Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FM-UII-AA-FKA-07/R.

4
INDONESIA

Fakultas : :PSIKOLOGI & ILMU SOS.BUD Pertemuan ke :9-10


Jurusan/Program Studi : PSIKOLOGI Modul ke :9
Kode Mata Kuliah : 10000811 Jumlah Halaman : 10
Nama Mata Kuliah : IBADAH DAN AKHLAK Mulai Berlaku : 2013

KONSEP AKHLAK

Pada Bab ini akan dikemukakan beberapa sub bab terkait dengan Pendidikan
Akhlak. di antarnya adalah : (1) Pengertian akhlak (2) Beberapa istilah yang
terkait dengan akhlak, (3) Tujuan Pendidikan Akhlak, (4) Peranan Akhlakul
Karimah Dalam Kehidupan,(5) Syarat-syarat (kriteria) Akhlak dan (6) Sifat
Akhlak Islami
1. Pengertian Akhlak
Sebagaimana dikemukakan Zahruddin AR:2004), bahwa beberapa
pakar telah menyebutkan pengertian akhlak sebagai berikut:
a) Ibnu Miskawaih: keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pikiran (lebih dahulu).
b) Imam Al-Ghazali: suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang
darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah, tanpa perlu pikiran
dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang
baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia disebut akhlak
yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap
tersebut disebut akhlak yang buruk.
c) Ahmad Amin: kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila
membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak

Dari pendapat para ahli tersebut, Akhlak merupakan Sifat yang


tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong lahirnya perbuatan
dengan mudah dan ringan tanpa pertimbangan dan penelitian serta
pemikiran mendalam ( Al-Ghazali, 1994;46). Akhlak bisa diartikan sebagai
pola perilaku yang berdasarkan kepada Al-Quran dan Hadis dan
memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Sedangkan karimah
berarti mulia, terpuji dan baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang
dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan
itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.

1
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
Kata akhlak secara etimologi berasal dari kata al-akhlaaqu yang
merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluqu yang berarti tabiat,
kelakuan, perangai, adat kebiasaan atau khalqun yang berarti kejadian,
buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, tabiat
atau sistem perilaku yang dibuat.

2. Beberapa Istilah yang terkait dengan Akhlak.


Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata
majemuk dari kata budi dan pekerti1. Budi berarti sadar atau yang
menyadarkan atau alat kesadaran.2 Pekerti berarti kelakuan. Secara
terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan
dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut
dengan nama karakter. Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada
manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior.
Dari kedua kata tersebut budi pekerti dapat diartikan sebagai
perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan
tingkah laku manusia. Penerapan budi pekerti tergantung kepada
pelaksanaanya. Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif.
Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku
manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati
yaitu rasio.
Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan
mau menerima yang logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau
menerima yang analogis, yang tidak masuk akal.
Dalam diri manusia itu sendiri memiliki karsa yang berhubungan
dengan rasio dan rasa. Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal
ini tentunya berbeda dengan keinginan.
Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta yang kadang-
kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya dari
seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada
pelaksanaan. Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di
antara keinginan-keinginan yang banyak untuk dilaksanakan.

1
http://id.wikipedia.org/wiki/akhlak_Ahmad Mubarok 2010
2
Ibid-Ahmad Mubarok

2
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses. Perbuatan yang
dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendaklah yang disebut
dengan perbuatan budi pekerti.
Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat berbeda.
Moral berasal dari bahasa latin yaitu mos, yang berarti adat istiadat yang
menjadi dasar untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau
buruk. 3 Dapat dikatakan baik buruk suatu perbuatan secara moral,
bersifat lokal.
Sedangkan akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah, benar.
Penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam ajaran
agama. Perbedaan dengan etika, adalah ilmu yang membahas tentang
moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.
Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika
normatif, dan meta-etika. Kaidah etika yang biasa dimunculkan dalam
etika deskriptif adalah adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik
dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak
diperbolehkan.
Sedangkan kaidah yang sering muncul dalam etika normatif, yaitu
hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan
kewajiban. Selanjutnya yang termasuk kaidah dalam meta-etika adalah
ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang moralitas. Dari penjelasan
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah ilmu, moral adalah
ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia..
Akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolok ukur Qur’an dan
Hadist, etika dengan pertimbangan akal pikiran, sedangkan moral
menggunakan tolok ukur adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat
tertentu. Perbedaan secara khusus antara moral dan etika adalah, etika
lebih banyak bersifat teoritis, sedangkan moral lebih bersifat praktis. Di
samping itu , etika lebih bersifat universal, sedang moral lebih bersifat
lokal.
Perbuatan indah yang keluar dari kekuatan jiwa tanpa keterpaksaan itu
disebut akhlak yang baik, seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar,
teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlak-akhlak mulia serta
kesempurnaan jiwa lainnya. Begitu juga jika diterlantarkan, tidak disentuh
oleh pendidikan yang memadai atau tidak dibantu untuk menumbuhkan
unsur-unsur kebaikannya yang tersembunyi di dalam jiwanya atau bahkan

3
Ibid.2010

3
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
dididik oleh pendidikan yang buruk sehingga kejelekan menjadi
kegemarannya, kebaikan menjadi kebenciannya, dan omongan serta
perbuatan tercela mengalir tanpa merasa terpaksa, maka jiwa yang
demikian disebut akhlak buruk. Perkataan dan perbuatan tercela yang
keluar darinya disebut akhlak tercela, seperti ingkar janji, khianat, dusta,
putus asa, tamak, kasar, kemarahan, kekejian, berkata kotor dan
pendorongnya.
Di sini Islam menjadi penyeru pada akhlak yang baik dan mengajak
kepada pendidikan akhlak di kalangan kaum muslimin, menumbuhkanya
di dalam jiwa mereka, dan menilai keimanan seorang dengan kemuliaan
akhlaknya. Allah SWT memuji NabiNya SAW karena akhlaknya yang
agung, sebagaimana firmanNya :
ٍ ‫ـلق ع‬
‫ـظيم‬ ٍ ‫و انـك لـعلى خ‬
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung ( QS Al-
qalam;4 ). Dengan lebih tegas Allahpun memberikan penjelasan secara
transparan bahwa akhlak Rasulullah sangat layak untuk dijadikan standar
moral bagi umatnya, sehingga layak untuk dijadikan idola yang diteladani
sebagai uswatun hasanah, melalui firman-Nya :
...ٌ‫لـقد كا َن لكم ىف رسول هللا أ سوةٌ حـسنة‬
Sungguh bagi kamu pada diri Rasulullah itu terdapat suri tauladan yang baik ...
Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa Rasulullah merupakan
contoh yang layak ditiru dalam segala sisi kehidupannya. Di samping itu
ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa tidak ada satu ”sisi gelap” pun
yang ada pada diri Rasulullah, karena semua isi kehidupannya dapat ditiru
dan diteladani. Ayat di atas juga megisyaratkan bahwa Rasulullah sengaja
diproyeksikan oleh Allah untuk menjadi ”lokomotif” akhlak umat manusia
secara universal, karena Rasulullah diutus sebagai rahmatan lil ’alamin .
Apalagi beliau pernah bersabda:
‫ـمم مكا رم اال خالق‬
َ ‫امنا بـعـثـت ال ت‬
Sesungguhnya saya ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia
Hadis tersebut menunjukkan bahwa karena akhlak menempati
posisi kunci dalam kehidupan umat manusia, maka substansi misi
Rasulullah itu sendiri adalah untuk menyempurnakan akhlak seluruh umat
manusia agar dapat mencapai akhlak yang mulia. Yang menjadi persoalan
di sini adalah bagaimana substansi akhlak Rasulullah itu. Dalam hal ini ,

4
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
para sahabat pernah bertanya kepada isteri Rasulullah , yakni Aisyah r.a.
yang dipandang lebih mengetahui akhlak Rasul dalam kehidupan sehari-
hari, maka Aisyah menjawab:
‫كا َن خـلـقه القرأن‬
Substansi akhlak Rasulullah itu adalah Al-Qur‟an.
Dari jawaban singkat tersebut dapat diketahui bahwa akhlak Rsulullah
yang tercermin lewat semua tindakan, ketentuan, atau perkataannya
senantiasa selaras dengan Al-Qur‟an, dan benar-benar merupakan praktek
riil dari kandungan Al-Qur‟an. Semua perintah dilaksanakan, semua
larangan dijauhi, dan semua isi Al-Qur‟an didalaminya untuk
dilaksanakannya dalam kehiduan sehari-hari.
Oleh karena itu ibadah dan akhlak merupakan pasangan yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ibadah dan akhlak laksana pohon
dengan buahnya. Kualitas akhlak merupakan cermin dari kualitas ibadah
seseorang. Setiap manusia pastilah memiliki akhlak. Dan setiap akhlak-al
karimah merupakan buah dari ketaataannya kepada Allah SWT.
Pendidikan akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter.
Telah disebutkan dalam Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Kementerian pendidikan Nasional 2011 bahwa pembangunan karakter
yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan
UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang
berkembang saat ini.
Hal tersebut ditunjukkan, misalnya disorientasi dan belum
dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu
dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap
nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya
kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa 2010-2025). Oleh karena itu, untuk mendukung
perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan
kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter
sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.
Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di mana
pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia,

5
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila.”

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak merupakan upaya manusia mempertahankan


hidupnya. Akhlaklah yang membedakan manusia dari binatang. Kemajuan
ilmu pengetahuan tanpa diimbangi dengan akhlak tidak akan mampu
mempertahankan manusia dari kepunahan. Semakin tinggi ilmu
pengetahuan, semakin tinggi pula peralatan dan teknik membinasakan
sesama manusia.
Dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa para pelaku
kriminalitas dan kejahatan ekonomi kelas kakap bukanlah orang-orang
bodoh, melainkan orang-orang pintar dan berpangkat tinggi. Bahkan tidak
sedikit orang kaya, terpelajar, dan berpangkat tidak mampu meringankan
beban kesengsaraan rakyat. Padahal ilmu yang dipahaminya
menganjurkannya untuk menolong rakyat dari kesengsaraan dan
penderitaan. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang tidak berilmu memiliki
akhlak yang mulia. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya, mereka
memberikan pertolongan kepada orang lain yang hidup dalam kemiskinan
dan penderitaan.
Dari uraian ini, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Akhlak
dalam Islam adalah sebagai berikut:
a) Mendapatkan Ridha Allah. Jika sikap mengharapkan ridha
kepada Allah sudah tertanam dalam diri seorang muslim dan
sudah menjadi hiasan dalam kehidupannya, semua perbuatan
baiknya akan dilakukan dengan ikhlas. Seorang siswa akan
menuntut ilmu bukan hanya karena berharap kepandaian.
Seseorang akan berdagang tidak semata-mata mencari
keuntungan. Petani tidak lagi bekerja di sawah hanya karena
hasil panennya saja. Bahkan, orang menolong sesamanya juga
bukan hanya karena mengetahui bahwa hidup ini harus saling
tolong-menolong. Semua itu akan dilakukan oleh setiap muslim
juga dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencari ridha-
Nya.
b) Terbentuknya pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seorang
muslim yang mulia senantiasa bertingkah laku dengan terpuji,

6
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
baik ketika berhubungan dengan Allah, sesama manusia,
maupun dengan alam sekitarnya.
c) Terwujudnya perbuatan yang terpuji dan mulia. Seorang
muslim yang berakhlak mulia akan berusaha agar seluruh
tingkah lakunya tidak menyusahkan orang lain. Sebaliknya, ia
akan berusaha agar tindakannya dapat menyenangkan orang
lain dan mendatangkan manfaat bagi orang lain dan diri sendiri.
d) Terhindarnya perbuatan yang hina dan tercela. Dengan
berakhlak mulia, seseorang dapat menyelamatkan orang lain
dari dirinya. Pengaruh ini selanjutnya akan menyebar dan
menyelamatkan kehidupan manusia secara umum, baik di
dunia maupun di akhirat. Ibnu Rusyd, sorang filosof muslim
yang ternama, berkata dalam syairnya.
‫إ ممنَا أاْل َُم ُم أاْلَ أخ َال ُق َما بَِقيَ أ‬
‫ت ● فَِإ أن ُُهُ أوا ذَ َهبَ أ‬
‫ت أَ أخ َالقُـ ُه أم ذَ َهبُـ أوا‬
“Setiap bangsa hanya akan tegak selama masih terdapat akhlak, jika akhlak
telah hilang, maka hancurlah bangsa itu.”

4). Peranan Akhlakul Karimah Dalam Kehidupan.


Akidah yang kuat merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan
Islam. Kemudian syariah dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan
membuatnya semakin rimbun, tampak subur, teduh dan kian menjulang.
Sementara akhlak adalah buah yang akan dihasilkan oleh pohon yang
berakarkan akidah serta bercabang syariah dan berdaun ibadah. Pohon
yang baik, tentunya akan menghasilkan buah yang baik. Maka aqidah,
syariah serta ibadah yang mantab tentunya akan menghasilkan akhlak yang
mantab pula, yaitu Akhlakul Karimah.
Akhlak merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat mendasar
dan vital. Hal ini dibuktikan dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka
bumi ini yang tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat
manusia, sebagaimana tertuang dalam salah satu hadits Rasulullah saw
yang artinya:“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim). Selain itu, Rasulullah SAW
bersabda: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Berdasarkan hadits di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya akhlak
yang mulia bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun
bagi seluruh manusia.“dan tiadaklah Kami mengutus kamu, melainkan

7
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. QS. Al Anbiyaa: 107. Ayat ini
dikaitkan dengan hadits yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)
menyiratkan satu isyarat bahwa Rasulullah saw diutus untuk akhlak
manusia yang merupakan kunci untuk mendapatkan rahmat Allah swt.
Akhlak mulia menjadi salah satu perintah vital di dalam Al Quran yang
dilaksanakan dengan meneladani Rasulullah SAW. „Aisyah ra. ditanya
mengenai akhlaq Rasulullah saw, maka beliau menjawab “Akhlaq
Rasulullah adalah Al Quran”. (HR. Muslim).
Dunia ini adalah alam sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau
bahkan hewan dan tumbuhan untuk dapat saling berinteraksi dengan baik.
Dan itulah urgensi dari akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat
melahirkan kehidupan sosial yang tenteram tanpa “berantem”.
Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt
semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-
Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56.
Ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala
ketenteraman kehidupan pun ada. Ketenteraman hidup tentunya akan
sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu.
Nabi saw bersabda, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”.
Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak
mempunyai uang dan harta”. Beliau lalu menjelaskan, “orang yang
bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat
dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya. Namun ia pernah mencela
orang, mencaci orang, memakan harta orang, memukul dan menumpahkan
darah orang. Maka iapun harus memberikan pahala baiknya kepada orang-
orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua,
diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka iapun
dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak
beriman, Demi Allah tidak beriman”. Mereka bertanya, “Siapa ya Rasul?”.
Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari
keburukannya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad).
Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, fulanah terkenal rajin mengerjakan shalat, berpuasa dan
berzakat. Hanya saja, ia sering menyakiti tetangganya”. Rasul saw

8
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
menjawab, “Dia di neraka”. Lalu disebutkan ada seorang wanita yang
shalat, puasa dan zakatnya biasa saja tetapi ia tidak menyakiti tetangganya.
Maka Rasul saw menjawab, “Dia di surga”. Bagaimana mungkin seorang
yang rajin beribadah dapat masuk neraka, sementara yang biasa-biasa saja
masuk surga hanya karena yang rajin beribadah suka menyakiti
tetangganya sedangkan yang biasa-biasa saja tidak pernah menyakiti
tetangganya?
Mudah saja. Logikanya, seorang yang biasa menyakiti tetangganya
tentunya ia mempunyai hutang yang harus dibayar di akhirat. Bagaimana
jika hutang atau dosa kepada tetangganya itu ternyata jauh lebih besar
ketimbang amal ibadahnya? Tentu saja jawabannya adalah “Neraka”.
Yang harus kita ingat adalah, kita tidak pernah tahu bahwa keburukan
yang kita lakukan kepada sesama dan kita anggap sepele ternyata besar di
mata Allah swt karena meninggalkan luka yng teramat mendalam di hati
hamba-Nya. Sebaliknya, kita juga tidak pernah tahu manakala amalan
ibadah yang kita sangka sangat besar, ternyata sangat sepele bahkan tidak
bernilai di mata Allah swt karena berunsur riya‟ dan sebagainya.

5). Syarat-Syarat (kriteria) Akhlak


Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai akhlak jika ia memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut:
a) Dilakukan berulang-ulang. Jika dilakukan sekali saja atau jarang-
jarang maka tidak dapat disebut sebagai akhlak. Sebagai contoh: jika
seseorang tiba-tiba memberi hadiah kepada orang lain karena alasan
tertentu maka orang tersebut tidak dapat dikatakan berakhlak mulia.
b) Timbul dengan sendirinya, tanpa pikir-pikir atau ditimbang,
berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi kebiasan
baginya. Jika suatu perbuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan
ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa maka perbuatan itu
bukanlah pencerminan akhlak. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, 1993:102)

6). Sifat Akhlak Islami


Akhlak Islami bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, sifatnya tetap
(tidak berubah-ubah) dan ia berlaku untuk selamanya-lamanya. Sedangkan
etika dan moral hanya bersumber dari adat istiadat dan pikiran manusia, ia
hanya berlaku pada waktu tertentu dan di tempat tertentu saja, ia selalu
berubah-ubah seiring bergantinya masa dan kepemimpinan.

9
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013
Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos yang berarti
kebiasaan. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin,
mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Baik dan
buruk dalam pandangan akhlak adalah bergantung pada Al Quran dan
Hadits yang selamanya tidak akan pernah berubah. Sedangkan dalam
pandangan etika dan moral, baik dan buruk adalah bergantung kepada
adat istiadat dan pemikiran manusia yang masih berlaku di suatu waktu
dan tempat.

Kesimpulan
1) Kemuliaan akhlak adalah maklumat utama bagi ajaran Islam
sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw tentang tujuan
pengutusan beliau ke muka bumi:“Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari,
Baihaqi, dan Hakim) Berdasarkan pengertiannya, maka akhlak
bukanlah sesuatu yang ada dan melekat pada diri seseorang
dengan sendirinya, melainkan ditanam dan dilekatkan melalui
suatu usaha atau proses (pembiasaan).
2) Fungsi akhlakul karimah dalam kehidupan adalah sebagai buah
dari satu-satunya latar belakang diciptakannya manusia, yaitu
untuk beribadah (menyembah) kepada Allah swt. Karena akhlakul
karimah merupakan cermin dari berbagai aktivitas ibadah kepada
Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini maka ibadah
hanyalah sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki
nilai dan manfaat apa-apa.

Tugas modul 9:
1. Review modul ke sembilan ini
2. Kemukakan masing-masing contoh kasus aktual yang berkaitan dengan
sub bab di modul ini
3. Kajian /review pada modul ini lengkapi dengan referensi lain (buku-
buku akhlak, jurnal pendidikan Islam dan sumber-sumber lain yang
bersesuain)

10
Sri Haningsih; Ibadah Akhlak, revisi 04,Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai