Disusun Oleh :
Kelompok 4
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi
bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut
istilah syara’, haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan
amalan-amalan ibadah tertentu.
Tujuan Masalah
01. 02. 03.
Mengetahui definisi dan Mengetahui latar belakang Mengetahui rukun dan
hukum haji dan sejarah haji wajib haji
Hukum melaksanakan ibadah haji hanyalah diwajibkan sekali dalam seumur hidup manusia.
Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairah : “Rasulullah Saw
berkhotbah kepada kami. Katanya : Wahai manusia! Allah telah memfardhukan haji bagi kamu, maka
laksanakanlah! Kemudian seseorang bertanya : Apakah haji itu dikerjakan setiap tahun ya
Rasulullah? Rasulullah Saw kemudian diam, sampai laki-laki itu mengulang pertanyaan itu tiga kali.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda : Kalau saya katakan benar, pasti akan wajib setiap tahun, tetapi
kalian tidak akan mampu”. (HR. Ahmad bin Hanbal, Muslim dan al-Nasai). Dalam hadits lain
Rasulullah Saw bersabda : “Ikutilah amalan haji dengan umrah karena kedua amalan itu meniadakan
sifat kikir dan dosa sebagaimana ahli logam membuang karat dari besi, perak dan emas. Tiada lain
pahala yang diterima haji yang mabrur, kecuali surga”. (HR. al-Tirmidzy, al-Nasai dan Ibnu Majah
dan Ibnu Mas’ud).
Terdapat perbedaan yang mendasar antara haji dan umrah. Ibadah haji dilakukan
pada waktu-waktu yang tertentu, yaitu di bulan-bulan haji. Sedangkan umrah boleh
dilakukan di bulan-bulan haji (dapat dilakukan bebarengan dengan ibadah haji),
atau dilakukan diluar bulan haji (kapan saja). Ibadah haji melakukan wuquf di
Arafah, sedangkan ibadah umrah tidak perlu melakukannya.
02.
Latar Belakang
Sejarah Haji
Pelaksanaan ibadah haji ditetapkan sepenuhnya oleh Rasulullah Saw, berdasarkan petunjuk
Allah. Praktek pengamalannya pada prinsipnya menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail As.
Setelah Nabi Ibrahim As membangun Baitullah, menyuruh anak cucunya bertempat tinggal
disekitarnya. Sejak itulah orang-orang Arab melakukan haji ke Baitullah dan hal itu dilakukan terus
menerus dengan prinsip beribadah hanya mengharap ridho Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun. Sebagaimana ayat berikut (QS. Al-Baqarah 2:127) : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) : Ya Tuhan kami
terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.
Setelah beberapa abad kemudian, mereka melakukan perubahan tatacara ibadah haji
sebagaimana dilakukan pada Nabi Musa As. Dengan perubahan itu, mereka mempersekutukan Allah
dengan berhala-berhala, mengangkat berhala di atas Baitullah dan meletakkan di sekeliliingnya.
Mereka meminta pertolongan kepada berhala dan menjadikannya sebagai pemeberi syafa’at
selain Allah. Mereka menyembelih hewan qurban untuk berhala dan menyebut nama-nama berhala
ketika menyembelih. Mereka melakukan thawaf dengan telanjang dan sebagian mereka tidak
melakukan wuquf di Arafah bersama yang lain, karena mereka merasa derajatnya di atas derajat
manusia yang lain, sebab mereka mempunyai kewenangan mengurus Baitullah.
Hamka menjelaskan dengan lebih detail, yaitu bahwa sebelum negeri Mekkah ditaklukan oleh
Rasulullah dan kaum Muslimin pada tahun ke 8 hijriah, maka pada tahun ke 7 hijriah sudah berlaku
juga umratul qadha, pengganti umrah yang tidak jadi pada tahun ke 6 hijriah, padahal di Mekkah
masih ada berhala, di Ka’bah masih terdapat 360 berhala.
Bahkan di bukit Shafa, masih terdapat berhala Lata sehingga menghalangi orang Islam yang
datang untuk melakukan ritual Sa’i (berjalan cepat antara Shafa dan Marwah). Maka ada sahabat
Rasulullah yang ragu-ragu tentang Sa’i di antara Shafa dan Marwah itu karena melihat masih ada
berhala lata berdiri di sana. Lalu datanglah ayat, bahwa Sa’i di antara Shafa dan Marwah itu tidak ada
halangan diteruskan sebab kita melakukan Sa’i itu semata-mata ibadah karena Allah.
Kerena terdapat berbagai perubahan itulah maka diutuslah Nabi Muhammad Saw, yang dengan
tegas mengatakan bahwasannya kedatangannya adalah hendak membangkitkan kembali ajaran asli
Nabi Ibrahim, ajaran Hanif dan Muslim. Lurus menuju Allah dan berserah diri kepada-Nya. Maka
kedatangan Nabi Muhammad adalah memperkuat kemabli ajaran Nabi Ibrahim itu, menghidupkan
kembali sendi pokok ajaran beliau. Oleh sebab itu, Ka’bah bukanlah semata-mata sebuah rumah kuno
yang antikdan menjadi sekedar tujuan wisata rohani bagi wisatawan. Oleh sebab itu Nabi Muhammad
Saw meneruskan perintah Allah atas Nabi Ibrahim, agar semua manusia datang ke tempat itu.
03.
Rukun dan Wajib Haji
Rukun haji adalah perbuatan yang harus dikerjakan yang tidak boleh digantikan dengan
satupun. Sehingga jika tertinggal salah satunya mengakibatkan tidak sah hajinya. Sedangkan wajib
haji ialah sesuatu yang harus dikerjakan namun bila tertinggal salah satunya karena sesuatu hal, boleh
diganti dengan membayar dam (denda yang harus dibayarkan/ditunaikan sesuai dengan ketentuan
yang telah tercapai).
Rukun haji ada enam, yaitu :
2. Bermalam di Muzdalifah
Maksudnya adalah setelah melakukan wuquf di Arafah, para jama’ah melakukan
perjalanan menuju Muzdalifah dan malam itu (malam 10 Dzulhijjah) hendaknya
bermalam di Muzdalifah, jangan melanjutkan perjalanan (karena yang melanjutkan
dikenakan denda/dam).
Adapun wajib haji ada tujuh, yaitu:
6. Thawaf Wada’
Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali, sebagaimana cara melakukan Thawaf
Ifadhah. Thawaf Wada’ ini adalah thawaf perpisahan sebagai symbol perpisahan
melakukan ibadah haji. Setelah itu para jama’ah haji melakukan tahallul kedua, yang
merupakan pembebasan atas seluruh larangan haji.
1 4
2
Menutup kepala (bagi Menghilangkan rambut
kaum pria) atau bulu badan yang lain
6
3 5
Bersetubuh
Hal tersebut berarti
melanggar haji, maka tidak
sah hajinya dan harus
menyembelih seekor
7 8
kambing (menurut dalil
yang kuat).
Mengadakan akad nikah
(nikah, menikahkan atau
menjadi wakil dalam akad 9
nikah).
3
Berburu dan membunuh
binatang darat yang liar
dan halal dimakan
Sunnah Haji
Ditinjau dari segi ini, ibadah haji mengandung pelajaran untuk menghargai jasa-jasa para pendahulu, yaitu para
Nabi terdahulu. Bahwa diutusnya Rasulullah dan salah satu syariatnya adalah ibadah haji menunjukkan
penghargaan dan pelanjut kebrlangsungan ajaran dan jasa-jasa perjuangan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta Siti
Hajar, yang telah mendirikan rumah ibadah pertama di muka bumi bagi manusia.
Perjuangan berat ketiga pendahulunya itu dilestarikan bukan dalam bentuk prasasti atau peninggalan-peninggalan
bentuk fisik, namun dengan menapaktilasi perjalanan para pendahulunya, yaitu diwujudkan dengan perilaku
perbuatan ibadah, sehingga orang yang menunaikan ibadah haji dapat meraskan langsung perjuangan berat dalam
menunaikan ibadah haji yang pelaksanaannya disamakan dengan jihad fisabilillah.
Di samping itu, dalam melaksanakan ibadah haji dapat secara langsung melihat dan merasakan medan perjuangan
Nabi Saw dan para sahabat dalam menegakkan agama Allah. Menaklukan medan yang berat, yang terdiri dari
luasnya padang pasir yang kering dan tandus. Dengan demikian, akan dapat memotivasi setiap bentuk amaliah
ibadah seberat apapun, hendaknya dilakukan dengan tabah dan penuh kesabaran, serta selalu penuh harap mendapat
pertolongan Tuhan.
2. Aspek sosiologis
Ibadah haji diperuntukkan bagi seluruh umat Islam sedunia dari berbagai kultur dan ras. Sehingga akan dapat
dirasakan keragaman budaya umat Islam yang diikat dalam satu kesatuan aqidah Islam. Akan terlihat pula betapa
Islam mengajarkan egalitarianism, persamaan derajat HAM. Maka wajar jika Ka’bah dilambangkan sebagai
pemersatu dunia. Banyak orang juga menyebutkan bahwa pelaksanaan ibadah haji merupakan kongres dunia.
Dengan demikian orang yang telah berhaji adalah orang yang telah memiliki pengalaman tingkat dunia, telah
memiliki wawasan yang luas, karena telah melihat berbagai macam corak kebudayaan dunia luar. Maka wajar pula
jika para haji setelah pulang ke negerinya masing-masing menjadi orang yang dihormati dan mendapat tempat yang
tinggi dalam masyarakat namun tetap menjadi orang yang tawadhu karena menghayati pakaian yang dikenakan
sewaktu ibadah haji adalah warna pakaian yang akan dikenakan sewaktu berakhir hidupnya. Kafan yang berwarna
putih, akan dapat mengingatkan bahwa manusia manakala menghadap Allahkelak, atribut apapun yang disandangya
di dunia ini akan ditinggalkan, hanya ketaqwaan yang akan diperhitungkan di hadapan Allah SWT.
3. Aspek pedagogis
Ibadah haji dapat mendidik manusia untuk meningkatkan amal perbuatan menjadi lebih baik. Dengan melakukan
ibadah haji, manusia dapat mengambil I’tibar (penjelasan) atas berbagai pengalaman yang ditemuinya untuk selalu
melakukan introspeksi dan evaluasi diri, sehingga dirinya tidak merasa sebagai orang terbaik, karena ternyata
kebaikan yang ada pada dirinya juga didapatkan pada orang lain, bahkan mungkin orang lain itu lebih baik dari
dirinya.
Dengan ibadah haji akan memunculkan suatu sifat utama dengan selalu menghargai orang lain dan mencintainya,
sebagaimana menghargai dan mencintai dirinya sendiri. Pada dirinya akan tertanam suatu sikap menghargai, yang
pada akhirnya akan tercipta suasana penuh kedamaian dalam kebersamaan. Ibadah haji yang dilaksanakan dengan
penuh ikhlas karena Allah SWT akan memberikan makna penyucian diri secara maksimal.
4. Aspek ekonomis
Ibadah haji merupakan ibadah maliah, karena umtuk melaksanakan ibadah haji dibutuhkannya biaya yang cukup
besar. Maka secara langsung maupun tidak langsung, jumlah calon haji yang berangkat dapat dijadikan sebagai
indikasi kesejahteraan masyarakat negeri bersangkutan. Dengan melaksanakan ibadah haji, maka cukup banyak
sector ekonomi masyarakat tergerak dinamis sehingga dapat menambah kesejahteraan ekonomi mereka, mulai dari
masyarakat di negeri sendiri juga kemakmuran masyarakat negeri Mekkah Mukarramah.
Kesimpulan
Al-hajj secara etimologi berarti tujuan, maksud dan
menyengaja. Dalam arti terminology, haji berarti
bermaksud dengan sengaja mengunjungi Baitullah
(Ka’bah) menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang
tertentu, karena memenuhi panggilan Allah semata.
Hukum melaksanakan ibadah haji hanyalah
diwajibkan sekali dalam seumur hidup manusia.
Rukun haji adalah perbuatan yang harus dikerjakan
yang tidak boleh digantikan dengan satupun.
Sehingga jika tertinggal salah satunya mengakibatkan
tidak sah hajinya. Sedangkan wajib haji ialah sesuatu
yang harus dikerjakan namun bila tertinggal salah
satunya karena sesuatu hal, boleh diganti dengan
membayar dam. Tata cara pelaksanaan haji harus
sesuai dengan syarat, rukun dan wajib haji.
Rezeki itu luas, seluas prasangka baikmu .
Mekkah, I’m Coming !