Anda di halaman 1dari 12

KEDUDUKAN DAN FUNGSI AKAL DALAM BERAGAMA

“Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Agama 6”

Dosen Pengampu:
Rra. H. Ali Ashari, M.Pd

Disusun Oleh:

Muakhorotul Mahmudah (21601072063)


Iga Fatihah Jaya (21701072012)
Tsamrotul Ilmiah (21701072024)
Linda Tri Lestari (21701072031)
Fenny Putri Arfany (21701072037)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga makalah yang berjudul “KEDUDUKAN
DAN FUNGSI AKAL DALAM BERAGAMA” ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari anggota kelompok 1
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangsih baik yang berupa pikiran
maupun materinya.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama 6.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa pembahasan mengenai definisi dan hakikat
akal, kedudukan akal didunia islam, serta fungsi akal sebagai sarana kebeasan berfikir.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk penulis dan para pembaca.

Kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan, karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 14 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Dan Hakikat Akal ........................................................................... 2


B. Kedudukan Akal Didunia Islam ................................................................... 3
C. Fungsi Akal Sebagai Sarana Kebebasan Berfikir ........................................ 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 6
B. Kritik Dan Saran .......................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam islam, akal memliki peranan yang sangat mulia. Meskipun
demikian, akal tidak diberikan kebebasan tanpa batas dalam memahami agama.
Islam memiliki aturan-aturan dalam menempatkan akal sebagaimana mestinya.
Bagaimapun, akal yang sehat akan sesuai dengan syariat Allah SWT didalam
permasalahan manusia. Akal merupakan nikmat besar yang Allah titipkan
didalam jasmani manusia untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Akal merupakan nikmat bisar yang Allah SWT titipkan dalam jasmani
manusia. Akal juga merupakan salah satu kekayaan yang sangat berharga bagi
kehidupan manusia. Keberadaannya menjadikan manusia berbeda dengan
makhluk Allah lainnya di muka bumi ini. Akal menjadikan manusia sebagai
makhluk yang berperadaban.
Akal itu adalah timbangan yang sangat cermat, yang hasilnya adlah pasti
dan dapat dipercaya (Ibnu Khaldun, 1999: 457). Ibnu khaldun menjelaskan
mempergunakan akal itu menimbang-nimbang soal-soal yang berhubungan
dengan keesaan Allah SWT, atau hidup diakhirat kelak, atau hakikat kenabian
(nubuwah), atau hakikat sifat-sifat ketuhanan atau hal lainnya diluar kesanggupan
akal. Kaena sebenarnya akal memiliki batasan-batasan yang dengan keras
membatasinya; oleh sebab itu tidak bisa diharapkan bahwa akal itu dalam
memahami ALlah SWT dan sifat-sifatnya.
Akal akan berfungsi ketika ada sifat yang bersifat empirik melalui panca
indra. Ini berarti akal berfungsi sebagaimana mestinyauntuk hal-hal yang bersifat
dapat diraba dan dingar. Adapun hal-hal yang bersifat ghaib atau abstrak
diperlukan petunjuk khusus, yakni wahyu (agama). Dengan begitu, meskipun
didalam Al-Qur’an dan Hadits sangat menekankan pada penggunaan akal disetiap
permasalahan, namun disisi lain akal juga sangat membutuhkan wahyu (agama)
dalam menimbang-nimbang hal-hal yang besifat ghaib atau abstrak.
Meskipun demikian, akal bukanlah penentu segalanya. Ia tetap memiliki
kemampuan dan kapasitas yang terbatas. Oleh karena itulah Allah menurunkan
wahyunya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana definisi menurut ulama’-ulama’ terdahulu?
2. Bagaimana kedudukan akal dalam beragama?
3. bagaimana fungsi akal dalam agama?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui definisi akal menurut para ulama’ terdahulu
2. Ingin mengetahui kedudukan akal didalam beragama
3. Ingin mengetahui dalam bidang apa saja akal itu bisa digunakan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Hakikat Akal


Kata akal berasal dari bahasa arab al-‘aql ((‫ العقل‬, dari bentukan kata ‘aqala –
ya’qilu – ‘aqalan, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat
diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk
membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang
kemampuannya sangat luas.
Akal merupakan kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia
dibandingkan dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dalam surat Al-Israa’ ayat 70
Allah SWT berfirman yang berbunyi :

ٰ ِ َ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ٓى َءا َد َم َو َح َم ْل ٰنَهُ ْم فِى ْٱلبَ ِّر َو ْٱلبَحْ ِر َو َر َز ْق ٰنَهُم ِّمنَ ٱلطَّيِّ ٰب‬
ٍ ِ‫ت َوفَض َّْلنَهُ ْم َعلَ ٰى َكث‬
ِ ‫ير ِّم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضي ًل‬

Artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
(QS. Al-Israa’ : 70).

Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan


mereka didunia. Namun segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-
keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dillewati.
Definisi akal menurut beberapa ulama’ besar antara lain:

 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


Kata akal memiliki arti: menahan, mengekang, menjaga, dan semacamnya adalah
lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya
terdapat pada hati untuk ilmu batin, maka akal adalah menahan dan memegang erat
ilmu yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena lafadz akal dimutlakkan
pada berakal pada ilmu.
 Syaikh Al-Albani
Akal menurut asal bahasa adalah At –Tarbiyyah, yaitu sesuatau yang mengekang
dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak munhkin bagi orang
yang berakal tersebut tidak lari kekanan dan kekiri kecuali jika ia mengikuti kitab
dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.
 Al- Imam Abdul Qosim Al-Ashbahany
Akal ada dua macam yaitu: Thabi’i dan diusahakan. Yang thabi’i adalah datang
bersamaan ketika kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusui, makan, tertawa
bila senang, dan menangis jika dalam keadaan sedih.

2
B. Kedudukan Akal Didalam Dunia Islam
Akal memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Karena akal
manusia mampu memikirkan antara yang benar dan yang salah, antara yang
kongkrit dsn abstrak. Karena dengan akal, manusia mampu bertahan hidup didunia
ini. Oleh karena itu, kita biasa klasifikasikan kedudukan akal didalam islam
sebagai berikut:
1. Kedudukan akal sebagai pengijtihad.
Kedudukan akal dalam dunia islam adalah sebagai pengijtihad.
Maksudnya para mujtahid menggunakan akal fikiran mereka untuk mencari
satu keputusan dalam syariat. Sesuai dengan difinisinya juga ijtihad adalah
usaha yang sungguh-sungguh dari seorang ahli hukum (Al-Faqih) dalam
mencari tahu tentang hukum-hukum syari’at. Jadi bagi para mujtahid akal
sangatlah penting peranannya, dalam memikirkan sesuatu masalah
membutuhkan akal yang cemerlang supaya mendapatkan hasil yang
maksimal dalam menentukan hukum.
Ijtihad didalam islam telah melahirkan mazhab-mazhab fiqh yang
menggambarkan kecemerlangan akal pemikiran, namun fiqh pun masih
membutuhkan pemikiran lebih lanjut tentang hukum-hukum yang ada
didalamnya. Dengan menggunakan akal yang cemerlang para mujitahid
akal memutuskan segala perkara dengan maksima dan tanpa mengada-ada.
Karena itu seorang mujitahid jika hendap mengijtihadkan suatu perkara
maka akalnay harus tenang dan tidak semerautan. Karena ketenangan akal
mempengaruhi hasil dari ijtihad itu sendiri. Seorang mujitahid bahkan tidak
akan mampu mengijtihadkan suatu perkara jika akal fikirannya belum
tenang. Jika akal fikirannnya sudah tenanga maka para mujitahid akan
mampu memecahkan segala perkara dengan mudah dan maksimal. Dari itu
sangat luarbiasa sekali fungsi dan peranan akal dalam islam. Denga
menggunakan akal fikiran para mujitahid bisa memutuskan suatu perkara
dengan baik dan maksimal. Jadi akal dapat difungsikan sebagai pengijtihad
atau kedudukannya sebagai pengijtihad.
2. Kedudukan akal untuk mengenal diri manusia.
Mengenal diri sendiri merupakan permulaan dari semua kemenangan
hidup. Mengenal diri sendiri memang sangat penting namun terkadang juga
sulit dilakukan, dan satu-satunya orang yang bisa mengenali diri kita tentu
hanya diri kital-Ghazali mengatakan bahwa mengenal diri sendiri adalah
kunci untuk mengenal Allah SWT. imam Ghazali juga mengutip hadits
Rosulullah SAW:
ُ‫سهُ فَقَ ْد َع َرفَ َربَّه‬
َ ‫َمنْ َع َرفَ نَ ْف‬
Artinya: “Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal
Tuhannya”.
Menurut imam Ghazali, kandungan hadits ini tidak sebatas
pengenalan diri secara lahiriyah saja, namun disini kita diajarkan untuk

3
memilah, mann yang bersifat hakiki (sebenarnya) dalam diri kita dan mana
yang tidak. Diri manusia layaknya sebuah kerajaanyang berbagi dalam
empat struktur pokok, yaitu:
1) Jiwa sebagai raja
2) Akal sebagai perdana mentri
3) Syahwat sebagi pengumpul pajak
4) Amarah sebagai polisi
3. Kedudukan akal untuk meyakini alam ghaib atau makhluk ghaib.
Mengimani serta meyakini perkara yang ghaib adalah bagian perting
didalam keimanan seseorang, bahkan rukun islam yang keenam itu semua
berkaitan dengan hal-hal yang ghaib. Jika seseorang mengingkari satu saja
dari keenam rukun ini, maka ia tergolong orang kafir. Allah SWT
berfirman:
‫ار َز ْقنَا ُه ْم يُ ْنفِقُون‬
َ ‫صاَل ةَ َو ِم َّم‬ َ ‫ب َويُقِي ُمونَ ْال‬ ِ ‫َاب اَل َر ْي َب ؞ فَ ْي ِه ؞ ُهدًى لِ ْل ُمتَّقِينَ يُؤْ ِمنُونَ بِ ْل َغ ْي‬ ُ ‫َذلِك ْال ِكت‬
Artinya: “kiatab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada sesuatu yang
ghaib, yang mendirikan sholat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang
kami anugerahkan kepada mereka”. (QS.Al-Baqarah : 2-3)
Syariat tidak membebani akal untuk mencapai perkara ghaib karena
Allah tidak membebani makhluk melainkan sesuai dengan kemampuan dan
kapasitasnya. Dan jalan satu-satunya untuk mengetahui hal yang ghaib
adalah dengan merujuk kepada khabar yang dibawa oleh Nabi dari Allah
yang mana beliau pernah mengatakan kepada para sahabatnya:
‫ضا ِء لَ ْيلُ َها َكنَ َها ِرهَا اَل يَ ِزي ُغ َع ْن َها بَ ْع ِدي إِاَّل هَالِ ٌك‬ َ ‫ لَقَ ْد ت ََر ْكتُ ُك ْم َعلَى ا ْلبَ ْي‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫سو َل هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫أَنَّ َر‬
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “sesungguhnya, aku
telah meninggalkan kalian di atas jalan, seperti jalan yang sangat putih,
malamnya sama dengan siangnya. Tiada yang menyimpang sesudahku dari
jalan itu, kecuali orang (itu) akan binasa.
4. Kedudukan Akal untuk memikirkan ciptaan Allah SWT.
Akal manusia sangatlah terbatas sekali, karena itu ada batasan-
batasan kemampuan untuk berpikir yang dijelaskan oleh Rosulullah SAW.
karena itu Rosulullah memberikan suattu batasan didala haditsnya yang
berbunyi:
‫ف َذلِ َك‬
ِ َ‫ق هللاِ َوالَ تَفَ َك ُر ْوا فِى هللا َو ُك ُّل َما َو َر َد فِى بَالِكَ فَاهللُ ِب ِخال‬ ِ ‫تَفَ َك ُر ْوا فِ ْي َخ ْل‬
Artinya: “Berfikirlah tentang ciptaan Allah, an jangnlah berpikir tentang
Dzat Allah. Setiap yang terlintas dibenakmu tentang Allah, sungguhh dia
berbeda dari hal itu”.
Berdasarkan hadits diatas sangatlah jelas bahwa kal manusia
sangatlah terbatas. Akal manusia yang diberikan oleh Allah hanya mampu
untuk memikirkan apa yang menjadi ciptaan Allah SWT saja. Akan tetapi
akal manusia tidak akan pernah mampu untuk memikirkan tentang Dzat
Allah, Karena keterbatasan akal yang telah Allah gariskan.
Memikirkan tentang Dzat Allah adalah kegilaan akal yang tidak
sesuai dengan metode akal sehat, sebab bagaimana mungkin suatu

4
keterbatasan yang dimiliki (makhluk) memikirkan yang tidak terbatas
(kholik), yang fana memikirkan yang maha kekal, yang lemah memikirkan
yang maha kuat, yang bakal mati memikirkan yang maha hidup.
Sebenarnya akalpun tidak akn pernah dapat menjangkau keseluruhan
makhluk ciptaan allah, lalu bagaimana makhluk mampu mengenal atau
memikirkan Dzat Pencipta dari seluruh makhluk tersebut. Allah berfirman
didalam Al-Qur’an:
)103:‫ (االنعام‬.‫ص ُر َو ُه َو اللَّ ِطيْفُ ا ْل َخبِ ْي ُر‬
َ ‫ص ُر َوه َُو يُ ْد ِر ُك ااْل َ ْب‬
َ ‫اَل تُ ْد ِر ُكهُ ااْل َ ْب‬
Artinya: “Tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala yang kelihatan dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha
Mengetahui”. (QS. Al-An’am:103)
Islam meletakkan tangan manusia diatas papan alam raya agar dengan
akalnya menggapai iktibar dan penjelasan dari penomena-penomena
kosmik ini. Akan tetapi bila aka melampaui basan-batasan akan terjerat
didalam pemikiran yang dipaksakan, rancu dan terjatuh. Didalam banyak
tempat islam menjelaskan berbagai persoalan berdasarkan sebab akibat,
premis dan konkluis.

C. Fungsi Akal Dalam Beragama

Akal dapat memiliki fungsi yang maksimal maka dari itu diperlukan
pemandu atau pembimbing. Dalam Islam, yang menjadi pemandu atau
pembimbing akal adalah Al Qur’an dan as-Sunnah. Tanpa adanya bimbingan dari
Al Qur’an dan as-Sunnah, maka akal menjadi tidak berfungsi. Syaikh Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah menjelaskan,

“Akal tidaklah bisa berdiri sendiri, akal baru bisa berfungsi jika dia memiliki
naluri dan kekuatan sebagaimana mata bisa berfungsi  jika ada cahaya. Apabila
akal mendapatkan cahaya iman dan Al-Qur’an barulah akal bisa seperti mata
yang mendapatkan cahaya matahari. Jika tanpa cahaya tersebut, akal tidak akan
bisa melihat atau mengetahui sesuatu.” (Majmu’ Fatwa, Ibnu Taimiyah)

Adapun fungsi akal dalam Islam di antaranya adalah :

1. Syarat mempelajari ilmu pengetahuan

Akal merupakan syarat untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Syaikh Islam


Ibnu Taimiyah mengatakan,

“Akal merupakan syarat dalam mempelajari semua ilmu. Ia juga syarat


untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengannya
ilmu dan amal menjadi lengkap. Namun, (untuk mencapai itu semua), akal
bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri, tapi akal merupakan
kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan
melihat yang ada pada mata. Maka apabila akal itu terhubung dengan
cahaya iman dan Al-Qur’an, maka itu ibarat cahaya mata yang terhubung
dengan cahaya matahari atau api.” (Majmu’ul Fatawa, 3/338).

5
2. Sarana untuk memahami kebenaran

Akal merupakan sarana untuk memahami kebenaran. Tidak sedikit ayat-ayat


dalam Al-Quran yang menegaskan bahwa akal merupakan sarana untuk
memahami kebenaran mutlak dari Allah. Umumnya kalimat yang digunakan
adalah afala ta’qilun (tidakkah kamu berpikir/tidakkah kamu
memikirkannya). Salah satu ayat yang dimaksud adalah surat Al-Baqarah
ayat 44 yang artinya,

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu


melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah : 44).

3. Sarana untuk berpikir

Akal juga digunakan sebagai sarana untuk berpikir. Adapun yang menjadi
objek kajian adalah ayat-ayat kauniyah. Terdapat lebih dari 750 ayat dalam
al-Qur’an yang menunjukkan agar manusia diminta untuk dapat memikirkan
berbagai gejala alam sebagai upaya untuk lebih mengenal Tuhan melalui
tanda-tanda-Nya. Salah satu ayat yang dimaksud adalah surat Al-Baqarah
ayat 164 yang artinya,

”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang


dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di
bumi dan segala jenis hewan, dan pengisaran angina dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-
Baqarah : 164).

4. Syarat utama taklif (pewajiban/pembebanan dalam syariat)

Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat
menerima taklif (beban syari’at) dari Allah SWT. Namun, bagi syarat ini
tidak berlaku bagi mereka yang tidak memiliki akal seperti orang gila.
Rasulullah SAW bersabda,

“Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan : (1) orang yang tidur
sampai ia bangun, (2) anak kecil sampai mimpi basah (baligh), dan (3)
orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud, Syaikh
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

5. Sebagai alat dan kendali bagi seorang mukmin

6
Fungsi akal adalah sebagai pengendali bagi seorang mukmin. Rasulullah
SAW bersabda,

“Setiap sesuatu memiliki alat dan kendalinya, alat dan kendali bagi
seorang mukmin adalah akalnya. Setiap sesuatu memiliki keutamaan,
keutamaan seseorang ada pada akalnya. Setiap sesuatu memiliki puncak,
puncaknya ibadah adalah akal. Setiap kaum pasti memiliki pemimpin,
pemimpin para ahli ibadah adalah akal. Setiap orang kaya pasti memiliki
harta, harta orang-orang yang bersungguh-sungguh adalah akalnya.
Setiap yang runtuh adalah bangunan, bangunan yang paling megah di
akhirat adalah akal. Setiap perjalanan yang ditempuh pasti terdapat
tempat persinggahan, tempat persinggahan para muslimin adalah akal.”    

6. Sebagai pencegah

Akal berfungsi sebagai pencegah. Dalam artian, akal mencegah manusia


mengikuti nafsunya. Hal ini merujuk pada penyebutan akal dengan
menggunakan istilah hijr dalam Al-Qur’an yang mengandung arti pencegah.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 284 SWT Allah berfirman yang artinya,

“Milik Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan
menyiksa siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 284).

Ayat tersebut memerintahkan manusia untuk selalu mengawasi, meneliti, dan


merasakan apa yang ada di dalam hatinya. Jika sesuai dengan perintah-Nya
maka manusia diperintahkan untuk memelihara dan menghidupkan nafs itu
agar menjadi amal perbuatan baik. Namun, jika sebaliknya maka Allah SWT
memberikan ganjaran yang setimpal.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akal adalah anugrah yang sangat mulia yang Allah berikan kepada manusia,
dengan akal manusia dapat membedakannya dengan mahluk yang lain. Dengan akal
manusia dapat membedakan mana yang hak dan mana yang batil, dapat membedakan
yang lurus dengan yang berliku-liku. Akal sangatlah bannyak perannya dalam kehidupan
sehari-hari, terutama didunia islam.
Dengan akal manusia dapat memikirkan tentang penciptaan Allah SWT.
Bagaimana langit yang ditinggikan diciptakan dengan tanpa tiang yang menyangganya,
bagaimana terjadimya siang dan malam yang terus menerus bergulir. Banyak ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang akal, menjelaskan supaya manusia menggunakan
akalnya dengan baik.
Allah memerintahkan manusia supaya mempergunakan akal mereka untuk
memikirkan apa-apa yang ada disepannya, sesuatu yang terjadi yang manusia tisak bisa
melakukan semua itu, manusia disuruh berfikir tentang penciptaan Allah yang begitu
besar, memikirkan tentang keagungan Allah. Semua itu yang diperinahkan Allah supaya
manusia menggunakan akal yang diberikan denan maksimal dan tidak sia-sia. Banyak
fungsi-fungsi akal yang bisa kita lihat sepanjang kehidupan ini.

B. Kritik dan Saran


Agar apa yang kita lakukan menjadi perilaku yang baik dan benar, kita
diharuskan mempergunakan akal sehat kita sehingga mendapatkan hasil ynag
memuaskan, karena sesorang ang mampu menggunakanakal mereka dengan baik
akan mendapatkan apa yang mereka tujukan.

6
DAFTAR PUSTAKA

ALI, Muhammad Daud, Prof, S.h., Pendidikan Agama Islam Jakarta, Rajawali Pers,
1997

Suryana, Toto, Drs, MPd., Pendidikan Agama Islam, Bandung, Tga Mutiara, 1997

Al-Wahidiy Al-Naisabury, Abi Al-Hasan Ali bin Ahmad. 1991. Asbab Al-Nuzul.
Beirut: Dar Al-Fikr.

Depertemen Agama. 1996. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: Toha Putera.

Goleman, Daniel. 2001. Kecerdasaan Emosional. Bandung: Prima.

Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI Pres.

Shihab, M. Quraish. 2000. Logika Agama. Bandung: Lentera Hati.

2020. 6 Fungsi Akal Dalam Islam dan Dalilnya,(Online).


(https://dalamislam.com/dasar-islam/fungsi-akal-dalam-islam) di akses 19 Mei 2020

Anda mungkin juga menyukai