Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AQIDAH AKHLAK

TENTANG

HAKIKAT AKHLAK TERPUJI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10:

CHINDY NUR FADILLAH 2130101018

ELVA FEBRIANI PUTRI 2130101028

ANTON AGUSTIANTO 2130101011

DOSEN PENGAMPU:

DESWITA, S.AG., MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR

1444 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wararahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah dengan judul “Hakikat Akhlak Terpuji” disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Aqidah Akhlak. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu dosen pengampu mata
kuliah Aqidah Akhlak. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Batusangkar, 08 Maret 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

C. Tujuan............................................................................................................................... 1

BAB II ............................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3

A. Pengertian dan Pentingnya Perilaku Husnuzhan, Tawadhu‟, Tasamuh, Ta‟aawun ......... 3

B. Nilai-Nilai Positif dari Husnuzhan, Tawadhu‟, Tasamuh, Ta‟aawun Dalam Fenomena


Kehidupan ................................................................................................................................... 7

C. Nasihat Luqman Kepada Anaknya dan Mengamalkannya Dalam Kehidupan Sehari-hari


...8

D. Kisah Ashabul Kahfi dan Meneladani Akhlak Ashabul Kahfi ...................................... 10

E. Kisah Siti Maryam dan Meneladani Akhlak Siti Maryam ............................................. 12

BAB III ......................................................................................................................................... 15

PENUTUP..................................................................................................................................... 15

A. Kesimpulan..................................................................................................................... 15

B. Saran ............................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak merupakan ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang mana
perbuatan tersebut dinilai baik ataupun buruk. Namun tidak semua perbuatan baik
ataupun buruk itu disebut akhlak dalam pandangan manusia tentunya akhlak menjadi
perihal utama untuk menilai jati diri seseorang dengan demikian sebagai manusia
tentunya wajib memiliki akhlak yang mulia. Nilai-nilai akhlak kini sudah menjadi
perhatian yang sangat penting dalam menentukan pribadi seorang muslim. Sebagai
seorang muslim dalam agama Islam wajib berbuat baik dengan sesama muslim maupun
non muslim, dengan begitu kita sudah menjalankan amalan yang diajarkan oleh
Rasulullah. Pada zaman sekarang akhlak menduduki posisi yang paling utama apalagi
dalam dunia pendidikan Islam bahkan kedudukan akhlak lebih tinggi daripada ilmu.
Seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah laku akan timbul dari
hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian. Akhlak terbagi menjadi 2 yaitu akhlak terpuji dan tercela. Pada
makalah ini akan dibahas tentang hakikat akhlak terpuji.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan pentingnya perilaku husnuzhan, tawadhu‟, tasamuh, ta‟aawun?
2. Apa nilai-nilai positif dari husnuzhan, tawadhu‟, tasamuh, ta‟aawun dalam fenomena
kehidupan?
3. Bagaimana nasihat luqman kepada anaknya dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari?
4. Bagaimana kisah ashabul kahfi dan meneladani akhlak ashabul kahfi?
5. Bagaimana kisah siti maryam dan meneladani akhlak siti maryam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan pentingnya perilaku husnuzhan, tawadhu‟,
tasamuh, ta‟aawun.

1
2. Untuk mengetahui nilai-nilai positif dari husnuzhan, tawadhu‟, tasamuh, ta‟aawun
dalam fenomena kehidupan.
3. Untuk mengetahui nasihat luqman kepada anaknya dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Untuk mengetahui kisah siti maryam dan meneladani akhlak siti maryam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pentingnya Perilaku Husnuzhan, Tawadhu’, Tasamuh, Ta’aawun


1. Pengertian dan Pentingnya Perilaku Husnuzhan
Kata husnuzhan berasal dari kata bahasa arab “husnun” yang artinya baik dan
“zan” yang berarti rasangka. Jadi husnuzhan berarti prasangka atau dugaan yang baik.
Husnuzan merupakan salah satu ciri orang yang beriman. Hukum berprasangka baik
atau husnuzan kepada sesama manusia adalah mubah (boleh). Sedangkan hukum
husnuzhan kepada Allah SWT, dan Rasulnya adalah wajib. Hal ini karena para nabi
dan rasul itu diutus didunia bertugas untuk membawa rahmat dari allah dan tidak
membutuhkan balasan dari manusia. Dengan berhusnuzhan akan menghindarkan diri
dari sifat berprasangka buruk. Orang yang berhusnuzhan juga bisa kita kenal dengan
istilah positif thingking. Lawan kata husnuzhan adalah suuzan (prasangka buruk).
Orang yang memiliki sifat husnuzhan, hatinya akan tenang karena yang dipikirkan
hanya kebaikan saja bukan keburukan orang lain (Noni Wirananda, 2020). Semua
ciptaan Allah itu mempunyai kebaikan dan kemanfaatan, juga setiap manusia itu oleh
Allah Swt. telah diberi rahmat karunia yang masing-masing berbeda (Yusuf Hasyim,
2020). Dalam Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 237 ditegaskan bahwa manusia itu
tidak boleh melupakan keutamaan atau kebaikan orang lain.
ِ َ‫ٱَّللَ بِ َما ت َعۡ َملُىنَ ب‬
‫صيس‬ ۡ َ‫س ُىاْ ۡٱلف‬
َّ ‫ض َل بَ ۡيىَ ُك ۡۚۡم إِ َّن‬ َ ‫َو ََل ت َى‬
Artinya: “Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah [2]:237).
Islam secara tegas telah melarang umatnya untuk berperilaku buruk atau tidak
baik, akan tetapi sebaliknya yakni memerintahkan agar manusia memiliki perilaku
baik. Beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi seseorang dalam
berhusnuzhan diantaranya. Senantiasa untuk memberi kesempatan kepada orang lain
dalam melakukan sesuatu, selama tetap dalam koridor Islam (tidak memonopoli),
terbiasa bersikap baik terhadap keluarga serta orang lain pada umumnya, tidak

3
berprasangkan buruk kepada orang lain serta menerima lapang dada ketika ada
masukan dari orang lain dan bertakwa kepada Allah SWT (Rokman, 2020).
2. Pengertian dan Pentingnya Perilaku Tawadhu‟
Secara Bahasa tawadhu‟ adalah rendah hati atau merendahkan diri. Menurut
istilah tawadhu‟ merupakan sikap manusia yang sesantiasa merendah diri serta
hatinya di hadapan Allah SWT. Akan tapi tawadhu‟ tidak sampai menjatuhkan
kehormatan diri serta tiada memberikan kesempatan kepada individu lain agar
menistakan kehormatan itu. Sedangkan pengertian lain, tawadhu adalah
merendahkan diri dan berperilaku lembut, dimana perilakunya tidak bertujuan untuk
dilihat sebagai orang yang terpuji, namun semata-mata hanya mengharap ridha Allah
SWT. Dari penjelasan di atas, bisa ditarik simpulan bahwa tawadhu‟ merupakan sikap
menandakan rendah hati kepada Allah SWT, Rasul-Nya serta kepada orang muslim,
walaupun kebenarannya ia termasuk individu yang kuat di depan sesama muslim
(Rokman, 2020). Gambaran tawadhu‟ dijelaslan dalam QS. Al- Furqan ayat 63:
‫س َٰلَ ٗما‬
َ ْ‫طبَ ُه ُم ۡٱل َٰ َج ِهلُىنَ قَالُىا‬ ِ ‫علًَ ۡٱۡل َ ۡز‬
َ ‫ض ه َۡى ٗوا َو ِإذَا خَا‬ ُ ۡ‫ٱلس ۡح َٰ َم ِه ٱلَّرِيهَ يَم‬
َ َ‫شىن‬ َّ ُ‫َو ِعبَاد‬
Artinya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan
[25]:63).
Sikap tawadhu‟ sangat penting artinya dalam pergaulan sesama manusia, sikap
tawadhu‟ disukai dalam pergaulan sehingga menimbulkan rasa simpati dari pihak
lain. Berbicara lebih jauh tentang tawadhu‟, sebenarnya tawadhu‟ sangat diperlukan
bagi siapa saja yang ingin menjaga amal shaleh atau amal kebaikannya, agar tetap
tulus ikhlas, murni dari tujuan selain Allah. Karena memang tidak mudah menjaga
keikhlasan amal shaleh atau amal kebaikan kita agar tetap murni, bersih dari tujuan
selain Allah. Sungguh sulit menjaga agar segala amal shaleh dan amal kebaikan yang
kita lakukan tetap bersih dari tujuan selain mengharapkan ridha-Nya. Karena sangat
banyak godaan yang datang, yang selalu berusaha mengotori amal kebaikan kita.
Apalagi disaat pujian dan ketenaran mulai datang menghampiri kita, maka terasa
semakin sulit bagi kita untuk tetap bisa menjaga kemurnian amal shaleh kita, tanpa

4
terbesit adanya rasa bangga dihati kita.(PEMBENTUKAN SIKAP TERPUJI
PESERTA DIDIK, n.d.)
Di sini lah sangat diperlukan tawadhu‟ dengan menyadari sepenuhnya, bahwa
sesungguhnya segala amal shaleh, amal kebaikan yang mampu kita lakukan, semua
itu adalah karena pertolongan dan atas izin Allah SWT. Tanda orang yang tawadhu‟
adalah di saat seseorang semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula
sikap tawadhu‟ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin
meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka
semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka
bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap
kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan
manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap
rendah hati kepada mereka. Ini karena orang yang tawadhu‟ menyadari akan segala
nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT, untuk mengujinya apakah ia
bersykur atau kufur (Yusuf Hasyim, 2020).
3. Pengertian dan Pentingnya Perilaku Tasamuh
Kata tasamuh berasal dari bahasa Arab secara bahasa artinya, murah hati, lapang
hati. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, tasamuh diartikan lapang dada, keluasan
pikiran, toleransi. Adapun pengertian tasamuh adalah sikap atau perbuatan
melapangkan dada, tenggang rasa dalam menghadapi perbedaan, baik pendapat,
keyakinan dan agama. Dalam tasamuh terdapat unsur menghormati, menghargai dan
simpati. Tasamuh ini sangat penting, apalagi dalam kehidupan masyarakat yang
bersifat heterogen atau majemuk, terutama dalam kehidupan beragama (Yusuf
Hasyim, 2020).
Agama Islam memisahkan urusan tasamuh dalam kehidupan umat islam agar
setiap muslim tidak salah menerapkan sikap tasamuh. Ada dua macam tasamuh, yaitu
sebagai berikut.
a. Tasamuh antar sesama muslim
Sikap tasamuh harus dilakukan antarsesama muslim terutama dalam hal
kebaikan. Tasamuh tidak dibenarkan dalam hal berbuat dosa atau maksiat. Sikap

5
tasamuh antars muslim ditekankan dalam kebaikan ini ditegaskan dalam firman
allah dalam alquran.
b. Tasamuh terhadap non-muslim
Dalam hidup didunia ini, kita bergaul dilingkungan masyarakat dengan
berbagai pemeluk agama. Agama Islam mengajarkan tasamuh terhadap orang
yang berbeda agama, atau disebut nonmuslim.Tasamuh terhadap non-muslim ada
batasannya, yaitu selama menyangkut masalah sosial dan kemasyarakatan kita
boleh saling membantu, tetapi kalau sudah menyangkut masalah akidah dan
agama maka tidak boleh tolong-menolong. Allah berfirman dalam QS.Al-
Kaafirun sebagai berikut:
‫ِيه‬
ِ ‫يد‬َ ‫لَ ُك ۡم دِيىُ ُك ۡم َو ِل‬
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Dari ayat diatas jelas bahwa untuk masalah agama (beribadah) maka harus
dijalankan sendiri-sendiri. Meskipun demikian, antara agama yang satu dengan
agama yang lain harus saling menghargai dan menghormati hak-haknya (Noni
Wirananda, 2020).
4. Pengertian dan Pentingnya Perilaku Ta‟aawun
Kata ta'awun berasal dari bahasa Arab yang berarti saling membantu, saling
menolong. Menurut istilah ta'awun adalah sikap atau perilaku membantu orang lain.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, sehingga membutuhkan
uluran bantuan dari orang lain. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
manusia perlu bantuan dari orang lain dengan saling menolong. dasar dari
pelaksanaan ta'awun salah satunya terdapat dalam Al-Qur'an surah ke 5, Al-Maidah
ayat 2:
‫ٱۡل ۡث ِم َو ۡٱلعُ ۡد َٰ َو ۚۡ ِن‬ َ ْ‫علًَ ۡٱلبِ ِ ّس َوٱلت َّ ۡق َى َٰٰۖي َو ََل تَعَ َاووُىا‬
ِ ۡ ًَ‫عل‬ َ ْ‫َوتَعَ َاووُىا‬
Artinya: “ ... dan tolong menolonglah kamu dalam (perkara) kebaikan dan ketakwaan, dan
janganlah kamu tolong menolong dalam (perkara) dosa dan permusuhan “(QS. Al-Maidah
[5]:2).
Secara nalar jelas sekali bahwa manusia adalah makhluk sosial yang pasti
membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka manusia harus
saling menolong untuk memenuhi hajatnya itu. Islam mengarahkan tujuan dan bentuk

6
tolong menolong itu dalam kebaikan, dalam segala perkara yang baik, bermanfaat
yang diizini oleh Allah Swt. serta dalam ketakwaan. Artinya, tolong menolong itu
didasarkan atas iman, kebenaran dan guna mendapatkan ridha Allah SWT (Yusuf
Hasyim, 2020).
Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam mewujudkan sikap ta‟awun terhadap
sesama yang diantaranya seperti berkunjung kepada seseorang yang sedang tertimpa
musibah atau sakit. Allah SWT, telah menggariskan takdir hidup yang berbeda-beda
kepada setiap manusia. Tidak ada seorangpun yang selama hidupnya senantiasa sehat
dan bahagia, tentu ada saatnya Allah SWT menguji hamba tersebut dengan penyakit
ataupun musibah (Rokman, 2020).

B. Nilai-Nilai Positif dari Husnuzhan, Tawadhu’, Tasamuh, Ta’aawun Dalam


Fenomena Kehidupan
1. Nilai-Nilai Positif dari Husnuzhan
Adapun nilai-nilai positif dari Husnuzhan ialah:
a Menjadi optimis dan tidak berkeluh kesah serta tidak mudah putus asa.
b Akal pikiran menjadi jernih dan terjauh dari pikiran kotor.
c Dicintai, disayangi oleh Allah, Rasul, dan orang lain.
d Terjauh dari permusuhan dan dapat mempererat tali silaturrahmi.
e Terjauh dari hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain (Noni
Wirananda, 2020).
2. Nilai-Nilai Positif dari Tawadhu‟
Adapun nilai-nilai positif dari Tawadhu‟ ialah:
a. Menimbulkan rasa simpati pihak lain sehingga suka bergaul dengannya.
b. Akan dihormati secara tulus oleh pihak lain sesuai nalurinya bahwa setiap
manusia igin dihormati dan menghormati.
c. Mempererat hubungan persaudaraan antara dirinya dan orang lain.
d. Mengangkat derajat dirinya sendiri dalam pandangan Allah maupun sesama
manusia (Yusuf Hasyim, 2020).
3. Nilai-Nilai Positif dari Tasamuh
Adapun nilai-nilai positif dari Tasamuh ialah:

7
a. Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil hak sebagaimana
mestinya.
b. Menjadikan hubungan yang baik antar anggota masyarakat.
c. Terciptanya suasana yang aman, damai, dan tentram antar anggota
masyarakat.
d. Terciptanya suasana yang harmonis antar pemeluk agama (Noni Wirananda,
2020).
4. Nilai-Nilai Positif dari Ta‟awun
Adapun nilai-nilai positif dari Ta‟awun ialah:
a. Terpenuhinya kebutuhan hidup berkat kebersamaan.
b. Membuat tugas yang berat menjadi ringan.
c. Terwujudnya persatuan dan kesatuan.
d. Menimbulkan rasa simpati pada sesama (Yusuf Hasyim, 2020).

C. Nasihat Luqman Kepada Anaknya dan Mengamalkannya Dalam Kehidupan


Sehari-hari
Nasehat-nasehat Luqman kepada anaknya mengingatkan kepada
orang akan kewajibannya untuk memberikan nasehat-nasehat kepada
anaknya, karena anak merupakan bagian anggota keluarga yang menjadi
tanggung jawab orang tua sejak ia dalam kandungan sampai dalam batas
usia tertentu. Maka dari itu anak harus dibimbing dengan dasar-dasar
agama yang benar bertujuan untuk menjadikan anak beriman, bertaqwa,
berakhlak, sehat jasmani dan rohaninya, karena nantinya akan menjadi
tolok ukur keberhasilan orang tua dalam mendidik anak yang akan
dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT.Selain untuk
mengingatkan orang tua, juga untuk mengingatkan umat Islam yang
lalai agar tidak terjerumus kedalam kemaksiatan.(Luqman Al-Hakim Dalam Kitab-Kitab
Tafsir Skripsi, N.D.)
Kemudian, Luqman al-Hakim juga menjelaskan kepada anaknya,
yaitu larangan menyekutukan Allah. Dengan istilah lain, materi mendasar
yang perlu ditanamkan kepada anak adalah tentang ketauhidan. Seorang pendidik, dalam

8
hal ini dinyatakan Luqman, perlu untuk memprioritaskan
materi ketauhidan kepada yang terdidik dengan tidak menyekutukan Allah
dengan apapun. Dan dinyatakan dalam ayat itu bahwa syirik adalah
kezhaliman yang besar, karena dalam syirik itu menyamakan antara yang
berhak untuk disembah dengan sesuatu yang tidak berhak disembah. Dengan demikian,
syirik berarti menempatkan sesuatu yang berhak disembah terhadap sesuatu yang tidak
berhak untuk disembah.
Dalam potongan ayat yang berbunyi: “Hai anakku, janganlah kamu
menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang
besar”. Dapat difahami bahwa Luqman al-Hakim sebagai orang tua yang
sedang memberi nasehat kepada anaknya agar tidak menyekutukan Allah.
Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu kewajiban orang tua terhadap
anaknya adalah mengajarkan nilai-nilai tauhid dan mencegah atau
menjauhkan anaknya dari kemusyrikan.
Perintah untuk tidak berbuat syirik kepada Allah dikuatkan dengan ayat
selanjutnya yang berbunyi: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
Ayat ini menjelaskan bahwa jika orang tua memaksa anaknya untuk
mempersekutukan Allah, maka tida ada kewajiban bagi anak untuk
mengikuti perintah tersebut. Meskipun demikian, hal ini tidak menghalangi untuk tidak
berbuat baik. Seorang anak tetap harus menghormati orang tua dan tidak boleh
memutuskan hubungan dalam kehidupan di dunia, walaupun orang tua termasuk musyrik.
Berdasarkan pada ayat ini dapat ditegaska bahwa melalui ayat-ayat Al-Qur‟an, Allah
menganjurkan kepada orang tua untuk menanamkan ketauhidan kepada anaknya dan
menjauhkan diri dari kemusyrikan. (Rahim et al., 2018)
Kata bunayya adalah bentuk tashghir (mengecilkan arti makna) dari kata Ibn.
Penggunaan kata bunayya mengandung makna kasih sayang dan kecintaan Luqman al-
Hakim kepada anaknya. Penggunaan kata bunayya berulang kali menunjukkan perlunya
perhatian terhadap hal yang disampaikan. Konsep ini menunjukkan bahwa dalam proses

9
pendidikan diperlukan rasa kasih sayang kepada orang yang diberi nasehat, sehingga ia
dapat menerima nasehat yang diberikan dengan lapang dada.
Adapun cara pengamalannya adalah :
1. Berbuat baik kepada orang tua
2. Syukur kepada Allah dan orang tua
3. Berkomunikasi dengan baik kepada orang tua
4. Mengikuti pola hidup anbiya‟ dan shalihin
5. Menegakkan sholat
6. Amar ma‟ruf
7. Nahy Munkar
8. Sederhana dalam kehidupan
9. Bersikap sopan dalam berkomunikasi

D. Kisah Ashabul Kahfi dan Meneladani Akhlak Ashabul Kahfi


1. Pengertian Kisah
Kisah Al-Qur‟an merupakan salah satu media penyampaian pesan-pesan
moral dalam rangka pembentukan umat yang memiliki akhlak mulia sebagaimana
yang diperjuangkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Kisah dalam
Al-Qur‟an bukanlah sebuah karya seni yang terpisah dari tema dan penyampaiannya,
juga dalam pengolahan alur ceritanya, ini adalah salah satu cara Al-Qur‟an untuk
menunjukkan maksud tujuankeagamaan. Karena pertama-tama Al-Qur‟an adalah
kitab dakwah keagamaan, dan kisah adalah salah satu caranya untuk menyampaikan
dakwah dan membuktikannya.(Hilmah Latif | 207, n.d.)
Dari segi bahasa kisah diambil dari bahasa arab yaitu Al-Qashashu atau Al-
Qishashatu yang berarti cerita. Kata Al-Qashash merupakan bentuk masdar dari
Qashaha yang berarti mengisahkan. Sedangkan Al Qashash memiliki arti mengikuti
seperti yang tercantum dalam surat Al-Kahfi ayat 64:

.................. ‫فَٱ ۡرتَدَّا عَ ََل َءا َث ََ ر ِ ِه َِ َاقَ َصصا‬


Yang artinya: “Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.”

10
2. Rangkaian Kisah Ashabul Kahfi
Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah,
mereka terdiri dari tujuh orang (Maksimyanus, Martinus, Dyonisius, Malkus,
Konstantinus, dan Suresiyus) yang pergi untuk mengasingkan diri kemudian
memutuskan untuk meninggalkan kaum mereka, karena kaum mereka menyembah
selain Allah (syirik) sehingga menyebabkan kaum mereka melakukan kedzaliman dan
kebohongan. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang penggembala
Yemlikho (Yuhanis) berserta anjingnya Kitmir.
Mereka hidup pada zaman Raja Diqyanus (249-251 M). Selain itu mereka
(Ashabul Kahfi) mendapat intimidasi dan ancaman dari Raja dan kaumnya, karena
Ashabul Kahfi ini pemuda yang tidak mau melemahkan iman mereka dan tidak mau
berkompromi mengikuti agama raja dan kaumnya, meskipun diancam dengan
intimidasi dan siksaan. Saat penyiksaan menjadi meningkat mereka merasa terpaksa
meninggalkan kaum mereka. Oleh karena itu pemuda ini sepakat tinggal di satu
tempat. Mereka mengasingkan diri dan meninggalkan kota untuk pergi ke
gunung yang di dalamnya ada gua.
Adapun ringkasan runtutan cerita Ashabul Kahfi yaitu: Latar belakang mereka
masuk gua terdapat dalam surat Al-Kahfi ayat 13-16. Keadaan mereka dalam gua
yang disebutkan dalam surat Al-Kahfi ayat 17-18. Suasana mereka ketika bangun
tidur di jelaskan pada surat Al-Kahfi ayat 19-20. Perdebatan dan sikap penduduk kota
yang memperselisihkan jumlah mereka tercantum dalam surat Al-Kahfi ayat 21-22.
Lama waktu mereka di dalam gua disebutkan dalam surat Al- Kahfi ayat 25-26.Awal
mula mereka memasuki gua adalah dengan semangat spiritual yang tinggi, dimana
mereka rela meninggalkan keduniawian demi menyelamatkan
keimanan mereka. Mereka berlindung di dalam gua itu dan memohon kepada Allah
Swt, agar mencurahkan rahmatnya bagi mereka di dalam gua. Allah Swt
mengabulkan permohonan mereka dengan ditidurkan di dalam gua. Allah Maha
Tinggi merespon doa mereka dengan membuat para pemuda tertidur dan dengan
menutup pendengaran mereka dari segala suara dunia luar. Dan dengan begitu,
mereka tidur selama bertahun-tahun. Mereka tidak makan dan tidak minum. Allah
swt membolak-balikkan tubuh mereka sehingga tidak terjadi kerusakan. Mata mereka

11
pun dalam keadaan terbuka, serta anjing mereka menemanai meraka dan
menyimpuhkan kedua kakinya di depan gua. Setelah berlalu 309 tahun, Allah
membangkitkan mereka, mereka pun bertanya-tanya.
“Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada
(disini) sehari atau setengah hari". Kemudian mereka berupaya mencari makanan
yang halal dan juga baik. Mereka tidak menyadari bahwa mereka telah tertidur dalam
waktu yang cukup lama, mereka mengira hanya tidur beberapa jam saja. Negeri yang
mereka tinggal telah mengalami berbagai perubahan, begitupun penduduknya. Oleh
karena itu mereka memasuki kota dengan sembunyi-sembunyi agar keberadaannya
tidak diketahui kaumnya. Namun, penduduk negeri itu akhirnya mengetahui
keberadaan mereka melalui uang dirham yang hendak mereka gunakan untuk
membeli makanan. Mereka membawa pemuda itu untuk dipertemukan dengan
pemimpin mereka. ketika para pemuda itu telah bertemu dengan pemimpin negeri
kala itu, mereka menjelaskan kejadian yang mereka alami dan lamanya mereka di
dalam gua. kemudian barulah mereka menyadari bahwa semua itu adalah kekuasaan
Allah. Setelah itu mereka meninggal.(Komparatif et al., n.d.)
a. Meneladani Akhlak Ashabul Kahfi
Keteladanan dari kisah Ashabul Kahfi:
1). Teguh menjaga keimanan
2). Senantisa meminta pertolongan dan petunjuk kepada Allah SWT dalam
menghadapi setiap urusan
3). Bahwa membangkitkan manusia dari kematian (tidur yang lama) adalah
perkara yang mudah bagi Alah SWT

E. Kisah Siti Maryam dan Meneladani Akhlak Siti Maryam


Kisah yang tercantum dalam al-Qur‟an di antaranya bertujuan sebagai ibrah
(pengajaran) bagi umat manusia. Salah satu kisah yang diceritakan dalamnya adalah
tentang Maryam. Dia merupakan seorang wanita yang mulia dan dihormati dalam
pandangan Islam dan kisahnya diceritakan dalam al-Qur‟an. Maryam dilahirkan dari
keluarga Imran yang berasal dari pada keturunan Nabi Dawud AS, yang silsilah keluarga

12
dari keturunan Nabi Ibrahim AS, dan Nabi Ibrahim AS berasal dari keturunan Nabi Nuh
AS.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, beliau menafsirkan Maryam diberi karamah karena
keutamaan dan kesungguhan Maryam dalam beribadah. Mujahid, „Ikrimah, Sa‟id bin
Jubair, Abu asy-Sya‟tsa‟, Ibrahim an-Nakha‟I, adh-Dhahhak, Qatadah, ar-Rabi‟ bin Anas,
„Athiyyah al-„Aufi, dan as-Suddi berkata: “Yakni, dia mendapatkan disisi Maryam buah-
buahan musim panas pada musim dingin dan buah-buahan musim dingin pada musim
panas (kemarau). Dalam hal itu terdapat bukti tentang adanya karamah pada para wali.
Maryam mengetahui bahwa pemberi rezeki itu adalah Allah SWT. Makin banyak
karamahnya, makin besar pengakuan Maryam terhadap kenikmatan itu dan kian besar
tekadnya untuk ber-taqarrub (mendekat) kepada Tuhan Pemberi nikmat. Hal itu bukan
sekali atau dua kali saja terjadi, bahkan berulang kali, karamah demi karamah.
Maryam merupakan wanita pilihan dan disucikan serta dilebihkan
dari semua perempuan yang ada di dunia ini. Dengan demikan dapat
dipahami bahwa Maryam merupakan seorang wanita pigur yang pantas
untuk dijadikan suri teladan dalam kehidupan ini.
Berbeda dengan penafsiran M. Quraish Shihab, beliau menafsirkan bahwa
Maryam dalam keadaan suci berganda; sekali karena kesucian dirinya dan di kali kedua
dengan penyucian Allah. Pilihan pertama, mengisyaratkan bahwa sifat-sifat yang beliau
sandang. Pilihan kedua, pilihan khusus di antara wanita-wanita seluruhnya (yakni
melahirkan anak tanpa berhubungan dengan laki-laki).
Maryam melahirkan Isa AS dibawah pohon kurma. Kondisi ini
diungkapkan dalam Firman Allah SWT dalam QS. Maryam ayat 24-25:
Maka dia (Jibril) berseru kepadanya dari tempat yang rendah, “Janganlah
engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di
bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.
Allah terhadap Maryam ketika membutuhkan makanan untuk menompa
tenaganya guna melahirkan Nabi Isa AS seorang diri, dengan menjatuhkan buah kurma
yang masih muda dari pohonnya, padahal secara logika buah itu tidak mungkin rontok
karna belum terlalu tua. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa pohon kurma itu semula

13
tidak berbuah, sedangkan ketika itu musim dingin. Untuk keperluan Maryam, Allah
memberikan buah kurma yang lezat. Maryam adalah seorang wanita yang dengan
ketegarannya menghadapi ujian dari Allah SWT tetapi ujian itu selalu dia anggap bukti
kecintaan Allah SWT kepadanya. Kuatnya diri menjaga kesuciannya sangatlah
menakjubkan, kesabarannya menghadapi episode kehidupan begitu menawan, bahkan
kecemerlangan dalam ibadah membawanya kepada posisi wanita termulia penuh berkah.
Maryam merupakan wanita termulia di seluruh alam. Dan Allah SWT menjaganya dan
keturunannya dari godaan syaitan.
1. Meneladani Akhlak Siti Maryam
Keteladanan kisah Maryam :
a Menjaga kesucian dan kehormatan
b Sabar dan tabah menjalankan perintah Allah
c Taat dan rajin beribadah
d Mendidik anak secara baik

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak merupakan ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang mana
perbuatan tersebut dinilai baik ataupun buruk. Namun tidak semua perbuatan baik
ataupun buruk itu disebut akhlak dalam pandangan manusia tentunya akhlak menjadi
perihal utama untuk menilai jati diri seseorang dengan demikian sebagai manusia
tentunya wajib memiliki akhlak yang mulia. Nilai-nilai akhlak kini sudah menjadi
perhatian yang sangat penting dalam menentukan pribadi seorang muslim. Sebagai
seorang muslim dalam agama Islam wajib berbuat baik dengan sesama muslim maupun
non muslim, dengan begitu kita sudah menjalankan amalan yang diajarkan oleh
Rasulullah. Pada zaman sekarang akhlak menduduki posisi yang paling utama apalagi
dalam dunia pendidikan Islam bahkan kedudukan akhlak lebih tinggi daripada ilmu

B. Saran
Sebagai manusia yang menjadi tempat salah dan khilaf, pemakalah sangat
menyadari bahwa tanpa disadari tentu saja banyak kesalaahan yang disengaja maupun
yang tidak disengaja. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hilmah Latif | 207. (n.d.).


Komparatif, S., Al-Misbah, T., Tafsir, D., & Katsir, I. (n.d.). KISAH ASHABUL Kahfi Dalam Al
Qur’an.
Luqman Al-Hakim Dalam Kitab-Kitab Tafsir Skripsi. (N.D.).
Pembentukan Sikap Terpuji Peserta Didik. (N.D.).
Rahim, A., Stit, D., Rusyd, I., Grogot, T., Paser, K., & Timur, K. (2018). PENDIDIKAN ISLAM
DALAM SURAH LUQMAN (Vol. 12, Issue 1).

Anda mungkin juga menyukai