Dosen pengampu:
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Agama Islam yang berjudul Keimana Kepada Qadha’
dan Qadar.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penulis
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 8
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan
(tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak
satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah
terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-
bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah
longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa
kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT. Dengan bekal keyakinan
terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak
pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri
dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia.
Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini,
maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha
keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu
melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun yang
buruk.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang tiga materi, yaitu 1) pengertian dari
Qadha’ dan Qadar; 2) Dasar Keimanan kepada Qadha’ dan Qadar; dan 3)
Pandangan Aliran Teologi tentang Perbuatan Manusia dan Perbuatan Tuhan.
Iman kepada qadha dan qadar adalah tiang iman yang keenam atau rukun
iman yang terakhir. Qadha dan qadar dalam pembicaraan sehari hari selalu disebut
dengan takdir. Rukun iman yang terakhir ini kalau orang tidak hati–hati, tidak
didasari dengan iman dan ilmu yang benar dapat mengakibatkan seseorang
tergelincir ke dalam aqidah dan cara hidup yang fatal. Oleh sebab itu, perlunya
memahami makna qadha dan qadar berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Ada banyak Firman Allah SWT dalam Al – Quran serta Hadist Nabi SAW
mengenai rukun iman yang terakhir ini, berikut adalah salah satu dari yang telah
disabdakan-Nya:
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan
“Saya merasa kagum terhadap qadha (keputusan) Allah kepada orang mukmin.
Jikalau Allah memutuskannya bahagia, maka ia pun rela dan adalah keputusan
itu baik baginya. Dan jikalau Allah memutuskan kemeleratan, maka ia pun rela
dengan keputusan itu pun baik baginya.” (H.R Muslim)
Dari salah satu Firman Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW di atas, definsi
dari Qadha berarti hukum, perintah, memberitakan, menghendaki, dan
menjadikan/ penciptaan. Arti dari qadar dalam al-qur’an dapat kita memahaminya
bahwa qadar ialah suatu peraturan atau takaran umum yang telah diciptakan Allah
SWT untuk menjadi dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan akibat.
Oleh karena itu iman kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib
mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan
diri manusia, adalah menurut hukum, berdasarkan suatu undang–undang universal
atau kepastian umum atau takdir.
Ada beberapa pendapat Ulama Alh Al–Sunnah Wal Jamaah mengenai arti
Qada’ dan Qadar. Ini kerana kedua kata tersebut memiliki maksud yang amat
hampir dan saling menjelaskan. Di antara mereka ada yang berpendapat qadha
bererti ketentuan bersifat menyeluruh sejak azali sementara qadar ialah bagian
serta perinciannya. Pendapat ini dikemukakan oleh al-Hafiz Ibn Hajar
al-‘Asqalani rahimahullah:
وقالوا أي العلماء القضاء هو احلكم الكلي االمجايل يف االزل والقدر جزئيات ذلك احلكم وتفاصيله
Artinya: mereka yakni para ilmuan berkata. Qadha’ ialah ketentuan bersifat
menyeluruh lagi umum sejak masa azali makala qadar ialah bahagian –
bahagian dan perincian – perincian dari ketentuan tersebut.1
Selain itu pendapat lain menjelasakan qadar ialah ilmu, penulisan, kehendak
dan penciptaan Allah SWT tentang apa yang kan berlaku sejak azali, dan qadha
ialah pelaksanaan terhadap qadar tersebut. Allah SWT berfirman:
1
Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari (Dar al-Makrifat Beirut 1379 H, dalam Maktabah Syamilah
v3.3), jld 11, ms. 477 (Kitab Al Qadar). Rujukan ini seterusnya disebut sebagai Fath al-Bari.
ِ و َكا َن أَمرا م ْق
ضيًّا َ ًْ َ
Artinya: Dan hal itu adalah satu perkara yang telah ditetapkan berlakunya. QS.
Maryam 19: 21.
2
Al-Qadha wa al-Qadar inda Al-Salaf (edisi terjemahan Ali Murtadho atas judul Qadha dan Qadar
Dalam Pandangan Ulama Salaf).
Artinya: “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya),
dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-
ukurannya dengan serapi-rapinya.”
ِ ِ ِ َّ ِ يِف ِ ِ
ً ين َخلَ ْوا م ْن َقْب ُل َو َكا َن أ َْم ُر اللَّه قَ َد ًرا َم ْق ُد
ورا َ ض اللَّهُ لَهُ ُسنَّةَ اللَّه الذ َ َما َكا َن َعلَى النَّيِب ِّ م ْن َحَر ٍج ف
َ يما َفَر
Artinya: “Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi, tentang apa yang telah
ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian)
sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan
adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.”
ِ ِ ِ
َ اب ِم ْن َقْب ِل أَ ْن َنْبَرأ ََها إِ َّن ذَل
ٌك َعلَى اللَّه يَسري
ٍ َض وال يِف أَْن ُف ِس ُكم إِال يِف كِت
ْ َ ِ األر
ٍ ِ ِ ما أَص
ْ اب م ْن ُمصيبَة يِف
َ َ َ
Artinya: “Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.”
“Allah SWT berfirman, “Barang siapa tidak rela dengan qadha dan qadarKu
dan tidak sabar terhadap bencana yang Aku timpakan atasnya, maka hendaknya
ia mencari Tuhan selain aku.” (HR Al-Thabrani)
Adapun dalil Aqli ialah dalil yang diambil dari akal sehat. Akal sehat
membenarkan adanya kejadian di luar kehendak dan perhitungan akal manusia.
Akal sehat juga mengakui adanya peraturan, ukuran, undang – undang, sifat, serta
hukum alam atau sunnatullah yang berlaku bagi alam semesta.
Sebagai contoh jika seseorang ingin pandai maka harus rajin belajar, apabila
ingin kaya maka harus berusaha, dan jika ingin merdeka maka harus berjuang.
Allah telah membuat ketentuan takdir bahwa untuk mencapai sesuatu harus
dengan berusaha, sedagkan ketentuan-ketentuan itu tidak dapat diubah. Allah
berfirman dalam QS. Al-Ahzab 33: 62.
ين َخلَ ْوا ِم ْن َقْب ُل َولَ ْن جَتِ َد لِ ُسن َِّة اللَّ ِه َتْب ِديال ِ َّ ِ يِف
َ ُسنَّةَ اللَّه الذ
yang artinya: “Sebagai sunnah Allah SWT yang berlaku atas orang–orang yang
telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu berkali-kali tidak akan mendapati
perubahan sunnah Allah SWT.”
Dalil-dalil di atas yang telah disebutkan adalah sebagian kecil dari apa yang
telah dijelaskan oleh sang Maha Pencipta. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang
Maha Menguasi Seluruh alam serta isinya.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan materi pada bab sebelumnya dapat disimpulan bahwa Iman
kepada qadha dan qadar adalah rukun iman yang terakhir yaitu keenam, yang
dalam pembicaraan sehari hari selalu disebut dengan takdir. Banyak pendapat
mengenai pengertian Qadha’ dan Qadar, namun perbedaan para ilmuan dalam
mendefinisikan qadha dan qadar tidak memberi pengaruh karena pada hakikatnya
kedua kata qadha dan qadar adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
bagi semua makhluk yang mencakup semua yang baik dan yang buruk, yang
berakhir hingga masa tertentu yang berubah dari satu kadaan ke keadaan yang
lain.
Dengan adanya takdir, maka hal ini tentulah ada perbuatan yang telah
dilakukan yakni perbuatan Tuhan dalam menetapkan takdir kepada makhluk-Nya.
Perbuatan ini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat-dzat yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Banyak aliran pandangan tentang perbuatan
Tuhan terhadap makhluk-Nya, dan beberapa kelompok aliran Teologi
berkeyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta termasuk di dalam
manusia itu sendiri. Hal inilah yang menjadi akar dalam perbuatan yang dilakukan
oleh manusia.
DAFTAR RUJUKAN
al-Qadha wa al-Qadar inda al-Salaf oleh Syaikh Ali bin al-Sayyid al-Washifi.
Edisi terjemahan oleh Ali Murtadho atas judul Qadha dan Qadar Dalam
Pandangan Ulama Salaf : Pustaka Azzam, Jakarta, 2005.
Syaifa’ul ‘Alil Fii Massailil Qadha’ wal Qadar wal Hikmah wat Ta’lil oleh Ibnu
Qayyim al-Jauziyah. Edisi terjemahan oleh Abdul Ghaffar atas judul Qadha’
dan Qadar Ulasan Tuntas Masalah Takdir: Pustaka Azzam, Jakarta, 2000/