akan terjadi di hari
akhir. Tentunya kadar keamanan dan petunjuk yang mereka dapatkan
sesuai dengan kadar tauhidnya.

2. Ahli Tauhid Pasti Masuk Surga

Ini merupakan janji dari Allah Ta’ala untuk ahli tauhid bahwa


Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga. Ahli tauhid adalah
mereka yang bersyahadat (bersaksi) dengan persaksian yang disebut dalam
hadist di atas. Maksud syahadat yang benar harus terkandung tiga hal yaitu
mengucapkannya dengan lisan, mengilmui maknanya, dan mengamalkan
segala konsekuensinya, tidak cukup hanya sekadar mengucapknnya saja.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda,


“Barangsiapa yang bersyahadat (bersaksi)  bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan rasul-Nya, dan
kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-
Nya, dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka
Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang
telah dikerjakakannya”[4].

Yang dimaksud dengan  ‘alaa maa kaana minal ‘amal (sesuai


amal yang telah dikerjakannya) ada dua tafsiran:

1. Mereka akan masuk surga walaupun memiliki dosa-dosa selain


syirik karena dosa-dosa selain syirik  tersebut tidak
menghalanginya untuk masuk ke dalam surga, baik masuk
surgasecara langsung maupun pada akhirnya masuk surga walau
sempat diadzab di neraka.  Ini merupakan keutamaan tauhid yang
dapat menghapuskan dosa-dosa dengan izin Allah dan
menghalangi seseorang kekal di neraka.
2. Mereka akan masuk surga, namun kedudukan mereka dalam surga
sesuai dengan amalan mereka, karena kedudukan seseorang di
surga bertingkat-tingkat sesuai dengan amal shalihnya.

22
3. Ahli Tauhid Diharamkan dari Neraka

Sungguh, neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali. Betapa


bahagianya sesorang yang tidak menjadi penghuni neraka. Hal ini akan
didiapatkan oleh seseorang yang bertauhid dengan benar.
Rasululllah shalallahu ‘alahi wa salaam bersabda, “Sesunggunhya
Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan Laa
ilaah illallah, yang di ucapkan ikhlas mengharapkan wajah
Allah” Pengharaman dari neraka ada dua bentuk:
 Diharamkan masuk neraka secara mutlak  dalam arti dia tidak akan pernah
masuk neraka sama sekali, boleh jadi dia mempunyai dosa kemudian
Allah mengampuninya atau dia termasuk golongan orang-orang yang
masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
 Diharamkan kekal masuk neraka dalam arti dikeluarkan dari neraka
setelah sempat dimasukkan ke dalamnya selama beberapa waktu.

4. Ahli Tauhid Diampuni Dosa-dosanya

Hidup kita tidak luput dari gelimang dosa dan maksiat. Oleh
karena itu pengampunan dosa adalah sesuatu yang sangat kita harapkan.
Dengan melaksanakan tauhid secara benar, menjadi sebab terbesar dapat
menghapus dosa-dosa kita. Dalam hadist ini Nabi mengkhabarkan tentang
luasnya keutamaan dan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Allah akan
menghapus dosa-dosa yang sangat banyak selama itu bukan dosa syirik.
Makna hadis ini seperti firman Allah Ta’ala,

}48{ ‫ك لِ َمن يَ َشآ ُء َو َمن يُ ْش ِر ْك بِاهللِ فَقَ ِد ا ْفت ََرى ِإ ْث ًما َع ِظي ًما‬ َ ‫ِإ َّن هللاَ الَيَ ْغفِ ُر َأن يُ ْش َر‬
َ ِ‫ك بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ َذل‬

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan


Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar ” (QS. An
Nisaa’:48).

5. Ahli Tauhid Bagi Masyarakat

Jika suatu masyarakat benar-benar merealisasikan tauhid dalam


kehidupan mereka ada beberapa jaminan yaitu :

23
1. Mendapat kekuasaan di muka bumi.
2. Mendapat kemantapan dan keteguhan dalam beragama.
3. Mendapat keamanan dan dijauhkan dari rasa takut.

Allah Ta’ala dalam hal ini tentang jaminan bagi masyarakat yang ahli
tauhid sebagaimana firmannya, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-
orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang
saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar
akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan
menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.” (QS. An Nuur:45)

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/HamdanHuseinBatubara/modul-tauhid

24
https://maswanuldwim.blogspot.com/2017/05/tauhid-dan-urgensinya-bagi-
kehidupan.html?m=1

https://rumahtarbiyah.com/mengaplikasikan-kalimat-tauhid-dalam-
kehidupan/

https://muslim.or.id/2481-inilah-jaminan-bagi-ahli-tauhid.html

https://pdfcoffee.com/makalah-aik-kelompok-6-tauhid-dan-urgensinya-bagi-
kehidupan-muslim-pdf-free.html

25

Anda mungkin juga menyukai