Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ETIKA, MORAL DAN AKHLAK

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

oleh

Intan Nahdla Ferdiana 162310101027

Dinda Aulia 162310101028

Antik Kazharo 162310101071

Nurul Hidayah 162310101144

Galuh 162310102226

Maviratul Husniyeh 16231010246

Haidar Ali 16231010277

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2016
KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dari-
Nya, meminta ampunan dari-Nya dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri
kita serta keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Karena hidayah-Nya pula, Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan makalah


dengan judul “Etika, Moral dan Akhlak” ini sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan
Agama Islam tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih kepada
Bapak Akhmad Munir selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengarahan, sehingga makalah ini dapat selesai.

Akhirnya penyusun mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini.
Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang
membutuhkannya.

Jember, 23 September 2016


Penyusun
A. ETIKA, MORAL DAN AKHLAK

Etika
Etika sering disamakan dengan pengertian akhlak dan moral, ada pula ulama yang
mengatakan bahwa akhlak merupakan etika islam. Disini akan dipaparkan perbedaan dari ket
iga istilah tersebut. Secara et imologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos, ethos yang berart i sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik. Ethikos berarti
susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang baik. Kata “etika” dibedakan dengan kata
“etik” dan “etiket”. Kata etik berart i kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Adapun
kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan santun dan lain sebagainya dalam masyarakat
beradaban dalam memelihara hubungan baik sesama manusia.Sedangkan secara terminologis
etika berarti pengetahuan yang membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan t
indakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.
Dalam bahasa Gerik etika diartikan: Ethicos is a body of moral principles or value. Ethics
arti sebenarnya adalah kebiasaan. Namun lambat laun pengertian etika berubah, seperti
sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal pikiran.
Di dalam kamus ensklopedia pendidikan diterangkan bahwa etika adalah filsafat tentang
nilai, kesusilaan tentang baik buruk. Sedangkan dalam kamus istilah pendidikan dan umum
dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi.
Sedangkan kata ‘etika’ dalam kamus besar bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1.Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2.Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3.Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Moral
(Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya.
Dalam islam, moral disebut dengan akhlak atau perangai, sedang akhlak berasal dari
perkataan (al-akhlaku) yaitu kata jama’ daripada perkataan (al- khuluqu) berarti
tabiat,kelakuan, perangai, tingkah laku, matuah, adat kebiasaan. Perkataan (al-khulq) ini di
dalam Al- Quran hanya terdapat pada dua tempat saja, diantaranya:
Qs. Al-Qalam 68 :4
‫ك لعععلعىى لخلل م‬
‫ق ععظظيِمم‬ ‫عوإظنن ع‬
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Sementara perkataan (al-khalqu) berarti kejadian, ciptaan, dan juga bermaksud
kejadian yang indah dan baik. Apabila dirujuk kepada kejadian manusia, struktur tubuh yang
indah dan seimbang. Jika dirujuk kepada kejadian alam semesta, ia juga membawa arti
kejadian atau ciptaan yang indah, tersusun rapi, menurut undang-undang yang tepat. Di
dalam Al-Quran terdapat 52 perkataan (Al-khalqu) yang merujuk kepada kejadian manusia,
alam raya dan lain-lain kejadian. Antara lain firman Allah subhaanahu wa taaala:
Qs. Al-‘imran 3:190

‫ت للللوظليِ الللعباَ ظ‬
‫ب‬ ‫ف اللنليِظل عوالننعهاَظر لعياَ م‬ ‫ت عوالعلر ظ‬
‫ض عوالختظلع ظ‬ ‫إظنن ظفيِ عخلل ظ‬
‫ق النسعماَعوا ظ‬
“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”
Imam Ghazali RadiAllahuanhu mengatakan: akhlak ialah suatu keadaan yang
tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan-perbuatan dengan senang tanpa
memerlukan pemikiran dan penelitian. Apabila perbuatan yang terkeluar itu baik dan terpuji
menurut syarak dan akal, perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia. Sebaliknya apabila
keluar perbuatan yang buruk, ia dinamakan akhlak yang buruk.
Dengan demikian Moral ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika Moral
terbagi kepada dua yaitu: :
Baik; segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik.
Buruk; tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.
Kemoralan merupakan sesuatu yang berkait dengan peraturan- peraturan masyarakat
yang diwujudkan di luar kawalan individu (Dorothy Emmet,1979) mengatakan bahwa
manusia bergantung kepada tatasusila, adat, kebiasaan masyarakat dan agama bagi membantu
menilai tingkahlaku seseorang.

Pengertian Akhlak
Secara bahasa bentuk jamak dari akhlak adalah khuluq, yang memiliki arti tingkah laku,
perangai dan tabiat. Secara istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.
(Azyumadi.2002.203-204)
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang
selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara
singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai
hujjatul Islam (pembela Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai
paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan
darinya kita dapat melihat lima cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga
telah menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu
perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.
Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,
bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat
perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena
ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian. (Amiruddin.2010)
JENIS-JENIS AKHLAK
Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang
baik, atau disebut juga akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak
yang buruk atau akhlak madzmumah.

 Akhlak Mahmudah / Kharimah


“Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan seseorang.
Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula”.
Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepada rasul, taat
beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu’, taat dan patuh kepada Rasulullah,
bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah dan cobaan, ikhlas karena
Allah, jujur, menepati janji, qana’ah, khusyu dalam beribadah kepada Allah, mampu
mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain, menghormati orang lain, sopan
santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang lemah, rajin belajar dan bekerja,
hidup bersih, menyayangi binatang, dan menjaga kelestarian alam.

 Akhlak Madzmumah
“Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang merusak
iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.”
Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak
mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur, riya, dengki, bohong,
menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah, qati’urrahim, ujub, mengadu
domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak alam.
Demikianlah antara lain macam-macam akhlak mahmudah dan madzmumah. Akhlak
mahmudah memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak
madzmumah merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-Tin ayat
4-6.Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).
Kecuali yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapat pahala yang tidak ada
putusnya.”

B. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak

Istilah tasawwuf tidak dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama (sahabat)
dan kedua (tabiin), ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir
kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta genearasi
berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah
Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainya dalam
hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan
hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang – orang mengarahkan hidupnya
kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin.[1] Nah insan pilihan inilah kemudian yang
mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai
sekarang ini.
Akhlak dilihat dari sudut bahasa (etimologi) adalah bentuk jamak dari kata khulk,
dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangkai tingkah laku atau tabiat.[2] Didalam
Da`iratul Ma`arif, akhlak ialah sifat – sifat manusia yang terdidik. Selain itu, pengertian
akhlak adalah sifat – sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan
selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia,
sedangkan perbuatan buruk disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.[3]
Pokok pembahasan akhlak tertuju pada tingkah laku manusia untuk menetapkan
nilainya, baik atau buruk, dan daerah pembahasan akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat.
Dalam perspektif perbuatan manusia, tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi
dua,
yaitu perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan perbuatan yang lahir
tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah disinilah ada titik potong antara tasawwuf dengan
akhlak yang akan dibahas pada makalah ini.

Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni
tasawwuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini
menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik menyangkut
filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf
yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli
(mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang
terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan
Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni
tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul
dalam tharikat.
Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela
dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk
menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan

[1] Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, Penerbit : Bulan Bintang, Jakarta. Hal. 18.

[2] Luis Ma`luf, Kamus Al-Munjid, Al-maktabah al-Katulikiyah, Beirut, Hal. 194

[3] Dr. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal. 1
kesadarannya sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan
akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-
Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya
berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan
budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat –
sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu
ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu
(hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat
dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang
disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat,
hakikat, dan ma`rifat.

C. Indikator Manusia Berakhlak


Indikator manusia berakhlak adalah tertanamnya iman dalam hati dan teraplikasinya
takwa dalam perilaku dan terhindar dari nifaq. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Allah,
tidak ada kesesuaian antara hati dan perbuatan. Apabila akhlak dipahami sebagai pandangan
hidup maka manusia berakhlak adalah manusia yang menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajibannya dalam hubungannya dengan Allah,sesama makhluk,dan alam semesta.
Taat akan perintah Allah, juga tidak mengikuti keinginan syahwat dapat
mengkilaukan hati, sebaliknya melakukan dosa dan maksiat dapat menghitamkan hati.
Barang siapa melakukan dosa, hitamlah hatinya dan barang siapa melakukan dosa tetapi
menghapusnya dengan kebaikan, tidak akan gelaplah hatinya hanya cahaya itu berkurang.
Dengan mengutip beberapa ayat Al Qur’an dan Hadits, selanjutnya Al-Ghazali
mengemukakan tanda-tanda manusia beriman, diantaranya :
a. Manusia beriman adalah manusia yang khusu’ dalam shalatnya
b. Berpaling dari hal-hal yang tidak berguna (tidak ada faedahnya)
c. Selalu kembali kepada Allah
d. Mengabdi hanya kepada Allah
e. Selalu memuji dan mengagungkan Allah
f. Bergetar hatinya jika nama Allah disebut
g. Berjalan di muka bumi dengan tawadhu’ dan tidak sombong
h. Bersikap arif menghadapi orang-orang awam
i. Mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri
j. Menghormati tamu
k. Menghargai dan menghormati tetangga
l. Berbicara selalu baik, santun dan penuh makna
m. Tidak banyak berbicara dan bersikap tenang dalam menghadapi segala
persoalan
n. Tidak menyakiti orang lain baik dengan sikap maupun perbuatan

D. Aktualisasi Akhlak dalam berbagai Bidang Kehidupan

Aktualisasi adalah pengaktualan, perwujudan, perealisasian, pelaksanaan,penyadaran.


Kata aktualisasi diri sering kita dengar,kata ini diasosiasikan dengan cita-cita dan prestasi.
Aktualisasi diri adalah cita-cita dan peraihannya secara optimal. Aktualiasi diri juga sekaligus
pembaharuan cita-cita baru yang lebih tinggi danperjuangan untuk mencapainya.
Demikianlah seterusnya, hingga seseorang bisa mencapai yang terbaik dari yang mungkin dia
dapatkan. Ilmuwan yang intensif memperkenalkan konsep aktualisasi diri adalah Abraham
Maslow (1908-1970). Idenya diperkenalkan dalam bingkai teori kepribadian. Maslow
menempatkan aktualisasi diri sebagai kebutuhan puncak manusia diatas kebutuhannya pada
sisi fisiologi (sepertikebutuhan seks, makan, minum, dan bernapas), kebutuhan akan rasa
aman dan tentram, kebutuhan untuk dicintai dan dibutuhkan orang lain serta kebutuhan akan
penghargaan dari orang lain dan dari diri sendiri (self-respect).

Seseorang mulai memasuki tahap aktualisasi diri jika dia dapat memenuhi empat jenis
kebutuhan dibawahnya secara seimbang. Empat kebutuhan awal dirasakan dalamkeadaan
kekurangan (haus = kurang air, kesepian = kurang teman yangmemperhatikan, rendah diri =
kurang terampil dan kurang mendapat apresiasi, dst).

Karenanya kebutuhan-kebutuhan ini disebut D-needs,dari kata deficit needs.


Aktualisasi diri akan tumbuh terus, Sekali dia dipenuhi maka akan lahir kebutuhan yang
lebih tinggi lagi. Itu sebabnya ia disebut B-needs, dari being needs,atau disebut juga
pertumbuhan
motivasi. Ia sangat terkait dengan keinginan sinambung untuk mewujudkan segala potensi
“menjadi segala yang Anda bisa”, menjadi “sekomplit mungkin diri Anda”. Dari sinilah
istilah aktualisasi diri (self-actualization) muncul.

Saat ini,perkembangan zaman sangat maju dengan keadaan masyarakat yang semakin
dinamis sebagai akibat kemajuan ilmu dan teknologi, terutama teknologi informasi, maka
aktualisasi nilai-nilai agama Islam menjadi sangat penting karena dengan aktualisasi nilai-
nilai agama Islam, umat Islam mampu membentuk pribadi umat yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia, cerdas,maju, dan mandiri sebagaimana generasi sahabat.Menurut Said Agil
Husin Al-
Munawar dalam bukunya “Aktualisasi nilai- nilai Qur‟ani Dalam Sistem Pendidikan Islam”,
tujuan yang ingin dicapai dalam proses aktualisasi nilai- nilai al-Qur’an dalam pendidikan
meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh
pendidikan, meliputi :
a.Dimensi spiritual Ialah iman, takwa, dan akhlak mulia (yang tercermin dalam ibadah dan
mu’amalah)
b. Dimensi budaya Ialah kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
c.Dimensi kecerdasan ialah dimensi yang membawa kemajuanseperticerdas,kreatif,etos kerja,
professional, inovatif dan produktif

Menurut objeknya aktualisasi akhlak dalam kehidupan terdapat dalam tiga aspek berikut ini :

1. Akhlak kepada Allah SWT

 Beribadah kepada Allah SWT


 Berdzikir kepada Allah SWT karena berdzikir dapat menentramkan hati,sesuaidengan
firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an Surat Ar-ra‟adu : 28.
 Berdo‟a kepada Allah SWT. Karena berdo‟a adalah inti dari ibadah. Orang-orang
yang tidak mau berdo‟a adalah orang-orang yang sombong karenatidak mau
mengakui kelemahan dirinya di hadapan Allah SWT.
 Tawakal kepada Allah SWT ,karena sikap tawakal merupakan gambaran darisikap
sabar dan kerja keras yang sungguh-sungguh dalam pelaksanaanya yang di harapkan
gagal dari harapan semestinya,sehingga ia akan mampumenerima dengan lapang dada
tanpa ada penyesalan.
 Tawadhu kepada Allah SWT,mengakui bahwa dirinya rendah diri di hadapan Allah
SWT‟.
 Berhusnudzhon ,yakni berbaik sangka kepada Allah SWT karenasesungguhnya apa
saja yang di berikan Allah merupakan jalan yang terbaik.2.

2. Akhlak terhadap manusia

 Akhlak terhadap diri sendiri


 Amanah (setia), dapat di percaya sesuai dengan keharusannya.
 Shidqatu (benar), dalam perkataan maupun perbuatan.
 Ifafah (memelihara kesucian), dari tindakn tercela,fitnah dan perbuatanyang dapat
mengotori diri sendiri.
 Hayya (malu),terhadap perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT.
 Sabar , hasil pengendalian hawa nafsu dan penerimaan terhadap apayang
menimpanya.
 Syukur ,berterima kasih atas nikmat Allah,orang yang selalu bersyukurakan ditambah
nikmatnya.

 Akhlak terhadap orang tua

 Patuh terhadap orang tua


 Ihsan,berbuat baik kepada mereka
 Lemah lembut dalam lisan maupun perbuatan
 Bersikap rendah hati
 Berterima kasih
 Mendoakan mereka.

 Akhlak terhadap orang lain

 Saling menghormati
 Kasih sayang

 Akhlak terhadap lingkungan

 Tanggung jawab
 Memelihara lingkungan dan tidak mengeksploitasi secara berlebihan

Ibrahim Anis dalam Al-Mu’jam Al-wasith menyebutkan, bahwa akhlak adalah:


“Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa,yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan,baik atau buruk,tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.belida-darat.web.id/2011/05/hubungan-antara-akhlak-dan-tasawuf.html#

https://www.scribd.com/doc/91122548/Makalah-Akhlak-dan-Aktualisasinya

http://www.academia.edu/9209192/PENGERTIAN_AKHLAK_MORAL_DAN_ETIKA

Anda mungkin juga menyukai