Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbillalamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah tentang “Akhlak”.
Kami berterimah kasih kepada Bapak Irfan Zulfikar,M,ag Selaku dosen mata kuliah Aqidah
Akhlak dan teman-teman sekalian yang telah ikut membantu selesainya makalah ini.
Dengan selesainya makalah yang kami buat diharapkan dapat memberikan masukan yang
menambah pengetahuan pembaca. Semoga pembaca dapat memanfaatkan makalah ini
dengan sebaik-baiknya.
Karena makalah ini jauh dari kata sempurna, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk memperbaiki penyusunan makalah yang berikutnya. Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya etika, moral dan akhlak. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan
manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter
manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan
sesama makhluk. Ajaran-ajaran Akhlak sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah
‫ ﷺ‬dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang terdapat dalam beberapa ayat al-Qur’an
yang terdapat dalam Q.S Al-Ahzab : 21 yang artinya : “Sesungguhnya telah ada dalam diri
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ”. Dan juga dalam hadits Nabi ‫ﷺ‬
" Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian secara umum pengertian Akhlak,
perbedaan Akhlak, Moral serta Etika, Sumber-sumber Akhlak, Kedudukan Akhlak dalam
Islam, dan Hubudan Akhlak dengan Iman Dan Ikhsan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Akhlak dan Apa perbedaan Akhlak, Moral serta Etika?
2. Apa saja Sumber-sumber Akhlak
3. Bagaimana Kedudukan Akhlak Dalam Islam
4. Apa hubungan Akhlak dengan Iman dan Ihsan
C. Tujuan Pembelajaran
1. Untuk mengetahui Pengertian Akhlak dan Apa perbedaan Akhlak, Moral serta Etika
2. Untuk mengetahui Sumber-sumber Akhlak
3. Untuk mengetahui Kedudukan Akhlak Dalam Islam
4. Untuk mengetahui hubungan Akhlak dengan Iman dan Ihsan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Tujuan pokok dari ajaran Islam adalah membentuk Akhlakul Karimah (Akhlak yang
mulia). Kata Akhlak berasal dari kata bahasa Arab yaitu “Akhlaku” bentuk jamak dari kata
“Khalaqa” yang berarti Perangai, Tingkah Laku, Budi Pekerti atau Tabiat yang terbentuk
melalui suatu keyakinan atau ajaran tertentu .
Didalam Al-Qur’an makna perangai yang demikian dapat dipahami dari ayat ke 4 surah Al-
Qolam sebagai berikut :

Artinya : ”Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung ”.

Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan
bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan
perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Sedangkan sebagaian
ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa
seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan
mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.
Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke derajat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang
buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia.
Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang
akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya.

B. Perbedaan dan Persamaan Akhlak, Moral dan Etika

1. Perbedaan Akhlak, Moral, dan Etika


Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar
penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan
buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika
berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika
masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan
itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal,
sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam,
akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak
yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari.

Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya : “ Aku hanya diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad)
Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah
mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak
merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan
aqidah.

2. Persamaan Akhlak, Etika dan Moral

Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang dapat dipaparkan sebagai
berikut:

 Pertama, akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang
perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
 Kedua, akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar
martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika,
moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas
kemanusiaannya.
 Ketiga, akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata
merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan
potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi
positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan
lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu
menerus, berkesinambungan, dengan tingkat konsistensi yang tinggi.

C. Sumber-sumber Akhlak Dalam Islam


Sumber-sumber Akhlak dalam Islam ada 2, Yaitu :
1. Al-Quran
Al-Quran bukan saja satu kitab yang membicarakan masalah-masalah hukum Allah,
politik, pendidikan bahkan ia juga menyingkap bidang-bidang sosiologi khasnya
pembentukan syahsiah seseorang insan dalam sebuah masyarakat. Maka, sumber utama
rujukan ilmu akhlak ialah Kitabullah yang menghuraikannya secara terperinci dan jitu.
Perkataan al-akhlak menurut istilah al-lughah ialah kata jamak daripada mufradnya al-
khuluq. Dalam al-Quran terdapat dua ayat yang membawa lafaz khuluqun yang menepati
istilah akhlak, yaitu dalam surah Al-Qolam Ayat 4 “ Dan sesungguhnya engkau (wahai
Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung” dan surah Asy-Syu’ara ayat 137 “
Sesungguhnya ini (agama) tidak lain hanyalah kelakuan orang dahulu”. Berdasarkan ayat
pertama, akhlak membawa maksud keperibadian, syahsiah dan sifat-sifat yang merujuk
kepada perbuatan mulia. Manakala ayat kedua pula, perkataan khuluq itu merujuk kepada
kebiasaan dan tabiat manusia yang sememangnya dijadikan oleh Allah dengan memiliki
tabiat-tabiat tertentu yang menjadi kelaziman.
Akhlak yang disebut di dalam al-Quran merupakan ajaran-ajaran dan tingkah laku
yang baik, lebih tinggi kedudukannya daripada moral. Dua ayat di atas adalah sebahagian
kecil yang membincangkan tentang akhlak. Al-Quran adalah sumber utama penggalian
ilmu akhlak untuk memahami akhlak manusia.

2. Hadist
Hadist ialah sumber kedua Akhlak dalam Islam, di sinilah ajaran-ajaran Akhlak Islam
tersebar dengan jelasnya melalui amalan. Hadist menjelaskan bahwa orang yang berakhlak
ialah golongan yang beriman dan sifat-sifat dalam Akhlak seperti malu, sabar, kebersihan dan
sebagainya. Akhlak yang mulia adalah merupakan tanda dan hasil daripada iman yang
sebenarnya. Tidak ada nilai bagi iman yang tidak disertai oleh akhlak.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Sesungguhnya aku diutuskan hanyalah untuk menyempurnakan
akhlak yang baik”. Sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬pada Hadits yang lain : “Yang paling kucintai di
antara kamu ialah yang paling baik akhlaknya, yang mendapat pelindung adalah menyayangi
dan disayangi”. Dua Hadist tersebut menjelaskan bahawa Rasulullah s.a.w ialah sumber
rujukan akhlak di mana segala perkataan dan perbuatan termasuklah diamnya baginda
menggambarkan Akhlaknya.
AKHLAK SEBAGAI MODAL KEHIDUPAN SOSIAL
Sesuatu perbuatan dipandang baik oleh masyarakat umum atau dipandang buruk. Dimana
setiap orang dapat menilai sesuatu perbuatan itu perbuatan baik dan sesuatu perbuatan
lainnya itu buruk. Perasaan terhadap sesuatu perbuatan itu baik atau perbuatan sesuatu itu
buruk itu yang disebut moral sense. Umpamanya ada seseorang yang berbuat kasar terhadap
orang tua, orang akan menilai bahwa perbuatan itu adalah tidak baik. Demikian pula terhadap
perbuatan seperti; kikir, sombong, ujub takabur, aniaya, malas, dsb. Tetapi sebaliknya
seumpanya ada seseorang yang bersikap ramah tamah, sabar, rendah hati, dermawan, adil,
jujur, dan sebagainya, orang akan menilai bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang
baik dan terpuji. [4]
‫اَّلِذ يَن ُيْنِفُقوَن ِفي الَّسَّراِء َو الَّضَّراِء َو اْلَك اِظِم يَن اْلَغْيَظ َو اْلَع اِفيَن َع ِن الَّناِسۗ َو ُهَّللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِسِنين‬Artinya: ”(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran: 134)
Akhlak memang merupakan batas pemisah antara yang orang berakhlak dengan orang yang
tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah
seperti jasad yang tidak bernyawa.karena salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah SAW
ialah membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang
terdahulu.
Selain itu juga, akhlak ialah ciri-ciri kelebihan di antara manusia karena akhlak merupakan
simbol kesempurnaan iman, ketinggian takwa dan kealiman manusia yang berakal. Dalam hal
ini Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Orang yang sempurna imannya ialah mereka
yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan Hakim, Shahihul
Jaami’ No. 1230)
Kekalnya suatu ummah juga karena kokohnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya suatu
ummah itukarena lemahnya akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas dijelaskan dalam kisah-
kisah sejarah dan tamadun manusia melalui Al-Qur’an seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum
nabi Ibrahim, Bani Israel dan lain-lain. Ummah yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di
bawah keridhoan dan perlindungan Allah ialah ummah yang seperti pada zaman Rasulullah
SAW.
Tidak adanya akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan menyebabkan
manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga, yang tentunya hal seperti ini dapat
membawa kehancuran dari suatu negara. Pencerminan diri seseorang juga sering
digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan.
Allah SWT. telah menetapkan bahwa umat muslim adalah umat yang paling baik. Kebaikan
ini dikarenakan oleh adanya sifat akhlak yang baik yang telah tumbuh dalam umat muslim.
Sifat akhlak tersebut, secara umum telah dijelaskan dalam surah Āli ‘Imrān ayat 110:

‫ُك نُتْم َخْيَر ُأَّمٍة ُأْخ ِر َج ْت ِللَّناِس َتْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُروِف َو َتْنَهْو َن َع ِن اْلُم نَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهّلل َو َلْو آَم َن َأْهُل اْلِكَتاِب َلَك اَن َخْيرًا َّلُهم ِّم ْنُهُم‬
‫اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو َأْكَثُر ُهُم اْلَفاِس ُقوَن‬
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 110).
Tiga sifat-sifat akhlak tersebut diatas yang disebutkan pada ayat 110 Q.S.Ali Imran yaitu
keimanan kepada Allah SWT, memerintahkan kepada kebaikan (amar ma’rūf), dan mencegah
dari kemungkaran (nahi munkar). Kepercayaan dalam bentuk iman kepada Allah SWT akan
membangkitkan manusia untuk melakukan amal shaleh. Amar ma’rūf adalah cinta kepada
manusia. Sedangkan nahi munkar adalah menanggulangi keburukan dan menyempitkan jalan
bagi tumbuhnya keburukan dan kejahatan itu. Ini semua adalah puncak akhlak yang
baikAkhlak memang sangat penting karena merupakan asas yang telah dilakukan oleh
baginda Rasulullah SAW ketika memulai pembentukan masyarakat Islami. Sungguh akhlak
itu sangat penting artinya dalam kehidupan bermasyarakat, dapat dibayangkan seperti apa
jadinya bila suatu masyarakat tidak di bangun dengan asas akhlak yang mulia? Sungguh akan
terjadi suatu kehancuran pada masyarakat tersebut.
"Dan tujuan akhir dari akhlak, yaitu memutuskan diri kita dari cinta kepada dunia, dan
menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT. Maka, tidak ada lagi sesuatu yang
dicintai selain berjumpa dengan dzat illahi rabbi, dan tidak menggunakan semua hartanya
kecuali karenanya…". Dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazāli menempatkan kebahagiaan jiwa
seorang insan sebagai tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak. Kebahagiaan tertinggi dari
jiwa seseorang berarti mengenal adanya Allah SWT. tanpa adanya keraguan sedikitpun
(ma’rifatullah).
Allah SWT. merupakan sumber kasih sayang dalam setiap manusia dan kebenaran yang
memuaskan jiwa dan rohani. Setiap manusia yang berpegang teguh pada prinsip akhlak yang
baik akan mengupayakan hidupnya dengan bijak. Semua perbuatan dan amalnya diyakini
keterarahan kepada Allah SWT. yang telah menanamkan segala hal yang baik dalam ciptaan.
Dengan keseimbangan jiwanya, ia tidak membiarkan diri hanyut akan hal-hal bersifat
material sejauh hal itu bisa menambah kesempurnaan akhlak..َ1. Penanaman Pendidikan
Akhlak
Ada beberapa perkara yang menguatkan pendidikan akhlak dan meninggikannya. Ialah :
a. Meluaskan lingkungan pikiran, yang telah dinyatakan oleh “Herbert Spencer” akan
kepentingannya yang besar untuk meninggikan akhlak sungguh pikiran yang sempit itu
sumber beberapa keburukan, dan akal yang kacau balau tidak dapat membuahkan akhlak
yang tinggi. Kita melihat takutnya beberapa orang, disebabkan karena khurafat yang
memenuhi otak mereka, dan banyak dari suku bangsa yang biadab, berkeyakinan bahwa
keadilan itu hanya diwajibkan kepada orang-orang suku mereka, adapun kepada lainnya tidak
dikata lain bisa merampas harta mereka atau mengalirkan darah mereka.
b. Berkawan dengan orang yang terpilih. Setengah dari yang dapat mendidik akhlak ialah
berkawan dengan oranag yang terpilih, karena manusia itu suka mencontoh, seperti
mencontoh orang sekelilingnya dalam pakaian mereka, juga mencontoh dalam perbuatan
mereka dan berperangai dengan akhlak mereka. Seorang ahli filsafat menyatakan: “Kabarilah
saya siapa kawanmu, saya beri kabar kepadamu siapa engkau”. Maka berkawan dengan
orang-orang yang berani dapat memberikan ruh keberanian pada jiwanya orang penakut, dan
banyak dari orang pandai pikirannya, sebab cocok memilih kawan atau beberapa kawan yang
mempengaruhi mereka dengan pengaruh yang baik dan membangun kekuatan jiwa mereka
yang dahulu lemah.
c. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berpikiran luar biasa.
Sungguh perjalanan hidup mereka tergambar dihadapan pembaca dan memberi semangat
unruk mencontoh dengan mengambil tauladan dari mereka. Suatu bangsa tidak sepi dari
pahlawan, yang kalau dibaca tentu akan menimbulkan ruh yang baru yang dapat
menggerakkan jiwa untuk mendatangkan perbuatan yang besar. Dan banyak orang yang
terdorong mengerjakan perbuatan yang besar, karena membaca hikayatnya orang besar atau
kejadian orang besar yang diceritakan. Dan yang berhubungan dengan semacam ini ialah
perumpaan dan hikmah kiasan, yang banyak mempengaruhi kepada jiwa dan lebih dekat pada
pikiran.
d. Yang lebih penting memberi dorongan kepada pendidikan akhlak ialah supaya orang
mewajibkan dirinya melakukan perbuatan baik bagi umum, yang selalu diperintahkan
olehnya dan dijadikan tujuan yang harus dikejarnya sehingga hasil. Tujuan-tujuan ini banyak
dan orang dapat memilih menurut apa yang sesuai dengan keinginan dan persediaannya,
seperti menyelidiki pengetahuan atau mempertinggi satra syairnya atau usaha mengangkat
bangsanya dari arah perekonomian atau politik atau agama. Sudah semestinya tiap-tiap
manusia mempunyai bagian dari kepentingan umum, yang dicintai dan dikejarnya dengan
demikian tumbuhlah kecintaanya terhadap sesama manusia dan disini keutamaan mendapat
tanah yang subur. Dengan tidak ada bagian tersebut, ia hidup serba sempit karena hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri.e. Apa yang kita tuturkan didalam “kebiasaan”
tentang menekan jiwa melakukan perbuatan yang tidak ada maksud kecuali menundukkan
jiwa, dan menderma dengan perbuatan tiap-tiap hari dengan maksud membiasakan jiwa agar
taat, dan memelihara kekuatan penolak sehingga diterima ajakan baik dan ditolak ajakan
buruk.[5]
2. Konsep 7B dalam Meraih Kesuksesan yang Hakiki
Manusia yang berpegang pada prinsip akhlak akan mengupayakan hidupnya secara bijak.
Semua perbuatannya atau amalnya diyakini terarah kepada Allah yang telah menanamkan
segala yang baik dalam ciptaan-Nya. Kesuksesan yang hakiki akan dapat diraih jika
mengikuti konsep 7B, yaitu:
a. Beribadah dengan benar
b. Bertakwa dengan baik
c. Belajar tiada henti
d. Bekerja keras dan ikhlas
e. Bersahaja dalam hidup
f. Bantu sesama dan
g. Bersihkan hati selalu
Dengan tujuh konsep tersebut kita dapat mengimplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari dengan akhlak yang baik, maka kesuksesan akan dengan mudah kita dapat, baik
kesuksesan dunia maupun akhirat. Menguatkan nilai-nilai aqidah dan keimanan dalam jiwa.
E. Akhlak Terhadap Lingkungan
Selasa , 06 Sep 2016, 14:00 WIB
Red:
Membangun kesempurnaan akhlak mulia adalah misi utama Rasul Muhammad SAW. Ini
berarti akhlak menjadi inti dan tujuan agama Islam dan keluhuran akhlak menjadi landasan
penting bagi kehidupan manusia. Pemaknaan akhlak sebagai misi profetik tidak terbatas pada
nilai sopan santun terhadap orang tua atau orang yang patut dihormati.

Spektrum pemaknaan akhlak sekaligus mencakup tataran praksis yang tidak hanya ditujukan
kepada Allah SWT (hablun minallah) dan kepada sesama manusia (hablun minannas),
melainkan juga akhlak terhadap alam dan seluruh isinya.

Dalam konteks kebencanaan dan lingkungan hidup, implementasi akhlak terhadap alam dan
seisinya termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan menjadi niscaya untuk ditingkatkan. Ini
bukan berarti akhlak kepada Allah dan sesama manusia menjadi tidak penting, tetapi justru
kedua akhlak tersebut harus termanifestasi ke dalam akhlak terhadap alam dan seluruh isinya.

Kemunculan ayat-ayat kauniyah (bencana di berbagai belahan bumi) jelas menuntut


kesadaran serta kepekaan hati kita akan pentingnya meninggikan akhlak pada dimensi yang
ketiga, yaitu tidak membuat kerusakan di muka bumi (QS al-'Araf: 56). Begitu seriusnya
Alquran berbicara soal larangan tadi sehingga ayat semacam ini diulang 40 kali.Allah SWT
telah menunjukkan banyak bukti bahwa apabila alam diperlakukan semena-mena, dampaknya
tidak hanya menimpa manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga bisa berakibat fatal
terhadap makhluk lain, seperti tanah, batu, sungai, gunung, dan benda-benda tak bernyawa
lainnya sehingga ekosistem terganggu. Jika alam terganggu, bencana telah menjadi ancaman
serius yang akan kita hadapi.

Penerapan akhlak terhadap lingkungan merupakan peranti utama dalam kesiapsiagaan


menghadapi bencana yang akan mengancam tidak hanya pada jiwa tetapi juga harta,
kehormatan, dan keturunan bahkan agama. Karena alasan itulah tindakan mengantisipasi
ancaman mutlak dilakukan oleh setiap individu ataupun kelompok di dalam masyarakat demi
tercapainya kemaslahatan bersama.

Izin Allah SWT kepada manusia dalam memanfaatkan alam adalah demi kebaikan dan
kebahagiaan umat manusia. Oleh karena itu, pemanfaatan alam harus berdasarkan akhlak
yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

Dalam studi fikih lingkungan (fiqh al-bi'ah) yang dipelajari di pesantren dikenal dua konsep
utama terkait pelestarian dan pemanfaatan alam, yaitu ihya' al-mawat (menghidupkan tanah
yang mati) dan hadd al-kifayah (standar kebutuhan yang layak). Konsep pertama menunjuk
suatu pengertian bahwa jangan sampai ada sejengkal tanah yang dibiarkan tetap tidak
bermanfaat alias tidak ditanami tumbuhan yang dapat memberikan manfaat bagi
kehidupan.Menghidupkan tanah mati berarti mengupayakan supaya tanah tersebut kembali
produktif. Karena tanah yang gersang sangat rentan terhadap ancaman banjir dan longsor.
Apabila di lahan gersang ditanami pohon, tanah tersebut menjadi kuat dan mampu menyerap
air saat hujan sehingga tidak mudah banjir dan longsor.

Konsep yang kedua adalah hadd al-kifayah, yaitu menyangkut pengaturan pola konsumsi
manusia terhadap sumber daya alam berdasarkan standar kebutuhan yang layak (Ali Yafi,
2006). Harus ada keadilan distributif terhadap akses pemanfaatan sumber daya alam sehingga
tidak boleh ada monopoli.

Di sinilah arti pentingnya peran negara agar pemanfaatan sumber daya alam dapat diatur
menurut standar kebutuhan yang layak dan tidak boleh melenceng dari garis konstitusi.
Kontrol negara diperlukan agar pemanfaatan sumber daya alam tidak merusak alam dan
menimbulkan kesengsaraan hidup manusia.Perspektif hadd al-kifayah mengingatkan kita
akan peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi harus tetap berpegang teguh pada akhlak
terhadap lingkungan. Pengelolaan alam yang tidak berakhlak menyebabkan eksploitasi secara
besar-besaran yang ujung-ujungnya menimbulkan dampak negatif bagi bencana ekologis.
Dan tak jarang disusul oleh bencana sosial, yaitu derita hidup berkepanjangan berupa
kemiskinan struktural seperti dalam kasus bencana kegagalan teknologi dan mereka yang
tiba-tiba jatuh miskin bahkan harus meregang nyawa sia-sia karena terempas bencana alam
seperti banjir bandang dan longsor akibat penggundulan hutan dan illegal logging.

Islam sangat memperhatikan masalah kelestarian lingkungan, bahkan sebegitu pentingnya


sehingga menjadi tugas utama kekhalifahan. Oleh karena itu, sangat logis jika Rasul SAW
memberikan batasan yang tegas pada tiga hal pokok yang harus dilindungi dan diatur secara
adil oleh negara dan tidak boleh dimonopoli oleh individu maupun institusi di luar negara,
yaitu padang rumput, air, dan api (HR Ahmad dan Abu Daud).

Dalam konteks negara tropis, kebutuhan publik terhadap padang rumput dapat dipadankan
dengan kawasan hutan yang banyak menyimpan aneka keragaman hayati. Api dapat
dipadankan dengan sumber energi dan air mencakup pentingnya proteksi sumber daya air.
Statusnya menjadi common property yang menjadi hak setiap warga negara dan harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

Kiranya kedua konsep dalam studi fikih lingkungan tersebut masih layak untuk dijadikan
sumber rujukan dan bahkan harus dikembangkan seiring dengan perkembangan peradaban
dan dinamika sosial beserta kompleksitas masalah yang dihadapi saat ini. Kontekstualisasi
kedua konsep ini mutlak diperlukan agar fungsi dan tanggung jawab kekhalifahan manusia
untuk memakmurkan bumi demi kepentingan generasi berikutnya ini benar-benar dapat
dilaksanakan. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
F. Akhlak Berbangsa dan Bernegara
Akhlak berbangsa dan bernegara meliputi musyawarah, menegakkan keadilan, amar ma'ruf
nahi munkar, dan hubungan pemimpin dan yang dipimpin. Musyawarah adalah sesuatu yang
sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam masyarakat.
A. URGENSI KELUARGA DALAM HIDUP MANUSIA Secara sosiologis keluarga
merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri atas suami-isteri-anak. Pengertian
demikian mengandung dimensi hubungan darah dan juga hubungan sosial. Dalam
hubungan darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti,
sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat
oleh saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara satu
dengan lainnya tidak terdapat hubungan darah. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari
perspektif psikologis dan sosiologis. Secara Psikologis, keluarga adalah sekumpulan
orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota.
B. Akhlak Suami Istri
Oleh: Ali Akbar bin Agil
PROF. Dr. Sayyid Muhammad Al-Maliki, ulama besar dari kota
Makkah, dalam bukunya Adabul Islam Fi Nidzaamil Usrah,
mengetengahkan adab, etika, dan akhlak pasangan suami-istri dalam
berkeluarga. Dalam bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak
pergaulan baik dari pihak suami maupun istri. Keduanya sama-sama
memiliki kewajiban dan keharusan untuk menjadikan akhlak rumah
tangga nabi sebagai apedoman paripurna.
Bagi seorang suami hal pertama yang wajib diketahui dalam
mempergauli istri adalah mengedepankan sikap welas asih, cinta, dan
kelembutan.
Dalam Al-Qur`an, Allah berfirman;
‫َو َعاِش ُروُهَّن ِباْلَم ْعُروِف َفِإن َك ِر ْهُتُم وُهَّن َفَعَس ى َأن َتْك َر ُهوْا َش ْيئًا َو َيْج َعَل ُهّللا ِفيِه َخْيرًا َك ِثيرًا‬
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut, kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” (Qs. An-Nisa` : 19)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, seperti
diriwayatkan oleh Ibnu Majah,

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah
orang yang paling baik perlakuannya kepada keluargaku.”
Kedua, Sebagai seorang kepala keluarga, suami dianjurkan untuk memperlakukan
istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan menjauhkan diri dari sikap kasar.
Adakalanya seorang suami menjadi tokoh terpandang di tengah masyarakat, ia
mampu dan pandai sekali berlemah lembut dalam tutur kata, sopan dalam
perbuatan tapi gagal memperlakukan keluarganya sendiri dengan sikapnya saat
berbicara kepada masyarkat.
Ketiga, seorang suami sangat membutuhkan pasokan kesabaran agar ia tangguh
dalam menghadapi keadaan yang tidak mengenakkan. Suami tangguh adalah suami
yang tidak mudah terpancing untuk lekas naik pitam saat melihat hal-hal yang
kurang tepat demi cinta dan rasa sayangnya kepada istri.
Betapa sabarnya Rasulullah sebagai seorang suami dalam mengurusi para istrinya.
Begitu sabarnya, sampai-sampai sebagai sahabat beliau mengatakan, “Tidak
pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam.” (HR. Muslim).
C. Akhlak Anak Terhadap Orang Tua
Rusdi El Umar, Alumnus PP Annuqayah Rusdi El Umar, Alumnus PP Annuqayah
7 bulan ago

393 kali dibaca


Perhatian Islam terhadap etika seorang anak kepada orang tua sangat jelas. Di dalam Al-
Quran, Hadis, maupun fatwa ulama terkait bakti seorang anak terhadap orang tua sudah
sangat sharih (jelas, terang, nyata). Bahwa, seorang anak harus (wajib) berbakti kepada
kedua orang tua. Hal ini tentu memiliki alasan tersendiri, karena orang tua merupakan
asal dari lahirnya generasi berikutnya, yaitu anak, si buah hati.

Belum lama ini viral di media pemberitaan, media sosial, dan diskusi-diskusi publik
bahwa ada anak yang tega “membuang” ibunya, menyerahkannnya kepada panti jompo.
Adalah Trimah, seorang ibu yang berumur lanjut (69) asal Magelang, Jawa Tengah. Ibu
“malang” ini diserahkan ketiga anaknya kepada Yayasan Panti Jompo di Griya Lansia
Husnul Khatimah Wajak, Kabupaten Malang. Sebenarnya ibu yang telah berjasa merawat
ketiga anaknya hingga dewasa ini tidak ingin tinggal di panti jompo. “Di sini betah, tapi
berharap segera dijemput,” begitu kata Trimah kepada detikcom ditemui di Griya Lansia,
Sabtu (30/10/2021).

Advertisements

Semarak Literasi duniasantri


Sehubungan dengan sikap durhaka seorang anak terhadap orang tua sudah ada sejak masa
awal. Bahkan di masa Rasulullah saw pun pernah diriwayatkan bahwa ada seorang anak
(Ikrimah) yang durhaka kepada ibunya. Hingga kemudian Rasulullah saw berharap ibu
Ikrimah tersebut mengampuni kesalahan anaknya. Semula ibu Ikrimah enggan untuk
memaafkan anaknya. Namun ketika Rasulullah saw hendak membakarnya, karena
Ikrimah dalam keadaan antara hidup dan mati (naza’ berkepanjangan) akhirnya hati
seorang ibu pun luluh. Ibu Ikrimah memaafkannya dan tidak lama kemudian, Ikrimah pun
menemui ajalnya.

Itu kisah di zaman Rasulullah saw masih hidup. Belum lagi kisah-kisah lainnya
(mendekati legenda?), seperti kisah Malinkundang, Sangkuriang, dan lain sebagainya
yang dapat dijadikan peringatan bahwa durhaka kepada orang tua akan berakibat fatal
baik di dunia maupun di akhirat. Jadi dalam Islam ditegaskan bahwa seorang anak harus
patuh kepada kedua orang tuanya, selama mereka dalam kebaikan. Begitu juga harus
terus berbakti dengan cara yang paling menyenangkan hati kedua orang tua.
Tidak hanya anak yang memiliki kewajiban terhadap orangtua. Orangtua pun memiliki
tanggung jawab yang besar dan kewajiban terhadap anak yang harus dilakukan, sehingga
orangtua tidak dapat berbuat bebas kepada anaknya.

Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana disebutkan dalam kitabnya


berjudul Al-Adab fid Din (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, halaman
444) setidaknya ada lima (5) adab orangtua terhadap anak-anaknya sebagai
berikut:

Artinya: “Adab orang tua terhadap anak, yakni: membantu mereka berbuat
baik kepada orang tua; tidak memaksa mereka berbuat kebaikan melebihi
batas kemampuannya; tidak memaksakan kehendak kepada mereka di saat
susah; tidak menghalangi mereka berbuat taat kepada Allah SWT; tidak
membuat mereka sengsara disebabkan pendidikan yang salah.”

kutipan diatas dapat diuraikan kelima adab orang tua kepada anak-anaknya
sebagai berikut:
1. Membantu anak-anak bersikap baik kepadanya
Sikap anak kepada orangtua sangat dipengaruhi sikap orangtua terhadap
anaknya, terlebih lagi anak-anak cenderung meniru perbuatan
orangtuanya. Ketika orangtua berbuat baik kepada anak mereka,
sesungguhnya orangtua juga sedang mendidik anak-anak mereka untuk
menjadi anak yang baik pula.

2. Tidak memaksa anak-anak berbuat baik melebihi batas kemampuannya


Memahami psikologi anak merupakan hal yang penting bagi orangtua.
Tidak bijak jika orang tua memaksakan kehendaknya terhadap anak
mereka. Misalnya terus mendesak anak agar mendapat peringkat satu di
kelas, padahal kemampuannya kurang mendukung. Biarkan anak-anak
menjalani kehidupannya sesuai dengan fase-fase perkembangan mereka.3.
Tidak memaksa anak-anak saat susah
Seperti orang dewasa, anak-anak juga bisa merasakan susah, misalnya saat
kehilangan sesuatu yang menjadi kesayangannya. Pada saat itu seharusnya
orangtua dapat memahami psikologi anak dengan tidak menambahi beban
mereka. Justru seharusnya orangtua menghibur dan membesarkan hati
anaknya, bahwa Allah akan mengganti sesuatu yang hilang dengan sesuatu
yang lebih baik.4. Tidak menghalangi anak-anak untuk berbuat taat kepada
Allah SWT
Orangtua dilarang menghalangi anak-anak ketika mereka bermaksud
melakukan ketaatan kepada Allah SWT, misalnya, berlatih puasa sunah
Senin-Kamis. Tetapi memang orangtua perlu memberi arahan bahwa
beberapa orang diperbolehkan tidak berpuasa misalnya, ketika kondisi
anak sedang sakit. Tapi orangtua tetap harus menjelaskan bahwa puasa
Ramadhan memang harus diganti apabila ditinggalkan, sedang puasa
sunnah tidak harus diganti.5. Tidak membuat anak-anak sengsara
disebabkan pendidikan yang salah
Mendidik anak sebaik-baiknya merupakan salah satu kewajiban terbesar
orangtua. Apabila orangtua tidak cukup membekali anak dengan ilmu dan
ketrampilan yang diperlukan dan malahan memanjakannya, dapat
membuat anak sengsara dalam hidupnya. Anak jadi bodoh dan tidak
mandiri dalam banyak hal sehingga tidak bisa menolong dirinya sendiri
apalagi orang lain.

Demikianlah nasihat Imam Al-Ghazali kepada para orang tua agar


memahami dan mengamalkan adab-adab kepada anak-anaknya. Sehingga
orang tua tidak salah kaprah dalam mendidik anaknya dengan baik.
Semoga bermanfaat.
Smpit Ar-Rudho adalah sekolah islam yang insyaallah bisa melahirkan
putra/putri serta mengantarkan siswa dan siswi menjadi anak-anak yang
sholeh dan sholeha serta memiliki akhlak yang mulia.

D. Membangun Keluarga Sakinah

Cita-cita utama seseorang ketika memutuskan untuk berumah tangga


adalah membangun keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Dalam
balutan kebahagian dan keharmonisan sesuai tuntunan Islam, diharapkan
rida Allah tak putus tercurah.

Membangun keluarga utuh dan langgeng umumnya tidak mudah. Butuh


perjuangan, istikamah, dan keikhlasan untuk mencapainya. Namun bagi
kaum beriman, sesungguhnya Allah telah menunjukkan jalan untuk
mencapai itu. Allah berfirman:Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari
padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS An-Nisa: 21).iNews TV
Home Music Film Health Indeks Seleb Muslim
Lifestyle Seleb Detail Berita
7 Tips Membangun Keluarga Sakinah, Nomor 6 Mudah tapi Sering
Dilupakan
Tri Hatnanto
Sabtu, 09 Juni 2018 - 13:51:00 WIB
7 Tips Membangun Keluarga Sakinah, Nomor 6 Mudah tapi Sering
Dilupakan
Cahaya Hati Indonesia Ramadan yang disiarkan langsung iNews pada
Sabtu (9/6/2018) akan membahas tentang cara membangun keluarga
sakinah. (Foto: iNews).
JAKARTA, iNews.id – Cita-cita utama seseorang ketika memutuskan
untuk berumah tangga adalah membangun keluarga sakinah, mawaddah
dan warahmah. Dalam balutan kebahagian dan keharmonisan sesuai
tuntunan Islam, diharapkan rida Allah tak putus tercurah.

Membangun keluarga utuh dan langgeng umumnya tidak mudah. Butuh


perjuangan, istikamah, dan keikhlasan untuk mencapainya. Namun bagi
kaum beriman, sesungguhnya Allah telah menunjukkan jalan untuk
mencapai itu. Allah berfirman:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.” (QS An-Nisa: 21).

Tak dimungkiri dalam perjalanan rumah tangga banyak onak dan duri.
Kesalahpahaman atau ketidakcocokan sedikit saja bila tak dikelola dengan
baik dapat menjadi pemantik bara yang bisa berujung pada rusaknya
hubungan di antara suami dan istri.

Islam mengajarkan banyak sekali cara merenda keluarga sakinah,


mawaddah, warahmah tersebut. Berikut 7 di antaranya:

1. Memilih pasangan yang tepat atau sesuai kriteria.

2. Terpeliharanya komunikasi yang baik agar tumbuh rasa saling


percaya, pengertian, dan menghargai.

3. Mengisi hari-hari dalam keluarga dengan penuh kasih-sayang.

4. Menjalankan kewajiban masing-masing dengan penuh tanggung


jawab.

5. Keluarga dibangun dengan pondasi agama dan semata-mata untuk


ketakwaan kepada Allah.

6. Tak pernah berhenti bersyukur.

7. Baik suami dan istrik harus tertanam sikap untuk saling setia.

E. Larangan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Berbicara mengenai kekerasan dalam rumah tangga bak fenomena gunung


es yang tampak dilautan. Istilah tersebut mengungkapkan angka kasus
kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan tidak sebanding dengan
kekerasan dalam rumah tangga yang belum dilaporkan. Hal itu diakibatkan
ketidakmampuan atau ketakutan korban untuk melaporkan kekerasan yang
dialaminya. Tips Hukum hari ini akan mengulas tentang larangan
kekerasan dalam rumah tangga.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, KDRT adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.

Lingkup rumah tangga meliputi suami, isteri, dan anak dan orang-orang
yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, serta yang menetap dalam rumah tangga seperti pembantu
rumah tangga dapat dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka
waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan untuk mencegah


segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, melindungi korban
kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah
tangga, serta memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan
sejahtera.

Adapun larangan kekerasan dalam rumah tangga dapat dilihat dalam Pasal
5 – 9 UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang pada
intinya "Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan
fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah
tangga."

Anda mungkin juga menyukai