Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“AKHLAK“
Dosen: Ahmad Zulfi Ali Dawas,M.pd

Kelompok 2
1. Rosdiana
2. Ari Wibowo Utomo

UNIVERSITAS LA TANSA MASHIRO


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbillalamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah


SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Berkat rahmatNya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah tentang “Akhlak”.

Dengan selesainya makalah yang kami buat diharapkan dapat memberikan


masukan yang menambah pengetahuan pembaca. Semoga pembaca dapat memanfaatkan
makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Karena makalah ini jauh dari kata sempurna, kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk memperbaiki penyusunan makalah yang berikutnya. Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................
C. Tujuan Pembelajaran.........................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................................

A. Pengertian Akhlak..............................................................................................
B. Perbedaan Dan Persamaan Antara Akhlak,Moral dan Etika
C. Sumber Akhlak Dalam Islam.............................................................................
D. Akhlak Sebagai Modal Sosial Bagi Keberhasilan Hidup Seseorang.................

BAB III PENUTUP .............................................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Kritik dan Saran .......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Akhlak merupakan tiang yang menopang hubungan yang baik antara
hamba dengan Allah SWT (habluminallah) dan antar sesama umat
(habluminannas). Akhlak yang baik akan hadir pada diri manusia dengan proses
yang panjang, yaitu melaui pendidikan akhlak. Banyak kalangan di dunia ini
menawarkan pendidikan akhlak yang mereka yakini kebaikannya, tetapi tidak
semua dari pendidikan tersebut mempunyai kaidah-kaidah yang benar dalam
Islam. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang terbatas dari pemikiran
manusia itu sendiri.
Sementara pendidikan akhlak yang dibawa oleh Islam merupakan sesuata
yang benar dan tidak ada kekurangannya. Pendidikan akhlak yang ditawarkan
Ilslam berasal langsung dari Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW melaui malaikat Jibril dengan Al-Qur’an dan Sunnah kepada
umat Rasulullah. 
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang
penting, sebagai individu, kelompok maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila baik
akhlaknya, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila rusak akhlaknya, maka
rusaklah lahir batinnya.
Akhlak, atau moral, atau etika adalah pola tindakan yang didasarkan atas
nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban
yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan
tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu. Kesadaran
akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat
atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan,
meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia
hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya
manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah sebagai subjek
menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan
sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami
perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.  
Pada era zaman yang modern ini, kualitas akhlak seorang muslim sangat
memprihatinkan. Etika dan moral mereka tidak tertata dengan cukup baik dengan
pola tindakan yang tidak didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Kita sebagai
seorang muslim sangat penting untuk mengatahui bagaimana akhlak, etika, dan
moral yang baik sebagai modal sosial bagi keberhasilan hidup seseorang. Maka

4
dari itu, penting pula kita mengetahui apa saja sumber akhlak dalam islam,
pengertian akhlak itu sendiri, dan lain-lain. Oleh karena itu, penulis akan
menjelaskan semuanya didalam makalah ini.

B.     RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari akhlak?
2. Apa perbedaan dan persamaan antara akhlak, etika dan moral?
3. Apa saja sumber akhlak dalam islam?
4. Bagaimana akhlak sebagai modal sosial bagi keberhasilan hidup seseorang?

C.     TUJUAN PENULISAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengertian dari akhlak.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan dan persamaan antara
akhlak, etika dan moral.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sumber akhlak dalam islam.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami akhlak sebagai modal sosial bagi
keberhasilan hidup seseorang.

5
BAB II

A.          PENGERTIAN AKHLAK
                Secara etimologis (lughatan) akhlaq (bahasa Arab) adalah bentuk jamak
dari khuluq yang berarti budi berkerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar
dari kata khalaqa yang berarti menciptakan seakar
dengan khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan)
(Yunahar Ilyas, 1999).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan
perilaku makhluk (manusia). Dari pengertian etimologi seperti ini, akhlaq bukan
saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara
sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun (Yunahar Ilyas, 1999).
Secara terminologis (ishthilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq.
1. Imam Al-Ghazali
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan" (Yunahar Ilyas, 1999).
2. Ibrahim Anis
"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-
macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan." (Yunahar Ilyas, 1999).
3. Abdul Karim Zaidan
"Akhlaq adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan
sorotan dan timbangannya seseorang dalam menilai perbuatannya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya." (Yunahar Ilyas,
1999).
Ketiga definisi yang dikutip diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq
atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan
muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan dorongan dari
luar, serta tidak memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu. Dalam
Mu'jam al-Wasith disebutkan min ghairi hajah ila fikr wa ru'yah (tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan). Dalam Ihya' Ulum ad-Din
dinyatakan tashduru al-af al bi suhulah wa yusr, min ghairi hajah ila fikr wa
ru'yah (yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan) (Yunahar Ilyas, 1999).

6
Sifat spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan dalam contoh
berikut ini. Bila seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembngunan
masjid setelah mendapat dorongan dari seorang da'i (yang mengemukakan ayat-
ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan membangun masjid didunia). Maka
orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena
kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum
muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi, tanpa dorongan seperti itu, dia
tidak akan menyumbang, atau kalaupun menyumbang hanya dalam jumlah
sedikit. Tapi manakala tidak ada doronganpun dia tetap menyumbang kapan dan
dimana saja, barulah bisa dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Contoh lain,
dalam menerima tamu. Bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan
yang lain, atau kadangkala ramah dan kadangkala tidak, maka orang tadi belum
bisa dikatakan mempunyai sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang
memuliakan akhlaq memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya
(Yunahar Ilyas, 1999).
Dari keterangan diatas jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah bersifat
konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar. Firman Allah SWT dalan Surat Al-Aḥzab
ayat 21:
‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ ُأس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا‬
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Aḥzab: 21)
Sekalipun dari beberapa definisi diatas kata akhlaq bersifat netral belum
menunjukan kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya apabila disebut
sendirian, tidak dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah
akhlak yang mulia. Misalnya bila seseorang berlaku tidak sopan kita mengatakan
padanya "kamu tidak berakhlaq". Padahal tidak sopan itu adalah akhlaqnya.[1]

B.     PERBEDAAN DAN PERSAMAAN AKHLAK, MORAL DAN ETIKA

Didalam kehidupan islami, terdapat istilah akhlak, etika dan moral.


Ketiganya menentukan nilai baik dan buruk semua sikap serta perbuatan manusia
dalam kehidupan. Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi
akhlak standarnya adalah al-Qur’an dan Sunnah, bagi etika standarnya
pertimbangan akal pikiran, dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum
berlaku dimasyarakat. Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah diatas
(akhlak,etika dan moral) dapat dibedakan, namun dalam pembicaraan sehari-hari,
bahkan dalam beberapa literatur keislaman, penggunaannya sering tumpang
tindih.

7
1.         Pengertian Akhlaq
Akhlaq atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia,
sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan
pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari
luar.
2.      Pengertian Etika
Etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada manusia
lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam perbuatan
mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Sehingga dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia
kemudian menetapkan hukum baik atau buruk (Ahmad Amin, 1993).
Etika, seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya
berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu, ethos. Kata ethos ini dalam bentuk tunggal
mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk
jamak taetha artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti inilah yang menjadi latar
belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filosuf besar Yunani, Aristoteles
(384-322 SM) sudah dipakai sebagai filsafat moral.
Etika merupakan salah satu cabang ilmu dari filsafat yang mengkaji
tentang perilaku seseorang dalam menentukan nilai perbuatan baik atau buruk,
sehingga dalam menetapkan nilai tersebut menggunakan akal pikiran atau dengan
kata lain, dengan akal-lah orang dapat menentukannya baik atau buruk.
Kita memberikan timbangan kepada berbagai perbuatan “baik atau
buruk, benar atau salah, hak atau batal.” Hukum ini merata diantara manusia, baik
yang tinggi kedudukannya maupun yang rendah. Hal tersebut dapat diucapkan
oleh ahli hukum didalam soal undang-undang, oleh ahli perusahaan kepada
perusahaan mereka, bahkan oleh anak-anak dalam permainan mereka; maka
apakah artinya “baik atau buruk?” dan dengan ukuran “apakah” kita mengukur
perbuatan yang akan kita beri hukum “baik atau buruk?”. Etika, suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang dilakukan oleh manusia
pada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang
sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku
yang baik dan buruk yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Dengan
demikian, pokok persoalan etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang

8
yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja dan ia mengetahui kapan ia
melakukannya.
Etika adalah menampilkan prinsip-prinsip umum untuk
memperkirakan nilai hakiki dari tujuan akhir. Secara ilmiah, etika dibicarakan
secara terpisah dari keyakinan agama ataupun pandangan metafisika tetapi
pembahasan hakikat tertinggi dari tujuan itu secara tuntas dalam rangka
mendapatkan kepastian yang baik dan yang buruk.
Islam, sebagaimana Etika Filosofis, juga berkeyakinan bahwa semua
tujuan harus menyatu dalam tujuan terakhir.  Mengapa harus demikian?  Terhadap
pertanyaan ini islam memberikan jawaban singkat. Kehidupan berasal usul dari
keesaan eksistensi yang merupakan menifestasi dari keesaan Allah.[2]
3.      Pengertian Moral
Kata yang cukup dekat dengan “Etika” adalah “Moral”. Kata terakhir
ini berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang berarti juga: kebiasaan,
adat.Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia
(pertama kali dimuat dalam KBBI 1998), kata mores masih dipakai dalam arti
yang sama. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”,
karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa
asalnya berbeda: yang pertama berasal dari bahasa yunani, sedang yang kedua
berasal dari bahasa latin (K. Bertens, 2007).
Moral merupakan nilai dasar yang terdapat dalam suatu masyarakat
yang dapat digunakan dalam memilih antara nilai hidup (moral) serta adat istiadat
yang menjadi dasar untuk menunjukkan bagaimana baik dan buruk. Perbuatan
yang mencakup akhlak, etika dan moral yaitu seperti tingkah laku atau tata krama
dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan masyarakat.
Perbedaan lain antara etika dan moral adalah etika lebih bersifat teori
sedang moral lebih bersifat praktis, etika memandang tingkah laku manusia secara
universal (umum) sedangkan moral secara lokal (khusus), etika menerangkan
tetapan ukuran yang digunakan, sedangkan moral merupakan hasil realisasi dari
penetapan ukuran tersebut dalam perbuatan.
Moral merupakan suatu nilai mutlak yang terdapat dalam kehidupan
bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat. Moral ialah suatu perbuatan seseorang dalam berinteraksi
dengan sesama manusia, jika yang dilakukan seseorang tersebut sesuai dengan
nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
memuaskan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral
yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

9
Persamaan Akhlak, Etika dan Moral
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral  yang dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1.      Pertama; akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran
tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
2.      Kedua; akhlak, etika, moral  merupakan prinsip atau aturan hidup manusia
untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah
kualitas akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin
rendah pula kualitas kemanusiaannya.
3.      Ketiga; akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-
mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi
merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan
aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan
keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambungan, dengan tingkat
konsistensi yang tinggi.
Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral
Dari seginya di bagi menjadi 2 bagian yaitu; berdasarkan tolak ukur dan
berdasarkan sifat.
1.      Berdasarkan Tolak Ukur
a.       Akhlak tolak ukurnya al-qur’an dan As Sunnah
b.      Etika tolak ukurnya pikiran atau akal
c.       Moral tolak ukurnya norma hidup yang ada di masyarakat berupa adat atau
aturan tertentu
2.      Berdasarkan Sifat
a.       Etika bersifat teori
b.      Akhlak dan moral bersifat praktis

C.    SUMBER AKHLAK DALAM ISLAM

Maksud dari sumber akhlak ialah yang menjadi ukuran baik dan buruk
atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber akhlak
adalah Al-Qur’an dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat
sebagaimana pada konsep etika dan moral dan pula bukan karena baik atau buruk
dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.
Majid Fakhry dalam bukunya Etika dalam Islam (1996) menjelaskan
bahwa Mu’tazilah adalah moralis pertama dalam islam. Korelasi antara
pengetahuan dan kebenaran menurut Majid Fakhry dalam bukunya Etika dalam
Islam (1996) adalah kunci tesis Mu’tazilah. Jika kemampuan dianggap sebagai

10
dasar etika Mu’tazilah, maka keadilan dan kebijaksanaan Tuhan merupakan 2
dasar lain dari etika teologis.[3]
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang digunakan untuk menyatakan
baik-buruknya sifat seseorang itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi SAW.
Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk
dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk
menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dihindari.
Dasar akhlak yang dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu:
.‫ َر هللاَ َكثِيْرًا‬uu‫ َر َو َذ َك‬uu‫وْ َم اآْل ِخ‬uuَ‫وا هللاَ َو ْالي‬uuُ‫انَ يَرْ ج‬uu‫نَةٌ لِّ َم ْن َك‬uu‫ َوةٌ َح َس‬uu‫وْ ِل هللاِ ُأ ْس‬uu‫انَ لَ ُك ْم فِ ْي َر ُس‬uu‫ ْد َك‬uuَ‫لَق‬
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Sedangkan dalam Al-Qur’an hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlak
yaitu khuluq (QS. Al-Qalam (68): 4)
‫ق َع ِظي ٍْم‬ ٍ ُ‫ك لَ َعلَى ُخل‬ َ َّ‫وإن‬
Artinya: “Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-
Qalam (68): 4)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: 
ً ‫َأ ْك َم ُل ال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِإ ْي َمانا ً َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقا‬
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (H.R. At-Tirmidzi)
Sungguh Rasulullah memiliki akhlak yang sangat mulia. Segala perbuatan
dan perilaku beliau berpedoman pada Al-Qur’an. Aisyah memberikan gambaran
yang sangat jelas akan akhlak beliau dengan mengatakan:
‫َكانَ ُخلُقُهُ القُرْ آن‬
Artinya: “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.” (H.R. Abu Dawud dan Muslim)
Segala tingkah laku dan tindakan Rasul, baik yang lahir maupun batin
senantiasa mengikuti petunjuk dari Al-Qur’an. Al-Qur’an senantiasa mengajarkan
umat Islam untuk berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk.
Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Al-Qur’an.
Setiap orang yang dekat dengan Rasulullah SAW dalam akhlaknya maka
ia dekat dengan Allah, sesuai kedekatannya dengan beliau. Setiap orang yang
memiliki kesempurnaan  akhlak tersebut, maka ia pantas menjadi seorang raja
yang ditaati yang dijadikan rujukan oleh seluruh manusia dan seluruh
perbuatannya dijadikan panutan. Begitupun manusia yang tidak mempunyai
akhlak pantas untuk pergi dari negeri ini. Karena ia sudah dekat dengan setan
yang terlaknat dan terusir, sehingga ia harus diusir.
Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak
tersebut yaitu sabda Nabi:

11
َ ‫ار َماَأْل ْخاَل‬ ‫ُأِل‬
‫ق‬ ِ ‫اِنَّ َمابُ ِع ْثتُ تَ ِّم َم َم َك‬
Artinya : “Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan
keluhuran akhlak”. (H.R. Ahmad)
Akhlaqul karimah merupakan sumber asas pedoman hidup bagi umat
muslim yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadist rasul.
Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an dan Sunnah) menilainya
dengan demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, dan jujur
misalnya dinilai baik? Sifat-sifatbaik itu dinilai tidak lain karena Syara’. Begitu
juga sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta
misalnya dinilai buruk? Tidak lain karena Syara’ menilainya karena demikian.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Qur’an memang dapat menjadikan
cintaterhadap kesucian dan selalu ukuran baik dan buruk karena manusia
diciptakan oleh Allah SWT. sebab itulah hati nurani manusia selalu mendambakan
dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan karena
kebenaran itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran
mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu dapat berfungsi dengan semestinya
karena pengaruh dari luar, seperti pengaruh pendidikan serta lingkungan. Fitrah
hanyalah merupaka  potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan.
Batapa banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak
dapat melihat lagi kebenaran. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat
diserahkan sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata.
Harus dikembalikan kepada penilaian  Syara’.
Demikian juga hanya dengan akal pikiran. Ia hanyalah salah satu kekuatan
yang dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Dan
keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut
kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusannya yang diberikan akal
hanya bersifat spekulatif dan subjektif.
Demikianlah tentang hati nurani dan akal pikiran. Bagaimana dengan
pandangan masyarakat? Pandangan masyarakat juga bisa dijadikan salah satu
ukuran baik dan buruk, tetapi sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati
nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang
hati nuraninya sudah tertutup dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh sikap
dan perilaku yang tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan
masyarakat yang baiklah yang bisa dijadikan ukuran.
Dari uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak
spekulatif), objektif, komprehensif, dan universal untuk menentukan baik dan
buruk hanyalah Al-Qur'an dan As-Sunnah, bukan yang lain-lainnya.

12
D.    AKHLAK SEBAGAI MODAL KEHIDUPAN SOSIAL

Sesuatu perbuatan dipandang baik oleh masyarakat umum atau dipandang


buruk. Dimana setiap orang dapat menilai sesuatu perbuatan itu perbuatan baik
dan sesuatu perbuatan lainnya itu buruk. Perasaan terhadap sesuatu perbuatan itu
baik atau perbuatan sesuatu itu buruk itu yang disebut moral sense. Umpamanya
ada seseorang yang berbuat kasar terhadap orang tua, orang akan menilai bahwa
perbuatan itu adalah tidak baik. Demikian pula terhadap perbuatan seperti; kikir,
sombong, ujub takabur, aniaya, malas, dsb. Tetapi sebaliknya seumpanya ada
seseorang yang bersikap ramah tamah, sabar, rendah hati, dermawan, adil, jujur,
dan sebagainya, orang akan menilai bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan
yang baik dan terpuji. [4]
َ‫اس ۗ َوهَّللا ُ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ َّ‫اظ ِمينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعافِينَ َع ِن الن‬
ِ ‫ضرَّا ِء َو ْال َك‬
َّ ‫الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ فِي ال َّسرَّا ِء َوال‬
Artinya: ”(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)
Akhlak memang merupakan batas pemisah antara yang orang berakhlak
dengan orang yang tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana
agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa.karena salah satu
misi yang dibawa oleh Rasulullah SAW ialah membina kembali akhlak manusia
yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang terdahulu.
Selain itu juga, akhlak ialah ciri-ciri kelebihan di antara manusia karena
akhlak merupakan simbol kesempurnaan iman, ketinggian takwa dan kealiman
manusia yang berakal. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:
“Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Hakim, Shahihul Jaami’ No. 1230)
Kekalnya suatu ummah juga karena kokohnya akhlak dan begitulah juga
runtuhnya suatu ummah itukarena lemahnya akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas
dijelaskan dalam kisah-kisah sejarah dan tamadun manusia melalui Al-Qur’an
seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum nabi Ibrahim, Bani Israel dan lain-lain.
Ummah yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di bawah keridhoan dan
perlindungan Allah ialah ummah yang seperti pada zaman Rasulullah SAW.
Tidak adanya akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan
menyebabkan manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga, yang
tentunya hal seperti ini dapat membawa kehancuran dari suatu negara.

13
Pencerminan diri seseorang  juga sering digambarkan melalui tingkah laku atau
akhlak yang ditunjukkan.
Allah SWT. telah menetapkan bahwa umat muslim adalah umat yang
paling baik. Kebaikan ini dikarenakan oleh adanya sifat akhlak yang baik yang
telah tumbuh dalam umat muslim. Sifat akhlak tersebut, secara umum telah
dijelaskan dalam surah Āli ‘Imrān ayat 110:

ِ ‫اس تَْأ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُْؤ ِمنُونَ بِاهّلل ِ َولَوْ آ َمنَ َأ ْه ُل ْال ِكتَا‬
َ‫ب لَ َكان‬ ِ َّ‫ت لِلن‬ ْ ‫ُكنتُ ْم خَ ْي َر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬
َ‫َخيْراً لَّهُم ِّم ْنهُ ُم ْال ُمْؤ ِمنُونَ َوَأ ْكثَ ُرهُ ُم ْالفَا ِسقُون‬

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 110).

Tiga sifat-sifat akhlak tersebut diatas yang disebutkan pada ayat 110
Q.S.Ali Imran yaitu keimanan kepada Allah SWT, memerintahkan kepada
kebaikan (amar ma’rūf), dan mencegah dari kemungkaran (nahi munkar).
Kepercayaan dalam bentuk iman kepada Allah SWT akan membangkitkan
manusia untuk melakukan amal shaleh. Amar ma’rūf adalah cinta kepada
manusia. Sedangkan nahi munkar adalah menanggulangi keburukan dan
menyempitkan jalan bagi tumbuhnya keburukan dan kejahatan itu. Ini semua
adalah puncak akhlak yang baik.

Akhlak merupakan jati diri bagi setiap orang karena setiap orang yang
berakhlak jika dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu akan sangat
jauh berbeda. Akhlak tidak dapat dinilai atau digambarkan dengan mata uang
apapun, akhlak merupakan wujud jati diri seseorang didalam pribadi seorang
insan yang merupakan hasil didikan dari kedua orang tua serta pengaruh dari
masyarakat sekeliling mereka.

Terbentuknya sebuah masyarakat diibaratkan sama seperti membangun


sebuah bangunan. Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih
dahulu, begitu juga dengan membentuk masyarakat mesti di mulai dengan
pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika asas yang dibina sangat kokoh maka
tegaklah masyarakat tersebut. Jika lemah maka runtuhlah apa yang telah dibina
diatasnya.

‫ك‬َ ‫َوَأحْ ِس ْن َك َما َأحْ َسنَ هَّللا ُ ِإلَ ْي‬


Artinya: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
Berbuat baik kepadamu.” (QS.al-Qashas: 77)

14
Akhlak memang sangat penting karena merupakan asas yang telah
dilakukan oleh baginda Rasulullah SAW ketika memulai pembentukan
masyarakat Islami. Sungguh akhlak itu sangat penting artinya dalam kehidupan
bermasyarakat, dapat dibayangkan seperti apa jadinya bila suatu masyarakat tidak
di bangun dengan asas akhlak yang mulia? Sungguh akan terjadi suatu kehancuran
pada masyarakat tersebut.
"Dan tujuan akhir dari akhlak, yaitu memutuskan diri kita dari cinta
kepada dunia, dan menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT. Maka,
tidak ada lagi sesuatu yang dicintai selain berjumpa dengan dzat illahi rabbi,
dan tidak menggunakan semua hartanya kecuali karenanya…". Dapat
disimpulkan bahwa Al-Ghazāli menempatkan kebahagiaan jiwa seorang insan
sebagai tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak. Kebahagiaan tertinggi dari
jiwa seseorang berarti mengenal adanya Allah SWT. tanpa adanya keraguan
sedikitpun (ma’rifatullah).
Allah SWT. merupakan sumber kasih sayang dalam setiap manusia dan
kebenaran yang memuaskan jiwa dan rohani. Setiap manusia yang berpegang
teguh pada prinsip akhlak yang baik akan mengupayakan hidupnya dengan bijak.
Semua perbuatan dan amalnya diyakini keterarahan kepada Allah SWT. yang
telah menanamkan segala hal yang baik dalam ciptaan. Dengan keseimbangan
jiwanya, ia tidak membiarkan diri hanyut akan hal-hal bersifat material sejauh hal
itu bisa menambah kesempurnaan akhlak.
1.      Penanaman Pendidikan Akhlak
Ada beberapa perkara yang menguatkan pendidikan akhlak dan
meninggikannya. Ialah :
a.       Meluaskan lingkungan pikiran, yang telah dinyatakan oleh “Herbert Spencer”
akan kepentingannya yang besar untuk meninggikan akhlak sungguh pikiran yang
sempit itu sumber beberapa keburukan, dan akal yang kacau balau tidak dapat
membuahkan akhlak yang tinggi. Kita melihat takutnya beberapa orang,
disebabkan karena khurafat yang memenuhi otak mereka, dan banyak dari suku
bangsa yang biadab, berkeyakinan bahwa keadilan itu hanya diwajibkan kepada
orang-orang suku mereka, adapun kepada lainnya tidak dikata lain bisa merampas
harta mereka atau mengalirkan darah mereka.
b.      Berkawan dengan orang yang terpilih. Setengah dari yang dapat mendidik
akhlak ialah berkawan dengan oranag yang terpilih, karena manusia itu suka
mencontoh, seperti mencontoh orang sekelilingnya dalam pakaian mereka, juga
mencontoh dalam perbuatan mereka dan berperangai dengan akhlak mereka.
Seorang ahli filsafat menyatakan: “Kabarilah saya siapa kawanmu, saya beri
kabar kepadamu siapa engkau”. Maka berkawan dengan orang-orang yang berani
dapat memberikan ruh keberanian pada jiwanya orang penakut, dan banyak dari

15
orang pandai pikirannya, sebab cocok memilih kawan atau beberapa kawan yang
mempengaruhi mereka dengan pengaruh yang baik dan membangun kekuatan
jiwa mereka yang dahulu lemah.
c.       Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berpikiran luar
biasa. Sungguh perjalanan hidup mereka tergambar dihadapan pembaca dan
memberi semangat unruk mencontoh dengan mengambil tauladan dari mereka.
Suatu bangsa tidak sepi dari pahlawan, yang kalau dibaca tentu akan
menimbulkan ruh yang baru yang dapat menggerakkan jiwa untuk mendatangkan
perbuatan yang besar. Dan banyak orang yang terdorong mengerjakan perbuatan
yang besar, karena membaca hikayatnya orang besar atau kejadian orang besar
yang diceritakan. Dan yang berhubungan dengan semacam ini ialah perumpaan
dan hikmah kiasan, yang banyak mempengaruhi kepada jiwa dan lebih dekat pada
pikiran.
d.      Yang lebih penting memberi dorongan kepada pendidikan akhlak ialah supaya
orang mewajibkan dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum, yang selalu
diperintahkan olehnya dan dijadikan tujuan yang harus dikejarnya sehingga hasil.
Tujuan-tujuan ini banyak dan orang dapat memilih menurut apa yang sesuai
dengan keinginan dan persediaannya, seperti menyelidiki pengetahuan atau
mempertinggi satra syairnya atau usaha mengangkat bangsanya dari arah
perekonomian atau politik atau agama. Sudah semestinya tiap-tiap manusia
mempunyai bagian dari kepentingan umum, yang dicintai dan dikejarnya dengan
demikian tumbuhlah kecintaanya terhadap sesama manusia dan disini keutamaan
mendapat tanah yang subur. Dengan tidak ada bagian tersebut, ia hidup serba
sempit karena hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.
e.       Apa yang kita tuturkan didalam “kebiasaan” tentang menekan jiwa melakukan
perbuatan yang tidak ada maksud kecuali menundukkan jiwa, dan menderma
dengan perbuatan tiap-tiap hari dengan maksud membiasakan jiwa agar taat, dan
memelihara kekuatan penolak sehingga diterima ajakan baik dan ditolak ajakan
buruk.[5]
2.      Konsep 7B dalam Meraih Kesuksesan yang Hakiki
Manusia yang berpegang pada prinsip akhlak akan mengupayakan
hidupnya secara bijak. Semua perbuatannya atau amalnya diyakini terarah kepada
Allah yang telah menanamkan segala yang baik dalam ciptaan-Nya. Kesuksesan
yang hakiki akan dapat diraih jika mengikuti konsep 7B, yaitu:
a.       Beribadah dengan benar 
b.      Bertakwa dengan baik
c.       Belajar tiada henti
d.      Bekerja keras dan ikhlas
e.       Bersahaja dalam hidup

16
f.       Bantu sesama dan
g.      Bersihkan hati selalu
                  Dengan tujuh konsep tersebut kita dapat mengimplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan akhlak yang baik, maka kesuksesan akan dengan
mudah kita dapat, baik kesuksesan dunia maupun akhirat. Menguatkan nilai-nilai
aqidah dan keimanan dalam jiwa.
BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Akhlak adalah buah dari keimanan dan keistiqamahan seseorang dalam


menjalankan ibadah. Akhlak yang kita ketahui tersebut memiliki pengertian baik
secara bahasa maupun secara istilah. Selain itu ada beberapa ulama yang juga
menjabarkan pengertian akhlak sebagaimana Ibnu Miskawaih menyebutkan
bahwa akhlak adalah keadaan jiwa atau sifat seseorang yang medorong
melakukan sesuatu tanpa perlu mempertimbangkannya terlebih dahulu.

Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk dan yang
menjadi ukuran baik dan buruknya adalah akal karena memang etika adalah
bagian dari filsafat. Dan Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya
adalah tradisi yang berlaku di suatu masyarakat.

Sumber akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah, bukan akal pikiran atau
pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral dan pula bukan
karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazirah.
Akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang karena orang yang
berakhlak jika dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu sangat jauh
perbedaannya.Akhlak tidak dapat dibeli atau dinilai dengan suatu mata uang
apapun, akhlak merupakan wujud di dalam diri seseorang yang merupakan hasil
didikan dari kedua orang tua serta pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka.
Jika sejak kecil kita kenalkan, didik serta diarahkan pada akhlak yang mulia, maka
secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-
hari hingga seterusnya.

B.     SARAN

Kita sebagai seorang muslim harus bisa menjadi hamba Allah yang yang
taat pada ajaran-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta menjadi seorang muslim

17
yang dapat menerapkan etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan
ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. 1991. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: PT. Bulan Bintang.


Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Djatmika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam. Jakarta: Puastaka Panjimas.
Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hakim, Khalifah Abdul. 1995. Hidup yang Islami. Yogyakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Hidayat, Nur. 2013. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Ilyas, Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.

[1] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta, LPPI, 1999), hal.1


[2] Khalifah Abdul Hakim, Hidup yang Islami, (Yogyakarta, PT RajaGrafindo
Persada, 1995), hal.167
[3] Majid Fakhry, Etika dalam Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996) hal.38
[4] Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, (Jakarta, Pustaka Panjimas, 1996),
hal.60
[5] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1991), hal.63

18

Anda mungkin juga menyukai