Anda di halaman 1dari 20

FAKULTAS AGAMA ISLAM KOMUNIKASI & PENYIARAN ISLAM

AL-QURAN DAN AKAL

ALQURAN DAN SAINS


DOSEN : Abdul Hamid, Lc. M. Kom. I

Nama Penyusun :

Ahmad Zulkarnaen 1120120011 Yudi Dwi C 1120150005

M. Ainus Shofa 1120140032 Fitri Nuraeni 1120150020

Tri Wahyu W 1120140004 Julva Puspitasari 1120150035

Yuyun Sepsam Yani 1120150022 Ahmad Wildan 112015 0026

Akhmad Fahri S 1120150040 Mustaghfirin 1120150042

Faizah H Husna 1120150031 Muhammad Barkah 1120150043

M. Zaeni Nadib 1120150041 Asmita Sari 1120150036

Universitas Islam As-syafiiyah


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk bisa menyelesaikan makalah ini. Berkat rahmat dan hidayahnya,
proses penyusunan makalah ini dapat berjalan lancar dan terselesaikan dengan
terkendali.

Makalah ini disusun berdasarkan materimateri yang didapat berdasarkan


berbagai sumber informasi yang beragam, sehingga dapat dijadikan pembahasan
sekaligus materi pembelajaran di masa yang akan datang. Penulis berharap dengan
membaca makalah ini pembaca dapat menambah ilmu dan menjadi pribadi yang
lebih baik untuk ke depannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah


berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata, penulis mengakui
bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan segala kritik dan saran guna penyempurnaan makalah ini dilain
waktu.

Bekasi, Januari 2017

Penulis

Alquran dan akal


1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2

BAB I...................................................................................................................................3

PENDAHULUAN..................................................................................................................3

A. Latar Belakang............................................................................................................3

B. Rumusan Masalah......................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan........................................................................................................4

BAB II..................................................................................................................................5

PEMBAHASAN....................................................................................................................5

A. Pengertian Akal..........................................................................................................5

B. Kedudukan Akal dalam Al-Quran...............................................................................7

C. Fungsi Akal dalam Al Quran......................................................................................10

D. Konsep Berfikir dalam Al Quran .13

BAB III...............................................................................................................................18

PENUTUP..........................................................................................................................18

A. Kesimpulan...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

Alquran dan akal


2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa manusia merupakan


makhluk paling sempurna yang telah Allah ciptakan sebagaimana FirmanNya
berikut ini :

()
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S
At-Tin:4)

Adapun hal yang membuat manusia lebih baik dari makhluk yang lainnya
yaitu manusia mempunyai akal yang dapat dipergunakan untuk berfikir dalam
menjalani kehidupan. Akal berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang
benar serta menganalisis sesuatu, dimana kemampuan menganalisa sangat
tergantung pada luas pengalaman dan tingkat pendidikan formal maupun informal
dari seseorang. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah
manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai
apakah sesuai benar atau salah.

Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan


pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang
betul-betul sama. Tema akal adalah salah satu tema keislaman yang sentral.Karena
akal seringkali disebut-sebut oleh Al-Quran sebagai sesuatu yang sangat
penting.Atas dasar itu, kita mesti mencari tahu makna akal dalam berbagai
rentangannya yang tidak terbatas. Banyak ayat-ayat Al-Quran memang
menjelaskan tentang akal, oleh karena itu kita perlu mengkaji apa yang telah
dijelaskan Al-Quran.

Alquran dan akal


3
B. Rumusan Masalah

Dalam pembahasan materi Alquran dan akal banyak sekali yang perlu
dikaji satu per satu. Sehingga bila diurutkan rumusan masalah yang akan di bahas
dalam makalah ini yaitu:
a. Pengertian Akal
b. Kedudukan Akal dalam Alquran
c. Fungsi Akal didalam Alquran
d. Konsep Berfikir Dalam Al Quran

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini di antaranya yaitu untuk memberi


pendidikan dan wawasan yang lebih mendalam mengenai Alquran dan Akal.

Alquran dan akal


4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akal

Secara bahasa,akal berasal dari Kata aqala yang berarti mengikat atau
menahan. Dalam komunikasi atau lisan orang arab dijelaskan bahwa kata alaqal
berarti menahan dan alaqil ialah orang yang menahan diri dan mengekang hawa
nafsu. Banyak makna yang diartikan tentang aqala. Jadi orang yang berakal yaitu
orang yang dapat menahan amarahnya dan mampu menyelesaikan masalah
dengan sikap dan tindakan yang bijaksana. Jadi dapat pula dipahami bahwa kata
aqala ialah mengerti, memahami atau berfikir.

Aqala merupakan kata benda (mashdar) yang tidak terdapat dalam Al-
Quran akan tetapi terdapat dalam bentuk kata kerja seperti yang dijelaskan dalam
buku tafsir fi Dzilalil Quran, Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya
yaitu Aqaluh (Al-baqarah:75), taqilun 24 ayat (salah satunya Q.S Al-
baqarah:49), naqil (Q.S Al-Mulk:10), yaqiluha (Al-Ankabut:43) dan yaqilun 22
ayat (salah satunya Q.S Al-Furqan:44). Kata-kata tersebut berarti faham atau
mengerti.

Seperti Firman Allah berikut ini :








Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal
segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya
setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui(Q.S Al-Baqarah:75)

Secara istilah akal adalah daya berfikir yang ada dalam diri manusia dan
merupakan salah satu dari jiwa yang mengandung arti berpikir. Jadi orang yang
berakal adalah orang yang berpikir dimana dia dapat menahan nafsunya dan dapat

Alquran dan akal


5
menyelesaikan masalahnya secara bijaksana dengan mencari jalan keluarnya
dengan berpikir.

Adapun berikut ini pengertian beberapa ahli mengenai akal:

1. Harun Nasution- Kata akal berasal dari kata Arab al-Aql yang menjadi
kata Indonesia, dalam bentuk kata benda tidak ada dalam Al-quran,
hanya bentuk kata kerja al-Aqaluh 1 ayat, yaqiluha 1 ayat, yaqilun 22
ayat, taqilun 24 ayat dan naqilu 1 ayat, dalam arti mengerti dan paham.
2. Abu Bakar ibn al-Arabi- (1165-1240 M), menyebutkan bahwa akal
sebagai ilmu, yaitu sifat yang dengannya persepsi ilmu dapat di hasilkan
Abu bakar ibn al-Arabi berdasarkan pendapatnya dengan ayat Al-Quran
yang memberikan motivasi terapan terhadap sesuatu yang di informasikan
dengan ayat-ayat tersebut. Menurutnya, hasil-hasil terapan dinamakan
ilmu, bukan akal.
3. Menurut KBBI, Akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu dan
sebagainya)
4. Ibnu Taimiyah, menurutnya akal adalah menahan, mengekang, menjaga
dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan,
menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang
nampak untuk akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang
mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal
dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu
5. Syaikh Al Albani, Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu
sesuatu yang mengekang dari mengikatnya agar tidak lari kekanan dan
kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke
kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat
dirinya dengan pemahaman salaf
6. Al Imam Abul Qosim Al Ashbahany, Akal ada dua macam yaitu :
ThabiI dan diusahakan. Yang thabiI adalah yang datang bersamaan
dengan yang kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan,
tertawa bilangsenang, dan menangis bila tidak senang

Alquran dan akal


6
7. Izutzu, aqal di zaman Jahiliyah diartikan kecerdasan praktis. Bahwa
orang yang berakal mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah
dan di setiap saat dihadapkan dengan masalah ia dapat melepaskan diri
dari bahaya yang dihadapinya.

B. Kedudukan Akal dalam Al-Quran

Telah dijelaskan bahwa penghargaan tertinggi terhadap akal terdapat


dalam Al-Quran.Tidak sedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong
manusia supaya banyak berpikir dan mempergunakan akalnya. Seperti dalam
quran surat Al-Fajr berikut ini







Adakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) bagi orang-
orang yang berakal (Q.S Al-Fajr:5)

Di dalam al-quran orang yang berakal itu disebut al-hijr seperti ayat
diatas dan ulul albab seperti di Q.S Shad:29 serta masih banyak lagi. Kata-kata
yang dipakai dalam Al-Quran untuk menggambarkan perbuatan berpikir pun
bukan hanya aqala tetapi juga ada banyak sinonimnya seperti berikut:

a. Nazara, merenungkan dan perhatikan, terdapat dalam 30 ayat lebih, salah


satu diantaranya yaitu :

()

()

Maka apakah mereka tidak memperhatikan akan langit yang ada di atas
mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit
itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?.Dan kami hamparkan bumi
itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami
tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang
mata. (QS. Qaaf: 6-7)

Alquran dan akal


7
b. Tadabbara, merenungkan terdapat 8 ayat seperti:



()
Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka merenungkan ayat-ayatNya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shaad: 29)

c. Tafakkara, berfikir terkandung dalam 18 ayat, seperti:



Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. An-Nahl:69)

d. Faqiha, mengerti atau faham yang terdapat dalam 20 ayat, seperti:





Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah.dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-
Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya
dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Isra: 44)

e. Tadzakkra, mengingat, memperoleh, peringatan, mendapat pelajaran,


memperhatikan dan mempelajari, terdapat sekitar 100 ayat, seperti:


Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan (apa-apa) ?.Maka Mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran. (QS.An-Nahl: 17)

Alquran dan akal


8
Selain itu terdapat pula dalam Al-Quran sebutan-sebutan yang memberi
sifat berpikir bagi seorang muslim, yaitu ulul albab(orang berfikir), ulul
ilm(orang berilmu), ulil abshar(orang yang mempunyai pandangan), dan ulin
nuha(orang bijaksana).

Semua bentuk ayat-ayat yang didalamnya terdapat kata-kata Nadzara,


Tadabbara, Tafakkaru, Faqiha, Fahima, aqala, serta ayat yang berisi sebutan ulul
albab, ulul ilm, ulil abshar, mengandung anjuran, dorongan dan perintah agar
manusia banyak berfikir dan mempergunakan akalnya.Keduanya ini adalah ajaran
yang jelas dan tegas dalam Al-Quran, sebagai sumber utama ajaran Islam.

Akal terdiri atas unsur rasio dan hati/rasa. Setelah manusia


memikirkan/meraiso tanda-tanda kekuasaan Allah yang terbentang di alam atau
tertulis dalam kitabNya maka tidak akan mengakui adanya Allah kalau hatinya
tidak berfungsi, sebab buta, tidak yakin dan kotor. Sebagaimana firman Allah




Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati
yang di dalam dada.

Yang masuk akal belum tentu dapat dirasionalkan, sebab berfungsinya


kemampuan rasio manusia sangat terbatas, hatinya buta dan menyebabkannya
tidak yakin. Banyaknya manusia yang tidak mau memahami tanda-tanda
kekuasaan dan keesaan Allah, mereka tidak mau menggunakan hati dan rasionya.
Tapi ada juga yang mau menggunakan raiso namun mereka tidak yakin karena
hatinya buta. Mereka bahkan lebih sesat daripada binatang yang tidak mempunyai
akal.

C. Fungsi Akal dalam Al Quran

Dalam Al-quran baik surat makiyah atau madaniyah keduanya mengajak


untuk berfikir atau menggunakan pikiran, tidak meninggalkannya oleh karena itu
akal berfungsi sebagai:

Alquran dan akal


9
a. Memikirkan objek alam semesta.
Al-quran mengajak untuk berfikir dengan beragam bentuk redaksi
tentang segala hal, kecuali tentang zat Allah SWT, karena mencurahkan
akal untuk memikirkan zat Nya adalah pemborosan energy akal,
mengingat pengetahuan tentang zat Allah tidak mungkin dicapai oleh akal
manusia, maka manusia cukup memikirkan tentang ciptaanNya di langit,
di bumi dan dalam diri manusia sendiri, Allah SWT berfirman:






Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?
Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-
benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya. (Ar-Ruum: 8)

Maka hendaklah kaum ulul al-baab mencurahkan segenap potensi


mereka untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi beserta isinya
dengan seluruh keteraturan dan ketelitiaan penciptaannya, sehingga Allah
SWT akan menunjukan kepada mereka suatu kesimpulan bahwa
penciptaan keduanya adalah untuk suatu hikmah, bukan untuk kesia-siaan.
Hendaklah akal memikirkan ayat-ayat Allah tentang bumi,langit,
matahari,dan bintang, demikian pula segala sesuatu yang ada didalam
bumi seperti hewan, tumbuhan, gunung, sungai, dan lautan, seluruh alam
semesta dengan segala isinya adalah ajang untuk dipikirkan manusia
seluas-luasnya.

b. Berfikir tentang dimensi Maknawi (immateril)


Berfikir tidak hanya terbatas pada segi-segi materi, namun juga
menyentuh sisi-sisi maknawi (Immateri), seperti hubungan antara suami
istri yang dimaksudkan oleh Al-quran sebagai salah satu tanda kebesaran
Allah SWT, sesuai dalam firmanNya:

Alquran dan akal


10

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Rum : 21)

Contoh lain segi Immateri, adalah objek kajiaan akal pikiran tentang
perlakuaan Allah terhadap jiwa manusia ketika manusia sedang tidur dan
ketika menemui ajal seperti Firman Allah di Q.S Az-Zumar:42.

c. Berfikir tentang ayat-ayat Tanziliyah (wahyu)


Objek kajian akal bukan hanya ayat ayat kauniyah alam semesta tetapi
termasuk ayat ayat yang diturunkan dalam bentuk wahyu. Yang pertama
ayat ayat yang terlihat, sedangkan yang terakhir ayat ayat yang terdengar
dan terbaca, Allah SWT Berfirman:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari
keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir. (Al-Baqarah : 219)

d. Al-quran Objek berfikir yang sangat luas


Imam Ghazali menjelaskan tentang objek pemikiran ciptaan ciptaan Allah
terbagi menjadi beberapa bagian, pertama yang tidak diketahui wujudnya
dan ini tidak mungkin dipikirkan, akan banyak ciptaan Allah yang
memang tidak kita ketahui, Allah berfirman

Alquran dan akal


11
(Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan
apa yang kamu tidak mengetahuinya. (An-Nahl : 8}

Firman Allah dalam surat yasin


Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.( Yasin : 36)

kedua yang diketahui asalnya dan jumlahnya namun tidak diketahui secara
rinci, kita baru mengetahui secara detil dengan berfikir, bagian ini terbagi
lagi menjadi dua, pertama yang diketahui dengan mata seperti langit dan
bumi yang tujuh lapis, langit dengan bintang bintang yang menghiasinya
dapat dilihat oleh manusia, bumi, gunung, barang tambang dan lain lain
semua itu dapat ditangkap dengan mata, kedua yang tidak dapat diketahui
dengan mata seperti malaikat, jin, Arsy dll.

e. Berfikir secara total, berdua atau sendiri


Diantara ayat ayat yang mendorong untuk berfikir adalah firman Allah
SWT
Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu
suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas)
berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang
Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia
tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi)
azab yang keras. ( Saba : 46)

Dalam ayat tersebut Allah SWT memberi perintah kepada rasul


agar memberikan nasehat kepada kaumnya dan mendorong mereka untuk
melakukan satu hal, tidak yang lainnya hingga mereka akan mengetahui
hakekat kenabianya, apakah benar atau palsu, dan mengetahui hakikat
pribadinya, apakah ia seorang gila yang sedang mengigau ataukah seorang
rasul yang sedang memberi petunjuk? Satu hal yang dituntut itu terdiri atas
dua langkah, pertama agar mereka menghadap Allah SWT berdua atau

Alquran dan akal


12
sendirian kedua agar mereka berfikir, artinya menggunakan pikiran
mereka, tidak membuatnya beku.

D. Konsep Berfikir Dalam Al Quran


Manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Tapi
manusia dibekali dengan perantara (wasilah) untuk mencari ilmu dan marifah
yaitu dengan akal (aql), pendengaran (sam), dan penglihatan (bashar). Semua
perantara tersebut diberikan kepada manusia dengan tujuan untuk mengetahui
kebenaran (haqq) dan menjadikannya dalil atas argumennya dalam berpikir.
Adapun kebenaran yang dipahami dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol
diri supaya tidak terjerumus dalam kesesatan (bathil). Dan untuk mengetahui
kebenarankebenaran tersebut diperlukan cara berpikir yang benar pula (tafakkur).
Apabila cara berpikirnya salah maka objek dan hasil yang dipahaminya pun akan
menjadi salah. Maka berikut ini akan dibahas mengenai konsep berpikir dalam al-
Quran sebagai aktifitas yang mampu mengantarkan manusia kepada keimanan
dan kesesatan.
1. Al-Tadhakkur
Tadhakkur merupakan bentuk derivasi dari kata dasar dhakara yang berarti
mengingat. Ibn Manzur berpendapat bahwa Tadhakkur adalah upaya untuk
menjaga sesuatu yang pernah ia ingat atau pahami. (Ibn Mandzur, 1119: 1507).
Sedangkan dhikr berarti segala yang terucap oleh lisan. Adapun Ar-Raghib al-
Asfahany membagi makna dhikr menjadi dua yaitu Dhikr bi Al-Qalb (berpikir
dengan hati) dan Dhikr bi Al-Lisan (mengingat dengan lisan). (al-Ashfahani, t.th:
237). Lebih lanjut ia menekankan bahwa masing-masing mengandung makna
sebagai proses mengingat kembali tentang apa yang telah terlupa dan mengingat
untuk memahami hal yang baru atau ilmu yang baru bagi orang yang berpikir.
Menurut al-Quran, organ utama berpikir dalam memahami ayat adalah
hati (al-qabl, al-lubb, al-fuad), sedangkan aktifitas berpikir hanyalah bentuk
manifestasi dari fungsi kerja hati tersebut. Hati adalah organ yang mampu
memahami makna ayat Allah, sehingga apabila organ tersebut terkunci, tertutup
dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka manusia tidak akan dapat
memahami ayat-ayat yang ada (Q. S. al-Taubah : 87). Dan ketika qalb tidak
berfungsi maka ia akan mendustakan (takdhib) ayat-ayat tersebut. Sehingga

Alquran dan akal


13
konsekwensi dari pendustaan atau pengingkaran ayat tersebut ialah kekufuran
(kufr). Tapi, ketika hati dapat berfungsi secara benar maka hati akan mampu
memahami dan membenarkan (tasdiq) konsep nikmat, rahmat, kemurahan Allah,
pengampunan Allah, dsb. Dan sebagai konsekwensi bagi orang yang
membenarkan (tasdiq) dan memahami makna ayat Allah ialah ketaqwaan (al-
taqwa), keimanan (al-Iman) dan rasa syukur (al-syukr). Dengan demikian maka ia
akan menghasilkan keimanan kepada Allah Swt. (Izutsu, 1997: 145-152). Jadi,
melalui konsep Tadhakkur ini jelas bahwa aktifitas berpikir yang diproses dengan
hati secara benar dapat menunjukkan manusia ke jalan kebenaran, begitu pula
sebaliknya.
2. Al-Tafakkur
Istilah al-tafakkur berasal dari kata fakara yang berarti kekuatan atau daya
yang mengantarkan kepada ilmu. (al-Ashfahani, t.th: 496). Dengan kata lain
bahwa tafakkur adalah proses menggunakan daya akal (aql) untuk menemukan
ilmu pengetahuan. Istilah fikr memiliki beberapa makna yang berdekatan. Di
antaranya ialah al-tafakkur, al-tadhakkur, al-tadabbur, nadzar, taammul, itibar,
dan istibshar (Al-Hajjaji, 1988:262). Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa tafakkur
adalah proses memahami kebenaran suatu perintah antara yang baik (al-khair) dan
yang buruk (al-sharr) untuk mengambil manfaat dari yang baik-baik serta bahaya
dari suatu keburukan (Al-Hajjaji, 1988: 270). Adapun objek kajian berpikir
(tafakkur) ialah ilmu. Sebab, berpikir berarti upaya untuk mencari ilmu
pengetahuan, maka konsep berpikir juga memiliki makna relasional dengan
konsep ilmu (ilm) dalam al-Quran. Untuk itu, orang yang selalu berpikir tentang
suatu ilmu disebut arif atau alim. Kata arif dan alim memiliki lawan kata jahil
(orang yang tidak tahu). Maksudnya, orang yang tidak berilmu tidak dapat
dijadikan sandaran menuju kebenaran karena ia tidak tahu hakekat ilmu.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah berkesimpulan bahwa kebebasan berpikir
berarti menjauhkan diri dari sifat taqlid yang mampu mencelakakan dirinya. (Al-
Adzim, 1967: 103-104). Artinya seseorang yang membebaskan pikirannya berarti
kembali kepada agama Allah Swt. Sebab, dengan mengimani dan melaksanakan
segala apa yang disyariatkan oleh Allah Swt. (at-taabbud) melalui alQuran,
secara tidak langsung telah menghindarkan diri dari kejumudan berpikir.

Alquran dan akal


14
3. Al-Tadabbur
Tadabbur merupakan istilah yang datang dari bahasa Arab. Istilah tadabbur
merupakan bentuk derivasi dari kata dasar dabara yang artinya melihat apa yang
terjadi di balik suatu masalah. Selain itu, kata tersebut juga memiliki makna
leksikal menyuruh (al-amr), memerintah (walla). Dari kata dasar dabara juga
menurunkan istilah lain yaitu altadbir yang berarti memikirkan (al-tafkir) apa
yang ada di balik sesuatu. Selain itu didapatkan juga istilah al-tadbir yang artinya
membebaskan budak dari keterbelakangan atau terbebasnya seorang budak dari
perbudakan setelah kematian tuannya (Mandzur, 1119: 1321)
Dalam al-Quran kata tadabbur dalam hubungannya dengan proses
berpikir terdapat sebanyak 4 kali, masing-masing dalam 4 surat dan 4 ayat [Q. S.
An-Nisa : 82, Muhammad : 24, al-Muminun : 68, dan Shad : 29]. Dan jika
ditelaah tentang obyek yang menjadi sasaran tadabbur ini, maka objek kajian
dalam beberapa ayat tersebut mencakup tentang wahyu Allah (al-Quran) dan
tanda-tanda kebesaran Allah yang lainnya. Adapun term yang digunakan dalam
ayat tersebut ialah afalayatadabbarun al-Quran dan afala yaddabbaru al-qaula.
Artinya, kedua bentuk berpikir tersebut menunjukkan akan perintah berpikir
mengenai makna yang terkandung (baik tersurat atau pun tersirat) dalam ayat al-
Quran.
Jadi, proses berpikir dalam konteks tadabbur berarti memahami (tafakkur)
dengan hati tentang makna-makna yang disampaikan oleh Allah Swt. melalui
tanda-tanda kekuasaannya baik yang telah ditulis dalam al-Quran maupun yang
tidak ditulis (tersirat) dengan tujuan untuk mengungkap dan memahami makna
baru dari ilmu-ilmu Allah Swt.
4. Al-Taaqqul
Kata taaqqul ditinjau dari segi kebahasaan memiliki beberapa makna.
Secara leksikal kata taaqqul berasal dari kata dasar aqala yang memiliki makna
berpikir. Kata aqala dalam bentuk kata kerja (fil) berarti habasa yang berarti
mengikat atau menawan. Orang yang menggunakan akalnya disebut dengan aqil
atau orang yang dapat mengikat dan menahan hawa nafsunya (Ibn Mandhur, 1119:
3046). Ibn Zakariya (t.t: 672)vdalam Mujam Al-Maqayis fi Al-Lughah
mengatakan bahwa semua kata yang memiliki akar kata yang terdiri dari huruf

Alquran dan akal


15
ain,qaf, lam menunjuk kepada arti kemampuan mengendalikan sesuatu,baik
berupa perkataan, pikiran, maupun perbuatan. Adapun konsep taaqqul
membentuk derivasi seperti;aqala-yaqilu sebagai kata kerja,aql sebagai daya
berpikir, aqil menunjuk kepada orang yang berpikir. Sedangkan objek yang
masuk akal seringkali disebut dengan maqul Sedangkan taaqqul berarti aktifitas
berpikir (Ibn Mandzur, 1119: 3046-3050)
Dari 49 ayat yang menggunakan kata aql yang ada di al quran dapat
diartikan bahwa aql digunakan untuk memahami berbagai obyek yang riil
maupun abstrak. Dari yang bersifat empiris sensual hingga yang kongkret seperti
sejarah umat manusia, hukum-hukum alam (nature law, sunnatullah). Selain itu
juga digunakan untuk memikirkan yang abstrak seperti kehidupan di akhirat,
proses menghidupkan kembali orang yang sudah mati, kebenaran ibadah,
kebenaran wahyu, dll. Dengan demikian objek berpikir (taaqqul) ialah tentang
ketetapan realitas kehidupan yang mengarah kepada makna-makna yang
terkandung dalam konsep dasar tentang kekuasaan Allah SWT, seperti makna
Iman, Islam, marifah dan tauhid, yang mana semua konsep tersebut diproses
dalam hati.
Dari beberapa makna leksikal dan gramatikal taaqqul yang dijelaskan al-
Quran di atas dapat dipahami bahwa objek kajian taaqqul tidak menyentuh dhat
Allah itu sendiri, melainkan hanya sebatas ilmu-Nya. Sebab, dalam al-Quran
tidak ada satu medan makna pun yang menunjuk langsung atau tidak langsung
pada hal tersebut. Artinya, batasan-batasan berpikir (taaqqul) ialah konsep-
konsep dasar yang telah ditunjukkan oleh Allah dalam al-Quran. Selain itu (yang
tidak ditunjukkan), bukanlah hak manusia untuk memikirkannya. Hal ini sejalan
dengan apa yang dijelaskan oleh Hakim Tirmidhi bahwa tempat al-Islam adalah
shadr (pusat hati), tempat al-Iman adalah alQalb (hati), tempat al-Marifah ialah
dalam al-fuad (nurani), sedangkan al-Tauhid terletak pada al-Lubb (akal pikiran).
(Hakim Tirmidzi, t.th:17-63).
Adapun konsep Islam (al-Islam) yang terletak pada shadr memiliki potensi
di antaranya, keraguan (as-shakk), kesyirikan (as-shirk), kemunafikan (an-nifaq),
dan lain sejenisnya. Sehingga dalam shadr inilah terletak an-nafs al-ammarah bi
as-su [Q.S. Yusuf : 53]. Sedangkan konsep iman (al-Iman) yang terletak pada hati

Alquran dan akal


16
(al-qalb) berpotensi untuk condong kepada ketakwaan (al-taqwa) dan kadangkala
fujur (ketidaksesuaian). Dalam hati (al-qalb) inilah tempat an-nafs almalhamah.
[Q.S. As-Shams : 8]. Selain itu, konsep al-marifah terletak dalam al-fuad. Al-fuad
memiliki potensi untuk memahami karamah Allah, tawaddu, ketenangan, senang
dengan nikmat Allah, dan dalam fuad inilah terletak an-nafs al-lawwamah [Q. S.
Al-Qiyamah : 2]. Dan yang terakhir ialah konsep tauhid yang terletak pada lubb.
Dalam lubb sendiri memiliki potensi untuk cenderung mentauhidkan Allah SWT
sebagai Tuhan, keridhaan menghambakan diri, malu berbuat keburukan, dan
kecenderungan untuk selalu memikirkan ilmu (al-ilm) Allah SWT. Dalam lubb
inilah terletak an-nafs al-muthmainnah. (Hakim Tirmidzi,t.th. : 64-65).
Jadi, dalam konsep berpikir dengan hati, manusia tidak bisa memisahkan
semua dimensi hati. Dan dimensi hati yang paling dalam ialah lubb sebagai
sumber ketauhidan dan ilmu Allah Swt. Artinya, manusia yang berpikir akan ilmu
Allah seharusnya mampu mengarahkan kepada penghambaan (ubudiyyah) yang
total. Bukan hanya semata mengarahkan kepada keberIslaman atau keberimanan
semata. Lebih mendasar daripada itu, aktifitas berpikir hendaknya mampu
memahamkan seseorang kepada makna pentauhidan Allah Swt. melalui petunjuk-
Nya (al-huda).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akal merupakan makhluk Tuhan yang tertinggi dan akallah yang


memperbedakan manusia dari binatang dan makhluk Tuhan yang lainnya.Karena
akallah manusia bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya dan akal yang
ada dalam diri manusia itulah yang dipakai Tuhan sebagai pegangan dalam
menentukan pemberian pahala atau hukuman kepada seseorang.Begitulah
tingginya kedudukan akal dalam ajaran Islam, bukan hanya tinggi dalan soal-soal
keduniaansaja tapi juga dalam soal keagamaan.

Alquran dan akal


17
Penghargaan tertinggi terhadap akal ini sejalan pula dengan ajaran Islam
lain yang erat hubungannya dengan akal, yaitu menuntut ilmu. Sesuai juga dengan
wahyu pertama yang diterima oleh Nabi saw.
Konsep berpikir yang dijelaskan dalam al-Quran seharusnya menjadi
landasan berpikir bagi para praktisi pendidikan. Sebab, ketika para pendidik
mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada peserta didik pada hakekatnya
mereka sedang melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan. Yang mana
proses tersebut seharusnya menyentuh semua ranah kemanusiaan yang mencakup
fisik/jasad (jismiyyah) maupun non fisik -akal, hati, ruh- (ruhiyyah). Hal ini
berdasarkan hakekat manusia yang terdiri dari kedua unsur tersebut.

Alquran dan akal


18
DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasution, akal dan wahyu dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1986

Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan Al-Quran Jilid I, Jakarta: Gema


Insani, 2005

Sayyid Quthb, Tafsir fi Dzilalil Quran, Jakarta: Gema Insani, 2001

http://www.gurupendidikan.com/101-pengertian-akal-menurut-para-ahli-secara-
lengkap/
http://duniabaca.com/pengertian-akal-menurut-al-quran.html
http://kbbi.web.id/akal
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/1287/3/BAB%20III.pdf

Alquran dan akal


19

Anda mungkin juga menyukai