Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agama Islam bertugas mendidik dzahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan
membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang
murni sesuai kehendak Allah, insya Allah akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam
agama Islam banyak macamnya. Haji dan umroh adalah salah satunya. Haji merupakan rukun
iman yang kelima setelah syahadat, sholat, zakat, dan puasa. Ibadah haji adalah ibadah yang baik
karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya,
namun juga semangat dan harta.

Dalam mengerjakan haji, diperlukan penempuhan jarak yang demikian jauh untuk mencapai
Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak
keluarga hanya dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, kami mencoba memberi penjelasan secara singkat
mengenai pengertian haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan
wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.

1.2. Rumusan Masalah


1. Pengertian Thawaf Dalam Haji Dan Umroh
2. Pengertian S’ai
3. Pengertian Tahallul
4. Pengertian Wukuf di Arafah
5. 2.5 Bermalam di Muzdalifah
6. 2.5 Bermalam di Muzdalifah
7. Melempar Jumrah dan Mabit di Mina
8. Menyembeli Hadyu atau Dam
9. Thawaf Wada
10. Ibadan dan Ziarah Di Madinah

1
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa saja yang dilakukan jamaah Haji dan Umroh saat ada di kota suci
madinah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Thawaf Dalam Haji Dan Umroh

1. Pengertian-thawaf

Thawaf adalah berjalan mengelilingi sekitar Ka’bah sebanyak tujuh putaran. Ibadah Thawaf ini
ada dua yaitu: Thawaf Haji dan Thawaf Umroh. Thawaf dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir
di hajar Aswad juga. Saat melakukan Thawaf , Baitullah (Ka’bah) harus berada disamping
kiriorang yang Thawaf, dengan kata lain melakukan putaran thawaf dengan putaran kiri
(berlawanan dengan arah jarum jam).

Ketujuh putaran Thawaf harus diselesaikan / dilakukan dalam satu waktu, dalam arti tanpa jeda
diantara putaran Thawaf kecuali karena keadaan darurat. Jika terdapat jeda bukan dikarenakan
Udzur, maka Thawaf tidak sah dan harus diulang dari awal. Mulai dari putaran pertama
walaupun tadi sudah enam putaran.

2. Tata Cara melakukan Thawaf

Thawaf dimulai dari Hajar Aswad dengan memilih diantar cara berikut:

1) Taqlil (mengecup) Hajar Aswad

2) Istilam (menjamah, menhusap) Hajar Aswad boleh dengan tangan atau tongkat,
kemudian dikecup.

3) Isyarat tangan (seperti melambai) dan tangan tidak perlu dikecup.

4) Istilam dan Taqlil sekaligus sambil membaca: BISMILLAH WALLAHU AKBAR

5) “Dengan menyebut Nama Allah , Allah Maha Besar” (Ibn Asakir)

6) Selanjutnya hadap kanan dan mulailah mengelilingi Ka’bah sampai tujuh kali putaran. Bagi
laki-laki, tiga putaran pertama dilakukan dengan berlari-lari kecil (Raml) jika bisa, dan sisa
putaran lainnya dengan berjalan biasa. Bagi wanita tidak ada lari-lari kecil, cukup berjalan biasa.

3
Setiap sampai dirukun Yamani, kalau bisa diusap tanpa dikecup dan tidak ada isyarat, terus
berjalan kearah Hajar Aswad, sambil berdo’a:

RABBANA AATINA FIDDUN YA HASANAH, WAFIL AKHIRATI HASANAH WAQINA


ADZABANNAR

“Ya Allah, berikanlah kebaikan di duina dan berikan kami kebaikan di akhirat, dan hindarkan
kami dari siksa neraka” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

7) Setelah sampai Hajar Aswad lakukan seperti pada permulaan.

8) Shalat di belakang Maqam Ibrahim Bila tujuh putaran Thawaf telah selesai,
berjalanlahkebelakang maqam Ibrahimmencari tempat untuk shalat dua raka’at. Ketika melintas
di maqam Ibrahim, bacalah:

WAT TAKHIDZU MIM MAQAMI IBRAHIMA MUSHALLA

“Dan jadikanlah oleh kalian sebagian dari maqam Ibrahim itu tempat shalat” (HR. Muslim)

9) Setelah mendapat tempat dibelakang maqam Ibrahim, kalau tidak mendapatkanya bisa
dimana saja yang penting masih di Masjidil Haram, lakukanlah shalat dua raka’at. Raka’at
pertama membaca Al-Kafirun, raka’at kedua membaca surat Al-Ikhlas dengan Jahr (dikeraskan
bacannya). Bagi wanita, cukup didengar sendiri. Bacaan suratan tadi setelah membaca Al-
Fatihah tentunya.

10) Kembali ke Hajar Aswad

11) Seusai shalat, kembali ke Hajar Aswad untuk Taqbil, Istilam, atau Isyarat, sambil membaca:

BISMILLAHI ALLAHU AKBAR

“Dengan menyebut Nama Allah, Allah yang Maha Besar”

12) Menuju tempat air Zamzam untuk minum dan mengisi wadah air minum dengan air zamzam

13) Selanjutnya pergi ketempat Sa’i

4
14) Shalat dua raka’at usai thawaf di belakang maqam Ibrahim, pada raka’at pertama membaca
surat Al-Kafirun dan membaca surat Al-Ikhlas pada raka’at kedua.

15) Meminum air dari sumur Zamzam dan mengisi tempat airnya juga termasuk dalam rankaian
ibadah Thawaf.

3. Beberapa Kesalahan Dalam Thawaf

Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh sebagian jama’ah haji, diantaranya:

1) Memulai thawaf sebelum Hajar Aswad, sedang yang wajib haruslah dimulai dar Hajar
Aswad.

2) Thawaf didalam Hijr Ismail. Itu berarti ia tidak mengelilingi Ka’bah, tapi hanya
sebagiannya saja, karena Hijr Ismail termasuk Ka’bah, maka dengan demikian thawafnya tidak
sah (batal).

3) Raml (berjalan cepat) pada seluruh putaran yang tujuh. Padahal Raml itu hanya dilakukan
pada tiga putaran pertama dan itupun tertentu dalam Thawaf Qudum saja.

4) Berdesak-desakan untuk dapat mencium Hajar Aswad, dan kadang-kadang sampai pukul-
memukul dan saling mencaci maki. Hal itu tidak boleh, karena dapat menyakiti sesama muslim,
disamping memaki dan memukul antar sesama muslim itu dilarang kecuali dengan jalan yang
dibenarkan agama.

5) Tidak mencium Hajar Aswad sebenarnya tidak membatalkab thawaf, thawafnya tetap sah
sekalipun tidak menciumnya. Maka cukuplah dengan berisyarat (melambaikan tangan) dan
bertakbir disaat berada sejajar dengan Hajar Aswad, walaupun dari jauh.

6) Mengusap-usap Hajar Aswad dengan maksud untuk mendapatkan barokah dari batu itu.
Hal ini adalah bi’ah, tidak mempunyai dasar sama sekali dalam syariat Islam. Sedang menurut
tuntunan Rasullullah Shallallahu alaihi wa Sallam cukup dengan menjamah dan menciumnya
saja. Itupun kalau memungkinkan.

5
7) Menjamah seluruh pojok Ka’bah, bahkan kadang-kadang menjamah dan mengusap-usap
seluruh dindingnya. Padahal Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah menjamah
bagian-bagian Ka’bah kecuali Hajar Aswad dan RukunYamani saja.

8) Menentukan do’a khusus untuk setiap putaran thawaf. Karena hal itu takpernah dilakukan
oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Adapun yang beliau lakukan setiap melawati Hajar
Aswad adalah bertakbir. Pada setiap akhir putaran antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani beliau
membaca:

RABBANA AATINA FIDDUN YA HASANAH, WAFIL AKHIRATI HASANAH WAQINA


ADZABANNAR

“Ya Allah, berikanlah kebaikan di duina dan berikan kami kebaikan di akhirat, dan hindarkan
kami dari siksa neraka” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

9) Mengeraskan suara pada waktu thawaf sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jama’ah
atau para muthawwif yang dapat mengganggu orang lain yang juga melakukan thawaf.

10) Berdesak-desakan untuk melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim. Hal ini menyalahi
sunnah, disamping mengganggu orang-orang yang sedang thawaf. Maka cukup melakukan shalat
dua raka’at itu ditempat lain didalam Masjidil Haram.

2.2 Pengertian S’ai

Ibadah Sa'i merupakan salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari
kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan sebaliknya. Kedua bukit yang satu
sama lainnya berjarak sekitar 405 meter. Ketika melintasi Bathnul Waadi yaitu kawasan yang
terletak di antara bukit Shafa dan bukit Marwah (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna
hijau) para jama'ah pria disunatkan untuk berlari-lari kecil sedangkan untuk jama'ah wanita berjalan
cepat. Ibadah Sa'i boleh dilakukan dalam keadaan tidak berwudhu dan oleh wanita yang datang
Haid atau Nifas.

6
2.3 Pengertian Tahallul

Tahallul adalah keadaan seseorang yang telah dihalalkan (dibolehkan) melakukan


perbuatan yang sebelumnya dilarang selama berihram.

Tahallul bukan sekedar mencukur rambut seperti yang dipahami banyak orang. Ada dua macam
tahallul yaitu :

A. Pengertian Tahallul Awal

Tahallul awal dalam rangkaian ibadah haji adalah melepaskan diri dari larangan Ihram, setelah
melakukan dua di antara tiga perbuatan berikut :

1. Melontar Jamratul Aqabah dan bercukur.

2. Melontar Jamratul Aqabah dan Tawaf Ifadah,

3. Tawaf Ifadah, Sai dan bercukur.

Tata caranya yaitu dengan bercukur atau menggunting rambut yang dilakukan lebih awal
ketika sudah sampai di Mina setelah mabit dari Muzdalifah pada 10 Zulhijjah, yang dilanjutkan
dengan melontar Jumratul Aqabah. Begitu jamaah haji sudah melakukan tahallul awal maka ia
sudah boleh melepas ikhomnya dan dihalalkan bagi jemaah haji melakukan segala larangan
ihram, kecuali hubungan suami isteri dan melakukan akad nikah.

Untuk jamaah haji Indonesia kebanyakan melaksanakan Tahallul awal ini dengan cara
ini. Namun ada juga sebagian jamaah haji Indonesia yang melakukan dengan cara kedua dan
ketiga. Cara ini memang lebih berat karena jamaah haji harus berangkat ke Mekkah. Sementara
kendaraan dari Mina ke Mekkah agak sulit, macet total. Kesulitan kedua, setelah selesai Tahallul
di Masjidil Haram, jamaah juga harus segera kembali ke Mina lagi untuk melakukan mabit atau
menginap dan melontah jumroh tanggal 11, 12 dan 13 Dzuhijjah.

Jamaah haji harus sudah sampai di Mina sebelum matahari tenggelam. Sebab apabila
sampai di Mina setelah matahari tenggelam maka wajib membayar dam. Jadi dalam sehari
tersebut jamaah harus bolak – balik Mina – Mekkah – Mina. Kelebihan yang diperoleh adalah
jamaah haji bisa melaksanakan sholat Ied Adha di Masjidil Haram.

7
B. Pengertian Tahallul Thani / Qubra

Tahallul thani atau qubro atau tahallul akhir dalam rangkaian ibadah haji adalah melepaskan diri
dari keadaan Ihram setelah melakukan secara lengkap ketiga-tiga ibadah berikut:

1. Melontar Jamratul Aqabah.

2. Bercukur dan Tawaf Ifadah,

3. Sai

Tahallul Thani ini dilakukan para jemaah haji setelah melakukan thawaf dan sai haji,
sekembalinya ke Makkah setelah selesai wukuf di Arofah. Yaitu setelah melakukan semua rukun
haji termasuk satu wajib haji yaitu melontar Jamratul Aqabah, walaupun belum melontar tiga
jamrah dan bermalam di Mina, maka halal semua larangan ihram.

2.4 Pengertian Wukuf di Arafah

Istilah wukuf berasal dari bahasa Arab. Adapun pengertian wukuf secara bahasa ialah berhenti
atau berdiam diri. Bila ditinjau lebih lanjut, pengertian wukuf secara istilah ialah kegiatan
berhenti di Arafah untuk berdiam diri. Yang dimaksud dengan berdiam diri di sini pun tentu
bukan hanya sekadar diam tidak melakukan apa pun. Sejak tanggal 9 Zulhijah hingga 10
Zulhijah, Jemaah haji yang menunaikan wukuf beristirahat sembari terus menyempurnakan
syahadatnya, bermunajat, memohon ampunan, dan bertaubat sungguh-sungguh kepada Allah
Swt.

1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Wukuf

Bila dimana seorang jemaah haji tidak melaksanakan rukun wukuf dalam rangkaian
ibadahnya di tanah suci, maka ibadah hajinya dianggap tidak sah. Pasalnya, inilah inti haji yang
sesungguhnya dan merupakan rukun yang paling besar sesuai sabda Rasulullah SAW: “Haji itu
Arafah. Barang siapa mendapatkan malam pada hari Arafah sebelum terbit fajar dari malam
Muzdalifah, maka sungguh hajinya telah sempurna.” (HR. Tirmizi).

Wukuf dilakukan di Padang Arafah. Padang Arafah merupakan sebuah padang pasir luas dan
berbatu yang berada di sekitar 20 km dari Kota Mekkah. Luasnya sendiri berukuran sekitar 3,5

8
km x 3,5 km. Kini untuk memenuhi fasilitas haji umat muslim dari seluruh dunia, pemerintah
Arab Saudi melengkapi Arafah dengan tiang-tiang air yang dibuat tinggi. Tiang-tiang air ini akan
menyemburkan uap air halus sebagai penyejuk terik matahari.

Waktu untuk melakukan wukuf cukup singkat. Jemaah wajib melakukan wukuf terhitung sejak
tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Zulhijah sampai terbitnya fajar di tanggal 10 Zulhijah
dengan menghadap kiblat.

2. Ibadah Saat Wukuf

Baik dalam keadaan sehat maupun sakit, jemaah haji harus hadir melaksanakan wukuf di Arafah
jika ingin menyelesaikan hajinya. Sesuai pengertian wukuf berdiam diri rukun haji ini
sesungguhnya ‘hanyalah’ mewajibkan jemaah untuk hadir dan berada di sekitar Arafah.

Jemaah dapat melakukan kegiatan seperti biasa tidur, duduk, berjalan, berbaring, makan, pergi
ke kamar mandi, dan sebagainya baik dalam keadaan suci maupun tidak. Namun tentu saja,
sungguh sia-sia jika hanya sekadar beristirahat ketika wukuf.

Ada banyak amalan yang bisa dikerjakan saat wukuf. Jemaah semestinya melakukan banyak
introspeksi diri, memperbanyak zikir, bermunajat dari hati, memohon ampunan, bertaubat, dan
tidak membunuh binatang.

3. Hikmah Wukuf

Sesungguhnya, Padang Arafah merupakan gambaran keadaan manusia di Padang Mahsyar kelak.
Setiap manusia akan berkumpul di Padang Mahsyar, menanti hisab atas segala perbuatan yang
dilakukan di dunia. Pada saat ini, semua manusia yang dibangkitkan dari alam barzah tidak
memiliki perbedaan kedudukan di mata Allah SWT—tidak peduli kekayaan, popularitas, ras, dan
hal-hal duniawi lainnya. Satu-satunya hal yang membedakan kedudukan manusia adalah kualitas
keimanan dan ketakwaannya.

Mengingat betapa pentingnya wukuf ini, diharapkan jemaah selalu menjaga kesehatan baik
sebelum keberangkatan maupun pada saat melaksanakan haji. Bahkan dalam keadaan sakit
sekalipun, selagi masih mampu, jangan sampai melewatkan kesempatan wukuf yang hanya dapat
dilakukan sekali dalam setahun.

9
2.5 Bermalam di Muzdalifah

Muzdalifah (Arab: ‫ )مزدلفة‬adalah daerah terbuka di antara Mekkah dan Mina di Arab
Saudi yang merupakan tempat jamaah haji diperintahkan untuk singgah dan bermalam setelah
bertolak dari Arafah. Muzdalifah terletak di antara Ma’zamain (dua jalan yang memisahkan dua
gunung yang saling berhadapan) Arafah dan lembah Muhassir. Luas Muzdalifah adalah sekitar
12,25 km², di sana terdapat rambu-rambu pembatas yang menentukan batas awal dan akhir
Muzdalifah.

Jamaah haji setelah melaksanakan wukuf di Arafah bergerak menuju Muzdalifah saat
setelah terbenamnya matahari (waktu Maghrib). Di Muzdalifah jamaah haji melaksanakan salat
Maghrib dan Isya secara digabungkan dan disingkat (jamak qashar) dan bermalam di sana
hingga waktu fajar. Di Muzdalifah jamaah haji mengumpulkan batu kerikil yang akan digunakan
untuk melempar jumrah.

Bermalam di Muzdalifah hukumnya wajib dalam haji. Maka siapa saja yang
meninggalkannya diharuskan untuk membayar dam. Dianjurkan untuk mengikuti jejak Nabi
Muhammad SAW; bermalam hingga memasuki waktu salat Subuh, kemudian berhenti hingga
fajar menguning. Namun bagi orang-orang yang lemah, seperti kaum wanita, orang-orang tua
dan yang seperti mereka, boleh meninggalkan Muzdalifah setelah lewat tengah malam. Setelah
salat Subuh, jamaah haji berangkat menuju ke Mina.

2.6 Melempar Jumrah dan Mabit di Mina

Mabit di Mina adalah bermalam (singgah) di Mina, selama 2 hari atau 3 hari dan merupakan
persinggahan terlama.

1. Dasar hukum Mabit di Mina

Bermalam di Mina bebas mamilih dapat sesudah 2 hari (nafar awal) atau menangguhkan
keberangkatannya lebih dari 2 hari (nafar akhir). Firman Allah:

َ‫* اتَّقى ِل َم ِن َعلَ ْي ِه اِثْ َم فَلَ تَا َ َّخ َر َو َم ْن َعلَ ْي ِه اِس َْم فَلَ ِف ْى َي ْو َمي ِْن تَ َع َّج َل فَ َم ْن َم ْعد ُْودت اَيَّام ِف ْي َواذْ ُك ُروهللاا‬

Artinya: “Dan berdzikirlah dengan menyebut Allah dalam beberapa hari yang berbilang (11, 12,
13, Dzulhijah = hari tasyrik). Barang siapa yang ingin cepat berangkat dari Mina sesudah dua

10
hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan keberangkatannya
dari 2 hari itu, tiada dosa baginya bagi orang yang bertaqwa”. (QS.2: 203).

Mabit di Mina hukumnya wajib kecuali bagi orang yang uzur (Hadist Nabi riwayat
Syarah Al Muhazzab). Yang termasuk golongan orang-orang yang uzur adalah orang yang takut
hilang hartanya kalau menginap di Mina, atau takut bahaya dirinya, atau sakit yang sukar
baginya untuk menginap di Mina, atau ada orang yang sakit yang harus di urusinya, atau mencari
budak yang hilang, atau sibuk dengan urusan lain yang ia khawatir tidak akan terkejar lagi kalau
ia Mabit di Mina, dan tidak diwajibkan membayar sesuatu.

Mabit adalah berhenti sejenak atau bermalam beberapa hari untuk mempersiapkan segala sesuatu
dalam pelaksanaan melontar Jumrah yang merupakan salah satu wajib ibadah haji mabit
dilakukan 2 tahap di 2 tempat yaitu di Muzdalifah dan di Mina.

2. Tahapan – Tahapan Mabit dan Mina


a) Tahap Pertama : Mabit di Muzdalifah dilakukan tanggal 10 Zulhijah, yaitu lewat tengah
malam sehabis wukuf di padang Arafah. Mabit tahap pertama ini biasanya hanya
beberapa saat saja, yaitu secukup waktu untuk mengumpulkan 7 buah krikil guna
melontar jumrah Aqabah.
b) Tahap Kedua : Mabit ini dilakukan di Mina dalam 2 hari (11 dan 12 Zulhijah) bagi yang
akan mengambil ‘Nafar Awal’, dan 3 hari (11,12,13 Zulhijah) bagi yang akan mengambil
‘Nafar Akhir’. Dari hari pertama sampai terakhir dari mabit di Mina ini adalah melontar
ketiga jumrah Ula, Wusta dan Aqabah.

3. Nafar Awal

Yang dimaksud dengan Nafar Awal adalah apabila kita hanya melontar 3 hari, bukan 4
hari seperti Nafar Sani/Akhir. Disebut Awal karena jama’ah lebih awal meninggalkan Mina
kembali ke Mekah. Dan hanya melontar sebanyak 3 hari. Total krikil yang dilontar jama’ah nafar
awal adalah 49 butir.

Jama’ah haji pelaku Nafar Awal hanya 2 malam menginap di Mina dan meninggalkan Mina pada
tanggal 12 Zulhijah sebelum matahari terbenam.

11
4. Nafar Sani atau Akhir

Disebut Nafar Sani atau Nafar Akhir apabila Jama’ah melontar Jumrah selama 4 (empat) hari
pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Zulhijah sehingga jumlah batu yang dilontar sebanyak 70 butir.
Disebut Nafar Sani/AKhir karena jema’ah haji bermalam di Mina 3(tiga) malam dan
meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah.

5. Tabel Jumlah Krikil

NAFAR AWAL Aqabah Ula Wusta Krikil

10 Zulhijah 7x – – 7 Butir

11 Zulhijah 7x 7x 7x 21 Butir

12 Zulhijah 7x 7x 7x 21 Butir

Jumlah Krikil 49 Butir

NAFAR SANI Aqabah Ula Wusta Krikil

10 Zulhijah 7x – – 7 Butir

11 Zulhijah 7x 7x 7x 21 Butir

12 Zulhijah 7x 7x 7x 21 Butir

13 Zulhijah 7x 7x 7x 21 Butir

Jumlah Krikil 70 Butir

12
2.7 Menyembeli Hadyu atau Dam

Hadyu adalah binatang yang disembelih di tanah haram Mekah dalam rangka ibadah haji
atau umrah. Para ulama Fiqih menamakannya DAM, yang berarti darah, karena binatang tersebut
ditumpahkan darahnya waktu disembelih. Hadyu ini paling sedikit berupa seekor kambing untuk
1 orang atau seekor unta atau seekor sapi untuk 7 orang.

Siapa yang meninggalkan wajib haji, atau melakukan sesuatu yang diharamkan dalam
haji, atau melakukan haji tamattu’ (melakukan umrah sebelum haji), atau melakukan haji qiran
(menggabung Haji dan Umrah), maka wajib baginya membayar Dam yaitu menyembelih hewan
atau menggantikannya dengan berpuasa atau memberi makan fakir miskin. Hal ini dilakukan
demi untuk menyempurnakan hajinya. Pelaksanaan Dam dalam haji sama dengan pelaksanaan
fidyah dalam puasa.

Hadyu (Dam) terbagi atas 4 bagian

a) Dam tartib dan taqdir


b) Dam tartib dan ta’dil
c) Dam takhyir dan taqdir
d) Dam takhyir dan ta’dil

1. Dam Tartib Dan Taqdir

Dam tartib dan taqdir yaitu Dam yang dikeluarkan dengan menyembelih seekor kambing
seperti kambing kurban. Dan apabila tidak mampu, diganti dengan puasa 10 hari: 3 hari pada
waktu haji dan 7 hari setelah pulang. Penyembelihannya dilakukan pada hari Nahar dan hari-hari
Tasyriq di Mina atau di Mekah. Yang punya Dam boleh ikut memakannya. Kalau
menyembelihnya diupahkan orang, maka tidak boleh memberinya upah dari daging Dam itu.

Adapun yang mewajibkan Dam tartib dan taqdir yaitu;

a) Jika seorang haji melakukan haji tamattu’


b) Jika seorang haji melakukan haji qiran
c) Jika seorang haji tidak melakukan ihram pada miqatnya (tempat ihram)

13
d) Jika seorang haji tidak melontar jumroh
e) Jika seorang haji tidak bermalam di Muzdalifah
f) Jika seorang haji tidak bermalam di Mina
g) Jika seorang haji tidak melakukan thawaf wada’ (thawaf perpisahan)
h) Jika seorang haji tidak dapat wukuf di Arafah karena terlambat yaitu terbitnya fajar hari
Nahr (10 Dzul Hijjah) ia tidak hadir di Arafah. Jika keterlambatan itu karena udzur ia
tidak berdosa dan hajinya diganti menjadi umrah. Ia harus melakukan umrah, tahallul dari
manasik umrah, tidak wajib melontar jumroh, tidak wajib mabit di Mina dan wajib
baginya membayar Dam. Jika yang ketinggalan itu adalah haji fardhu wajib mengqadha’
hajinya pada tahun berikutnya (jika mampu), dan Ini menurut kesepakatan ulama.

‫ع َم َر اب ِْن َع ِن‬ ُ ُ‫ قَا َل أَنَّه‬: ‫ف َع َرفَةَ يُد ِْر ْك لَ ْم َو َم ْن‬ ْ ‫ ْال َحج فَاتَهُ فَقَدْ ْالفَجْ ُر َي‬، ‫ت‬
َ ‫طلُ َع أ َ ْن قَ ْب َل ِب َها فَ َي ِق‬ ِ ْ ‫ ْال َبيْتَ فَ ْل َيأ‬، ‫ف‬ ُ ‫س ْب ًعا ِب ِه فَ ْل َي‬
ْ ‫ط‬ َ
‫صفَا َبيْنَ وليطف‬ َّ ‫س ْب ًعا َو ْال َم ْر َوةِ ال‬
َ ، ‫ص ْر أ َ ْو ِليَحْ ِل ْق ث ُ َّم‬ ِ َ‫ شَا َء ِإ ْن يُق‬، ‫ يَحْ لِقَ أ َ ْن قَ ْب َل فَ ْليَ ْن َح ْرهُ َهدْيه َمعَهُ َكانَ َوإِ ْن‬، ‫غ فَإِذَا‬ َ ‫ِم ْن فَ َر‬
َ ‫ص ْر أَ ْو فَ ْليَحْ ِل ْق َو‬
َ ‫س ْعيِ ِه‬
‫ط َوافِ ِه‬ ِ َ‫ يُق‬، ‫ أَ ْه ِل ِه إِلَى ِليَ ْر ِج ْع ث ُ َّم‬، ‫ قَابِ َل ْال َحج أَد َْر َكه ُ فَإ ِ ْن‬، ‫ع إِ ِن فَ ْليَ ُح َّج‬ َ َ ‫ حجه في َو ْليَ ْه ِد ا ْست‬، ‫يَ ِجدْ لَ ْم فَإ ِ ْن‬
َ ‫طا‬
ُ َ‫ ْال َحجِ فِي أَيَّام ثَلثَةَ َع ْنهُ فَ ْلي‬، ً‫س ْبعَة‬
‫ص ْم َهدْيًا‬ َ ‫)صحيح بإسناد البيهقي( أ َ ْه ِل ِه إِلَى َر َج َع إِذَا َو‬

Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Barangsiapa yang tidak mendapatkan
Arafah sampai terbit matahari (hari Nahr), maka hajinya telah tertinggal (batal), maka ia harus
datang ke Baitullah untuk melakukan thawaf tujuh kali dan sa’i atara Shafa dan Marwa. Lalu
mencukur atau menggunting rambutnya, jika ia memiliki Hadyu maka disembelihnya sebelum
mencukur. Jika ia selesai thawaf dan sa’i maka harus mencukur atau menggunting rambutnya,
kemudian kembali kepada keluarganya. Jika ia mendapatkan haji pada tahun berikutnya, maka
harus melakukan haji jika mampu, dan melakukan hadyu dalam hajinya, jika tidak mampu maka
berpuasa 3 hari di haji dan 7 hari jika kembali kepada keluarganya” (HR al-Baihaqi dengan isnad
shahih)

14
3. Dam Tartib Dan Ta’dil

Dam tartib dan ta’dil yaitu Dam yang dibayar oleh seorang haji karena melanggar dua ketentuan
sebagai berikut:

a) Dam yang dibayar disebabkan bersetubuh sebelum tahallul awwal, maka hajinya batal
dan wajib membayar kafarat dengan menyembelih seekor unta atau sapi atau 7 ekor
kambing dan wajib mengulangi (menqadha) hajinya tahun berikutnya, jika tidak mampu
atau mendapatkan kesulitan dalam menyembelih unta maka dibayar nilainya dengan
makanan yang diberikan kepada faqir miskin di tanah Haram, atau berpuasa setiap satu
mud satu hari puasa. Hal ini sesuai dengan fatwa para shahabat Nabi saw

b) Dam yang dibayar disebabkan karena ihshor yaitu terhalang tidak bisa menyelesaikan
ibadah haji atau umroh, baik karena dihadang musuh, karena kecelakaan, karena
kemataian muhrim (suami atau istri) atau karena lainnya yang membuat seseorang
terpaksa tidak bisa melanjutkan hajinya. Orang yang terhalang itu disebut Muhshor. Ia
boleh bertahallul tidak melanjutkan ibadahnya setelah menyembelih seekor kambing.
Kalau bisa dia harus mengirim Dam itu ke Mekah dan baru bertahallul sesampai Dam itu
di Mekah dan disembelih disana. Tapi kalau tidak mungkin, ia boleh menyembelihnya di
tempat ia terhalang, lalu bertahallul. Jika tidak mampu atau mendapatkan kesulitan dalam
menyembelih kambing maka dibayar nilainya dengan makanan yang diberikan kepada
orang-orang miskin, atau berpuasa setiap satu mud satu hari puasa

‫ي َعبَّاس اب ِْن َع ْن‬ َ ‫ض‬ َّ ‫ َع ْن ُه َما‬: ‫سهُ َم ْن َفأ َ َّما‬


ِ ‫ّللاُ َر‬ َ َ‫عذْر َحب‬ ُ ‫صر َوه َُو َهدْي َمعَهُ َكانَ َوإِ ْن يَ ْر ِج ُع َو َل يَ ِحل َفإ ِ َّنهُ ذَلِكَ َغي ُْر أ َ ْو‬
َ ْ‫نَ َح َره ُ ُمح‬
‫ث أ َ ْن يَ ْست َِطي ُع َل َكانَ ِإ ْن‬
َ ‫ع َو ِإ ْن ِب ِه يَ ْب َع‬
َ ‫طا‬َ َ‫ث أ َ ْن ا ْست‬ ُ ْ‫)البخاري رواه( َم ِحلَّهُ ْال َهد‬
َ ‫ي يَ ْبلُ َغ َحتَّى يَ ِح َّل لَ ْم ِب ِه يَ ْب َع‬

Dari Ibnu Abbas ra : Adapun barang siapa dihalangi oleh musuh atau lainnya, maka dia
bertahallul dan tidak harus kembali (mengulang tahun depan). Dan apabila telah membawa serta
hadyu, padahal dia muhshor ia boleh menyembelihnya apabila ia tidak bisa mengirimnya (ke

15
Mekah). Dan apabila dia bisa mengirimnya, maka dia tidak bertahallul sehingga hadyu itu
sampai di tempat penyembelihannya. (H.R. Bukhari)

Firman Allah:

ِ ْ‫س َر فَ َما أُح‬


‫ص ْرت ُ ْم فَإِ ْن‬ َ ‫ي يَ ْبلُ َغ َحتَّى ُرؤُو َس ُك ْم تَحْ ِلقُواْ َولَ ْال َهدْي ِ ِمنَ ا ْست َ ْي‬
ُ ْ‫﴿ البقرة – َم ِحلَّهُ ْال َهد‬١٩٦﴾

Artinya: “Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah)
korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di
tempat penyembelihannya.” (Qs al-Baqarah ayat: 196)

Keterangan (Ta’liq):

– Mengadakan akad nikah saat masih ihram maka pernikahannya batal, tetapi hajinya tetap sah

dan tidak wajib membayar Dam.

‫عثْ َمانَ َع ْن‬


ُ َ‫ي َعفَّانَ بْن‬ ِ ‫ َيقُو ُل َع ْنهُ هللااُ َر‬: ‫سو ُل قَا َل‬
َ ‫ض‬ َّ ‫صلَّى‬
ُ ‫ّللاِ َر‬ َ ُ‫ّللا‬ َ ‫ َو‬: ‫طبُ َول يُ ْن َك ُح َول ْال ُمحْ ِر ُم َي ْن ِك ُح ل‬
َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه‬ ُ ‫رواه( َي ْخ‬
‫)مسلم‬

Dari Utsman bin ‘Affan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang sedang berihram
tidak boleh menikah dan tidak boleh dinikahkan serta tidak boleh meminang”. (HR. Muslim)

a) Dam Takhyir Dan Taqdir

Dam takhyir dan taqdir yaitu Dam yang dibayar dengan menyembelih seekor kambing seperti
kambing kurban atau berpuasa tiga hari atau bersedekah sebanyak setengah sha’ (kurang lebih
1.75 liter) kepada 6 orang fakir miskin

Adapun yang mewajibkan Dam takhyir dan taqdir yaitu;

b) Mencukur atau menggunting rambut

16
Allah berfirman:

‫صيَام ِمن فَ ِفدْيَة َّرأْ ِس ِه ِمن أَذًى بِ ِه أَ ْو َّم ِريضا ً ِمن ُكم َكانَ فَ َمن‬
ِ ‫صدَقَة أ َ ْو‬
َ ‫سك أ َ ْو‬
ُ ُ‫﴿ البقرة ن‬١٩٦

Artinya: “Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur),
maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (Qs Al-
Baqarah ayat: 196)

c) Memotong kuku
d) Memakai minyak rambut disaat haji
e) Memakai wangi-wangian disaat haji
f) Memakai pakaian berjahit (bagi laki-laki)
g) Berjima’ setelah jima’ pertama sebelum tahallul awal
h) Berjima’ setelah tahallul awal
i) Bercanda dengan istri yang bisa menimbulkan birahi

Keterangan (Ta’liq):

Berjima (bersetubuh) diwaktu haji:

a) Berjima (bersetubuh) sebelum tahallul awal, yaitu sebelum melempar jumrah Aqobah
pada pagi hari tanggal 10 Dzul-hijjah. Ini hukumnya berat, yaitu:

hajinya batal dan wajib membayar kifarat dengan menyembelih seekor unta atau
sapi atau 7 ekor kambing dan wajib mengulangi (menqadha) hajinya tahun berikutnya,
jika tidak mampu atau mendapatkan kesulitan dalam menyembelih unta maka dibayar
nilainya dengan makanan yang diberikan kepada faqir miskin di tanah Haram, atau
berpuasa setiap satu mud satu hari puasa. Hal ini sesuai dengan fatwa para shahabat Nabi
saw

17
b) Berjima’ (bersetubuh) setelah tahallul awal, yaitu setelah melempar jumrah Aqobah pada
pagi hari tanggal 10 Dzul-hijjah, setelah mecukur rambut atau memotongnya. Pada saat
itu ia diperbolehkan melakukan apa saja yang diharamkan dalam perbuatan haji kecuali
berjima’ dengan istri sampai selesai mengerjakan thawaf ifadhah (tahallul kedua). Tahu-
tahu dia melanggarnya (yaitu berjima setelah tahallul awal), maka hukum hajinya sah tapi
dia harus bayar dam. Dam ini disebut Dam takhyir dan taqdir yaitu Dam yang dibayar
dengan menyembelih seekor kambing seperti kambing kurban atau berpuasa tiga hari
atau bersedekah sebanyak setengah sha’ (kurang lebih 1.75 liter) kepada 6 orang fakir
miskin.

4. Dam Takhyir Dan Ta’dil

Dam takhyir dan ta’dil ialah Dam yang dikeluarkan karena membunuh binatang darat diwaktu
melakukan manasik haji ((kecuali ular, kala jengking , tikus dan lain-lain yang dipandang
membahayakan), Maka orang bersangkutan harus menyembelih hewan yang sepadan dengan
hewan yang dibunuhnya (kalau kambing harus dibayar dengan kambing. Kalau ayam harus
dibayar dengan ayam. Dan seterusnya), atau dibayar nilainya dengan makanan yang diberikan
kepada orang-orang miskin, atau berpuasa setiap satu mud satu hari puasa.

Allah berfirman:

َّ ‫ارة أ َ ْو ْال َك ْعبَ ِة بَا ِل َغ َهدْيا ً ِم ْن ُك ْم َعدْل ذَ َوا بِ ِه يَحْ ُك ُم النَّعَ ِم ِمنَ قَتَ َل َما ِمثْ ُل فَ َجزَ آء متَعَ ِمدا ً ِمن ُكم َقتَلَهُ َو َمن ُح ُرم َوأ َ ْنت ُ ْم ال‬
َ‫ص ْيدَ تَ ْقتُلُواْ ل‬ َ َّ‫َكف‬
َ ‫صيَاما ً ذلِكَ َعدْ ُل أَو َم‬
َ َ‫ساكِين‬
‫طعَا ُم‬ ِ َ‫﴿ المائدة – أَ ْم ِر ِه َوبَا َل ِليَذُوق‬٩٥﴾

Artinya: “janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang
siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil
di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya) membayar
kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan
yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya” (Qs al-Maidah
ayat: 95)

18
2.8 Thawaf Ifadah dan Sa’i

Tawaf IfadahTawaf ifadah adalah salah satu dari beberapa rukun haji, yang harus dilaksanakan
sendiri jika tidakhajinya batal. tawaf ini disebut juga Tawaf Ziarah atau Tawaf Rukun.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 29 :

“Tsummal yaqdhuu tafatsahum wal yuufuu nudzuurahum wal yaththawwafuu bilbaitil


‘atiiq”Artinya :

“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran-kotoran mereka, memotong rambut,


mengerat kuku dan memenuhi nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf di
rumah yang tua itu.”

Tawaf ini dilaksanakan setelah semua ibadah Haji telah diselesaikan yaitu ; melontar jumrah
Aqabah, membayar dam serta Tahallul Akhir (Mencukur) kemudian disunatkan memakai
wewangian setelah jama’ah tidak Ihram. Hal ini diterangkan dalam hadis Aisyah :

Artinya : “Aku pernah meminyaki Rasulullah SAW ketika (hendak) ihram, sebelum ia berihram,
dan ketika sudah Tahallul

sebelum ia melakukan tawaf di Ka’bah.”

(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)

Sesudah Tawaf Ifadah jama’ah langsung dapat melakukan Tahalllul Akbar, serta telah dihalalkan
dari segala apa yang diharamkan ketika masih Ihram.

Waktu Pelaksanaan Tawaf Ifadah.

Para ulama sepakat bahwa Tawaf Ifadah adalah merupakan rukub Haji yang harus dilaksanakan
oleh setiap orang yang melakukan Ibadah Haji. Berikut ini pendapat para imam tentang waktu
Tawaf Ifadah :

HANAFIYAH : Waktu Tawaf Ifadah dimulai dari fajar hari Nahr (10 Zulhizah) sampai akhir
bulan sesudah seseorang melakukan wukuf di Arafah.

19
MALIKIYAH : Waktu Tawaf Ifadah dimulai dari fajar hari Nahr (10 Zulhizah) sampai akhir
bulan Zulhijah, sehingga apabila ada jama’ah haji meninggalkan (mengakhiri) dari waktu
tersebut maka terkena Dam

SYAFI’IYAH : Waktu Tawaf Ifadah dimulai sejak setelah pertengahan kedua malam hari Nahr
(10 Zulhizah) dan berakhir sampai jama’ah haji mengerjakannya (kapan saja) selama hidupnya.
sedang waktu afdhal (utama) untuk mengerjakannya ialah pada hari Nasr (10 Zulhijah).

Pengertian Sa'i

Sa'i adalah berlari-lari kecil dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah sebanyak tujuh kali.
Dimana cara menghitungnya adalah, dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan dari Marwah
ke Shafa dihitung satu kali, sehingga hitungan ketujuh berkahir di Marwah. Dan ketika sa'i
disunnahkan memperbanyak dzikir, tasbih dan do'a. Dan setiap sampai di Shafa atau Marwah
membaca takbir tiga kali dengan mengangkat kedua tangan seraya menghadap ke Ka'bah
sebagaimana dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

E. Syarat-Syarat Sa’i

Untuk sahnya sa’i ada sejumlah persyaratan:

a. Sa’i dilakukan sesudah melakukan thawaf

b. Harus tujuh kali putaran

c. Dimulai dari bukit Shafa dan diakhir di bukit Marwah.

d. Hendaknya sa’i dilakukan di lokasi sa’i [mas’a], yaitu jalan yang memanjang antara bukit
Shafa dan Marwah. Begitulah Nabi saw. mengerjakannya. Di samping itu, beliau bersabda,
”Ambillah dariku manasik hajimu.”

2.9 Thawaf Wada

Wada artinya perpisahan, Tawaf Wada atau tawaf perpisahan adalah salah satu ibadah
wajib untuk dilaksanakansebagai pernyataan perpisahan dan penghormatan kepada Baitullah dan

20
Masjidil Haram. Tawaf ini cukup dikerjakan dengan berjalan biasa. Tawaf Wada disebut juga
Tawaf Shadar ( Tawaf Kembali ) karena setelah itu jama’ahakan meninggalkan Mekah untuk
ketempat masing-masing. Dalam pelaksanaannya sama dengan tawaf yang lainnya, akan tetapi
do’a yang dibaca berbeda untuk semua putaran.

Tawaf Wada adalah tugas terakhir dalam pelaksanaan Ibadah Haji dan Ibadah Umrah.
Bagi jama’ah yang belum melakukannya belum boleh meninggalkan Mekah, karena hukumnya
Wajib. Bila tidak dikerjakan maka wajib membayar Dam, dan bila sudah mengerjakan maka
tidak dibenarkan lagi tinggal di Masjidil Haram. Jika Jama’ah sudah keluar Masjid, maka
hendaklah segera pergi sebab kalau jama’ah masih kembali kemasjid diharuskan mengulangi
Tawaf Wada Ini. Wanita yang sedang Haid dibebaskan dari Tawaf wada dan ia boleh langsung
meninggalkan Mekah. Hal ini dijelaskan dalam hadis Ibnu Abbas yang artinya :

“Manusia diperintahkan supaya akhir perjumpaan ( dengan Baitullah ) itu dengan menjalankan
Tawaf di Baitullah, akan tetapi hal ini diringankan bagi perempuan-perempuan yang sedang
Haid.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2.10 Ibadan dan Ziarah Di Madinah

1. Adab Berziarah di Madinah

Ketika mengunjungi kota madinah kita harus menggunakan adab adab ziarah untuk supaya kita
dapat mengambil keberkahan dalam ziarah ini. Berikut ini adab berziarah di kota Madinah yang
disarikan secara ringkas supaya mudah dipahami:

a) Menjaga niat hanya untuk untuk mengharap ridha Alloh swt, jangan dicampuri riya,
menyombongkan diri, mencari ketenaran, niat melancong atau tujuan keduniawian
lainnya karena akan merusak kebaikannnya.

b) Dalam perjalanan ini secara khusus dianjurkan banyak membaca shalawat nabi dengan
penuh tawajuh. Ada Ulama yang mengatakan selain untuk mengerjakan yang fardu dan
untuk menyempurnakan keperluan, hendaknya seluruh waktu digunakan untuk membaca

21
shalawat. Semakin tawajuh dalam menyampaikan suatu maksud, maka semakin banyak
pahala yang akan diperoleh. Ibnu Hajar Rah.A dalam syarah Manasik Imam Nawawi
menulis bahwa memperbanyak shalawat dalam perjalanan ini adalah yang paling utama.
Lalu apakah membaca shalawat lebih utama dalam daripada membaca alquran atau
membaca alquran lebih utama daripada membaca shalawat ataukah keduanya sama
derajatnya. Dalam hal ini ada tiga pandangan karena dalam keadaan tertentu membaca
shalawat dikatakan sebagai yang paling utama seperti pada malam jumat dan lainnya.
Yang jelas ditempat ini membaca shalawat lebih utama daripada membaca Alquran
karena membaca shalawat adalah amalan pada waktu ini. Para ulama telah menjelaskan
secara mutlak bahwa membaca AlQuran adalah lebih utama. Akan tetapi dalam
kesempatan tertentu apabila suatu wirid telah ditentukan pada waktu itu maka wirid itulah
yang lebih utama dilaksanakan dalam kesempatan tersebut.

c) Menumbuhkan semangat dan gairah. Semakin mendekati Madinah, hendaknya semakin


meningkatkan perasaan gairah dan kerinduan, seorang pujangga menulis, “apabila saat
perjumpaan yang telah ditentukan hampir tiba, maka api kerinduan semakin menyala-
nyala.” Terkadang untuk menumbuhkan kerinduan bisa membaca syair, puji-pujian,
membaca buku sejarah Nabi, atau membaca buku adab berziarah di kota Madinah.
Semakin dekat ke Madinah hendaknya semakin bertambah rasa dan kerinduan tersebut.

d) Ketika sudah sampai di hotel, biasanya hotel untuk jamaah umroh dekat dengan masjid
Nabawi bisa langsung menuju kamar masing-masing yang telah ditentukanoleh biro
travel umroh. Apabila kemudian setelah istirahat dan ingin ke masjid nabawi diusahakan
untuk mandi dahulu, memakai pakaian yang baru dan memakaian wangi-wangian.

e) Sebagian ulama menulis bersedekah walaupun sedikit adalah termasuk adab. Yakni
sebelum masuk masjid hendaknya bersedekah. Ibnu hajar Rah.a menulis bahwa yang
disunahkan adalah bersedekah walaupun sedikit dan diberikan kepada penduduk madinah
adalah yang lebih utama. Akan tetapi apabila ada selain penduduk Madinah lebih

22
memerlukan hendaknya didahulukan. Mengapa pada waktu itu dianjurkan bersedekah,
karena adanya ayat suci yang berada di surat Madianh ayat 12:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusu dengan
rosul hendaknya kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum
pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih. Jika kamu
tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka seseungguhnya alloh maha
pengampun lagi maha penyanyang.

f) Setelah masuk masjid, jika memang belum waktunya sholat wajib, hendaknya pertama
kali pergi ke raudhah yaitu tempat antara mimbar nabi dan makam rosulloh. Dinamakan
raudhah karena rosululloh berkata tempat antara mimbar dan kubur adalah taman surga.
Raudhah artinya taman. Setelah sampai di raudhah pertama kali hendaknya sholat
tahiyatul masjid. Untuk membedakan daerah yang sudah masuk raudhah bisa dilihat dari
warna karpetnya berwarna kehijauan/kebiruan yang berbeda dengan karpet yang lain.
Ketika disini kita harus sabar antri karena tempat yang terbatas sedangkan jamaah yang
ingin sholat dan berdoa di tempat ini sangat banyak. Biasanya oleh askar/petugas akan
dipasang pembatas mengeliling raudhah untuk menjaga ketertiban yang mau sholat di
tempat ini. Menurut saya setelah sholat dua rokaat bacalah doa yang ringkas dan segera
keluar menuju makam nabi untuk mempercepat antrian.

g) Di makam nabi bersebelah dengan dengan makam abu bakar dan umar bin khatttab.
Disini dekat dengan pintu keluar dan antrian di tempat ini biasanya tidak terlalu
panjang. Ditempat ini kita dianjurkan untuk berdoa dengan wasilah nabi supaya
mendapat safaat dan juga doa yang lain. setelah itu bacalah salam kepada nabi, bacaan
bisa berupa seperti ini: Assallamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullohi wa barokatuh.
Begitu juga ucapkan salam kepada Abu Bakar dan Umar bin Khatab.

h) Bila ingin meninggalkan kota Madinah, dimustahabkan untuk mengerjakan shalat sunnah
perpisahan dan lebih utama dikerjakan di raudhah. Setelah itu hendaknya pergi ke makam
nabi, setelah shalawat dan salam hendaknya berdoa agar umroh yang dikerjakan diterima
oleh Alloh , memohon keselamatan dan afiat dan semoga umroh ini bukan yang terakhir
kali dan dapat melaksanakan di tahun-tahun mendatang.

23
2. Hikmah ziarah kubur :

a) Agar dapat mengingat mati

b) Dapat mengingatkan kita pada akhirat, akhir dari perjalanan hidup manusia yang kekal dan
abadi. Dan kehidupan akhirat yang baik (surga) akan dapat diraih dengan bekal iman dan amal
sholih

c) Mendoakan kaum muslimin yang telah mendahului kita

d) Allah akan memberikan pahala bagi kita yang mendoakan kebaikan ahli kubur.

24
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang membahas tuntas tentang haji dan umroh, dapat disimpulkan :

a) Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal
ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula,
menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
b) Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa
dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
c) Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
d) Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
e) Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib
haji atau umroh.

25
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Muzdalifah

https://travelhaji.wordpress.com/2010/01/27/penjelasan-mabit/

https://aet.co.id/umroh/pengertian-tahallul-awal-dan-tahallul-akhir

https://id.wikipedia.org/wiki/Sa%27i

https://hasansaggaf.wordpress.com/2012/03/05/hadyu-dam/

https://islamislami.com/2016/07/27/ibadah-haji-umroh-doa-saat-ziarah-di-madinah/

https://haji.okezone.com/read/2011/12/16/398/543276/keutamaan-beribadah-di-tanah-suci

https://tatacaraumroh.net/panduan-umroh/adab-berziarah-di-kota-madinah/

26

Anda mungkin juga menyukai