Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LANDASAN TASAWUF, ILMU DAN AMAL


Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Dwichandra Setyorini (20122005)
2. Nur Afni Katili (20122002)
3. Fikri Amirullah (20122020)

Dosen Pengampu:
Amiruddin, M.P.d

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MANADO
2021
Daftar isi
Daftar isi...................................................................................................................................... i

Kata pengantar ...........................................................................................................................ii

Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................................ 1

1.1 Latar belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 2

1.2.1 Apa pemgertian tasawuf, ilmu dan amal ? ........................................................... 2

1.2.2 Apa landasan tasawuf ? ........................................................................................ 2

1.2.3 Apa landasan ilmu ? ............................................................................................. 2

1.2.4 Apa landasan amal ? ............................................................................................ 2

Bab 2 Pembahasan ................................................................................................................. 3

2.1 Pengertian Tasawuf, Ilmu dan Amal ........................................................................... 3

2.2 Landasan tasawuf ........................................................................................................ 4

2.3 Landasan ilmu ............................................................................................................. 6

2.4 Landasan amal ............................................................................................................. 7

Bab 3 Penutup ...................................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 10

3.2 Saran .......................................................................................................................... 10

Daftar pustaka .......................................................................................................................... 11

i
Kata pengantar
Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT karena hanya dengan izinnya lah saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada
baginda nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan insya Allah
syafaat beliau bisa sampai kepada kita sebagai ummatnya. Aamiin.

Makalah ini kami susun dengan maksud untuk memenuhi Tugas yang di berikan oleh
bapak Amiruddin,M.Pd. sebagai dosen pengampu dari mata kuliah Akhlak Tasawuf. Adapun
tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita terhadap ilmu
tasawuf.

ii
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Akhlak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan kita sebagai manusia.
Dalam kaitan ini pula peranan pendidikan agama Islam di kalangan umat Islam termasuk
kategori manifestasi dari cita-cita hidup Islam dalam melestarikan dan mentransformasikan
nilai-nilai Islam kepada pribadi generasi penerusnya. Moral yang terbimbing dalam naungan
Ilahiyah akan melahirkan etika yang lurus dan terarah. Untuk itu nilai-nilai Islam yang
diformulasikan dalam cultural religious tetap berfungsi dan berkembang di masyarakat dari
masa ke masa. Untuk itu pendidikan yang mengarah kepada pembinaan akhlak sangat perlu
diberikan dalam pengajaran dan pendidikan baik yang formal, nonformal maupun informal.
Dalam fenomena pada kehidupan masyarakat, setiap warga masyarakat wajib untuk
menyesuaikan tingkah lakunya menurut situasi aktual yang ada di hatinya dan
mengadaptasikan dengan situasi lingkungan tempat ia berada. Peranan yang paling tepat ialah
bilamana ia mampu bertindak multi peranan, peranan silih berganti, ia harus mampu
memerankan diri sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Keberhasilan
seseorang dalam mempertemukan titik optimum, yakni peran individu dan peran sosial, telah
sampai pada tingkat “matang” atau “dewasa”. Yang dimaksud dengan “matang” atau
“dewasa” disini tidaklah diukur dari tingkat usia dan tinggi besar fisik, tetapi dilihat dari
“tingkat berpikir”. Pengalaman menunjukkan bahwa ada saja seseorang yang tingkat usianya
sudah tinggi, tetapi cara berpikirnya sangat kekanak-kanakan. Sebaliknya, ada orang yang
relatif muda, tetapi dalam cara berpikir sudah matang.

Pendidikan akhlakul karimah perlu diberdayakan melalui proses pembelajaran. Dalam


hal proses belajar-mengajar tentunya berlandaskan dua asas, yaitu: 1) Dengan menjaga
(memperlihatkan dan memperhatikan) terhadap tingkat kemampuan atau pemikiran yang
diajar (peserta didik), 2) Pengembangan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa-apa
yang mengarahkannya kepada kebaikan dan petunjuk/kebenaran.

Dalam hal ini antara kekuatan akal dan hati mesti ada keserasian yang mapan, akal untuk
berfikir dari sesuatu yang nyata, sedangkan hati untuk mengiyakan dari sesuatu yang tidak
nyata (ghaib). Seseorang yang hanya mementingkan rasio nanti pada akhirnya tidak tercapai
kepuasan, dan seseorang yang hanya mementingkan hati menimbulkan kebekuan dan bisa
jadi keterbelakangan dalam hal keduniaan. Untuk itu hasil kajian Akhlak Tasawuf secara

1
konseptual memiliki signifikansi ilmiah dalam menghampiri nilai-nilai akhlak dan prinsip-
prinsip tasawuf dalam kehidupan.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa pengertian tasawuf, ilmu dan amal ?


1.2.2 Apa landasan tasawuf ?
1.2.3 Apa landasan ilmu ?
1.2.4 Apa landasan amal ?

2
Bab 2
Pembahasan

2.1 Pengertian Tasawuf, Ilmu dan Amal


Tasawuf secara etimologis berasal dari kata bahasa arab, yaitu tashawwafa,
Yatashawwafu, selain dari kata tersebut ada yang menjelaskan bahwa tasawuf berasal dari
kata Shuf yang artinya bulu domba, maksudnya adalah bahwa penganuttasawuf ini hidupnya
sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi pakaian sutra dan memaki kain dari buku
domba yang berbulu kasar atau yang disebut dengan kain wol kasar. Yang mana pada waktu
itu memaki kain wol kasar adalah simbol kesederhanaan..

Kata shuf tesebut tersebut juga diartikan dengan selembar bulu yang maksudnya para Sufi
dihadapan Allah merasa dirinya hanya bagaikan selembar bulu yang terpisah dari
kesatuannya yang tidak memiliki arti apa-apa.

Kata tasauwf juga berasal dari kata Shaff yang berarti barisan, makna kata shaff ini diartikan
kepada para jamaah yang selalu berada pada barisan terdepan ketika shalat, sebagaimana
shalat yang berada pada barisan terdepan maka akan mendapa kemuliaan dan pahala. Maka
dari itu, orang yang ketika shalat berada di barisan terdepan akan mendapatkan kemuliaan
serta pahala dari Allah SWT. Tasawuf juga berasal dari kata shafa yangberarti jernih, bersih,
atau suci, makna tersebut sebagai nama dari mereka yang memiliki hati yang bersih atau suci,
maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya dihadapan Allah SWT melalui latihan
kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih dirinya untuk menjauhi segala sifat yang
kotor sehingga mencapai kebersihan dan kesucian pada hatinya.

Sedangkan pengertian tasawuf secara terminologi terdapat banyak beberapa pendapat


berbeda yang telah dinyatakan oleh beberapa ahli. Diantaranya;

1. Syekh Abdul Qadir al-Jailani berpendapat tasawuf adalah mensucikan hati dan
melepaskan nafsu dari pangkalnya denngan khalawt, riya-dloh, taubah dan ikhlas
2. Syaikh Ibnu Ajibah menjelaskan tasawuf sebagai ilmu yang membawa seseorang agar
bisa dekat bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian rohani dan
mempermanisnya dengan amal-amal shaleh dan jalan tasawuf yang pertama dengan
ilmu, yang kedua amal dan yang terakhirnya adalah karunia Ilahi

3
3. H. M. Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf adalah latihan dengan kesungguhan
(riya-dloh, mujahadah) untuk membersihkan hati , mempertinggi iman dan
memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri manusia kepada
Allah sehingga segala perhatiannya hanya tertuju kepada Allah

Ilmu adalah pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang
pengetahuan.

Sedangkan menurut pakar mantiq ilmu adalah mengerti dengan yakin atau mendekati
yakin/zhan mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu sesuai dengan realita atau
tidak.

Menurut Prof. KH. M TaibAbdMu’in, ilmu adalah mengenal sesuatu yang belum
dikenal. Sedangkan Muhammad Nur Al-Ibrahin mengemukakan pengertian ilmu menurut
ahli mantiq adalah pencapaian objek yang belum diketahui dengan cara meyakini atau
menduga yang keadaannya bisa cocok dengan kenyataan atau sebaliknya

Amal (dari Bahasa arab: ‫ل‬


ََ ‫ع َم‬
َ ) berarti mengamalkan, berbuat, bekerja.

Adapun Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap
perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam Islam
tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya terbatas pada
ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup semua yang
bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu sosial dan lain-lain.
Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka memberikan dampak yang
positif bagi peradaban manusia.

2.2 Landasan tasawuf


1. Al quran

Tasawuf pada awal pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan, dan moral keagamaan
ini banyak diatur dalm Al-Quran dan As-Sunnah. Jelaslah bahwa sumber pertamanya adalah
ajaran-ajaran islam. Sebab tasawuf ditimba dari Al-Quran dan As-Sunnah, dan amalan

4
amalan serta ucpan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat itu tentu saja tidak keluar
dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua sumber utama
tasawuf adalah Al-Quran dan As-Sunnah.

Al-Quran merupakan kitab Allah SWT. Yang di dalamnya terkandung muatan-muatan


ajaran Islam, baik akidah , syariah, maupun muamalah .ketiga muatan tersebut banyak
tercermin dalam ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Quran. Ayat-ayat Al-Quran itu, di satu
sisi memang perlu dipahami secara tektual-lahiriah, tetapi di sisi lain, ada juga yang perlu
dipahami secara kontektual-rohaniah. Sebab jika dipahami hanya secara lahiriah, ayat-ayat
Al-Quran akan terasa kaku, kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan
yang tidak dapat diterima secara psikis.

Secara umum. Ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan batiniah.
Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada gilirannya melahirkan
tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yangcukup besar dari sumber
ajaran Islam. Ak-Quran dam As-Sunnah, serta praktik kehidupan Nabi Muhammmad SAW
dan para sahabatnya. Al-Quran antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat
saling mencintai (mahabbah ) dengan Tuhan. Hal itu misalnya difirmankan Allah SWT
dalam Al-Quran.

Artinya: wahai orang-orang yang beriman ! Barang siapa di antara kamu yang murtad
(keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai
mereka dan merekanpun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang
diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya ),
Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Ma’idah [5]:54)

Dalam Al-Quran, Allah SWT pun memerintahkan manusia agar senantiasa bertobat,
membersihkan diri, dan memohon ampunnan kepada-Nya sehingga memperoleh cahaya dari-
Nya

5
2. Hadits

Dalam hadis Rasulullah SAW banyak dijumpai keterangan yang berbicara tentang
kehidupan rohaniah manusia. Berikut ini beberapa matan hadis yang dapat dipahami dengan
pendekatan tasawuf.

Artinya “barang siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya”

Hadis ini di samping melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia,
sekalipun mengisyaratkan arti bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Jadi barang siapa yang
ingin mengenal Tuhan cukup mengenal dan merenungkan perihal dirinya sendiri.

Dasar-dasar tasawuf baik Al-Quran , Al-Hadis, maupun teladan dari para sahabat,
ternyata merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukannya sebagai ilmu tentang tingkatan
(maqomat) dan keadaan ( ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang moral dan tingkah laku
manusia terdapat rujukannya dalam Al-Qura, bahwa pertumbuhan pertamanya,
tasawuf ternyata ditimba daro sumber Al-Quran.

2.3 Landasan ilmu


Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-
sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan-persoalan
duniawī dan ukhrāwī dengan bersumber kepada wahyu Allah. Al-Qur’ān dan al-Hadīts
merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia,
termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān
memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang
pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah
menciptakan”. Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas utama dalam
kegiatan ilmiah. Di samping itu, kata ilmu yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan
sekedar berasal dari bahasa Arab, tetapi juga tercantum dalam al-Qur’ān. Kata ilmu disebut
sebanyak 105 kali dalam al-Qur’ān. Selain kata ‘ilmu, dalam al-Qur’ān juga banyak disebut
ayat-ayat yang, secara langsung atau tidak, mengarah pada aktivitas ilmiah dan
pengembangan ilmu, seperti perintah untuk berpikir, merenung, menalar, dan semacamnya.
Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang aktivitas ilmiah, keutamaan
penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam menuntut ilmu. Misalnya, hadits-hadits yang
berbunyi; “Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah” (HR.

6
Bukhari-Muslim). “Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, malaikat akan
melindungi dengan kedua sayapnya” (HR. Turmudzi). “Barang siapa keluar rumah dalam
rangka menuntut ilmu, maka ia selalu dalam jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim).
“Barang siapa menuntut ilmu untuk tujuan menjaga jarak dari orang-orang bodoh, atau untuk
tujuan menyombongkan diri dari para ilmuwan, atau agar dihargai oleh manusia, maka Allah
akan memasukkan orang tersebut ke dalam neraka” (HR. Turmudzi).

Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts di atas menunjukkan bahwa paradigma ilmu


dalam Islam adalah teosentris. Karena itu, hubungan antara ilmu dan agama memperlihatkan
relasi yang harmonis, ilmu tumbuh dan berkembang berjalan seiring dengan agama. Karena
itu, dalam sejarah peradaban Islam, ulama hidup rukun berdampingan dengan para ilmuwan.
Bahkan banyak ditemukan para ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai ulama. Misalnya, Ibn
Rusyd di samping sebagai ahli hukum Islam pengarang kitab Bidāyah al-Mujtahīd, juga
seorang ahli kedokteran penyusun kitab al-Kullīyāt fī al Thibb.

Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik perhatian Franz Rosenthal,
seorang orientalis, dengan mengatakan:”Sebenarnya tak ada satu konsep pun yang secara
operatif berperan menentukan dalam pembentukan peradaban Islam di segala aspeknya, yang
sama dampaknya dengan konsep ilmu. Hal ini tetap benar, sekalipun di antara istilah-istilah
yang paling berpengaruh dalam kehidupan keagamaan kaum muslimin, seperti “tauhîd”
(pengakuan atas keesaan Tuhan), “al-dîn” (agama yang sebenar-benarnya), dan banyak lagi
kata-kata yang secara terus menerus dan bergairah disebut-sebut. Tak satupun di antara
istilah-istilah itu yang memiliki kedalaman dalam makna yang keluasan dalam
penggunaannya, yang sama dengan kata ilmu itu.Tak ada satu cabangpun dalam kehidupan
intelektual kaum muslimin yang tak tersentuh oleh sikap yang begitu merasuk terhadap
“pengetahuan” sebagai sesuatu yang memiliki nilai tertinggi, dalam menjadi seorang
muslim.”

2.4 Landasan amal


Latar belakang perkembangan pemikrian tasawuf adalah sejak timbulnya fitnah di zaman
Khalifah Utsman sampai Khalifah Ali. Akibat perang saudara itu beratus dan beribu umat
Islam menjadi korban. Termasyhurlah semboyan : kamu mencintai dunia dan takut kepada
mati. Dengan demikian timbullah reaksi dari masyarakat terhadap khalifah-khalifah
berikutnya, seperti halnya sebagian Ulama melakukan „uzlah.

7
Dapat pula dikatakan bahwa timbulnya tasawuf itu bersamaan dengan kelahiran agama Islam
itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad Saw diutus menjadi rasul untuk segenap umat
manusia. Perhatikanlah tahannus dan khalwat Rasulullah Saw di Gua Hira sebelum beliau
diangkat menjadi Rasul, dengan maksud disamping menghindarkan diri dari hawa nafsu
keduniawian, juga mencari jalan untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa dari noda-
noda yang menghinggapi masyarakat pada waktu itu. Dengan demikian hati dan jiwa beliau
tetap bersih tidak terkena dengan berbagai godaan pada waktu itu.

Zuhud Sebagai Dasar Awal Perkembangan Tasawuf Zuhud menurut para ahli sejarah
tasawuf adalah fase yang mendahului tasawuf. Menurut Harun Nasution, station yang
terpenting bagi seorang calon sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup
kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid.
Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah
zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi.

Dasar-dasar Tasawuf dalam Al-Qur‟an dan Hadis Para pengkaji tentang tasawuf sepakat
bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw,
dan sebahagian besar dari kalangan sahabat dan tabi‟in. Kezuhudan ini merupakan
implementasi dari nash-nash al-Qur‟an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat
dan berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan
untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya,
mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.

Ayat al-Qur‟an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat-ayat yang
berkenaan dengan kewajiban seorang mu‟min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri
hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat
menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Qur‟an yang menjelaskan hal tersebut cukup
variatif tetapi penulis mencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah
dalam Q.S ath-Thalaq [65] ayat : 3.

Dasar-dasar Dari Hadis Jika kita melihat dengan seksama akan sejarah kehidupan Rasulullah
Muhammad Saw beserta para sahabat beliau yang telah mendapatkan keridhaan Allah, maka
akan ditemukan sikap kezuhudan dan ketawadhu‟an yang terpadu dengan ibadah-ibadah baik
wajib maupun sunnah bahkan secara individu Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkan
shalat lail hingga lutut beliau memar akibat kebanyakan berdiri, ruku‟ dan sujud di setiap
malam dan beliau Saw tidak pernah meninggalkan amalan tersebut hingga akhir hayat beliau

8
Saw, hal ini dilakukan oleh beliau Saw karena kecintaan beliau kepada sang penggenggam
jiwa dan alam semesta yang mencintainya Dialah Allah yang cinta-Nya tidak pernah terputus
kepada orang-orang yang mencintai-Nya. Uraian tentang hadis fi‟liyah di atas merupakan
salah satu bentuk kesufian yang dijadikan landasan oleh kaum sufi dalam menjalankan
pahamnya.

9
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah ilmu untuk
mengetahui cara menyucikan jiwa,menjernihkan ahlak,membangun lahir dan batin serta
untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.Tasawuf pada awalnya merupakan gerak zuhud
dalam islam dan dalam perkembagannya melahirkan tradisi mistisme islam

Oleh karena itu dalam mengamalkan tasawuf kita perlu akar/sumber landasan yang kuat
berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas.

Dengan mempelajari tasawuf ini kiranya agar kita dapat menerapkan dalam kehidupan
masing-masing agar supaya ilmu yang dipelajari dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang
lain. Dan juga dengan mempelajari tasawuf ini agar supaya kita lebih giat lagi dalam
melakukan amal shalih dan lebih rendah hati

Dengan penjelasan diatas agar kita lebih berhati-hati lagi dalam mengamalkan ilmu tasawuf
yang pastinya memiliki landasan atau sumber yang kuat

3.2 Saran
Kami selaku penulis makalah ini, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kata sempurna. Tentunya, kami akan terus memperbaiki makalah dengan
mangacu pada pada sumber bacaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik, dan
saran tentang pembahasan makalah di atas. kami minta maaf kalau ada kesalahan dalam
penulisan nama ataupun kesalahan dalam kalimat penulisan , mohon dimaafkan, karena
manusia tidak ada yang luput dari salah dan kekhilafannya, dan menjadi pembelajaran
kedepannya agar supaya terus memperbaiki kesalahan -kesalahan yang tidak disengaja.

10
Daftar pustaka
Encep Safrudin Muhyi, dalam Dinamika Umat, edisi 52/VI/Maret 2007,

Manna’ al-Qatthon, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia

Qadri Azizy, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, (Jakarta: Direktorat Perguruan

Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, 2003)

M. Dawam Rahardjo, “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, dalam Ulumul Qur’ān, (Vol.1,

No. 4, 1990)

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium

Baru, (Jakarta: Logos, 1999)

11

Anda mungkin juga menyukai