Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji

ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan

perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih

tetap ada, seperti thawaf, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja

pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang

sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah

dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara'

(syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul.

Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa

yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim

(nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang

dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni

berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah

yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga

didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari

susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual

untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka

bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia. Setiap jamaah

bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya.

Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana hadis


2

berikut yang artinya: Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah

bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Diantara kami ada

yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji.

Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di

Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan

haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari

nahar.

B.     Rumusan Masalah

1. Bagaimana penjelasan mengenai ibadah haji?

2. Bagaimana penjelasan mengenai inadah Umrah

BAB II
3

PEMBAHASAN

1.Penjelasan tentang haji

A. Pengertian Haji

Kata Haji berasal dari bahasa arab dan mempunyai arti secara bahasa

dan istilah. Dari segi bahasa haji berarti menyengaja, dari segi syar’i haji

berarti menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk mengerjakan ibadah yang

meliputi thawaf, sa’i, wuquf dan ibadah-ibadah lainnya untuk memenuhi

perintah Allah SWT dan mengharap keridlaan-Nya dalam masa yang

tertentu.

٩٧ ....  ۚ ‫ٱستَطَا َع ِإلَ ۡي ِه َسبِياٗل‬ ِ ‫اس ِحجُّ ۡٱلبَ ۡي‬


ۡ ‫ت َم ِن‬ ِ َّ‫َوهَّلِل ِ َعلَى ٱلن‬

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu

(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Ali-

Imran: 97)

Dari Ibnu Abbas telah bersabda Nabi SAW hendaklah kamu

bersegera mengerjakan haji, maka sesungguhnya seseorang tidak akan

menyadari suatu halangan yang akan merintanginya. (HR. Ahmad)

B.     Hukum Ibadah Haji

           Mengenai hukum Hukum Ibadah Haji asal hukumnya adalah wajib

‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi

rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk haji,
4

maka wajib melaksanakannya, kemudian untuk haji sunat, yaitu dikerjakan

pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji wajib.

        Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap

muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa

mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah,

tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.

C.     Syarat Wajib Haji

Syarat wajibnya haji (criteria orang wajib haji) itu ada 7 perkara,

demikian pula menurut sebagian keterangan, yaitu:

1)      Islam,tidak sah haji selain orang islam

2)      Baligh (sudah dewasa), tidak wajib bagi anak-anak

3)      Berakal sehat,tidak wajib bagi orang gila atau orang bodoh

4)      Merdeka,bukan hamba sahaya

5)     Istitha’ah (mampu),orang yang belum mampu / tidak mampu

tidak diwajibkan menunaikan ibadah haji

D.    Rukun dan Wajib Haji

1. Rukun Haji

 Ihram yaitu berpakaian ihram,berniat untuk memulai

mengerjakan rangkaian ibadah haji.

 Wukuf (hadir) di Padang Arafah mulai dari tergelincir matahari 

(waktu dzuhur) tanggal 9 dzulhijjah sampai terbit fajar tanggal


5

10 dzulhijjah (bulan haji).Orang yang sedang melaksanakan 

haji wajib berada di padang arafah tersebut.

  Thawaf, thawaf untuk haji (tawaf ifadhah),yakni  mengelilingi

ka’bah sebanyak 7 kali dengan posisi ka’bah berada  di sebelah

kiri orang thowaf,dan di mulai dari hajar aswad.

٢٩ ‫يق‬ ۡ ِ ‫وا بِ ۡٱلبَ ۡي‬


ْ ُ‫َو ۡليَطَّ َّوف‬
ِ ِ‫ت ٱل َعت‬
“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah

yang tua itu (Baitullah)” (Al-Hajj: 29)

 Sa’i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah di mulai dari

bukit shafa dan di sudahi di bukit marwah,dilakukan sebanyak 7

kali.

Artinya: Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari

syi’ar Allah, aku (Nabi) mulai dengan apa yang dimulai dengan Allah. (Al-

Hadits)

 Tahallul; artinya mencukur atau menggunting rambut sedikitnya

3 helai untuk kepentingan ihram.

ِّ ۖ ‫ق ٱهَّلل ُ َرسُولَهُ ٱلرُّ ۡءيَا بِ ۡٱل َح‬


‫ٓا َء‬n‫ َرا َم ِإن َش‬n‫ ِج َد ۡٱل َح‬n‫د ُخلُ َّن ۡٱل َم ۡس‬nۡ nَ‫ق لَت‬ َ ‫لَّقَ ۡد‬
َ ‫ص َد‬

َ ۖ ُ‫ين اَل تَ َخاف‬


٢٧ ‫ون‬ َ ِ‫ٱهَّلل ُ َءا ِمن‬
َ ِ‫ين ُم َحلِّق‬
َ ‫ين ُر ُءو َس ُكمۡ َو ُمقَصِّ ِر‬
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang

kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu

pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman,
6

dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak

merasa takut. (Al-Fath: 27)

 Tertib yaitu berurutan ( maksudnya antara rukun yang satu

dengan yang lainnya dikerjakan secara berurutan ).

2. Wajib Haji

 Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak

berja10hit), dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan,

terus menerus sampai selesainya ibadah haji.

ۚ
ِ ‫ت‬ٞ ‫ُر َّم ۡعلُو ٰ َم‬ٞ ‫ۡٱل َحجُّ َأ ۡشه‬
١٩٧ ‫ب‬

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang ditentukan” (Al-Baqarah: 197)

 Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10

Dzulhijjah.

 Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq

(tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).

 Melempar jumrah ‘aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal

10 Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah

dan setelah wukuf.

 Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan

‘Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan

melemparkannya tujuh kali tiap-tiap jumrah.

 Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.

E.     Sunnah Haji
7

   Ifrad, yaitu mendahulukan urusan haji terlebih dahulu baru

mengerjakan atas ‘umrah.

 Membaca Talbiyah yaitu :“Labbaika Allahumma Labbaik Laa

Syarikalaka Labbaika Innalhamda Wanni’mata Laka Walmulka

Laa Syarika Laka”.

 Tawaf Qudum, yaitu tawaaf yuang dilakukan ketika permulaan

datang di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di ‘Arafah.

 Shalat sunat ihram 2 raka’at sesudah selesai wukuf, utamanya

dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.

 Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah

 Thawaf wada’, yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai

ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang

keluar Mekkah.

 Berpakaian ihram dan serba putih.

 Berhenti di Mesjid Haram pada tanggal 10 Dzulhijjah.

F. Hal Yang Membatalkan Ibadah Haji

1.    Melakukan Jima’ (Bersenggama)

Hal ini termasuk pada pendahahuluannya. Misalnya, mencium istri

atau saling menyentuh kepada yang bukan mahram dengan sengaja.

Apalagi sampai istimna (masturbasi). Hal ini termasuk Yang Membatalkan

Ibadah Haji. Apabila hal ini sampai terjadi, diwajibkan dengan membayar

dam dengan memberi sapi atau unta atau 7 ekor domba. Kecuali hal ini

dilakukan setelah selesai melakukan tahallul pertama, melempar jumrah


8

‘aqabah, dan melakukan thawaf ifadah. Maka hajinya tidak akan batal.

Hanya saja tetap dikenakan dam yaitu memberi sapi atau unta atau 7 ekor

domba.

2.    Tidak Melengkapi Rukun Umroh

Apabila seorang jama’ah haji tidak melakukan rangkaian ibadah

haji hingga selesai, tentu saja hajinya akan menjadi tidak sah atau tidak

afdhol. Namun, bisa juga menjadi batal. Bahkan orang yang sedang sakit

atau tidak mempu berjalan pun ketika berada di tanah suci tetap saja harus

menuntaskan rangkaian ibadah haji denga cara ditandu. juga hal yang

dilarang apabila sudah melakukan ihrom sampai pada saat tahallul.

Apabila larangan tersebut dilakukan, tentunya dapat mengurangi pahala

haji yang didapat. Larangan tersebut ialah mendzalimi sesama muslim.

Misalnya bergosip, saling mendorong sesama muslim yang lain ketika

ingin menyentuh hajar aswad, saling bertengkar, dan yang lainnya.

Memakai wangi-wangian juga termasuk hal yang dilarang kecuali sudah

memakainya sebelum melakukan ihrom. Kemudian memburu binatang

darat dan membunuhnya, jika hal ini dilakukan, tentu saja diwajibkan

mengganti sebesar binatang yang diburu. Akan tetapi apabila binatangnya

binatang laut, tidak diwajibkan untuk menggantinya. Lalu memotong kuku

atau rambut yang tumbuh dibadan. Hal ini juga dilarang kecuali sudah tiba

saat bertahallul.

2.Penjelasan tentang Umrah


9

B.    Pengertian Umroh

Umrah secara etimologis adalah ziarah dalam pengertian yang

bersifat umum. Sedangkan secara terminologis adalah berziarah ke

Baitullah dalam pengertian khusus. Umrah adalah mengunjungi ka’bah

dengan serangkaian ibadah khusus di sekitarnya. Pelaksanaan umrah

tidak terikat dengan miqat zamani dengan arti ia dilakukan kapan saja,

termasuk pada musim haji. Perbedaannya dengan haji ialah bahwa

padanya tidak ada wuquf di Arafah, berhenti di Muzdalifah, melempar

jumrah dan menginap di Mina. Dengan begitu ia merupakan haji dalam

bentuknya yang lebih sederhana, sehingga sering umrah itu disebut

dengan haji kecil.

Umrah dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1.   Umrah yang terpisah dari haji (mufradah). Waktunya sepanjang tahun,

menurut kesepakatan semua ulama mazhab. Namun waktu yang paling

utama menurut Imamiyah adalah bulan Rajab. Sedangkan menurutt yang

lain adalah bulan Ramadhan.

2.   Umrah yang terpadu atau bersama haji (tamattu’). Orang yang

beribadah  (haji) harus melakukan umrah terlebih dahulu, kemudian

melakukan amalan-amalan haji pada satu kali perjalanan, sebagaimana

yang dilakukan oleh para jamaah haji yang datang dari berbagai negara

yang jauh dari Mekah al-Mukarramah. Waktunya adalah pada bulan-

bulan haji, yaitu Syawal, Zhulqa’dah dan Dzulhijjah, menurut

kesepakatan mazhab. Namun mereka berbeda pendapat tentang bulan


10

Dzulhijjah, apakah satu bulan penuh termasuk haji, atau sepertiga

pertama? Menurut orang yang mengatakan bahwa umrah itu wajib,

gugurlah kewajiban itu bila telah melakukan umrah yang bersama atau

terpadu denagn haji.

Sayyid Al-Khui membedakan antara umrah mufradah (berpisah dari

haji) dengan umrah tamattu’ (bersama haji) dengan beberapa hal di

bawah ini:

1. umrah tamattu’ dimulai dari awal bulan Syawal sampai pada hari

kesembilan bulan Dzulhijjah. Sedangkan waktu

umrah mufradahadalah sepanjang tahun.

2. Orang yang melakukan umrah tamattu’ hanya diperbolehkan

memendekkan raambutnya saja. Sedengkan orang yang melakukan

umrah mufradah boleh memilih antara memendekkan atau mencukur

rambutnya.

3. Umrah tamattu’ dan haji terjadi dalam satu tahun, tetapi kalau

umrahmufradah tidak.

Dalam buku Al-Din wa Al-Haj ‘ala al-Madzahib Al-Arba’ah karya

Al-kararah dijelaskan bahwa Maliki dan Syafi’i mengatakan: orang yang

melakukan umrah mufradah dihalalkan melakukan apa saja, sampai

bergaul dengan istrinya kalau dia telah bercukur atau memendekkan

rambutnya, baik telah membayar (memberikan) kurban atau belum.

Hambali dan Hanafi: Orang yang melakukan umrah dihalalkan

bercukur atau memendekkan rambut kalau belum memberikan kurban.


11

Kalau tidak, dia tetap berada dalam keadaan ihram sampai ber-

tahallul dari haji dan umrah secara bersamaan pada hari nahr (hari

kurban).

B. Dalil Disyariatkannya Umrah

 Di dalam Al-Qur’an telah diterangkan mengenai ibadah umroh yaitu

pada surat Al-Baqarah ayat 196 yang berbunyi:

‫َوَأتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هَّلِل‬

Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.”

            Selain dalil yang bersumber dari Al-Qur’an, ada juga dalil dari Al-

Hadits yang menerangkan tentang ibadah umroh. Di antara hadits-hadits

tersebut adalah:

Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda,

)‫ماجه‬ ‫ان تَ ْع ِد ُل ِح َّجةً (رواه ابن‬


َ ‫ض‬َ ‫ُع ْم َرةٌ فِى َر َم‬
Artinya: “Umrah di bulan Ramadhan sama dengan satu kali haji.”

Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda,

‫العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء‬

‫(البخاري‬ ‫إال الجنة (رواه‬


Artinya: “Antara umroh yang satu dan yang selanjutnya itu menjadi

pelebur dosa antara kedua umroh tersebut. Sedangkan haji yang mabrur

tidak ada ganjarannya yang pantas kecuali surga.”


12

Allah SWT Berfirman;

n‫ َّج‬n‫ َح‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ا‬n‫ و‬n‫ ُّم‬nِ‫ َأ ت‬n‫و‬nَ

nِ ‫ هَّلِل‬nَ‫ ة‬n‫ َر‬n‫ ْم‬n‫ ُع‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫و‬nَ


Artinya:“ Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena

Allah...”(QS. Al-Baqarah:196)

Di dalam Hadits nabi menyebutkan dalam beberapa hadits mengenai

umroh itu sendiri. Diantara hadits-hadits terebut adalah

)‫ان تَ ْع ِد ُل ِح َّجةً (رواه ابن ماجه‬


َ ‫ض‬َ ‫ُع ْم َرةٌ فِى َر َم‬
Artinya:“ Umroh pada bulan Ramadlan itu setara dengan Haji”

‫ه‬nn‫برور ليس ل‬nn‫ا والحج الم‬nn‫ا بينهم‬nn‫ارة لم‬nn‫رة كف‬nn‫العمرة إلى العم‬

)‫جزاء إال الجنة (رواه البخاري‬


Artinya:“ Antara umroh 1 dan yang selanjutnya itu menjadi pelebur dosa

antara kedua umroh tersebut. Dan balasan untuk haji yang mabrur

adalah surga.”

C. Hukum Dan Dasar Umrah

Kalangan ahli fiqh menyepakati legalitas umroh dari segi syara’ dan

ia wajib bagi orang yang disyariatkan untuk menyempurnakannya.

Namun mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya dari segi wajib

dan tidaknya ke dalam dua arus pendapat berikut.


13

Pertama, sunnah mu’akkadah. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud,

Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad

menurut salah satu versi pendapat, juga Abu Tsaur dan kalangan mazhab

Zaidiyah. Pendapat mereka didasarkan atas sabda Nabi SAW tatkala

ditanya tentang umrah, apakah ia wajib atau tidak? Beliau menjawab,”

Tidak. Namun jika kalian umrah, maka itu lebih baik,”                               

Alasan lain, umrah adalah nask (ibadah) yang pelaksanaannya tidak

ditentukan waktu, maka ia pun tidak wajib sebagaimana halnya thawaf

mujarrad.

Kedua, wajib, terutama bagi orang-orang yang diwajibkan haji.

Pendapat ini dianut oleh Imam Asy-Syafi’i menurut versi yang paling

sahih diantara kedua pendapatnya, Imam Ahmad menurut versi lain, Ibnu

Hazm, sebagian ulama mazhab Maliki, kalangan mazhab Imamiyyah,

Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri. Pendapat ini juga merupakan pendapat

mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan lainnya, dan mereka

bersepakat bahwa pelaksanannya hanya sekali seumur hidup sebagaimana

halnya haji.[4]

Hukum umrah adalah wajib sebagaimana juga hukum haji, karena

perintah untuk melakukan umrah itu selalu dirangkaikan Allah dengan

perintah melaksanakan haji, umpamanya pada al-Qur’an surat al-Baqarah

ayat 196 dan 158.

D. Syarat Umrah

Secara umum, syarat-syarat haji dan umrah adalah sama, yaitu:


14

1.  Islam

Orang non muslim tidak sah dalam melaksanakan haji atau umrah.

Jika dia berkunjung ke tanah suci bahkan mengikuti ibadah haji atau

umrah seperti thawaf dan sa'i maka perjalanan haji atau umrahnya hanya

sebatas melancong saja.

2.  Baligh

Anak kecil tiak diwajibkan berhaji atau pun umrah, baik yang sudah

mumayyiz maupun yang belum. Kalau sudah mumayyiz ia naik haji atau

umrah maka sah, tetapi pelaksanaan haji atau pun umrah yang sebelum

mumayyiz itu merupakan sunnah dan kewajiban melaksanakan haji atau

pun umrah tidak gugur. Setelah baligh dan bisa atau mampu, ia wajib

melaksanakan haji atau pun umrah lagi, menurut kesepakatan ulama

mazhab.

3.  Berakal sehat

Orang gila sebenarnya tidak mempunyai beban atau bukan seorang

mukallaf. Kalau dia naik haji atau umrah dan dapat melaksanakan

kewaiban yang dilakukan oleh orang yang berakal, maka haji atau

umrahnya itu tidak diberi pahala dari kewajiban ittu, sekalipun pada

waktu itu akal sehatnya sedang datang kepadanya. Tapi kalau gilanya itu

musiman dan bisa sadar (sembuh) sekitar pelaksanaan haji atau umroh,

sampai melaksanakan kewajiban dan syarat-syaratnya dengan sempurna,

maka dia wajib melaksanakannya. Tapi kalau diperkirakan waktu


15

sadarnya itu tidak cukup untuk melaksanakan semua kegiatan-kegiatan

haji atau umrah, maka kewajiban itu gugur.

4.  Merdeka

Maksud dari merdeka ini adalah tidak berstatus sebagai budak

(hamba sahaya dimasa Rasulullah Saw yang dimasa modern ini hampir

tidak ditemukan di dunia). Istilah merdeka juga bisa diartikan bebas dari

tanggungan hutang dan tanggungan nafkah keluarga yang ditinggalkan.

5.  Istitha'ah (mampu)

Secara sepakat para ulama mazhab menetapkan bisa atau mampu itu

merupakan syarat kewajiban haji atau pun umrah, berdasarkan firman

Allah SWT dari surat Ali ‘Imron ayat 97 yang berbunyi:

nٌ n‫ا‬nَ‫ ن‬nِّ‫ ي‬nَ‫ ب‬n‫ت‬


nۗ n‫ا‬nً‫ ن‬n‫ ِم‬n‫ آ‬n‫ن‬nَ n‫ ا‬n‫ َك‬nُ‫ ه‬nَ‫ ل‬n‫ َخ‬n‫ َد‬n‫ن‬nْ n‫ َم‬n‫و‬nَ nۖ n‫ َم‬n‫ ي‬n‫ ِه‬n‫ ا‬n‫ َر‬n‫ ِإ ْب‬n‫ ُم‬n‫ ا‬nَ‫ ق‬n‫ َم‬n‫ت‬ nٌ n‫ ا‬nَ‫ي‬n‫ آ‬n‫ ِه‬n‫ ي‬nِ‫ف‬

ِ n‫ ْي‬nَ‫ ب‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ ُّج‬n‫ح‬nِ n‫س‬


nۚ ‫اًل‬n‫ ي‬nِ‫ ب‬n‫ َس‬n‫ ِه‬n‫ ْي‬nَ‫ ِإ ل‬n‫ َع‬n‫ ا‬nَ‫ ط‬nَ‫ ت‬n‫ ْس‬n‫ ا‬n‫ ِن‬n‫ َم‬n‫ت‬ ِ n‫ا‬nَّ‫ن‬n‫ل‬n‫ ا‬n‫ ى‬nَ‫ ل‬n‫ َع‬nِ ‫ هَّلِل‬n‫و‬nَ

n‫ن‬nَ n‫ ي‬n‫ ِم‬nَ‫ل‬n‫ ا‬n‫ َع‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ن‬nِ n‫ َع‬n‫ ٌّي‬nِ‫ ن‬n‫ َغ‬nَ ‫ هَّللا‬n‫ ِإ َّن‬nَ‫ ف‬n‫ َر‬nَ‫ ف‬n‫ َك‬n‫ن‬nْ n‫ َم‬n‫و‬nَ

Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya)

maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi

amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap

Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke

Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka


16

Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari

semesta alam.” (Q.S. Ali ‘Imron: 97)

E. Rukun Dan Wajib Umrah

Rukun umrah sama dengan haji kecuali kehadiran di Arafah.

Sedangkan wajib umrah juga sama dengan wajib haji kecuali hadir di

Muzdalifah, melempar dan bermalam di Mina. Semua larangan yang

harus dipenuhi selama haji juga harus dihindarkan selama melaksanakan

umrah, hanya masa pelaksanaan umrah itu lebih pendek daripada haji.

Umrah dapat dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan haji.

Adapun pelaksanaan ihram untuk keduanya ada tiga kemungkinan:

1.Ihram untuk haji dilakukan terlebih dahulu dan selesai haji dilakukan

ihram untuk umrah. Cara seperti ini disebut ifrad.

2.Ihram umrah dilakukan terlebih dahulu dari miqatnya, kemudian

menyelesaikan umrah, kemudian ihram untuk haji langsung dari Mekah,

untuk selanjutnya melaksanakan haji. Cara seperti ini

disebut tamattu’. Bila umrah dan haji dilaksanakan dalam bentuk ini,

pelakunya dikenakan damdalam bentuk memotong seekor kambing di

tempatnya, kalau tidak mampu, harus puasa tiga hari waktu melaksanakan

haji dan tujuh hari setelah tiba di tempat.

Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat 196.
17

ِ n‫ح‬nْ ‫ ُأ‬n‫ن‬nْ ‫ِإ‬nَ‫ ف‬nۚ nِ ‫ هَّلِل‬nَ‫ ة‬n‫ر‬nَ n‫ ْم‬n‫ ُع‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ َو‬n‫ َّج‬n‫ َح‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ا‬n‫ و‬n‫ ُّم‬nِ‫ َأ ت‬n‫و‬nَ
n‫ َن‬n‫ ِم‬n‫ َر‬n‫ َس‬n‫ ْي‬nَ‫ ت‬n‫ ْس‬n‫ ا‬n‫ ا‬n‫ َم‬nَ‫ ف‬n‫ ْم‬nُ‫ ت‬n‫ر‬nْ n‫ص‬

ُ n‫ ْد‬nَ‫ ه‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ َغ‬nُ‫ ل‬n‫ ْب‬nَ‫ ي‬n‫ى‬nٰ nَّ‫ ت‬n‫ح‬nَ n‫ ْم‬n‫ ُك‬n‫ َس‬n‫ و‬n‫ ُء‬n‫ ُر‬n‫ا‬n‫و‬nُ‫ ق‬nِ‫ ل‬n‫ح‬nْ nَ‫ اَل ت‬n‫و‬nَ nۖ n‫ي‬
n‫ َن‬n‫ ا‬n‫ َك‬n‫ن‬nْ n‫ َم‬nَ‫ ف‬nۚ nُ‫ه‬nَّ‫ ل‬n‫ح‬nِ n‫ َم‬n‫ي‬ nِ n‫ ْد‬nَ‫ ه‬n‫ ْل‬n‫ا‬

nٍ‫ ة‬nَ‫ ق‬n‫ َد‬n‫ص‬ ِ n‫ن‬nْ n‫ ِم‬nٌ‫ ة‬nَ‫ ي‬n‫ ْد‬nِ‫ ف‬nَ‫ ف‬n‫ ِه‬n‫س‬nِ ‫ ْأ‬n‫ َر‬n‫ن‬nْ n‫ ِم‬n‫ ى‬n‫ َأ ًذ‬n‫ ِه‬nِ‫ ب‬n‫و‬nْ ‫ َأ‬n‫ ا‬n‫ض‬
َ n‫و‬nْ ‫ َأ‬n‫م‬nٍ n‫ا‬nَ‫ ي‬n‫ص‬ ً n‫ ي‬n‫ ِر‬n‫ َم‬n‫ ْم‬n‫ ُك‬n‫ ْن‬n‫ِم‬

n‫ َر‬n‫ َس‬n‫ ْي‬nَ‫ ت‬n‫ ْس‬n‫ ا‬n‫ ا‬n‫ َم‬nَ‫ ف‬n‫ ِّج‬n‫ َح‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ى‬nَ‫ ِإ ل‬n‫ ِة‬n‫ر‬nَ n‫ ْم‬n‫ ُع‬n‫ ْل‬n‫ ا‬nِ‫ ب‬n‫ َع‬nَّ‫ ت‬n‫ َم‬nَ‫ ت‬n‫ن‬nْ n‫ َم‬nَ‫ ف‬n‫ ْم‬nُ‫ ت‬n‫ ْن‬n‫ َأ ِم‬n‫ ا‬n‫ِإ َذ‬nَ‫ ف‬nۚ n‫ك‬
nٍ n‫ ُس‬nُ‫ ن‬n‫و‬nْ ‫َأ‬

n‫ ا‬n‫ ِإ َذ‬n‫ ٍة‬n‫ َع‬n‫ ْب‬n‫ َس‬n‫و‬nَ n‫ ِّج‬n‫ح‬nَ n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ ي‬nِ‫ ف‬n‫م‬nٍ n‫ا‬nَّ‫ َأ ي‬n‫ ِة‬nَ‫ اَل ث‬nَ‫ ث‬n‫ ُم‬n‫ا‬nَ‫ ي‬n‫ص‬ nِ n‫ ْد‬nَ‫ ه‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ن‬nَ n‫ِم‬
ِ nَ‫ ف‬n‫ ْد‬n‫ج‬nِ nَ‫ ي‬n‫ ْم‬nَ‫ ل‬n‫ن‬nْ n‫ َم‬nَ‫ ف‬nۚ n‫ي‬

n‫ ي‬n‫ ِر‬n‫ض‬ nَ nِ‫ ل‬n‫ َذ‬nٰ nۗ nٌ‫ ة‬nَ‫ ل‬n‫ ِم‬n‫ ا‬n‫ َك‬nٌ‫ ة‬n‫ َر‬n‫ َش‬n‫ َع‬n‫ك‬
nِ n‫ ا‬n‫ َح‬nُ‫ه‬nُ‫ ل‬n‫ َأ ْه‬n‫ن‬nْ n‫ ُك‬nَ‫ ي‬n‫ ْم‬nَ‫ ل‬n‫ن‬nْ n‫ َم‬nِ‫ ل‬n‫ك‬ َ n‫ ْل‬nِ‫ ت‬nۗ n‫ ْم‬nُ‫ ت‬n‫ ْع‬n‫ج‬nَ n‫ر‬nَ

nِ‫ب‬n‫ ا‬nَ‫ ق‬n‫ع‬nِ n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ ُد‬n‫ ي‬n‫ ِد‬n‫ َش‬nَ ‫ هَّللا‬n‫ َأ َّن‬n‫ا‬n‫ و‬n‫ ُم‬nَ‫ ل‬n‫ ْع‬n‫ ا‬n‫ َو‬nَ ‫ هَّللا‬n‫ا‬n‫و‬nُ‫ق‬nَّ‫ت‬n‫ ا‬n‫و‬nَ nۚ n‫م‬nِ n‫ ا‬n‫ َر‬n‫ َح‬n‫ ْل‬n‫ ا‬n‫ ِد‬n‫ ِج‬n‫ ْس‬n‫ َم‬n‫ ْل‬n‫ا‬

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu

terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah)

korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu,

sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu

yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka

wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau

berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin

mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia

menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak

menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa

tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang

kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban


18

membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di

sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).

Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras

siksaan-Nya.”

3.   Umrah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan haji dengan satu

ihram. Cara pelaksanaan seperti ini disebut qiran. Bagi yang melaksankan

haji dan umrah secara qiran diwajibkan membayar korban sebagaimana

yang berlaku pada tamattu’.

Adapun Rukun dalam ibadah umrah dibagi menjadi empat bagian

yang mana tidak sah suatu ibadah umrah jika tidak mengerjakan rukun-

rukun tersebut, rukun umrah antara lain.

1.  Ihram

Bagi orang yang hendak beribadah umrah, maka ia wajib melakukan

ihram krena hal tersebut bagian dari rukun umrah. Dalam ihram ada tiga

hal yang wajib dilakukan yaitu:

a.Niat

Tidak ada perbuatan yang dilakukan dengan sadar tanpa adanya niat.

Niat sebagai motivasi dari perbuatan, dan niat merupakan hakikat dari

perbuatan tersebut. Dengan kata lain jika berihram dalam keadaan lupa

atau main-main tanpa niat maka ihramnya batal.

b.Talbiyah

Lafadz talbiyah adalah:“labbaikallahumma labbaika, la syarika laka

labbaika, innal hamda wan ni`mata laka wal mulka la syarika


19

laka”.Waktu membaca talbiyah bagi orang yang berihram, dimulai dari

waktu ihram dan disunnahkan untuk membaca terus sampai melempar

jumrah `aqobah.

c.Memakai pakaian ihram

Para ulama madzhab sepakat bahwa lelaki yang ihram tidak boleh

memakai pakaian yang terjahit, dan tidak pula kain sarung, juga tidak

boleh memakai baju dan celana, dan tidak boleh pula yang menutupi

kepala dan wajahnya. Kalau perempuan harus memakai penutup

kepalanya, dan membuka wajahnya  kecuali kalau takut dilihat lelaki

dengan ragu-ragu. Perempuan tidak boleh memakai sarung tangan, tetapi

boleh memakai sutera dan sepatu.

2.Tawaf

Tawaf merupakan salah satu dari rukun umrah yang wajib

dilaksanakan, adapun mengenai pembagiannya, ulama membagi menjadi

tiga bagian, yaitu:

a.    Tawaf qudum

Tawaf ini dilakukan oleh orang-orang yang jauh (bukan orang mekkah

dan sekitarnya) ketika memasuki mekkah. Tawaf ini menyerupai sholat

dua rakaat tahiyatul masjid. Tawaf ini hukumnya sunnah, dan yang

meninggalkannya tidak dikenakan apa-apa.

b.  Tawaf ziarah

Tawaf ini juga dinamakan tawaf ifadhah. Tawaf ini dilakukan oleh

orang yang haji (bukan orang yang umrah) setelah melaksanakan manasik
20

di Mina, dinamakan tawaf ziarah karena meninggalkan Mina dan

menziarahi Baitullah. Tapi juga dinamakan tawaf ifadhah karena ia telah

kembali dari Mina ke Mekkah.

c.  Tawaf wada`

Tawaf ini merupakan perbuatan yang terakhir yang dilakukan oleh

orang yang haji ketika hendak melakukan perjalanan meninggalkan

mekkah.

3.  Sa`i

Ulama sepakat bahwa sa`i dilakukan setelah tawaf. Orang yang

melakukan sa`i sebelum tawaf maka ia harus mengulangi lagi (ia harus

bertawaf kemudian melakukan sa`i).

Terdapat hal-hal yang disunnahkan bagi orang yang sedang

melakukan sa`i diantaranya :

a. Disunnahkan menaiki bukit shafa dan marwah serta berdo`a diatas

kedua bukit tersebut sekehendak hatinya, baik masalah agama

maupun dalam masalah dunia sambil menghadap ke Baitullah.

                          b.  Melambaikan tangan ke hajar aswad.

                          c.   minum air zam-zam.

                          d.  menuangkan sebagian air ke tubuh.

                          e.  keluar dari pintu yang tidak berhadapan dengan hajar aswad.

                          f.  Naik ke bukit shafa, menghadap ruknul iraqi, berhenti lama di

shafa, dan bertakbir kepada Allah sebanyak tujuh kali.


21

Orang yang menambah lebih tujuh kali dengan sengaja, maka sa`i-

nya dianggap batal, tetapi tidak batal kalau lupa. Apabila ragu-ragu dalam

jumlah maka sa`inya tetap dianggap sah, dan tidak diwajibkan sesuatu

apa-apa baginya.

4.    Tahallul

Menurut pendapat imamiyah kalau orang yang melakukan

umrahtamattu` telah selesai bersa`i, ia harus menggunting rambutnya,

namun tidak boleh mencukurnya. Bila ia telah memotongnya, maka apa

yang diharamkan baginya telah menjadi halal. Tapi kalau telah

mencukurnya, maka ia harus membayar kifarah berupa seekor kambing.

Tapi kalau berumrah mufrodah, maka ia boleh memilih antara

menggunting atau mencukur, baik ia mengeluarkan kurban atau tidak.

Tetapi kalau meninggalkan menggunting rambut itu dengan sengaja

sedangkan ia bertujuan untuk melakukan haji tamattu` dan berihram

sebelum menggunting rambut, maka umrahnya batal. Ia wajib melakukan

haji ifrad. Maksudnya  melakukan amalan-amalan haji, kemudian

melakukan umrah mufradah setelah amalan-amalan haji itu. Dan lebih

utama adalah mengulangi haji lagi pada tahun yang akan datang.

Ada beberapa hal yang dapat membatalkan ibadah haji. Sangat

disayangkan apabila ibadah haji yang sedang kita lakukan batal. Apalagi

kita sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari untuk melakukan ibadah

haji. Tetapi ketika disana, kita tidak sengaja membatalkannya karena tidak
22

mengetahui ilmu apa saja yang dapat membatalkan tersebut. Berikut hal-

hal Yang Membatalkan Ibadah Haji.

F. Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Ibadah Umroh

1.    Melakukan Jima’ (Bersenggama)

Hal ini termasuk pada pendahahuluannya. Misalnya, mencium istri

atau saling menyentuh kepada yang bukan mahram dengan sengaja.

Apalagi sampai istimna (masturbasi). Hal ini termasuk Yang Membatalkan

Ibadah Haji. Apabila hal ini sampai terjadi, diwajibkan dengan membayar

dam dengan memberi sapi atau unta atau 7 ekor domba. Kecuali hal ini

dilakukan setelah selesai melakukan tahallul pertama, melempar jumrah

‘aqabah, dan melakukan thawaf ifadah. Maka hajinya tidak akan batal.

Hanya saja tetap dikenakan dam yaitu memberi sapi atau unta atau 7 ekor

domba.

2.    Tidak Melengkapi Rukun Umroh

Apabila seorang jama’ah haji tidak melakukan rangkaian ibadah

haji hingga selesai, tentu saja hajinya akan menjadi tidak sah atau tidak

afdhol. Namun, bisa juga menjadi batal. Bahkan orang yang sedang sakit

atau tidak mempu berjalan pun ketika berada di tanah suci tetap saja harus

menuntaskan rangkaian ibadah haji denga cara ditandu. juga hal yang

dilarang apabila sudah melakukan ihrom sampai pada saat tahallul.

Apabila larangan tersebut dilakukan, tentunya dapat mengurangi pahala

haji yang didapat. Larangan tersebut ialah mendzalimi sesama muslim.

Misalnya bergosip, saling mendorong sesama muslim yang lain ketika


23

ingin menyentuh hajar aswad, saling bertengkar, dan yang lainnya.

Memakai wangi-wangian juga termasuk hal yang dilarang kecuali sudah

memakainya sebelum melakukan ihrom. Kemudian memburu binatang

darat dan membunuhnya, jika hal ini dilakukan, tentu saja diwajibkan

mengganti sebesar binatang yang diburu. Akan tetapi apabila binatangnya

binatang laut, tidak diwajibkan untuk menggantinya. Lalu memotong kuku

atau rambut yang tumbuh dibadan. Hal ini juga dilarang kecuali sudah tiba

saat bertahallul.
24

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1.    Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk

melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan

dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang

ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.

2.    Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya,

bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting

rambut.

3.    Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan

ibadah haji. 

Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.

4.    Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali-

Imran 97.

5.    Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi

syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.

6.    Hal-Hal yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama, bila

dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah dan meninggalkan salah

satu rukun haji.


25

B.       SARAN

Sebaiknya umat Islam yang sudah mampu atau sudah memenuhi

syarat-syarat umrah, segera melaksanakan ibadah haji ataupun umrah

dengan sesuai ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan, karena

hukumnya adalah wajib.


26

DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Prof. Dr. Amir. 2010. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana.

Luth, Thohir. 2004. Syariat Islam Tentang Haji dan Umroh. Jakarta: Rineka

Cipta.

Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.

2010.Fiqh . Jakarta: Amzah.

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2011. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.

Rasyid, H. Sulaiman. 1954. Fiqh Islam. Yogyakarta: Attahiriyah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai