Anda di halaman 1dari 22

Persoalan Hidup Dan Kerja, Islam

Dan Masalah Jabatan

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Hikmah Atika Sari (032101383)


2. Selni Afartin (032101356)
3. Maalimut Tanzil Fuas (032101335)
4. Dian Salsa Ezrawati (032101393)
5. Aynun Sakinah (032101347
6. Sukmawati (032101393)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKUKTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
TAHUN AJARAN
2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi saya sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.

Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Baubau, 28 maret 2022

Kelompok 5

i
ii
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................2

PENDAHULUAN.....................................................................................................................2

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................2

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

A. Islam dan Persoalan Hidup dan Kerja............................................................................3

1. Hakekat hidup dan kerja............................................................................................3

2. Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja..................................................5

3. Akhlak dalam bekerja................................................................................................6

4. Keharusan Profesionalisme Dalam Bekerja...............................................................7

B. islam Maslah Harta dan Jabatan.....................................................................................8

1. Harta dan jabatan sebagai amanaah dan karuniah Allah...........................................8

2. Kewajiban mencari harta.........................................................................................10

3. Pendaya gunaan harta dan jabatan dijalan Allah......................................................11

BAB III....................................................................................................................................13

PENUTUP................................................................................................................................13

A. Kesimpulan..................................................................................................................13

B. Saran.............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kebutuhan
ekonomi, seperti kebutuhan makan, minum, handphone, tas, rumah,
kendaraan dan lain sebagainya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut kita
harus bekerja. Agama Islam yang berdasarkan Alquran dan Hadis sebagai
tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya
mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam
memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja. Padahal
dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja
yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan
dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang
telah ditetapkan Alquran dan Hadis. Dalam makalah ini akan membahas
tentang hakekat hidup dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin
bekerja, akhlak dalam bekerja, keharusan profesionalisme dalam bekerja.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana hakekat hidup dan kerja dalam Islam?
2. Seperti apa rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?
3. Bagaimana akhlak dalam bekerja menurut Islam?
4. Bagaimana keharusan profesionalisme dalam bekerja menurut Islam?
5. Bagaimana cara mensyukuri harta dan jabatan sebagai amanah dan karuia
Allah SWT!

iv
6. Bagaimana kewajiban mencari harta?
7. Bagaiaman sikap terhadap harta dan jabatan ?
8. Bagaimana pendayagunaan harta dan jawaban dijalan Allah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Persoalan Hidup dan Kerja


Hakekat hidup dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin
bekerja, akhlak dalam bekerja, keharusan professionalisme dalam bekerja.

1. Hakekat hidup dan kerja


Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai
potensi yang membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Qur’an ,
nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung
serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan. Allah swt.
Katakana dalam surat al-Syams ayat 7-8“Demi Nafs serta penyempurnaan
ciptaanny, Allah mengilhamkan kepadanya kejahatan dan ketaqwaan”. Allah
mengilhamkan, berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs dapat
menangkap ma’na baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk
melakukan kebaikan dan keburukan.
Meskipun nafs berpotensi positif dan negative, namun diperoleh pula
isyaratka bahwa pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada
potensi negetifnya. Hanya saja daya Tarik keburukan lebih kuat dari daya
tarik kebaikan. Untuk itu manusia dituntut agar memelihara kesucian nafsnya.
Firman Allah dalam surat al-Syams ayay 9-10.”sungguh beruntunglah orang-
orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang yang
Mengotorinya”Kecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan dipahami dari

v
isyarat ayat, misalnya terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286
“ Allah tidak membebani seseorang, tetapi sesuai dengan kesanggupan nya.
Nafs memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan
memperoleh siksa dari apa yang diusahakannya”Selain nafs, dalam diri
manusia juga terdapat qalb yang sering diterjemahkan hati. Seperti
dikemukakan di atas, bahwa nafs ada dalam diri manusia, qalb pun demikian,
hanya saja qalb yang merupakan wadah dipahami dalam arti alat,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 179 “mereka mempunyai
qalb, tetapi tidak digunakan untuk memahami”. Selain kata qalb,dalam al-
qur’an juga terdapat kata fu’ad, seperti dalam firman-Nya dalam surat al-Nahl
“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu maka Dia memberimu (alat) pendengaran, (alat) penglihatan serta
hati, agar kamu bersyukur (mempergunakannya memperoleh
pengetahuan)”Kemudian manusia juga memiliki ruh, sebagaimana firman-
Nya dalam surat al-Isra’ ayat 85 “ Dan mereka bertanya kepadamu tentang
ruh, katakanlah Ruh adalah urusan Tuhanku, kamu tidak diberi ilmu kecuali
sedikit” Ada yang berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa, tetapi apa
bedanya manusia dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain ?. Dalam
surat al-mu’minun dijelaskan bawa dengan ditiupkannya ruh, maka
menjadilah makhluk ini khalq akhar (makhluk yang unik), yang berbeda
dengan makhluk lain. Karena manusia memiliki ruh lah ia mudah menerima
wahyu dari Allah swt.
Mempelajari wahyu dikatakan santapan rohani, bukan santapan nyawa.
Manusia berpotensi mendapatkan hidayah Karena mempunyai roh.Selain
memiliki nafs, qalb, dan ruh manusia juga memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-
qur’an menggunakan bentuk kata kerja masa kini dan lampau. Dari segi
bahasa, kata ini dapat diartikan tali pengikat, penghalang. ‘Aql merupakan
sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam
kesalahan atau berbuat dosa.

vi
Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151 “…” dan janganlah
kamu mendekati perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali demi
kebenaran, itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu ber’aqal (dapat
memahaminya)” Menurut Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup,
Islam sangat memuliakan ‘aql, maka dari itu Islam adalah agama yang
menjunjung tinggi “aql. Orang yang dapat menempatkan dirinya merasa
terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya, maka itulah
sebenarnya orang-orang yang ber’aqal.
Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat menggunakan
‘aqalnya jauh dari perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah,
hatinya jadi tentram sehingga dirinya terkendali kejalan yang diredhai Allah,
terhindar dari langkah-langkah syetan yang buruk Demikianlah hakekat
hidup manusia dengan berbagai potensi yang terdapat dalam dirinya untuk
melaksanakan pekerjaan.

2. Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja


Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abu bakar siddiq berkata
“aku benci orang berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik kerja untuk
dunia atau untuk kepentingan di akherat kelak”Dalam hal ini khalifah umar
sangat menghargai dan menyenangi orang yang rajin bekerja dan beraktifitas
Sebagai muslim yang ta’at, Umar selalu mendorong umat Islam untuk
memiliki semangat bekerja dan beramal, serta menjauhkan diri dari sifat
malas.
Rasulullah bersabda “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah
pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan
dikendalikan orang lain. Dan akau berlindung kepada-Mu dari siksa kubur,
dan dari fitnah (ketika hidup dan mati). (H.R Bukhari dan Muslim)Orang

vii
muslim yang akan berhasil dalam hidupnya adalah kemampuannya
meninggalkan perbuatan yang melahirkan kemalasan/tidak produktif dan
digantinya dengan amalam yang bermanfa’at. Sabda Rasulullah Saw. Dari
Abu hurairah“ Sebaik-baik Islamnya seseorang adalah meninggalkan
perbuatan yang tidak bermanfa’at” (HR. Tarmizi).
Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki
yang halal dan memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat
sebagai ibadahnya kepada Allah swt. Firman-Nya :“Apabila shalat telah
ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (al-Jmu’ah:
10)Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari ibadah,
makaaplikasi dan implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh
akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika profesi. Etika/akhlaq
yangmencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah, futhanah, amanah
dan tablig. Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim yang
akan mendapat kasih sayang dari Allah swt. Adalah apabila orang itu jauh
dari sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfa’at, rajin
bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa semua aktifitas yang
dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Swt.

3. Akhlak dalam bekerja


Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka
pikirannya kepada keindahan ciptaan Allah.
Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala urusan dunia
dan kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya, senantiasa
berzikir dan tawakal kepada-Nya. “ sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang bertawakal ( yaitu) orng-orng yang mengingatAllah sambil

viii
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi ( sambbil berkata) Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sis-sia, maha suci Engkau, maka
peliharalah kami dari api neraka” (Ali Imran ayat 190-191)
Dalam bekerja dia tulus danpatuh kepada Allah dalam keadaan
bagaimanapun, tidak boleh melampai batas, selalu ta’at mengikuti bimbingan
Allah meskipun tidak sesuai dengan keinginannya. Dia bertanggung jawab
menjalankan kewajiban pekerjaan yang telah ditetapkan untuknya. Bila ia
mendapatkan kendala, segera mencari penyebabnya dan siapmemikul semua
konsekwensinya.
Dia memahami sabda Rasul Saw. “Betapa indahnya urusan orang Islam.
Seluruh urusan (kerjanya) adalah baikbagi dirinya. Jika ia mengalami
kemudahan, ia bersyukur, dan yang demikian itu baik bagi dirinya, jika ia
mengalami kesulitan , ia menghadapinya dengan sabar dan tabah, dan itupun
juga baikbagi dirinya (HR. Bukhari).
Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan selalu
bersyukur, ketika menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar . Mudah dan sulit
baginya sama, karena semua itu adalah untuk menguji kekuatan imannya.
Pada sa’atnya ia mendapatkan kesalahan dalam bekerja, menyimpang dari
ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera bertobat, segera ingat akan
Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan memohon ampun atas
kekeliruannya.
“Sesungguhnya orang-orang yangbertaqwa bila dalam dirinya timbul
perasaan was-was dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka waktu
itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (al-A’raf :201) Demikianlah
akhlak seorang muslim dalam bekerja.

ix
4. Keharusan Profesionalisme Dalam Bekerja
Profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang
pekerjan yang menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh
seseorang yang memang ahlinya, tentu akanmendapatkan hasil yang bermutu
dan baik. Sebaliknya suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang yang
bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang tidak bermutu dan bahkan
akan berantakan. Sabda Rasul Saw. “Bila menyerahkan suatu urusan kepada
yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun
pekerjaannya, kalau ingin mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik, maka
dia harus profeisinal / ahli dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya
itu.
Ahli dalam bekerja, berarti menguasai ilmu pengetahuan yang
berhubungan lansung dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja
dalam dunia pertanian, tentu dia harus bereilmu tentang tanaman, pemupukan,
pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti, memahami dan menghayati secara
mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya dalam pertanian.
Sifat kreatifits dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi
yangbermanfa’at tentang pertanian akan muncul dalam dirinya.
Tentunya kreatif dan inovatif hanya mungkin akan dimiliki manakala
seseorang selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan,
peraturan, dan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan apapun bentuk
pekerjanya.
Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu
keguruan, jangan setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang profesi
keguruan sampai akhir hayatnya.

x
Firmam Allah dalam al-Baqarah : 208 ”Hai orang yang beriman,
masuklah kamu kedalam kedamaian /Islam secara menyeluruh, dan janganlah
kamu ikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah musuhmu yang
nyata”. Tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas apapun yang dilakukan
menuntut pelakunya untuk berilmu secara mendalam dan menyeluruh
(kaffah) sesuai dengan profesinya.
Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya kedalam wadah
islam secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya berada dalam wadah
islam /kedamaian. Ia damai dengan dirinya, keluarganya, seluruh manusia,
binatang, tumbuh tumbuhan dan alam raya semuanya. Wadah Islam secara
menyeluruh yang dimaksud juga penguasaan ilmu islam secara menyeluruh
sehingga mampu melaksanakan aktifitas islam dengan berkualitas dan
bermutu.

B. islam Maslah Harta dan Jabatan

1. Harta dan jabatan sebagai amanaah dan karuniah Allah


Harta atau al maal menurut Wahbah Zuhaili, di definisikan sebagai
segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki
manusia dengan sebuah upaya baik itu berupa zat maupun manfaat. Menurut
Hanafiyah, al maal adalah sesuatu yang mungkin dimiliki, disimpan dan
dimanfaatkan. Pendapat Mayoritas Ulama, al maal adalah segala sesuatu yang
memilki nilai dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk
menanggung atau menggantinya
Dalam Al-Qur’an bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surat
AL Kahfi: 46 dan surat An-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia
terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan,
maka kebutuhan manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang mendasar.
Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia
terhadap harta dibatasi oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewjiban manusia

xi
mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadahlainnya.
Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran
bersama, pelaksanannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya.
Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya
mendapat imbalan yang wajar, masyarakat tidak boleh mengganggu dan
melanggar kepentingan pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan
mayarakat, karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya,
maka pemilik boleh untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain,
misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang
diemban. Semua orang yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu atau
terhormat dalam setiap lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya
jabatan.
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik
yang menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun
yang menunjukkan keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan
sebagainya.
Dalam surat Al-Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang
tidak beriman itu di akhirat kelak akan mengatakan bahwa lepas sudah
jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki). Hakikat harta dan dan jabatan
adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut sebagai amanah Allah
karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata karena
kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga
sejatinya bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga
buat kemaslahatan orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka
harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar,
sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT.

xii
Itu sebabnya maka Al-Qur’an dan hadis selalu mengingatkan bahwa harta itu
juga merupakan cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah pada Surat Al-Anfal
ayat 28:

‫َو اْعَلُم وا َأَّنَم ا َأْم َو اُلُك ْم َو َأْو اَل ُد ُك ْم ِفْتَنٌة َو َأَّن َهَّللا ِع ْنَد ُه َأْج ٌر َع ِظ يٌم‬
“Dan ketahuilah, bahwahartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lahpahala yang besar”.
Juga Firman Allah pada Surat At-Taghabun ayat 15:
‫ِإنَم ا َأْم َو اُلُك ْم َو َأْو اَل ُد ُك ْم ِفْتَنٌة َو ُهَّللا ِع ْنَد ُه َأْج ٌر َع ِظ يٌم‬
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anak muhanyalah cobaan (bagimu): di sisi
Allah-lahpahala yang besar”.
Sehubungan dengan hal itu, maka harta dan jabatan adalah karunia
Allah yang sangat baik buat manusia, tetapi manakala tidak dapat dijaga dan
dipelihara dengan baik, maka ia akan menjadi fitnah dan bencana.
Harta dan jabatan yang halal serta digunakan dengan baik akan membawa
manfaat dan barokah, sedangkan harta dan jabatan yang disalahgunakan atau
diperoleh dengan tidak halal akan menjadi fitnah bahkan musibah.
Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda:
‫ديث عمرو بن‬n‫) من ح‬17763( " ‫نده‬n‫فقد قال َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم فيما رواه اإلمام أحمد في "مس‬
‫العاص رفعه "نعم المال الصالح للرجل الصالح" وإسناده صحيح‬.
Rasul bersabda :Sebaik baik harta yang solehadalah yang dimilikioleh orang
yang soleh. HR Ahmad dan IbnuHibban. (Musnah Ahmad 29/16 hadits 17763
dan sohihIbnuHibban 8/6) Dijelaskan bahwa hadits ini adalah sohih.

2. Kewajiban mencari harta


Tidak dapat diingkari bahwa harta sangat berguna buat manusia,
bahkan bukan hanya untuk kehidupannya di dunia, tetapi juga untuk
kepentingan di akhirat. Kepentingan di dunia maksudnya seperti untuk makan,
minum, pakaian, rumah tempat tinggal, biaya pengobatan, pendidikan dan

xiii
sebagainya. Sedangkan kepentingan akhirat maksudnya seperti untuk bisa kita
berinfak, berzakat, berwakaf, menunaikan ibadah haji dan sebagainya.
Oleh sebab itu manusia diperintahkan untuk bekerja keras atau berusaha
dalam rangka mencari harta buat kebahagiaannya dunia akhirat. Hal ini antara
lain difahami dari Firman Allah pada Surat Al-Mukminun ayat 3 dan 4 yang
berbunyi:
Artinya:
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tiadaberguna”
“Dan orang-orang yang menunaikan zakat”
Dan Firman Allah pada Surat Al-Qashash ayat 77 yang berbunyi:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeriakhirat, dan janganlahkamumelupakanbahagianmudari
(kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telahberbuatbaik, kepadamu, dan janganlahkamuberbuatkerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuatkerusakan.”
3. Sikap terhadap harta dan jabatan
Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan Amanah dari allah
SWT, maka kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita
wajib berupaya dan berusaha mencarinya karena harta merupakan kebutuhan
kita sebagai bahagian dari modal hidup, namun bukan demikian halnya
tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena itu kita tidak
harus ambisus untuk memperolehnya.
Bagi yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai visi misi
yang maslahat kelak dalam jabatannya, maka boleh meminta jabatan, dengan
ketentuan bahwa ia juga tidak boleh terlalu percaya akan keahliannya,
sebaliknya jabatan atau menjaga amanah bagi yang tidak punya kompetensi
atau keahlian, oleh Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan bodoh,

xiv
sebagaimana Firman allah pada Surat Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat Al-
Ahzab ayat 72 :
”Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih Dia sebagai
orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan
Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang
berkedudukan Tinggi lagi dipercayai pada sisi kami".
”Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Al-Ahzab ayat 72 yang Artinya
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. SesungguhnyamanusiaituAmatzalim dan Amatbodoh”.

3. Pendaya gunaan harta dan jabatan dijalan Allah


Sehubungan dengan itu, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan
bahkan didayagunakan di Jalan alah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh
tanggung jawab dan sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Harta
misalnya hendaklah digunakan selain untuk kemaslahatan kehidupan duniawi,
juga harus digunakan sebagai infak atau belanja untuk akhirat.
Sebagaimana Firman Allah pada Surat Al-Munafiqun ayat 10 :
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia
berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku
sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku
Termasuk orang-orang yang saleh?"
Apabila harta telahd ibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya
akan mengalir terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen,

xv
terutamabila yang dibelanjakanitubertahan lama zatnyaatau yang
disebutsebagaiwakaf, ini sesuaidengansabdaNabiSAW yang berbunyi:
‫ اْنَقَطَع َع َم ُلُه ِإاَّل‬، ‫ " ِإَذ ا َم اَت اِإْل ْنَس اُن‬: ‫ َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬،‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه‬
‫ َأْو َو َلٍد َص اِلٍح َيْد ُعو َلُه "[تعليق المحقق] إسناده صحيح‬،‫ َأْو َص َد َقٍة َتْج ِر ي َلُه‬،‫ ِع ْلٍم ُيْنَتَفُع ِبِه‬:‫ِم ْن َثاَل ٍث‬
Artinya:
Dari Abu Hurairahra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah
meninggal dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu:
Ilmu yang dimanfaatkan, sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh
yang mendoakan untuk kebaikannya. HR Ad-Darimi dan tirmidzi.
(SunanDarimi 1/462 dan sunan tirmidzi 3/53..Sanadnya sohih.)
Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di hari
akhirat kelak jabatan itu akan dipertanggung-jawabkan, sebagaimana firman
Allah SWT dalam Surat Al-Israk ayat 13 dan 34 yang artinya :
“Dan tiap-tiap manusia itutelah Kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya
pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.

xvi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik
kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang
mendapat dukungan sosial dan individu itu sendiri. Manusia diwajibkan untuk
berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak menurunkan harta benda, iptek dan
kekuasaan dari langit melainkan manusia harus mengusahakannya sendiri.
Manusia harus menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi bagi setiap
muslim. Kemandirian atau ketidak ketergantungan kepada belas kasihan orang
lain ini mengandung resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja keras. Dan syarat itu
adalah memahami konsep dasar bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan
pemahaman ini, maka akan terbangun etos kerja yang tinggi.
Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri
dan keluarga, dan memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung
tinggi nilai kerja, tetapi Islam juga memberi balasan dalam memilih jenis
pekerjaan yang halal dan haram. Dari pembahasan ini kita dapat menarik
kesimpulan bahwa harta dan jabatan merupakan dua hal yang yang akrab dalam
kehidupan kita sehari-hari, juga saling berhubungan satu sama lain. Harta dapat
membuat orang punya jabatan, sebaliknya jabatan kadang-kadang dikejar orang
untuk memperoleh harta. Sebagai “diin Allah” yang nenjadi rahmat bagi semesta
alam sudah barang tentu Islam memiliki perhatian yang sangat serius dan
mempunyai tata aturan yang jelas mengenai harta dan jabatan. Harta dan jabatan
dapat mengantarkan seseorang kepada kemuliaan, tetapi dapat pula membuat

xvii
seseorang menjadi hina. Tergantung bagaimana manusia itu memandang dan
menyikapinya.

B. Saran

Bekerja dengan sunguh-sunguh merupakan mencirikan seorang muslim yang


taat kepada Allah Swt. Allah tidak merubah nasib suatu kaum selain kaum itu
merubah nasibnya sendiri, kehidupan kita tidak terlepas dari kebutuhan-
kebutuhan sandang dan pangan. Untuk memperoleh itu semua kita harus bekerja
untuk memperoleh kondisi ekonomi yang baik, Islam sudah memberikan
penjelasan bagaimana cara bekerja secara sungguh-sungguh dan professional.
Marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan rahmat dan
ridho Allah Swt dan memperoleh rezeki yang halal.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002,
hlm. 2-26.
Prof. Dr. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Jiwa dan Semangat Islam, Gema Insani
Press, Jakarta, 1992, hlm. 36-38.
Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq, Solo,
1992, hlm. 18-20
KH. Toto Tasmara, Ibid, hlm. 73-139.

http://reza-rahmat.blogspot.co.id/2012/06/kedudukan-harta-dalam-islam.html.
http://lppkk-umpalangkaraya.blogspot.com/2014/09/materi-12-harta-dan-jabatan-
menurut.html.

xix
xx

Anda mungkin juga menyukai