Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“AL ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN II”


AKHLAK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

Dosen pengampu : Drs. M. Mustaqim Fadhil, M.Hum.

Disusun Oleh :
Harlu Aza Ayoma Sakti (20181440078)
Mohammad Aulia Rahman (20181440080)
Muh. Maureno Davit Geovani (20181440081)
Raudetul Jennah (20181440085)
Adhika Risa Kurniawan (20181440087)
Mochamad Arifin (20181440077)
Bagus Satrio (20181440075)

FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2018
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
dapat menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Bahasa Indonesia tentang Kalimat Efektif. Selain itu
tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan
tentang pengetahuan Bahasa secara meluas.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mustaqim selaku
dosen AIK 2 kami yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan
makalah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami
menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 4 JANUARI 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG…………………………………………… 1
B RUMUSAN MASALAH…………………………………………2
C TUJUAN PENULISAN…………………………………………...2

BAB II ISI
A PENGERTIAN AKHLAK………………………………………...3
B PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ……………………………..4
C SUMBER AKHLAK……………………………………………...7
D AKHLAK SEBAGAI SUMBER SOSIAL……………………….9

BAB III PENUTUP


A KESIMPULAN…………………………………………………..14
B SARAN………………………………………………………….14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhlak merupakan tiang yang menopang hubungan yang baik antara hamba dengan Allah
SWT (habluminallah) dan antar sesama umat (habluminannas). Akhlak yang baik akan hadir pada
diri manusia dengan proses yang panjang, yaitu melaui pendidikan akhlak. Banyak kalangan di
dunia ini menawarkan pendidikan akhlak yang mereka yakini kebaikannya, tetapi tidak semua dari
pendidikan tersebut mempunyai kaidah-kaidah yang benar dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan
pengetahuan yang terbatas dari pemikiran manusia itu sendiri.
Sementara pendidikan akhlak yang dibawa oleh Islam merupakan sesuata yang benar dan
tidak ada kekurangannya. Pendidikan akhlak yang ditawarkan Ilslam berasal langsung dari Allah
SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melaui malaikat Jibril dengan Al-Qur’an
dan Sunnah kepada umat Rasulullah.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai
individu, kelompok maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat
tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila baik akhlaknya, maka sejahteralah lahir batinnya,
apabila rusak akhlaknya, maka rusaklah lahir batinnya.
Akhlak, atau moral, atau etika adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai
mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap
kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan
adalah menentang kesadaran itu. Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya
sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan
buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan,
meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada
hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya
sendiri, hanya manusialah sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya
itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang
mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
Pada era zaman yang modern ini, kualitas akhlak seorang muslim sangat memprihatinkan.
Etika dan moral mereka tidak tertata dengan cukup baik dengan pola tindakan yang tidak
didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Kita sebagai seorang muslim sangat penting untuk
mengatahui bagaimana akhlak, etika, dan moral yang baik sebagai modal sosial bagi keberhasilan
hidup seseorang. Maka dari itu, penting pula kita mengetahui apa saja sumber akhlak dalam islam,
pengertian akhlak itu sendiri, dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan semuanya
didalam makalah ini.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari akhlak?
2. Apa perbedaan dan persamaan antara akhlak, etika dan moral?
3. Apa saja sumber akhlak dalam islam?
4. Bagaimana akhlak sebagai modal sosial bagi keberhasilan hidup seseorang?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian dari akhlak.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan dan persamaan antara akhlak, etika dan
moral.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sumber akhlak dalam islam.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami akhlak sebagai modal sosial bagi keberhasilan
hidup seseorang.

2
BAB II
ISI

A. PENGERTIAN AKHLAK
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi berkerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan seakar dengan khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan)
dan khalaq (penciptaan) (Yunahar Ilyas, 1999).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa akhlaq tercakup pengertian terciptanya
keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk (manusia). Dari pengertian
etimologi seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur
hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun (Yunahar Ilyas, 1999).
Secara terminologis (ishthilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq.
1. Imam Al-Ghazali
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan" (Yunahar Ilyas, 1999).
2. Ibrahim Anis
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan,
baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan." (Yunahar Ilyas, 1999).
3. Abdul Karim Zaidan
"Akhlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan
timbangannya seseorang dalam menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih
melakukan atau meninggalkannya." (Yunahar Ilyas, 1999).
Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana
diperlukan, tanpa memerlukan dorongan dari luar, serta tidak memerlukan pemikiran atau
pertimbangan terlebih dahulu. Dalam Mu'jam al-Wasith disebutkan min ghairi hajah ila fikr wa
ru'yah (tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan). Dalam Ihya' Ulum ad-Din
dinyatakan tashduru al-af al bi suhulah wa yusr, min ghairi hajah ila fikr wa ru'yah (yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan) (Yunahar Ilyas, 1999).
Sifat spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh berikut ini. Bila
seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembngunan masjid setelah mendapat
dorongan dari seorang da'i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan
membangun masjid didunia). Maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah,

3
karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum muncul
lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan
menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah sedikit. Tapi manakala tidak ada
doronganpun dia tetap menyumbang kapan dan dimana saja, barulah bisa dikatakan dia
mempunyai sifat pemurah. Contoh lain, dalam menerima tamu. Bila seseorang membeda-bedakan
tamu yang satu dengan yang lain, atau kadangkala ramah dan kadangkala tidak, maka orang tadi
belum bisa dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang memuliakan
akhlaq memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya (Yunahar Ilyas, 1999).
Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat konstan,
spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari
luar. Firman Allah SWT dalan Surat Al-Aḥzab ayat 21:
‫َّللاَ َو ْال َي ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَ َك َر ه‬
ً ‫َّللاَ َك ِث‬
‫يرا‬ َ ‫َّللاِ أُس َْوة ٌ َح‬
‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ َي ْر ُجو ه‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم ِفي َر‬
‫سو ِل ه‬
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah." (QS. Al-Aḥzab: 21)
Sekalipun dari beberapa definisi diatas kata akhlaq bersifat netral belum menunjukan
kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut sendirian, tidak dirangkai dengan sifat
tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlak yang mulia. Misalnya bila seseorang berlaku tidak
sopan kita mengatakan padanya "kamu tidak berakhlaq". Padahal tidak sopan itu adalah
akhlaqnya.[1]
B. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN AKHLAK, MORAL DAN ETIKA

Didalam kehidupan islami, terdapat istilah akhlak, etika dan moral. Ketiganya menentukan
nilai baik dan buruk semua sikap serta perbuatan manusia dalam kehidupan. Perbedaannya terletak
pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah al-Qur’an dan Sunnah, bagi etika
standarnya pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum
berlaku dimasyarakat. Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah diatas (akhlak,etika dan
moral) dapat dibedakan, namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan dalam beberapa literatur
keislaman, penggunaannya sering tumpang tindih.

1. Pengertian Akhlaq
Akhlaq atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan
muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan
lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

4
2. Pengertian Etika
Etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada manusia lainnya, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat. Sehingga dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki
segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik atau buruk (Ahmad Amin,
1993).
Etika, seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya berasal dari
bahasa Yunani kuno yaitu, ethos. Kata ethos ini dalam bentuk tunggal mempunyai banyak
arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak taetha artinya adalah adat
kebiasaan. Dan arti inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang
oleh filosuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai sebagai filsafat moral.
Etika merupakan salah satu cabang ilmu dari filsafat yang mengkaji tentang
perilaku seseorang dalam menentukan nilai perbuatan baik atau buruk, sehingga dalam
menetapkan nilai tersebut menggunakan akal pikiran atau dengan kata lain, dengan akal-
lah orang dapat menentukannya baik atau buruk.
Kita memberikan timbangan kepada berbagai perbuatan “baik atau buruk, benar
atau salah, hak atau batal.” Hukum ini merata diantara manusia, baik yang tinggi
kedudukannya maupun yang rendah. Hal tersebut dapat diucapkan oleh ahli hukum didalam
soal undang-undang, oleh ahli perusahaan kepada perusahaan mereka, bahkan oleh anak-
anak dalam permainan mereka; maka apakah artinya “baik atau buruk?” dan dengan ukuran
“apakah” kita mengukur perbuatan yang akan kita beri hukum “baik atau buruk?”. Etika,
suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang dilakukan oleh
manusia pada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi
seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan
buruk yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Dengan demikian, pokok persoalan
etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan
sengaja dan ia mengetahui kapan ia melakukannya.
Etika adalah menampilkan prinsip-prinsip umum untuk memperkirakan nilai
hakiki dari tujuan akhir. Secara ilmiah, etika dibicarakan secara terpisah dari keyakinan
agama ataupun pandangan metafisika tetapi pembahasan hakikat tertinggi dari tujuan itu
secara tuntas dalam rangka mendapatkan kepastian yang baik dan yang buruk.

5
Islam, sebagaimana Etika Filosofis, juga berkeyakinan bahwa semua tujuan
harus menyatu dalam tujuan terakhir. Mengapa harus demikian? Terhadap pertanyaan ini
islam memberikan jawaban singkat. Kehidupan berasal usul dari keesaan eksistensi yang
merupakan menifestasi dari keesaan Allah.[2]
3. Pengertian Moral
Kata yang cukup dekat dengan “Etika” adalah “Moral”. Kata terakhir ini berasal
dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan, adat.Dalam bahasa
Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam KBBI
1998), kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata “etika” sama
dengan etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: yang pertama berasal dari bahasa yunani,
sedang yang kedua berasal dari bahasa latin (K. Bertens, 2007).
Moral merupakan nilai dasar yang terdapat dalam suatu masyarakat yang dapat
digunakan dalam memilih antara nilai hidup (moral) serta adat istiadat yang menjadi dasar
untuk menunjukkan bagaimana baik dan buruk. Perbuatan yang mencakup akhlak, etika
dan moral yaitu seperti tingkah laku atau tata krama dalam kehidupan sehari-hari dalam
lingkungan masyarakat.
Perbedaan lain antara etika dan moral adalah etika lebih bersifat teori sedang
moral lebih bersifat praktis, etika memandang tingkah laku manusia secara universal
(umum) sedangkan moral secara lokal (khusus), etika menerangkan tetapan ukuran yang
digunakan, sedangkan moral merupakan hasil realisasi dari penetapan ukuran tersebut
dalam perbuatan.
Moral merupakan suatu nilai mutlak yang terdapat dalam kehidupan
bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat. Moral ialah suatu perbuatan seseorang dalam berinteraksi dengan sesama
manusia, jika yang dilakukan seseorang tersebut sesuai dengan nilai yang berlaku dalam
suatu masyarakat tersebut dan dapat diterima serta memuaskan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.
Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Persamaan Akhlak, Etika dan Moral


Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang dapat dipaparkan sebagai
berikut:
1. Pertama; akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan,
tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.

6
2. Kedua; akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar
martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral
seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.
3. Ketiga; akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan
faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang
dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan
pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambungan, dengan tingkat
konsistensi yang tinggi.

Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral


Dari seginya di bagi menjadi 2 bagian yaitu; berdasarkan tolak ukur dan berdasarkan sifat.
1. Berdasarkan Tolak Ukur
a. Akhlak tolak ukurnya al-qur’an dan As Sunnah
b. Etika tolak ukurnya pikiran atau akal
c. Moral tolak ukurnya norma hidup yang ada di masyarakat berupa adat atau aturan tertentu
2. Berdasarkan Sifat
a. Etika bersifat teori
b. Akhlak dan moral bersifat praktis

C. SUMBER AKHLAK DALAM ISLAM

Maksud dari sumber akhlak ialah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan
tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah,
bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral dan pula
bukan karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.
Majid Fakhry dalam bukunya Etika dalam Islam (1996) menjelaskan bahwa Mu’tazilah
adalah moralis pertama dalam islam. Korelasi antara pengetahuan dan kebenaran menurut Majid
Fakhry dalam bukunya Etika dalam Islam (1996) adalah kunci tesis Mu’tazilah. Jika kemampuan
dianggap sebagai dasar etika Mu’tazilah, maka keadilan dan kebijaksanaan Tuhan merupakan 2
dasar lain dari etika teologis.[3]
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang digunakan untuk menyatakan baik-buruknya
sifat seseorang itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi SAW. Apa yang baik menurut Al-Qur’an
dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.

7
Sebaliknya, apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, itulah yang tidak baik dan
harus dihindari. Dasar akhlak yang dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu:
َ ‫س ْو ِل هللاِ أُس َْوة ٌ َح‬
. َ‫سنَةٌ ِل َم ْن َكانَ َي ْر ُجوا هللاَ َو ْال َي ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَ َك َر هللا‬ ُ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َر‬
‫َك ِثي ًْرا‬
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlak
yaitu khuluq (QS. Al-Qalam (68): 4)
ٍ ُ‫وإنَّ َك لَ َعلَى ُخل‬
‫ق َع ِظي ٍْم‬
Artinya: “Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam (68): 4)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
َ ‫أ َ ْك َم ُل ال ُمؤْ ِم ِنيْنَ ِإ ْي َمانا ً أ َ ْح‬
ً ‫سنُ ُه ْم ُخلُقا‬
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (H.R. At-Tirmidzi)
Sungguh Rasulullah memiliki akhlak yang sangat mulia. Segala perbuatan dan perilaku
beliau berpedoman pada Al-Qur’an. Aisyah memberikan gambaran yang sangat jelas akan akhlak
beliau dengan mengatakan:
‫َكانَ ُخلُقُهُ القُ ْرآن‬
Artinya: “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.” (H.R. Abu Dawud dan Muslim)
Segala tingkah laku dan tindakan Rasul, baik yang lahir maupun batin senantiasa mengikuti
petunjuk dari Al-Qur’an. Al-Qur’an senantiasa mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan
menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Al-Qur’an.
Setiap orang yang dekat dengan Rasulullah SAW dalam akhlaknya maka ia dekat dengan
Allah, sesuai kedekatannya dengan beliau. Setiap orang yang memiliki kesempurnaan akhlak
tersebut, maka ia pantas menjadi seorang raja yang ditaati yang dijadikan rujukan oleh seluruh
manusia dan seluruh perbuatannya dijadikan panutan. Begitupun manusia yang tidak mempunyai
akhlak pantas untuk pergi dari negeri ini. Karena ia sudah dekat dengan setan yang terlaknat dan
terusir, sehingga ia harus diusir.
Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak tersebut yaitu sabda
Nabi:
ِ ‫اِنَّ َمابُ ِعثْت ُ ِِلُتَ ِم َم َم َك‬
َ‫ار َم ْاْل َ ْخ ََلق‬
Artinya : “Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak”. (H.R.
Ahmad)

8
Akhlaqul karimah merupakan sumber asas pedoman hidup bagi umat muslim yang
dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadist rasul.
Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela,
semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an dan Sunnah) menilainya dengan demikian. Kenapa sifat
sabar, syukur, pemaaf, pemurah, dan jujur misalnya dinilai baik? Sifat-sifatbaik itu dinilai tidak
lain karena Syara’. Begitu juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan
dusta misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena Syara’ menilainya karena demikian.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an memang dapat menjadikan cintaterhadap
kesucian dan selalu ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT. sebab
itulah hati nurani manusia selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti
ajaran-ajaran Tuhan karena kebenaran itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber
kebenaran mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu dapat berfungsi dengan semestinya karena
pengaruh dari luar, seperti pengaruh pendidikan serta lingkungan. Fitrah hanyalah
merupaka potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Batapa banyak manusia yang
fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat melihat lagi kebenaran. Oleh sebab itu
ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah
manusia semata. Harus dikembalikan kepada penilaian Syara’.
Demikian juga hanya dengan akal pikiran. Ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki
manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Dan keputusannya bermula dari pengalaman
empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusannya
yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.
Demikianlah tentang hati nurani dan akal pikiran. Bagaimana dengan pandangan
masyarakat? Pandangan masyarakat juga bisa dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk, tetapi
sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran
mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertutup dan akal pikiran mereka
sudah dikotori oleh sikap dan perilaku yang tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya
kebiasaan masyarakat yang baiklah yang bisa dijadikan ukuran.
Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), objektif,
komprehensif, dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah Al-Qur'an dan As-
Sunnah, bukan yang lain-lainnya.
D. AKHLAK SEBAGAI MODAL KEHIDUPAN SOSIAL

Sesuatu perbuatan dipandang baik oleh masyarakat umum atau dipandang buruk. Dimana
setiap orang dapat menilai sesuatu perbuatan itu perbuatan baik dan sesuatu perbuatan lainnya itu
buruk. Perasaan terhadap sesuatu perbuatan itu baik atau perbuatan sesuatu itu buruk itu yang
disebut moral sense. Umpamanya ada seseorang yang berbuat kasar terhadap orang tua, orang

9
akan menilai bahwa perbuatan itu adalah tidak baik. Demikian pula terhadap perbuatan seperti;
kikir, sombong, ujub takabur, aniaya, malas, dsb. Tetapi sebaliknya seumpanya ada seseorang
yang bersikap ramah tamah, sabar, rendah hati, dermawan, adil, jujur, dan sebagainya, orang akan
menilai bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang baik dan terpuji. [4]
‫َّللاُ ي ُِحب‬ َ َ‫ظ َو ْال َعافِين‬
ِ ‫ع ِن النه‬
‫اس ۗ َو ه‬ َ ‫اظ ِمينَ ْالغَ ْي‬
ِ ‫اء َو ْال َك‬
ِ ‫اء َوالض ههر‬ ‫الهذِينَ يُ ْن ِفقُونَ ِفي ال ه‬
ِ ‫س هر‬
َ‫ْال ُم ْح ِسنِين‬
Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)
Akhlak memang merupakan batas pemisah antara yang orang berakhlak dengan orang yang
tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti
jasad yang tidak bernyawa.karena salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah SAW ialah
membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang terdahulu.
Selain itu juga, akhlak ialah ciri-ciri kelebihan di antara manusia karena akhlak merupakan
simbol kesempurnaan iman, ketinggian takwa dan kealiman manusia yang berakal. Dalam hal ini
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang
paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Hakim, Shahihul Jaami’ No.
1230)
Kekalnya suatu ummah juga karena kokohnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya suatu
ummah itukarena lemahnya akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas dijelaskan dalam kisah-kisah
sejarah dan tamadun manusia melalui Al-Qur’an seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum nabi
Ibrahim, Bani Israel dan lain-lain. Ummah yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di bawah
keridhoan dan perlindungan Allah ialah ummah yang seperti pada zaman Rasulullah SAW.
Tidak adanya akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan menyebabkan
manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga, yang tentunya hal seperti ini dapat
membawa kehancuran dari suatu negara. Pencerminan diri seseorang juga sering digambarkan
melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan.
Allah SWT. telah menetapkan bahwa umat muslim adalah umat yang paling baik.
Kebaikan ini dikarenakan oleh adanya sifat akhlak yang baik yang telah tumbuh dalam umat
muslim. Sifat akhlak tersebut, secara umum telah dijelaskan dalam surah Āli ‘Imrān ayat 110:

ِ ‫اس تَأ ْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُر‬


‫وف َوتَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُؤْ ِمنُونَ بِ ه‬
‫اّللِ َولَ ْو آ َمنَ أ َ ْه ُل‬ ِ ‫ت ِللنه‬ ْ ‫ُكنت ُ ْم َخي َْر أ ُ هم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
َ‫ب لَ َكانَ َخيْرا ً له ُهم ِ هم ْن ُه ُم ْال ُمؤْ ِمنُونَ َوأ َ ْكث َ ُر ُه ُم ْال َفا ِسقُون‬ ِ ‫ْال ِكتَا‬
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab

10
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 110).

Tiga sifat-sifat akhlak tersebut diatas yang disebutkan pada ayat 110 Q.S.Ali Imran yaitu
keimanan kepada Allah SWT, memerintahkan kepada kebaikan (amar ma’rūf), dan mencegah dari
kemungkaran (nahi munkar). Kepercayaan dalam bentuk iman kepada Allah SWT akan
membangkitkan manusia untuk melakukan amal shaleh. Amar ma’rūf adalah cinta kepada
manusia. Sedangkan nahi munkar adalah menanggulangi keburukan dan menyempitkan jalan bagi
tumbuhnya keburukan dan kejahatan itu. Ini semua adalah puncak akhlak yang baik.

Akhlak merupakan jati diri bagi setiap orang karena setiap orang yang berakhlak jika
dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu akan sangat jauh berbeda. Akhlak tidak
dapat dinilai atau digambarkan dengan mata uang apapun, akhlak merupakan wujud jati diri
seseorang didalam pribadi seorang insan yang merupakan hasil didikan dari kedua orang tua serta
pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka.

Terbentuknya sebuah masyarakat diibaratkan sama seperti membangun sebuah bangunan.


Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan
membentuk masyarakat mesti di mulai dengan pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika asas yang
dibina sangat kokoh maka tegaklah masyarakat tersebut. Jika lemah maka runtuhlah apa yang telah
dibina diatasnya.

‫َّللاُ ِإلَي َْك‬


‫سنَ ه‬َ ‫َوأ َ ْحس ِْن َك َما أ َ ْح‬
Artinya: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik
kepadamu.” (QS.al-Qashas: 77)

Akhlak memang sangat penting karena merupakan asas yang telah dilakukan oleh baginda
Rasulullah SAW ketika memulai pembentukan masyarakat Islami. Sungguh akhlak itu sangat
penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat, dapat dibayangkan seperti apa jadinya bila suatu
masyarakat tidak di bangun dengan asas akhlak yang mulia? Sungguh akan terjadi suatu
kehancuran pada masyarakat tersebut.
"Dan tujuan akhir dari akhlak, yaitu memutuskan diri kita dari cinta kepada dunia, dan
menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT. Maka, tidak ada lagi sesuatu yang
dicintai selain berjumpa dengan dzat illahi rabbi, dan tidak menggunakan semua hartanya kecuali
karenanya…". Dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazāli menempatkan kebahagiaan jiwa seorang
insan sebagai tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak. Kebahagiaan tertinggi dari jiwa
seseorang berarti mengenal adanya Allah SWT. tanpa adanya keraguan sedikitpun (ma’rifatullah).

11
Allah SWT. merupakan sumber kasih sayang dalam setiap manusia dan kebenaran yang
memuaskan jiwa dan rohani. Setiap manusia yang berpegang teguh pada prinsip akhlak yang baik
akan mengupayakan hidupnya dengan bijak. Semua perbuatan dan amalnya diyakini keterarahan
kepada Allah SWT. yang telah menanamkan segala hal yang baik dalam ciptaan. Dengan
keseimbangan jiwanya, ia tidak membiarkan diri hanyut akan hal-hal bersifat material sejauh hal
itu bisa menambah kesempurnaan akhlak.
1. Penanaman Pendidikan Akhlak
Ada beberapa perkara yang menguatkan pendidikan akhlak dan meninggikannya. Ialah :
a. Meluaskan lingkungan pikiran, yang telah dinyatakan oleh “Herbert Spencer” akan
kepentingannya yang besar untuk meninggikan akhlak sungguh pikiran yang sempit itu sumber
beberapa keburukan, dan akal yang kacau balau tidak dapat membuahkan akhlak yang tinggi. Kita
melihat takutnya beberapa orang, disebabkan karena khurafat yang memenuhi otak mereka, dan
banyak dari suku bangsa yang biadab, berkeyakinan bahwa keadilan itu hanya diwajibkan kepada
orang-orang suku mereka, adapun kepada lainnya tidak dikata lain bisa merampas harta mereka
atau mengalirkan darah mereka.
b. Berkawan dengan orang yang terpilih. Setengah dari yang dapat mendidik akhlak ialah berkawan
dengan oranag yang terpilih, karena manusia itu suka mencontoh, seperti mencontoh orang
sekelilingnya dalam pakaian mereka, juga mencontoh dalam perbuatan mereka dan berperangai
dengan akhlak mereka. Seorang ahli filsafat menyatakan: “Kabarilah saya siapa kawanmu, saya
beri kabar kepadamu siapa engkau”. Maka berkawan dengan orang-orang yang berani dapat
memberikan ruh keberanian pada jiwanya orang penakut, dan banyak dari orang pandai
pikirannya, sebab cocok memilih kawan atau beberapa kawan yang mempengaruhi mereka dengan
pengaruh yang baik dan membangun kekuatan jiwa mereka yang dahulu lemah.
c. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berpikiran luar biasa. Sungguh
perjalanan hidup mereka tergambar dihadapan pembaca dan memberi semangat unruk mencontoh
dengan mengambil tauladan dari mereka. Suatu bangsa tidak sepi dari pahlawan, yang kalau dibaca
tentu akan menimbulkan ruh yang baru yang dapat menggerakkan jiwa untuk mendatangkan
perbuatan yang besar. Dan banyak orang yang terdorong mengerjakan perbuatan yang besar,
karena membaca hikayatnya orang besar atau kejadian orang besar yang diceritakan. Dan yang
berhubungan dengan semacam ini ialah perumpaan dan hikmah kiasan, yang banyak
mempengaruhi kepada jiwa dan lebih dekat pada pikiran.
d. Yang lebih penting memberi dorongan kepada pendidikan akhlak ialah supaya orang mewajibkan
dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum, yang selalu diperintahkan olehnya dan dijadikan
tujuan yang harus dikejarnya sehingga hasil. Tujuan-tujuan ini banyak dan orang dapat memilih
menurut apa yang sesuai dengan keinginan dan persediaannya, seperti menyelidiki pengetahuan

12
atau mempertinggi satra syairnya atau usaha mengangkat bangsanya dari arah perekonomian atau
politik atau agama. Sudah semestinya tiap-tiap manusia mempunyai bagian dari kepentingan umum,
yang dicintai dan dikejarnya dengan demikian tumbuhlah kecintaanya terhadap sesama manusia dan
disini keutamaan mendapat tanah yang subur. Dengan tidak ada bagian tersebut, ia hidup serba sempit
karena hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.
e. Apa yang kita tuturkan didalam “kebiasaan” tentang menekan jiwa melakukan perbuatan yang
tidak ada maksud kecuali menundukkan jiwa, dan menderma dengan perbuatan tiap-tiap hari
dengan maksud membiasakan jiwa agar taat, dan memelihara kekuatan penolak sehingga diterima
ajakan baik dan ditolak ajakan buruk.[5]
2. Konsep 7B dalam Meraih Kesuksesan yang Hakiki
Manusia yang berpegang pada prinsip akhlak akan mengupayakan hidupnya secara bijak.
Semua perbuatannya atau amalnya diyakini terarah kepada Allah yang telah menanamkan segala
yang baik dalam ciptaan-Nya. Kesuksesan yang hakiki akan dapat diraih jika mengikuti konsep
7B, yaitu:
a. Beribadah dengan benar
b. Bertakwa dengan baik
c. Belajar tiada henti
d. Bekerja keras dan ikhlas
e. Bersahaja dalam hidup
f. Bantu sesama dan
g. Bersihkan hati selalu
Dengan tujuh konsep tersebut kita dapat mengimplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari dengan akhlak yang baik, maka kesuksesan akan dengan mudah kita dapat, baik kesuksesan
dunia maupun akhirat. Menguatkan nilai-nilai aqidah dan keimanan dalam jiwa.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Akhlak adalah buah dari keimanan dan keistiqamahan seseorang dalam menjalankan
ibadah. Akhlak yang kita ketahui tersebut memiliki pengertian baik secara bahasa maupun secara
istilah. Selain itu ada beberapa ulama yang juga menjabarkan pengertian akhlak sebagaimana Ibnu
Miskawaih menyebutkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa atau sifat seseorang yang medorong
melakukan sesuatu tanpa perlu mempertimbangkannya terlebih dahulu.

Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk dan yang menjadi ukuran baik
dan buruknya adalah akal karena memang etika adalah bagian dari filsafat. Dan Moral adalah
ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku di suatu masyarakat.

Sumber akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral dan pula bukan karena baik atau buruk
dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazirah.
Akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang karena orang yang berakhlak jika
dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu sangat jauh perbedaannya.Akhlak tidak
dapat dibeli atau dinilai dengan suatu mata uang apapun, akhlak merupakan wujud di dalam diri
seseorang yang merupakan hasil didikan dari kedua orang tua serta pengaruh dari masyarakat
sekeliling mereka. Jika sejak kecil kita kenalkan, didik serta diarahkan pada akhlak yang mulia,
maka secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari hingga
seterusnya.

B. SARAN

Kita sebagai seorang muslim harus bisa menjadi hamba Allah yang yang taat pada
ajaran-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menjadi seorang muslim yang dapat
menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam
kehidupan sehari-hari.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1991. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djatmika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam. Jakarta: Puastaka Panjimas.
Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hakim, Khalifah Abdul. 1995. Hidup yang Islami. Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.

[1] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta, LPPI, 1999), hal.1


[2] Khalifah Abdul Hakim, Hidup yang Islami, (Yogyakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1995),
hal.167
[3] Majid Fakhry, Etika dalam Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996) hal.38
[4] Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1996), hal.60
[5] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1991), hal.63

15

Anda mungkin juga menyukai