Anda di halaman 1dari 19

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Pendidikan Akhlak M. Toriqul Arif, M.Pd. I

HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN DISIPLIN ILMU LAINNYA

Kelas D

Kelompok 2

Mariani 170102030046
Muhammad Rafi 170102030882
Nor Khalidah 170102030662
Nurul Chotimah 170102031249

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN ANTASARI BANJARMASIN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan suatu makalah ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW. Yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh
alam semesta.

Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Tafsir Tarbawi yang berjudul “HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN DISIPLIN
ILMU LAINNYA”. Di samping itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen
pengampu mata kuliah kami Bapak Muhammad Toriqul Arif, M.Pd.I. Dan juga semua pihak
yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar ke depannya dapat kami
perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih sangat banyak terdapat
kekurangannya.

Banjarmasin, 15 Februari 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Pengertian Ilmu Akhlak .......................................................................................... 3


B. Hubungan Ilmu Akhlak dan Disiplin Ilmu Lainnya ............................................... 5
1. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Tauhid ......................................................... 5
2. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf....................................................... 9
3. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Hukum ........................................................ 9
4. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Pendidikan .................................................. 10
5. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Jiwa ............................................................. 11
6. Hubungan Ilmu Akhlak dan Filsafat ................................................................. 12
7. Hubungan Ilmu Akhlak dan Ilmu Sosial ........................................................... 13

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan akhlak merupakan hal sangat penting dan mendasar. Dengan
akhlak, kita dapat menetapkan ukuran segala perbuatan manusia; baik-buruk, benar-salah,
sah-batal, dan lainnya. Dikarenakan akhlak berasal dari dalam diri seseorang secara
spontan maka aktualisasinya adalah timbulnya akhlak mulia dan akhlak buruk. Akhlak
mulia atau dalam Islam disebut al-akhlaaq al-kariimah terlihat pada berbagai perbuatan
yang benar, terpuji, serta mendatangkan manfaat bagi dirinya dan lingkungannya.
Sedangkan akhlak tercela atau dalam Islam disebut al-akhlaaq al-madz-muumah yang
terlahir karena dorongan nafsu tercermin dari berbagai perbuatan buruk, rusak, dan
merugikan dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Akhlak adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang,
bahkan lebih rendah derajatnya dari binatang. Mengingat dan menyadari pentingnya kajian
tentang nilai akhlak manusia, maka pada masa-masa berikutnya kajian akhlak ini
dikembangkan menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dalam dunia Islam. Ilmu ialah
mengenal sesuatu sesuai dengan esensinya, sedangkan akhlak ialah budi pekerti, perangai,
tingkah laku dan tabiat.
Dengan demikian, dengan mempelajari ilmu akhlak, kita tidak hanya berbagai teori
tentang kemauan, perbuatan baik-buruk atau benar-salah, tetapi juga memberi pengaruh
dan petunjuk kepada manusia dalam membentuk kehidupannya dengan hiasan akhlak
terpuji dan melepaskan diri dari akhlak yang buruk.
Konsep akhlakul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya
mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya, tetapi juga terhadap
penciptanya. Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Qur’an. Namun
tidak semua orang mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini dikarenakan keterbatasan
pengetahuan manusia dalam menggali ilmu-ilmu yang ada dalam Alqur’an itu sendiri. Oleh
karena itu penting sekali permasalahan hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu lainnya
ini diangkat.

1
Suatu ilmu dipelajari karena ada manfaatnya. Diantara ilmu-ilmu itu ada yang
memberikan manfaat dengan segera dan ada pula yang dipetik buahnya setelah agak lama
dimalkan dengan segala ketekunan. Pada hakikatnya setiap ilmu pengetahuan antara yang
satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Namun hubungan tersebut ada yang sifatnya
berdekatan, pertengahan dan ada pula yang agak jauh. Ilmu yang hubungannya dengan
Ilmu Akhlak dapat dikategorikan berdekatan antara lain Ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid, Ilmu
Pendidikan, Ilmu Jiwa dan Filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu yang hubungannya dengan Ilmu
Akhlak dapat dikategorikan pertengahan adalah Ilmu Hukum, Ilmu Sosial, Ilmu Sejarah,
dan Ilmu Antropologi. Dan ilmu-ilmu yang agak jauh hubungannya dengan Ilmu Akhlak
adalah Ilmu Fisika, Ilmu Biologi, dan Ilmu Politik. Namun pada pembahasan kali ini kita
akan mengkaji bersama tentang ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu akhlak, yaitu
diantaranya ilmu tauhid, ilmu tasawuf, ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu jiwa, filsafat
dan ilmu sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak dan Ilmu Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitive) dari
kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, sesuai dengan wazan tsulasi mazid af’ala-yuf’ilu-f’alan,
berarti, as-sajiyah (perangai), at-thabi’ah (tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan), dan
al-muru’ah (peradaban yang baik).1
Dari arti kata secara bahasa di atas, para ahli mengemukakan pengertian secara
istilah tentang akhlak tersebut, seperti:
1. Ibnu Miskawaih (seorang ahli pikir Islam, wafat tahun 241 H) dalam bukunya: “Tahzib
al-Akhlak wa Tathir al-A’rab” mengemukakan bahwa akhlak adalah:

‫ﺣﺎﻝ ﻟﻠﻨﻔﺲ ﺩﺍﻋﻴﺔ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﻰ ﺍﻓﻌﺎﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻓﻜﺮ ﻭﻻ ﺭﺅﻳﺔ‬


Artinya: “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”2
2. Imam al-Ghazali (yang dikenal sebagai al-Hujjatul Islam) dalam bukunya “Ihya’
Ululum al-Din” yang dikemukakan oleh Yumahar Ilyas bahwa:

‫ ﻋﻨﻬﺎ ﺗﺼﺪﺭﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺑﺴﻬﻮﻟﺔ ﻭﻳﺴﺮ ﻣﻦ‬، ‫ﻓﺎﻟﺨﻠﻖ ﻋﺒﺎ ﺭﺓ ﻋﻦ ﻫﻴﺌﺔ ﻓﻰ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺭﺍﺳﺨﺔ‬
‫ﻏﻴﺮ ﺣﺎﺟﺔ ﺍﻟﻰ ﻓﻜﺮﻭﺭﺅﻳﺔ‬
Akhlak itu ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.3
3. Sidi Ghazalba berpendapat bahwa Akhlak adalah sikap kepribadian yang melahirkan
perilaku manusia terhadap diri sendiri dan makhluk yang lain sesuai dengan suruhan
dan larangan serta petunjuk al-Qur’an dan al-Hadits.4
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak sebenarnya berasal dari kondsi
mental yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, di sebabkan ia telah

1
Beni Ahmad Saebani & Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 13.
2
Perdana Mulya Sarana, Akhlak Tasawuf: Membangun Karakter Islami, (Medan: Perdana Publishing, 2015),
h. 2-3
3
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset, 2005), h. 1-2.
4
M. Hasyim Syahmudi, Akhlak Tasawuf dalam Konstitusi Piramida Ilmu Islam, (Malang: Madani Media,
2015), h. 24.

3
membiasakannya, sehingga ketika akan melakukan perbuatan tersebut tanpa
pemikiran dan seolah gerak reflek.5
Harus dibedakan antara “Ilmu Akhlak” dan akhlak itu sendiri. Ilmu Akhlak adalah
ilmunya, yang bersifat teoritis, sedangkan kalau disebut “akhlak” saja itu bersifat
praktis.
Dengan demikian, ilmu akhlak ialah suatu ilmu untuk mengenal budi pekerti, tabiat,
perangai, tingkah laku manusia yang sebenarnya. Di dalam kitab Da’iratul Ma’arif
dikatakan:

‫ﻋﻠﻢ ﺍﻷﺧﻼﻕ ﻫﻮ ﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﻔﻀﺎﺋﻞ ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺍﻗﺘﻨﺎﺋﻬﺎ ﻟﺘﺘﺤﻠﻰ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺑﻬﺎ ﻭﺑﺎﻟﺮﺫﺍﺋﻞ‬
‫ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺗﻮﻗﻴﻬﺎ ﻟﺘﺘﺨﻠﻰ ﻋﻨﻬﺎ‬
“Ilmu Akhlak ialah ilmu tentang keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi
dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong dari
padanya”.
Di dalam The Encyclopedia of Islam dirumuskan: It is science of virtues and the way
how to acquire them, of vices and the way how to quard againts them (Ilmu Akhlak ialah
ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk
menghindarinya.) Dari pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa Ilmu Akhlak ialah ilmu
yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan
dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia dan
makhluk (alam) sekelilingnya dalam kehidupan sehari-hari.6

5
Abdul Mustaqim, Aklak Tasawuf, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), h. 2
6
Darmansyah, Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid, (Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran
Keagamaan Tajdid, Vol. 20, No. 1, Juli 2017), h. 84

4
B. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Disiplin Ilmu lainnya
1. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid sebagaimana dikemukakan Hadis Purba (2011: h.4) adalah ilmu yang
membahas tentang caracara meng-Esakan Allah dengan menyatukan fikiran, perasaan,
ucapan, dan perbuatan. Ilmu ini dinamai ilmu tauhid karena yang terpenting dari tujuan
mempelajari ilmu ini adalah agar manusia mengenal Allah, mengakui ke-Esaan-Nya
sebagai satu-satunya Zat yang menciptakan, mengatur, memelihara, dan menentukan
segala ketiadaan dan peristiwa alam semesta beserta segala isinya, dan selanjutnya
mengakui bahwa Allah SWT sebagai tempat kembalinya segala sesuatu yang ada
dialam semesta ini.7 Disamping itu ilmu ini juga disebut sebagai Ilmu Ushul al-Din
karena membahas teologi dalam Islam selalu diberi nama Kitab Ushul al-Din. Selain
itu ilmu ini disebut juga ilmu ‘aqa’id, credo atau keyakinan-keyakinan, dan buku-buku
yang mengupas keyakinan-keyakinan itu diberi judul al’Aqaid. Dinamai ilmu ‘aqa’id
(ikatan yang kokoh), karena keyakinan kepada Tuhan harus merupakan ikatan yang
kokoh yang tidak boleh dibuka atau dilepaskan karena bahayanya sangat besar bagi
kehidupan manusia. Apabila orang yang tidak memiliki ikatan dengan Tuhan, ia dapat
dengan mudah tergoda pada ikatan lainnya yang dapat membahayakan dirinya.8
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid ini sekurang-kurangnya dapat dilihat
melalui beberapa analisis sebagai berikut:
Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, llmu Tauhid diuraikan dengan
membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Kepercayaan
yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi landasan untuk
mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga perbuatan yang
dilakukan itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT. Dengan demikian llmu
Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini
merupakan salah satu akhlak yang mulia. Allah SWT. berfirman, pada (Al-Bayyinah:
98:5):

7
Perdana Mulya Sarana, Akhlak Tasawuf: Membangun Karakter Islami, (Medan: Perdana Publishing, 2015),
h. 19.
8
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h. 20.

5
‫ﻭﻣﺂ ﺃﻣﺮﻭﺍ ﺍﻻﻟﻴﻌﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺨﻠﺼﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺣﻨﻔﺂءﻭﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻳﺆﺗﻮﺍ‬
‫ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭﺫﺍﻟﻚ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻘﻴﻤﺔ‬
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.
Kedua, dilihat dari segi fungsinya, llmu Tauhid menghendaki agar seseorang yang
bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dengan dalil-
dalilnya, tapi yang terpenting adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan
mencontoh terhadap apa yang terdapat dalam rukun iman itu. Apabila kita percaya
bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia, maka sebaiknya manusia yang bertauhid
meniru sifat-sifat Tuhan itu. Allah SWT. Misalnya bersifat al-rahman dan al-rahim,
(Maha Pengasih dan Maha Penyayang), maka sebaiknya manusia meniru sifat tersebut.
Demikian juga jika Allah bersifat dengan Asma’ul Husna yang jumlahnya ada sembilan
puluh sembilan, maka Asma'ul Husna itu harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan
cara demikian beriman kepada Allah akan memberi pengaruh terhadap pembentukan
akhlak yang mulia.
Demikian juga jika seseorang beriman kepada malaikat, maka yang di maksdukan
antara lain adalah agar manusia meniru sifat-sifat yang terdapat pada diri malaikat,
seperti tidak pernah durhaka dan patuh melaksanakan segala yang di perintahkan Allah
SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat di dalam al-Qur’an surah at-Tahrim ayat 6:

‫ﻻﻳﻌﺼﻮﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺂﺍﻣﺮﻫﻢ ﻭﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﻣﺎ ﻳﺆﻣﺮﻭﻥ‬


(Malaikat-malaikat) itu tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang di
perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan-
Nya. (QS.at-Tahrim, 66:6)
Percaya kepada malaikat juga di maksudkan agar manusia merasa di perhatikan dan
di awasi oleh para malaikat, sehingga ia tidak berani melanggar larangan Allah. Hal ini
terdapat dalam al-Qur’an surah Qaaf ayat 18:
‫ﻣﺎﻳﻠﻔﻆ ﻣﻦ ﻗﻮﻝ ﺍﻻ ﻟﺪﻳﻪ ﺭﻗﻴﺐ ﻋﺘﻴﺪ‬

Tidak suatu ucapan yang di ucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat penguasa
yang selalu hadir. (Qs. Qaaf, 50:18).

6
Demikian juga beriman kepada kitab-kitab yang di turunkan Allah SWT.
khususnya al-Qur’an secara akhlaki harus di ikuti dengan upaya menjadikan al-Qur’an
sebagai hakim dan imam dalam kehidupan. Serta diikuti pula dengan mengamalkan
segala perintah yang ada didalam al-Qur’an dan menjauhi apa yang dilarangnya.
Sebagaimana yang di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini pun di nyatakan
sebuah hadits yang berbunyi:

‫ﻛﺎﻥ ﺧﻠﻘﻪ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ‬


Akhlak nabi itu adalah al-Qur’an. (HR. Ahmad dan Aisyah)
Dengan begitu, iman kepada kitab erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang
mulia.
Selanjutnya beriman kepada Rasul, khususnya pada Nabi Muhammad SAW. juga
harus di sertai dengan upaya mencontoh akhlak beliau dan mencintainya.

‫ﻭﺍﻧﻚ ﻟﻌﻠﻰ ﺧﻠﻖ ﻋﻈﻴﻢ‬


Sesunggunnya engkau Muhammad benar-benar berbudi pekerti mulia. (QS. al-
Qalam, 68:4).
Mengikuti dan mencintai Rasulullah dinilai sama dengan mencintai dan mentati-
Nya. Dengan cara demikian beriman kepada para Rasul akan menimbulkan akhlak
yang mulia, seperti sifat rasul yang empat yaitu shidiq, amanah, thablig dan fathanah.9
Demikian pula beriman kepada hari akhir, dari sisi akhlaki harus di sertai dengan
upaya menyadari bahwa segala amal perbuatan yang dilakukan selama di dunia ini akan
di pertangjawabkan di akhirat kelak. Amal perbuatan yang di lakukan manusia selama
di dunia akan di timbang dan di hitung serta di putuskan dengan seadil-adilnya. Mereka
yang inkar akan di masukan ke dalam neraka jahanam dan mereka yang bertaqwa akan
di masukan ke dalam surga. Sebagaimana firman Allah SWT:

‫ﻭﺳﻴﻖ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻛﻔﺮﻭﺍ ﺇﻟﻰ ﺟﻬﻨﻢ ﺯﻣﺮﺍ‬


Orang-orang kafir di bawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan. (QS. Az-
Zumar, 39:71)

9
Ibid., h. 22-24.

7
‫ﻭﺳﻴﻖ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺍﺗﻘﻮﺍ ﺭﺑﻬﻢ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﺯﻣﺮﺍ‬
Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah di bawa ke dalam surga
berombong-rombongan. (QS. Az-Zumar, 39:73).10
Yang terakhir beriman kepada qada dan qadar juga erat kaitannya dengan akhlak,
yaitu agara orang yang percaya kepada qada dan qadar akan senantiasa mau bersyukur
dan rela menerima segala keputusan-Nya. Perbuatan tersebut termasuk ke dalam akhlak
mulia, sebagaimana dilakukan sufi di pandang sebagai sifat terpuji dan akhlak mulia
bahkan di anggap sebagai ibadat yang semata-mata menuntut keridhaan Allah, karena
itu mereka enggan berbuat maksiat.
Jelaslah bahwa rukun iman erat kaitannya dengan pembinaan Akhlak yang mulia.
Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu Akhlak, bahan-bahanya dapat di
gali di ajaran tauhid atau keimanan.
Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa keimanan dalam Islam, sebagaimana
dijelaskan Maulana Muhammad Ali bukanlah bersikap dogmatis, yakni bukan hanya
dengan mengaku adanya rukun iman lantas yang bersangkutan masuk surge dan di
hapuskan segala dosanya. Iman dalam Islam itu sebenarnya menerima suatu ajaran
sebagai landasan untuk melakukan perbuatan. Sebagaiman definsi nya sendiri yaitu:

‫ﺍﻻﻳﻤﺎﻥ ﻫﻮﺗﺼﺪﻳﻖ ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍ ﺍﻟﻘﺮﺍﺭ ﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥ ﻭﻋﻤﻞ ﺑﺎﻻﺭﻛﺎﻥ‬


Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan
memperbuat dengan anggota badan (beramal).11
Hubungan antara Aqidah dan Akhlak tercermin dalam pernyataan Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah r.a :

‫ﺴﻨُ ُﻬ ْﻢ ُﺧﻠُﻘًﺎ‬
َ ْ‫ﺍ َ ْﻛ َﻤ ُﻞ ﺍْﺍﻟ ٌﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨ ْﻴ َﻦ ﺍِ ْﻳ َﻤﺎ ًﻧﺎﺍَﺣ‬
“orang mu’min yang sempurna imannya adalah yang terbaik budi pekertinya”12
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tauhid tampil dalam memberikan
landasan terhadap Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil memberikan penjabaran dan
pengamalan dari Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak aka nada artinya

10
Ibid., h. 25.
11
Masan AF, Akidah Akhlak, (Semarang: Karya Toha Putra, 2009), h. 5.
12
Ahmad Mustofa. Ahlak Tasawuf. (Bandung : Pustaka Setia, 2010), h. 25.

8
dan akhlak yang mulia tanpa tauhid tidak akan kokoh. Selain itu Tauhid memberikan
arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut. Disinilah
letaknya hubungan yang erat dan dekat antara tauhid dan akhlak.
2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Tasawuf dibagi dalam 3 bagian, yakni: tasawuf salafi, tasawuf akhlaki, dan tasawuf
amali. Tujuan dari 3 bagian tasawuf ini memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan
diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan
menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dalam proses pencapaian tasawuf, diperlukan adanya berakhlak mulia. Tiap tiga
bagian tasawuf ini memiliki pendekatan yang berbeda. Tasawuf salafi, menggunakan
pendekatan rasio atau akal pikiran (biasanya terdapat dikalangan para filosof). Tasawuf
akhlaki, menggunakan pndekatan akhlak yang terdiri dari takhalli (mengosongkan diri
dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak terpuji) dan tajalli
(terbukanya dinding penghalang (hijab)) yang membatasi manusia dengan tuhan. Hal
ini berbeda dengan Tasawuf amali. Tasawuf amali memiliki pendekatan amaliyah atau
wirid, yang selanjurtnya berbentuk tarikat.
Hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf, menurut Harun Nasution ketika
mempelajari tasawuf ternyata Al-Qur’an dan Hadis mementingkan akhlak. Keduanya
menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan,
keadilan, tolong-menolong, murah hari, suka memberi maaf, sabar, baik sangka,
berkata benar, pemurha, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat menepati janji,
disiplin, mencintai ilmu dan berpikiran lurus. Nilai yang serupa ini yang harus dimiliki
oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil.13
Untuk tujuan tasawuf ini, ilmu akhlak dapaat membantu seseorang untuk
menghilangkan berbagai kotoran hati yang dapat menghalangi pemiliknya dari esensi
ketuhanan. Dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan pintu gerbang ilmu tasawuf.14
3. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum
Pokok pembicaraan mengenai hubungan akhlak dengan ilmu hukum adalah
perbuatan manusia. Tujuannya mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaanya.

13
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h. 18-19.
14
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 42.

9
Akhlak memerintahkan untuk berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala
apa yang mudlarat, sedang ilmu hukum tidak, karena banyak perbuatan yang baik dan
berguna tudak diperintahkan oleh hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan
perlakuan baik antara suami istri. Demikian juga beberapa perbuatan yang
mendatangkan kemadlaratan tidak dicegah oleh hukum, umpamanya dusta dan dengki.
Ilmu hukum tidak mencampuri urusan ini karena ilmu hukum tidak memerintahkan dan
tidak melarang kecuali dalam hal menjatuhkan hukuman kepada orang yang menyalahi
perintah dan larangannya.15
Sekalipun demikian, hukum Islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap
dengan Ilmu Akhlak. Sebab, semua yang dinilai baik atau buruk oleh akhlak ternyata
mendapatkan pula kepastian hukum tertentu. Contoh, menyingkitkan duri di jalan raya.
Untuk perbuatan ini, akhlak menikainya sebagai perbuatan yang baik, sedangkan
hukum Islam menilainya di anjurkan (mandub).
Ilmu hukum dapat berkata: “jangan mencuri, membunuh”, tetapi tidak dapat
berkata sesuatu tentang kelanjutannya. Sedangkan ahlak, bersamaan dengan hukum
mencegah pencurian dan pembunuhan. Akhlak dapat mendorong manusia untuk
“jangan berfikir dalam keburukan”, “jangan mengkhayalkan yang tidak berguna”. Ilmu
hukum dpat menjaga hak milik manusia dan mencegah orang untuk melanggarnya,
tetapi tidak dapat memerintahkan kepada sipemilik agar mempergunakan miliknya
untuk kebaikan. Adapun yang memerintahkan untuk berbuat kebaikan adalah akhlak.
4. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan sebagai dijumpai dalam berbagai literatur banyak berbicara
mengenai berbagai aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan
pendidikan. Dalam ilmu ini antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan,
materi pela jaran (kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan,
bimbingan, proses belajar-mengajar dan lain sebagainya. Semua aspek pendidikan
tersebut ditujukan pada tercapai- nya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam
pandangan Islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang ber akhlak.
Athiyah al-Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari
pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan

15
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 40

10
akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah
tujuan sebenarnya dari pendidikan.” Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah manusia yang baik.” Kemudian Abdul Fatah Jalal mengatakan
bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sehagai hamba
Allah.
Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan Islam itu di hubungkan antara satu
dan lainnya, maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya
seorang hamba Allah yang patuh dan tunduk melaksanakan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia.
Pendidikan Islam dengan Ilmu Akhlak ternyata sangat berkaitan erat. Pendidikan
Islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang
berakhlak. Bertolak dari rumusan tujuan pendidikan tersebut, maka seluruh aspek
pendidikan lainnya, yakni materi pelajaran, guru, metode, sarana dan sebagainya harus
berdasarkan ajaran Islam, Kajian terhadap masalah ini secara lebih khusus dapat
pembaca jumpai dalam buku yang membahas tentang pendidikan Islam.
Menggambarkan secara keseluruhan dari aspek pendidikan Islam rasanya bukan di
sini tempatnya. Pendidikan dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan masyarakat
di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan orang tua di rumah, guru di sekolah
dan pimpinan serta tokoh bagian integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti
pula tempat dilaksanakannya pendidikan akhlak.16
5. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa (Psikologi)
Berbicara dalam hal relevansi dan hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi
sebenarnya merupakan bahasan yang sangat strategis. Karena antara akhlak dengan
ilmu psikologi memiliki hubungan yang sangat kuat dimana, objek sasaran penyidikan
psikologi adalah terletak pada domain perasaan, khayal, paham, kamauan, ingatan dan
kenikmatan yang kesemuanya di butuhkan oleh ilmu akhlak.17
Ilmu Jiwa membahas tentang gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku
Melalui Ilmu Jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa
yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misalnya, akan melahirkan

16
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h. 37-38.
17
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 40.

11
perbuatan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor, banyak berbuat
kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan
menyesatkan orang lain.18 Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada manusia
tentang pekerjaan yang baik dan yang buruk, pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang
haram.19
Hasil Studi Musa Asy’arie terhadap ayat ayat Al-Qur'an, menggambarkan adanya
hubungan yang erat antara potensi psikologis manusia dengan Ilmu Akhlak. Dengan
kata lain melalui bantuan informasi yang diberikan Ilmu Jiwa, atau potensi kejiwaan
yang diberikan al-Qur’an, maka secara teoretis Ilmu Akhlak dapat dibangun dengan
kokoh.
Hal ini lebih lanjut dapat dijumpai dalam uraian mengenai akhlak yang diberikan
Quraish Shihab, dalam buku terbarunya, Wawasan al-Qur’an mengatakan: "Kita dapat
berkata bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia
yang berkelakuan baik, dan juga sebaiknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua
potensi tersebut.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti paranan yang dimainkan
dalam perilaku manusia, karenanya dia meneliti suara hati (dhamir), kamauan (iradah),
daya ingatan, hafalan dan pengertian, sangkaan yang ringan (waham) dan
kecenderungan-kecenderungan (wathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja
jiwa, yang menggerakan manusia untuk berbuat dan berkata. Oleh karena itu ilmu jiwa
merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengdakan kajian ilmu ahlak.20
Akhlak akan mempersoalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik
atau buruk. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa ahlak mempunyai hubungan
dengan ilmu jiwa. Dimana ilmu ahlak melihat dari segi apa yang sepatutnya dikerjakan
manusia, sedangkan ilmu jiwa meneropong dari segi apakah yang menyebabkan terjadi
perbuatan itu.21
6. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat

18
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h. 32-33.
19
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 40
20
Ahmad Mustofa. Ahlak Tasawuf. (Bandung : Pustaka Setia, 2010), h. 22
21
Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Pengantar Studi Ahlak. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 4

12
Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berpikir mendalam, radikal,
sampe ke akar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau
hakikat mengenai segala sesuatu.22 Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya
mencakup berbagai diiplin ilmu antara lain:
a. Metafisika: penyelidikan di balik alam yang nyata
b. Kosmologia: penyelidikan tentang alam(filsafat alam)
c. Logika: pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat
d. Etika: pembahasan tentang tingkah laku manusia
e. Theodicea: ketuhanan tentang ketuhanan
f. Antropologia: pembahasan tentang manusia23

Para filosof Muslim seperti Ibn Sina (9980-1037M.) dan al-Ghazali (1059-1111 M)
memiliki pemikiran tentang manusia sebagaimana terlihat dalam pemikirannya
tentang jiwa. Ibn Sina misalnya mengatakan bahwa jiwa manusia merupakan satu unit
yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Karena pada permulaan
wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berpikir. Panca indera
yang lima dan daya-daya batin dari jiwa binatanglah seperti indera bersama, estimasi
dan rekoleksi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-
ide dari alam sekelilingnya. Jika jiwa manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum
ia berpisah dengan badan, maka ia selamanya akan berada dalam kesenangan, dan jika
ia berpisah dengan badan dalam keadaan tidak sempurna, karena semâsa bersatu
dengan badan ia selalu dipengaruhi oleh hawa nafsu badan, maka ia akan hidup dalam
keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.

Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibn Sina tersebut memberi
petunjuk bahwa dalam pemikiran filsafat terdapat bahan-bahan atau sumber yang
dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep llmu Akhlak.

Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan
memberikan masukan yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan
tentang cara-cara membina manusia, memperlakukannya, berkomunikasi dengannya

22
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h. 38-39
23
Zahrudin Ar, Hasanuddin Sinaga. Pengantar Studi Ahlak. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 60.

13
dan seba- gainya. Dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat
dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai. Selain itu, filsafat juga
membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini akan dapat
diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara berhubungan dengan Tuhan dan
memperlakukan makhluk serta alam lainnya. Dengan demikian akan dapat diwujudkan
akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam dan makhluk Tuhan
lainnya.24

7. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Sosial (Sosiologi)


Hubungan antara kedua ilmu ini sangat erat. Sosiologi mempelajari perbuatan
manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong
mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sosiologi. Sebab,
manusia tidak dapat hidup, kecuali dengan cara bermasyarakat dan tetap menjadi
anggota masyarakat. Karena selalu bermasyarakat, terlihatlah sisi tingkat rendah atau
tingginya keadaan suatu masyarakat, baik pendidikan, ekonomi, seni, ataupun
agamanya. Begitu pula ilmu akhlak memberikan gambaran kepada kita tentang bentuk
masyarakat yang ideal mengenai perilaku manusia dalam masyarakat.
Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan
pemerintahan dalam masyarakat. Kesemuanya itu mengenai tingkah laku yang timbul
dari kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak
mendapatkan pengertian tingkah laku manusia dalam kehidupannya.25

24
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h. 39
25
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 39

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu Akhlak adalah suatu Ilmu yang sangat penting dimiliki manusa karema
dengan ilmu akhlak jiwa kita lebih tenang damai, dan menjadi manusia yang lebih baik.
1. Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid sangat erat hubungannya dimana Ilmu Tauhid tampil
dalam memberikan landasan terhadap Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil
memberikan penjabaran dan pengamalan dari Ilmu Tauhid.
2. Ilmu Akhlak dan Tasawuf tidak bisa di pisahkan, karena akhlak adalah gerbang ilmu
tasawuf. Akhlak yang merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah
esensi dari akhlak itu sendiri.
3. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Hukum adalah hukum terdapat perintah dan
larangan, jika melaksanakan yang di perintahkan berartu dapat di katakan berakhlak
baik, namun jika melanggarnya maka di katakan akhlaknya buruk.
4. Ilmu Akhlak degan pendidikan ternyata sangat berkaitan erat karena pendidikan
merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
5. Ilmu jiwa dan ilmu akhlak bertemu karena pada dasarnya sasaran keduanya adalah
manusia. Ilmu akhlak melihat dari apa yang sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan
ilmu jiwa (psikologi) melihat tentang apa yang menyebabkan terjadinya suatu perilaku.
6. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat adalah di dalam Ilmu Filsafat
terdapat pembahasan di bahas Ilmu-Ilmu yang berhubungan dengan etika dan di bahas
pula tentang Tuhan dan manusia, sehingga akan berakhlak yang baik terhadap Tuhan,
manusia, alam dan makhluk Tuhan lainnya
7. Ilmu akhlak mempelajari tentang perilaku (suluk), artinya perbuatan dan tindakan
manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, dimana tidak akan bisa lepas dari kajian
kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian sosiologi.
Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan ilmu akhlak tersebut,
maka seseorang yang akan memperdalam Ilmu Akhlak, perlu pula melengkapi dirinya
dengan berbagai ilmu pengetahuan yang disebutkan di atas.

15
DAFTAR PUSTAKA

AF, Masan. Akidah Akhlak. Semarang: Karya Toha Putra, 2009.

Ar, Zahrudin, & Hasanuddin Sinaga. Pengantar Studi Ahlak. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.

Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Darmansyah. “Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid.” Majalah Ilmu Pengetahuan dan
Pemikiran Keagamaan Tajdid, 20, no. 1 (Juli 2017): 83-92.

Ilyas,Yunahar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset, 2005.

Mustaqim, Abdul. Aklak Tasawuf. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013.

Mustofa, Ahmad. Ahlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia, 2010.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.

Perdana Mulya Sarana. Akhlak Tasawuf: Membangun Karakter Islami. Medan: Perdana
Publishing, 2015.

Saebani, Beni Ahmad & Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Syahmudi, M. Hasyim. Akhlak Tasawuf dalam Konstitusi Piramida Ilmu Islam. Malang: Madani
Media, 2015.

16

Anda mungkin juga menyukai