Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AGAMA ISLAM

KEIMANAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR

Dosen pengampu:

Dian Mohammad Hakim, S.Pd.I, M.Pd.I

Oleh Kelompok 11:

1. Dini Amalia Wardani ( 21701072001 )


2. Yuli Paramita ( 21701072025 )
3. Fenny Putri Arfani ( 21701072037 )

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MEI 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Agama Islam yang berjudul Keimana Kepada Qadha’
dan Qadar.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Penulis

Malang, 18 Mei 2018


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 1
1.3 Tujuan.................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qadha’ dan Qadar.............................................................. 2


2.2 Dasar Keimanan kepada Qadha’ dan Qadar........................................ 4
2.3 Pandangan Aliran Teologi tentang Perbuatan Manusia dan Perbuatan
Tuhan.................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 8

DAFTAR RUJUKAN....................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan
(tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak
satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah
terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-
bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah
longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa
kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT. Dengan bekal keyakinan
terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak
pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri
dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.

Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia.
Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini,
maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha
keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu
melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.

Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun yang
buruk.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Qadha’ dan Qadar?
1.2.2 Apa sajakah Dasar – Dasar Keimanan kepada Qadha’ dan Qadar?
1.2.3 Bagaimana Pandangan Aliran Teologi tentang Perbuatan Manusia dan
Perbuatan Tuhan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui yang dimaksud dengan Qadha’ dan Qadar
1.3.2 Mengetahui Dasar – Dasar Keimanan kepada Qadha’ dan Qadar?
1.3.3 Mengetahui Pandangan Aliran Teologi tentang Perbuatan Manusia dan
Perbuatan Tuhan
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang tiga materi, yaitu 1) pengertian dari
Qadha’ dan Qadar; 2) Dasar Keimanan kepada Qadha’ dan Qadar; dan 3)
Pandangan Aliran Teologi tentang Perbuatan Manusia dan Perbuatan Tuhan.

2.1 Pengertian Qadha’ dan Qadar

Iman kepada qadha dan qadar adalah tiang iman yang keenam atau rukun
iman yang terakhir. Qadha dan qadar dalam pembicaraan sehari hari selalu disebut
dengan takdir. Rukun iman yang terakhir ini kalau orang tidak hati–hati, tidak
didasari dengan iman dan ilmu yang benar dapat mengakibatkan seseorang
tergelincir ke dalam aqidah dan cara hidup yang fatal. Oleh sebab itu, perlunya
memahami makna qadha dan qadar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.

Ada banyak Firman Allah SWT dalam Al – Quran serta Hadist Nabi SAW
mengenai rukun iman yang terakhir ini, berikut adalah salah satu dari yang telah
disabdakan-Nya:

QS. Al – Furqan 25: 2

‫َّرهُ َت ْق ِد ًيرا‬ ٍ ِ ِ ‫ض ومَل يت‬ ِ َّ ‫ك‬ ِ


َ ‫يك يِف الْ ُم ْلك َو َخلَ َق ُك َّل َش ْيء َف َقد‬
ٌ ‫َّخ ْذ َولَ ًدا َومَلْ يَ ُك ْن لَهُ َش ِر‬ َ ْ َ ِ ‫األر‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ ُ ‫الَّذي لَهُ ُم ْل‬

Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan

serapi-rapinya[1053]. (QS Al-Furqan 25 : 2)


[1053]
Maksudnya: segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan–
perlengkapan dan persiapan-persiapan, sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya
masing-masing dalam hidup.

Sabda Rasulullah dalam Hadist Riwayat Muslim yang artinya:

“Saya merasa kagum terhadap qadha (keputusan) Allah kepada orang mukmin.
Jikalau Allah memutuskannya bahagia, maka ia pun rela dan adalah keputusan
itu baik baginya. Dan jikalau Allah memutuskan kemeleratan, maka ia pun rela
dengan keputusan itu pun baik baginya.” (H.R Muslim)

Dari salah satu Firman Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW di atas, definsi
dari Qadha berarti hukum, perintah, memberitakan, menghendaki, dan
menjadikan/ penciptaan. Arti dari qadar dalam al-qur’an dapat kita memahaminya
bahwa qadar ialah suatu peraturan atau takaran umum yang telah diciptakan Allah
SWT untuk menjadi dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan akibat.
Oleh karena itu iman kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib
mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan
diri manusia, adalah menurut hukum, berdasarkan suatu undang–undang universal
atau kepastian umum atau takdir.

Ada beberapa pendapat Ulama Alh Al–Sunnah Wal Jamaah mengenai arti
Qada’ dan Qadar. Ini kerana kedua kata tersebut memiliki maksud yang amat
hampir dan saling menjelaskan. Di antara mereka ada yang berpendapat qadha
bererti ketentuan bersifat menyeluruh sejak azali sementara qadar ialah bagian
serta perinciannya. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Hafiz Ibn Hajar
al-‘Asqalani rahimahullah:

‫وقالوا أي العلماء القضاء هو احلكم الكلي االمجايل يف االزل والقدر جزئيات ذلك احلكم وتفاصيله‬

Artinya: mereka yakni para ilmuan berkata. Qadha’ ialah ketentuan bersifat
menyeluruh lagi umum sejak masa azali makala qadar ialah bahagian –
bahagian dan perincian – perincian dari ketentuan tersebut.1

Selain itu pendapat lain menjelasakan qadar ialah ilmu, penulisan, kehendak
dan penciptaan Allah SWT tentang apa yang kan berlaku sejak azali, dan qadha
ialah pelaksanaan terhadap qadar tersebut. Allah SWT berfirman:

‫إِنَّا ُك َّل َش ْي ٍء َخلَ ْقنَاهُ بَِق َد ٍر‬

Artinya: Sesungguhnya Kami menciptakan tiap – tiap sesuatu menurut qadar


(yang telah ditentukan). QS. Al-Qamar 54: 49.

Serta terdapat dalam Firman Allah SWT yang berbunyi:

1
Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari (Dar al-Makrifat Beirut 1379 H, dalam Maktabah Syamilah
v3.3), jld 11, ms. 477 (Kitab Al Qadar). Rujukan ini seterusnya disebut sebagai Fath al-Bari.
ِ ‫و َكا َن أَمرا م ْق‬
‫ضيًّا‬ َ ًْ َ
Artinya: Dan hal itu adalah satu perkara yang telah ditetapkan berlakunya. QS.
Maryam 19: 21.

Berdasarkan penjelasan di atas, ada yang berpendapat qadha kemudian qadar,


sementara ada yang berpendapat ialah qadar diikuti qadha. Namun perbedaan
pendapat ini tidaklah memudaratkan, malah ia merupakan satu kelaziman dalam
perbicaraan ilmiah. Syaikh Abu Abdurrahman Ali bin al-Sayyid al-Washifi Hamd
menjelaskan, perbedaan para ilmuan dalam mendefinisikan qadha dan qadar tidak
memberi pengaruh karena pada hakikatnya kedua kata qadha dan qadar adalah
aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT bagi semua makhluk yang
mencakup semua yang baik dan yang buruk, yang berakhir hingga masa tertentu
yang berubah dari satu kadaan ke keadaan yang lain.2

2.2 Dasar Keimanan kepada Qadha’ dan Qadar

Sebagai Ahl as-Sunnah wa al-Jamaah, kita memiliki sumber hukum yang


dapat dijadikan sebagai pegangan hukum dalam meyakini atas Qdha dan Qadar,
yakni Al-Quran, al-Sunnah, serta Ijma’. Ada dua jenis dalil yang dijelaskan dalam
islam yakni dalil Nakli dan dalil Aqli. Dalil Naqli adalah dali yang bersumber dari
Al-Quran dan Al-Hadist.

Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang Qadha’ dan Qadar:

1. QS. Al-Qamar 54: 49

‫إِنَّا ُك َّل َش ْي ٍء َخلَ ْقنَاهُ بَِق َد ٍر‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan tiap – tiap sesuatu menurut qadar


(yang telah ditentukan).”

2. QS. Al-Furqan 25: 2

‫َّرهُ َت ْق ِد ًيرا‬ ٍ ِ ِ ‫ض ومَل يت‬ ِ َّ ‫ك‬ ِ


َ ‫يك يِف الْ ُم ْلك َو َخلَ َق ُك َّل َش ْيء َف َقد‬
ٌ ‫َّخ ْذ َولَ ًدا َومَلْ يَ ُك ْن لَهُ َش ِر‬ َ ْ َ ِ ‫األر‬
ْ ‫الس َم َاوات َو‬ ُ ‫الَّذي لَهُ ُم ْل‬

2
Al-Qadha wa al-Qadar inda Al-Salaf (edisi terjemahan Ali Murtadho atas judul Qadha dan Qadar
Dalam Pandangan Ulama Salaf).
Artinya: “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya),
dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-
ukurannya dengan serapi-rapinya.”

3. QS. Al-Ahzab 33: 38

ِ ِ ِ َّ ‫ِ يِف‬ ِ ِ
ً ‫ين َخلَ ْوا م ْن َقْب ُل َو َكا َن أ َْم ُر اللَّه قَ َد ًرا َم ْق ُد‬
‫ورا‬ َ ‫ض اللَّهُ لَهُ ُسنَّةَ اللَّه الذ‬ َ ‫َما َكا َن َعلَى النَّيِب ِّ م ْن َحَر ٍج ف‬
َ ‫يما َفَر‬
Artinya: “Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi, tentang apa yang telah
ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian)
sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan
adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.”

4. QS. Al-Hadid 57: 22

ِ ِ ِ
َ ‫اب ِم ْن َقْب ِل أَ ْن َنْبَرأ ََها إِ َّن ذَل‬
ٌ‫ك َعلَى اللَّه يَسري‬
ٍ َ‫ض وال يِف أَْن ُف ِس ُكم إِال يِف كِت‬
ْ َ ِ ‫األر‬
ٍ ِ ِ ‫ما أَص‬
ْ ‫اب م ْن ُمصيبَة يِف‬
َ َ َ

Artinya: “Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.”

Sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang Qadha’ dan Qadar:

“Iman adalah (hendaknya) engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat


Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan beriman pula kepada qadar (takdir),
yang baik maupun yang buruk.” (HR Bukhari dan Muslim).

“Allah SWT berfirman, “Barang siapa tidak rela dengan qadha dan qadarKu
dan tidak sabar terhadap bencana yang Aku timpakan atasnya, maka hendaknya
ia mencari Tuhan selain aku.” (HR Al-Thabrani)

Adapun dalil Aqli ialah dalil yang diambil dari akal sehat. Akal sehat
membenarkan adanya kejadian di luar kehendak dan perhitungan akal manusia.
Akal sehat juga mengakui adanya peraturan, ukuran, undang – undang, sifat, serta
hukum alam atau sunnatullah yang berlaku bagi alam semesta.

Sebagai contoh jika seseorang ingin pandai maka harus rajin belajar, apabila
ingin kaya maka harus berusaha, dan jika ingin merdeka maka harus berjuang.
Allah telah membuat ketentuan takdir bahwa untuk mencapai sesuatu harus
dengan berusaha, sedagkan ketentuan-ketentuan itu tidak dapat diubah. Allah
berfirman dalam QS. Al-Ahzab 33: 62.

‫ين َخلَ ْوا ِم ْن َقْب ُل َولَ ْن جَتِ َد لِ ُسن َِّة اللَّ ِه َتْب ِديال‬ ِ َّ ‫ِ يِف‬
َ ‫ُسنَّةَ اللَّه الذ‬
yang artinya: “Sebagai sunnah Allah SWT yang berlaku atas orang–orang yang
telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu berkali-kali tidak akan mendapati
perubahan sunnah Allah SWT.”

Dalil-dalil di atas yang telah disebutkan adalah sebagian kecil dari apa yang
telah dijelaskan oleh sang Maha Pencipta. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang
Maha Menguasi Seluruh alam serta isinya.

2.3 Pandangan Aliran Teologi tentang Perbuatan Manusia dan Perbuatan


Tuhan
2.3.1 Perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam pemikiran kalam setuju bahwa Tuhan melakukan
perbuatan. Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat-dzat yang
memiliki kemampuan untuk melakukannya. Terdapat beberapa pandangan teologi
mengenai perbuatan Tuhan, di antaranya:
a. Aliran Mu’tazilah
Sebagai aliran kalam yang bercorak rasional, aliran mu’tazilah
berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang
dikatakan baik. Namun tidak berarti Tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Tuhan
mengetahui dari perbuatan buruk itu. Dasar pemikiran tentang konsep
keadilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan paham adanya batasan-batasan
bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, kewajiban-kewajiban itu dapat
disimpulkan dalam satu hal, yaitu kewajiban berbuat baik bagi manusia,
dalam isitilah Arab berbuat baik dan terbaik bagi manusia, hal ini memang
merupakan suatu keyakinan yang penting bagi aliran Mu’tazilah, kewajiban-
kewajiban Allah adalah:
1) Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia.
2) Kewajiban mengirimkan Rasul.
3) Kewajiban menepati janji (Al-wa’ad) dan ancaman (Al-wa’di)
b. Aliran Asy’ariyah
Aliran Asy’ariyah mempunyai paham bahwa kewajiban Tuhan berbuat
baik dan terbaik bagi manusia hal ini sama seperti apa yang dikatakan aliran
mu’tazilah hal ini ditegaskan oleh Al-Ghozali ketika mengatakan bahwa
Tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dan
demikian aliran Asy’ariyah tidak menerima paham Tuhan mempunyai
kewajiban. Tuhan dapat berbuat dengan sekehendak hati-Nya terhadap
makhluk-Nya. Sebagaiman dikatakan Al-Ghozali bahwa perbuatan-
perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak satupun dari-Nya
memiliki sifat wajib.
Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai
kewajiban menempati janji dan menjalankan ancaman yang telah disebutkan
dalam Al-qur’an dan hadist, dengan kata lain yang diancam akan mendapat
hukuman bukanlah semua orang, tetapi sebagian orang yang menelan harta
anak yatim piatu dan dengan interprestasi demikianlah Al’asyariyah
mengatasi persoalan wajibnya Tuhan berbuat baik dengan manusia.
c. Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan Tuhan ini terdapat perbedaan pandangan antara
Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukharo. Dalam sejarah
pertumbuhan aliran-aliran kalam dikenal dua sub sekte aliran Maturidiyah
yang berbeda pendapat, Maturidiyah Samarkand memberikan batas pada
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan
Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, demikian juga
pengiriman Rasul dipandang sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun Maturidiyah Bukharo memiliki pandangan yang sama dengan
Asy’ariyah tentang paham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban.
Tentang pengiriman Rasul Maturidiyah Bukharo berpendapat bahwa itu
merupakan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya
bersifat mungkin saja. Mengenai memberikan beban kepada manusia di luar
batas kemampuan manusia, aliran Asy’ariyah menerimanya.
2.3.2 Perbuatan Manusia
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang
dilakukan oleh kelompok jabariyah dan kelompok qodariyah. Akar dari perbuatan
manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta termasuk
di dalam manusia itu sendiri.
a. Aliran Jabariyah
Dalam aliran ini dampak dua perdebatan dalam masalah perbuatan
manusia. Jabariyah ekstrim dan jabariyah moderat. Jabariyah ekstrim
mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa, ia tidak
mempunyai daya. Adapun jabariyah moderat, mengatakan bahwa Tuhan
menciptakan perbuatan manusia, perbautan baik dan perbuatan buruk tetapi
manusia juga berperan di dalamnya.
b. Aliran Qodariyah
Aliran ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendak sendiri, baik itu perbuatan buruk atau perbuatan baik karena
itu ia berhak mendapat pahala atas kewajiban dan juga berhak mendapat
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Tetapi aliran Qodariyah bahwa
tidak pantas bagi manusia tindakan salah yang dilakukan bukan atas
keinginan dan kemampuan sendiri.
c. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia memiliki daya yang besar dan
bebas, oleh karena itu Mu’tazilah menganut paham Qodariyah, perbuatan
manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia tetapi manusia
sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Dengan paham ini aliran
mu’tazilah mengakui Tuhan sebagai pencipta awal sedangkan manusia
berperan sbegai pihak yang beraksi untuk mengubah bentuknya.
d. Aliran Asy’ariyah
Paham asy’ariyah menyebutkan manusia ditempatkan sebagai posisi
yang lemah, oleh karena itu aliran ini lebih dekat dengan aliran jabariyah
dari pada paham mu’tazilah.
e. Aliran Maturidiyah
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah
Bukharo mengenai perbautan manusia, kelompok pertama lebih dekat
dengan paham mu’tazilah sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan
paham Asy’ariyah.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan materi pada bab sebelumnya dapat disimpulan bahwa Iman
kepada qadha dan qadar adalah rukun iman yang terakhir yaitu keenam, yang
dalam pembicaraan sehari hari selalu disebut dengan takdir. Banyak pendapat
mengenai pengertian Qadha’ dan Qadar, namun perbedaan para ilmuan dalam
mendefinisikan qadha dan qadar tidak memberi pengaruh karena pada hakikatnya
kedua kata qadha dan qadar adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
bagi semua makhluk yang mencakup semua yang baik dan yang buruk, yang
berakhir hingga masa tertentu yang berubah dari satu kadaan ke keadaan yang
lain.

Dasar–dasar untuk mengimani Qadha’ dan Qadar telah tercantum di jelaskan


dalam Firman Allah SWT serta Sabda Nabi SAW, dan juga didapatkan dalam
dalil Aqli yang didasarkan pada akal sehat manusia.

Dengan adanya takdir, maka hal ini tentulah ada perbuatan yang telah
dilakukan yakni perbuatan Tuhan dalam menetapkan takdir kepada makhluk-Nya.
Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat-dzat yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Banyak aliran pandangan tentang perbuatan
Tuhan terhadap makhluk-Nya, dan beberapa kelompok aliran Teologi
berkeyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta termasuk di dalam
manusia itu sendiri. Hal inilah yang menjadi akar dalam perbuatan yang dilakukan
oleh manusia.
DAFTAR RUJUKAN

al-Qadha wa al-Qadar inda al-Salaf oleh Syaikh Ali bin al-Sayyid al-Washifi.
Edisi terjemahan oleh Ali Murtadho atas judul Qadha dan Qadar Dalam
Pandangan Ulama Salaf : Pustaka Azzam, Jakarta, 2005.

Firdaus, Hafiz. 47 Persoalan Qadha’ dan Qadar. Malaysia: Perniagaan Jahabersa,


2011.

Mulyadi, Aqidah Akhlak, Semarang: Karya Toha Putra, 2004.

Syaifa’ul ‘Alil Fii Massailil Qadha’ wal Qadar wal Hikmah wat Ta’lil oleh Ibnu
Qayyim al-Jauziyah. Edisi terjemahan oleh Abdul Ghaffar atas judul Qadha’
dan Qadar Ulasan Tuntas Masalah Takdir: Pustaka Azzam, Jakarta, 2000/

Ta’lim Madani 20. Iman kepada Qadha’ dan Qadar.

Anda mungkin juga menyukai