Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
2.1

Latar Belakang
Dalam Islam terdapat istilah hukum alam atau sunnatullah. Terkadang

banyak orang yang salah kaprah atau salah mengartikan arti dari hukum alam atau
sunnatullah ini. Banyak orang mengartikan hukum alam seperti karma atas
perbuatan yang telah menyakiti sesorang atau bahkan kualat dan sebagainya. Dari
penjelasan tersebut kita telah mengambil kesimpulan bahwa kebanyakan orang
telah menyalah artikan hukum alam atau sunnatullah padahal hukum alam jauh
dari pengertian itu.
Allah SWT menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Di langit ada
bintang-bintang, mentari, dan mahkluk angkasa lainnya. Di bumi Allah SWT
menciptakan lautan, gunung, binatang, manusia, dan lain sebagainya. Semua
ciptaan Allah tersebut hidup dalam keteraturan, keharmonisan dan keserasian.
Coba lihat perputaran matahari, planet dan bulan, mereka tetap berjalan
pada porosnya. Tidak berbenturan satu sama lainnya. Seandainya semua itu tidak
ada yang mengaturnya tentu akan hancur, dan bumi pun juga akan musnah. Tetapi
semua tidak terjadi. Coba bayangkan seandainya dibumi tidak ada malam, niscaya
daerah kutup akan mencair, volume lautan meningkat dan lain sebagainya.
Seandainya bumi terus-menrus dalam keadaan malam, sinar mentari tidak ada,
suhu bumi berada pada posisi nol derajat celsius sudah dapat dipastikan dunia
akan beku. Dan begitu seterusnya.
Begitupun dengan kehidupan sosial, penuh dengan keharmonisan dan
keteraturan. Ada kaya, ada miskin, ada kuat ada lemah. Dan lain sebagainya. Bisa
dibayangkan seandainya manusia semua kaya, pasti tidak ada yang mau jadi
tukang becak, tidak ada tukang cuci, tidak ada angkot dan lain sebagainya.
Kehidupan tidak akan indah dan harmonis. Kaya tidak ada artinya, kuat tidak
bermakna. Adanya kaya, miskin, kuat, lemah, sehat, sakit, tinggi pendek, pintar,

bodoh, gelap, terang, baik, buruk, air mengalir dari tempat tinggi ketempat rendah
dan seterusnya merupakan ketetapan Allah yang berlaku sepanjang masa pada
kehidupan kemasyarakatan. Ketetapan itu disebut dengan hukum-hukum alam,
hukum kemasyarakatan atau sunnatullah. Ketetapan itu tidak berubah dan beralih
sebagaimana yang disinyalir dalam banyak ayat al-Qur'an.

2.2

Maksud dan Tujuan Penulisan


Penulis memiliki beberapa maksud dan tujuan atas disusunnya makalah

ini. Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Fakultas Farmasi Universitas
Jenderal Achmad Yani.
Selain maksud, tujuan penulis menyusun makalah mengenai Hukum
Alam ini adalah:
1. Menambah pengetahuan bagi penulis tentang Hukum Alam atau
Sunnatullah
2. Memperluas wawasan pengetahuan pembaca tentang Hukum Alam atau
Sunnatullah

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Hukum Alam
Kata sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan Allah.
Kata sunnah antara lain berarti kebiasaan. Sunnatullah adalah kebiasaankebiasaan Allah dalam memperlakukan masyarakat. Dalam al-Quran kata
sunnatullah

dan

yang

semakna

dengannya

seperti sunnatina atau sunnatul awwalin terulang sebanyak tiga belas kali.
Sunnatullah atau disebut juga dengan hukum alam, hukum
kemasyarakat-an, atau ketetapan-ketetapan Allah menyangkut situasi
kemasyarakatan, tidak dapat dialihkan dan diubah oleh siapapun.
Sunnatullah ini sudah berlaku pada umat-umat sebelum umat Nabi
Muhammad SAW dan berlaku secara umum serta terus-menerus terjadi.
Hal ini dapat dilihat dalam al-Qur'an yang berbunyi
... .
Artinya: tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya)
sunah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu.
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah,
sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah
Allah itu.

Artinya: sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu
sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.
Sebenarnya masih banyak lagi ayat al-Qur'an yang membahas masalah ini.
Dan semua ayat tersebut berbicara dalam konteks kemasyaratan.

Al-Qur'an merupakan kitab pertama kali yang membicarakan tentang


hukum

alam

(sunnatullah).

Uraian

al-Qur'an

tentang

hukum

kemasyarakatan, hukum alam atau sunnatullah wajar, karena al-Qur'an


merupakan kitab suci dan transenden yang berfungsi mengeluarkan
manusia dari gelap-gulita (al-dhulumat) menuju terang benderang (al-nur).
Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah yang disampaikan untuk umat
manusia melalui para Rasul, undang-undang keagamaan yang ditetapkan
oleh Allah yang termaktub di dalam al-Quran, hukum (kejadian) alam
yang berjalan tetap dan otomatis.
Sunnatullah menurut pakar teologi, seperti yang dikatakan oleh
Mulyadi Kartanegara bahwa alam diatur melalui apa yang oleh al-Quran
disebut sebagai sunnatullah. Sunnatullah menurut hemat saya berbeda
dengan hukum alam (natural law), karena sementara hukum alam tidak
mengizinkan

suatu

pengertian

kreatifitas

apapun,

sunnatullah

memberikannya. Sunnatullah adalah kebiasaan atau cara Allah dalam


menyelenggarakan alam. Sunnah mengandaikan sebuah kebiasaan (adat,
menurut istilah al-Ghazali).
Dalam hukum alam, kemungkinan mukjizat tidak mendapat tempat,
sementara dalam sunnatullah, kemungkinan tersebut tidak dinafikan.
Kalau hukum alam mengandaikan sebuah aturan yang tidak mungkin
dilanggar, dalam sunnah atau adat pelanggaran terhadap kebiasaan tidak
menimbulkan sesuatu yang mustahil. Justru adanya kekecualian atau
penyimpangan maka adat menjadi adat atau sunnah dan bukan sebuah
hukum yang tidak bisa dirubah.
Sunnatullah berlaku secara umum di alam semesta ini, yang
menyebabkan adanya kesan keteraturan di dalamnya, sehingga alam
semesta disebut kosmos bukan chaos. Tetapi pada level yang lebih tinggi
tindak kreatifitas Tuhan mempunyai batas-batas determistik dunia
mekanik. Kalau pada level dunia normal, hukum mekanik menjadi ciri

yang dominan maka pada level sub atomik hukum mekanik tidak berlaku
lagi pada prinsip indeterminisme yang justru dominan.
Sebagian orang berpendapat bahwa hukum alam mendahului hukum
Tuhan. Yang pertama dianggap berubah menjadi yang kedua, ketika
manusia mengambilnya, maka dia menisbahkan hukum alamnya kepada
Tuhan, dan keyakinannya mengkristalkan bahwa dia berhutang budi pada
wujud, sistem dunia, dan kaidah-kaidah kemasyarakatannya pada kekuatan
transenden yang gaib. Menurut keyakinan ini, tidak ada artinya bagi
manusia untuk memperoleh dari dirinya dan tidak ada hukum yang dia
lahirkan sendiri. Manusia memiliki tujuan yang melampaui dirinya,
manusia tidak merealisasikan wujudnya kecuali dengan meraih tujuan gaib
dan telah ditakdirkan ini.
Pengikut hukum alam dan pengikut hukum Tuhan mencapai titik temu,
terlepas dari perbedaan keduanya. Jadi hukum alam adalah imanen
sedangkan hukum Tuhan adalah transenden.
Dalam alam pertentangan, perkelahian, dan konflik adalah abadi.
Manusia hanya tunduk pada kecenderungan-kecenderungannya dan hanya
taat pada dirinya, dan tidak berjalan kecuali demi eksistensinya di hadapan
pihak lain. Hukum alam adalah penetapan diri pada batas yang lebh tinggi,
dan ia adalah yang benar yang tidak terbatas dalam segala hal yang
diinginkan, dijauhi dan dikuasai atau diraih oleh manusia, sebagaimana
dikatakan sebagai yang benar atas segala hal.
2.2

Macam Macam Sunnatullah


Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu:
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu
yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu AlQuran.

2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis


dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari
terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu:
1. Kedua-duanya berasal dari Allah swt.
2. Kedua-duanya dijamin kemutlakannya.
3. Kedua-duanya tidak dapat diubah atau diganti dengan hukum
lainnya.
Contohnya adalah hukum yang terdapat dalam Al-Quran. Dalam
Al Quran dikatakan bahwa barang siapa yang beriman dan beramal saleh,
pasti akan mendapat balasan pahala dari Allah swt. Selain memiliki
persamaan, keduanya juga mempunyai perbedaan. Sunatullah yang ada di
alam, dapat diukur. Lain halnya dengan sunnatullah yang ada dalam ALQuran. Walaupun hal itu pasti terjadi, tetapi tidak diketahui secara pasti
kapan waktunya.
2.3

Ciri Ciri Sunnatullah


Wujud dan ciri hukum Allah/ sunnatullah
1. Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada para
nabi dan rasul yang terhimpun dalam kitab suci dengan ciri ciri :
1) Melibatkan manusia dengan hak pilihnya (yang baik dan
yang buruk).
2) Time responsnya (cepat reaksi waktunya) panjang, mungkin
lebih panjang dari usia manusia, bahkan sampai masa
kehidupan akhirat, oleh karena itu perlu iman/percaya.

3)

Dan

sebagiannya,

terlihat

dari

perjalanan

sejarah

kemanusiaan (bagaimana akibat orang yang durhaka dan


bagaimana dampaknya).
2.

Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis


Hukum tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan

oleh Allah kepada nabi atau rasul, dengan ciri:


1) Tidak melibatkan manusia dalam proses berlakunya
kemerdekaan manusia tidak mempengaruhi hukum itu.
2) Time responnya pendek, lebih pendek dari manusia.
3) Dapat dibuktikan dengan pengamatan manusia dan
dengan

jalan

eksperimen

(oleh

karena

itu,

Allah

mmerintahkan manusia untuk mengadakan penyelidikan


terhadap kejadian dan keadaan di alam ini).
2.4

Sifat-Sifat Sunnatullah
Ada tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam Al-Quran

yang dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian.


Ketiga sifat itu adalah : 1) Pasti, 2) Tetap, dan 3) Objektif
Sifat sunnatullah pertama adalah ketetapan, ketentuan, atau
kepastian, sebagaimana diutarakan dalam Al-Quran berikut ini :
Q.S, Al-Furqon (25): 2, yang artinya :
Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuranukurannya dengan serapi-rapinya.
Q.S At-Thalaq (65) : 3 yang artinya :
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi tiap
sesuatu

Sifat sunnatullah yang pasti, tentu akan menjamin dan memberi


kemudahan

kepada

manusia

membuat

rencana.

Seseorang

yang

memanfaatkan sunnatullah dalam merencanakan satu pekerjaan yang


besar, tidak perlu ragu akan ketetapan perhitungannya dan setiap orang
yang mengikuti dengan cermat ketentuan-ketentuan yang sudah pasti itu
bisa melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. Karena itu pula,
keberhasilan suatu pekerjaan (usaha atau amal) dapat diperkirakan lebih
dahulu. Jika dalam pelaksanaannya suatu rencana atau pekerjaan orang itu
kurang atau tidak berhasil, dapat dipastikan perhitungannya yang salah
bukan kepastian atau ketentuan yang terdapat dalam sunnatullah. Manusia
yang salah membuat suatu perhitungan atau perencanaan dengan mudah
dapat menelusuri kesalahan perhitungan dalam perencanaannya.
Sifat sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut :
Q.S Al-Isro (17): 77, yang artinya :
Dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu. Sifat itu
selalu terbukti dalam praktek, sehingga seseorang perencana dapat
menghindari kerugian yang mungkin terjadi kalau rencana dilaksanankan.
Dengan sifat sunnatullah yang tidak berubah-ubah itu seorang ilmuan
dapat memperkirakan gejala alam yang terjadi dan memanfaatkan gejala
alam itu. Karena itu seorang ilmuan dengan mudah memahami gejala alam
yang satu dikaitkan dengan gejala alam yang lain yang senantiasa
mempunyai hubungan yang konsisten.
Sifat sunnatullah yang ketiga adalah obyektif. Sifat ini tergambar
pada firman Allah sebagai berikut :
Q.S. Al-Anbiya (21): 105, yang artinya :
Bahwasanya dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh

Q.S Ar-Rad (13): 11, yang artinya :


Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada oleh mereka sendiri.
Saleh, artinya baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah
orang yang bekerja menurut sunnatullah. Jadi sunnatullah-lah yang
menjadi ukuran kebaikan dan kebenaran itu. Orang yang berkarya sesuai
atau menurut sunnatullah adalah orang yang saleh atau orang yang baik
dan benar. Kesalehan yang dikarenakan telah menepati sunnatullah
merupakan kesalehan umum (universal). Kesalehan universal ini sebagai
sifat objektif secara / keilmuan, yang biasanya sangat signifikan dijumpai
dikalangan para pengembang IPTEK dan para intelektual lainnya. Mereka
amat disiplin untuk mengikuti logika cerdas dan sehat dibantu dengan
upaya pembuktiaan hipotesis yaitu penelitian (istiqra). Dengan demikian
kebenaran yang terdapat dalam sunnatullah adalah kebenaran objektif,
berlaku bagi siapa saja dan dimana saja. Untuk memperoleh predikat
manusia saleh sekedar mentaati sunnatullah, berlaku pada semua manusia
tidak terbatas bagi kaum agamis semata sebab, bagi yang tidak berkarya
sebagaimana menurut keharusan aturan-aturan sunnatullah, seperti
pemalas, tidak menempati prinsip kerja yang efektif-efisien-produktif dan
lain-lain, tidak akan mendapat keberuntungan.
Dengan demikian sunnatullah itu berlaku objektif, karena tidak
dipandang saleh bagi orang islam (misalnya) yang ingin kaya tapi
pemalas. Karena orang islam tersebut tidak saleh terhadap sunnatullah.
2.5

Sunnatullah dan Alam Semesta


Takdir Allah pada Alam (Sunnatullah tentang alam) : Akurasi

Ketundukan Positif. Taqdir Allah pada alam berupa sunnatullah (hukum


Allah) yaitu ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tentang alam yang
dapat dibaca ayat-ayat-Nya (tanda-tandanya) pada ketundukan alam dan
pada ketentuan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa itu.







Dia menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dia melingkupkan
malam atas siang dan melingkupkan siang atas malam. Dia menundukkan
matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada kadar waktu yang telah
ditentukan. Ingatlah ! Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS.
39/Az-Zumar : 5)

Dan matahari bergerak pada garis edarnya. Demikian itu taqdir
Allah yang Mahakuasa lagi Maha Mengetahui(QS. 36: Yaasiin Ayat : 38)

Dan bulan Kami taqdirkan pula tempat-tempat edarnya. Sehingga
manakala ia sampai ke tempat edar yang terakhir, ia kembali mengecil,
melengkung seperti tandan tua (QS. 36: Yaasiin Ayat : 37)

Tidak mungkin matahari mencuri langkah mencapai kecepatan
bulan, dan tanda-tanda malampun tidak dapat mendahului tanda-tanda
siang. Masing-masing pada garis edarnya bertasbih (QS. 36: Yaasiin Ayat :
39)
Bertasbihnya alam sebagaimana matahari bergerak pada garis
edarnya adalah ketundukan akurat pada ketentuan taqdir (sunnatullah)
tentang alam. Ketundukan alam sedemikian itulah akurasi ketundukan
positif pada taqdir Allah. Itu pula shalatnya alam kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aalaa.


10

Kemudian Dia menyempurnakan penciptaan langit, ketika itu


masih merupakan gas seperti awan. Lalu Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa
berfirman kepadanya dan kepada bumi sekaligus : "Datanglah kalian
keduanya baik dengan jalan taat maupun dalam keadaan terpaksa"
Keduanya menjawab : "Kami datang dengan taat" (QS. 41/Fushshilat : 11).






Apakah kau tidak (mau) tahu bahwasanya Allahlah yang pada-Nya
segala yang ada di langit dan di bumi bertasbih memahasucikan. Juga
burung burung dengan mengembangkan sayapnya di udara. Masingmasingnya sungguh tahu shalat dan tasbihnya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan (QS/24 : An-Nuur : 41).

2.6

Sunnatullah dan Pengertian Amal Shaleh


Dari ayat-ayat al-Quran di bawah, dapat pula disimpulkan

pengertian amal shaleh.


Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam)
Lauh Mahfuzh, bahwasannya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang
shaleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benarbenar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah Allah. Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam
semesta. (QS 21:105-107)
Jika shaleh itu artinya baik atau benar, maka ukuran kebaikan dan
kebenaran itu harus dirujukkan kepada sunnatullah, sehingga amal shaleh
atau amal yang baik atau benar berarti, tidak bisa tidak melainkan, karya
yang sesuai atau menuruti sunnatullah. Maka setiap karya atau usaha yang
tidak sesuai dengan atau tidak mematuhi sunnatullah pasti tidak akan
berhasil dengan baik karena bukan amal yang shaleh. Tidak suksesnya

11

umat islam sekarang ini dalam menguasai dunia, jelas membuktikan


bahwa mereka belum beramal sesuai dengan sunnatullah. Dengan
perkataan lain, umat kita belum beramal shaleh, secara optimal dan tepat
sebagaimana tuntunan al-Quran, walaupun barangkali sudah beriman.
Suatu kenyataan lain dapat dilihat pada ayat diatas. Dalam
kebanyakan ayat al-Quran, perkataan iman selalu digandengkan Allah
dengan amal shaleh, sehingga kebanyakan orang sering memahamkan
bahwa amal shaleh tidak mungkin dipisahkan dengan iman seyogyanya
setiap orang yang betul-betul beriman mesti akan beramal shaleh, karena
iman yang benar pasti akan menjadi pendorong utama untuk melakukan
amal shaleh tersebut. Namun, hal yang ideal ini tidak selamanya terdapat
didalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, sebaliknya, betapa banyak
orang yang mengaku beriman, tetapi dalam praktik hidupnya tidak mampu
atau tidak sudi beramal shaleh, karena amal shaleh hanya mungkin
dilakukan jika mengerti dahulu sunnatullah ini, baik yang diwahyukan
apalagi yang tidak diwahyukan. Maka, umat islam generasi sesudah Rasul
Allah dahulu telah memajukkan sains dan teknologi demi dapat
melakukan amal shaleh dalam bidang sunnatullah yang tidak diwahyukan
(ayat-ayat qauniyah) ini.
Suatu kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang belum resmi
mengaku beragama islam namun didalam menangani masalah dunia
mereka lebih mampu, seperti bangsa-bangsa Amerika, Eropa Barat,
Jepang, dan lain lainnya.

12

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1

Kesimpulan
Sunnatullah terdiri dua suku kata, yaitu sunnah dan Allah. Sunnah artinya

adalah kebiasaan. Jadi sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan atau ketetapanketetapan Allah.


Sunnatullah terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah adalah sunnatullah yang berupa wahyu yang
tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan, yaitu Al-Quran.
2. Sunnatullah kauniyyah adalah sunnatullah yang tidak tertulis dan berupa
kejadian atau fenomena alam. Contohnya, matahari terbit di ufuk timur
dan tenggelam di ufuk barat.
Ada tiga sifat utama sunnatullah yang disinggung dalam Al-Quran yang
dapat ditemukan oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian. Ketiga sifat itu
adalah : 1) Pasti, 2) Tetap, dan 3) Objektif
Sifat sunnatullah pertama adalah ketetapan, ketentuan, atau kepastian.
Sifat sunnatullah kedua yaitu tetap, tidak berubah-ubah.
Sifat sunnatullah yang ketiga adalah objektif.
Taqdir Allah pada alam berupa sunnatullah (hukum Allah) yaitu ketentuan
Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa tentang alam yang dapat dibaca ayat-ayat-Nya
(tanda-tandanya) pada ketundukan alam dan pada ketentuan Allah Subhaanahu wa
Ta'aalaa itu.

13

Wujud dan ciri hukum Allah/ sunnatullah


a. Hukum yang diwahyukan/ditulis
Hukum tertulis ini adalah yang diwahyukan Allah kepada para nabi dan
rasul yang terhimpun dalam kitab suci
b. Hukum yang tidak diwahyukan/tidak tertulis
Hukum tak tertulis ini ialah hukum yang tidak diwahyukan oleh Allah
kepada nabi atau rasul.
3.2

Saran
Kita harus percaya akan adanya hukum alam atau sunnatullah. Kita tidak

akan pernah tahu kapan hukum alam dapat terjadi. Oleh karena itu, kita harus
tetap beriman kepada Allah, tetap beribadah pada-Nya, melakukan yang terbaik
dalam hidup kita seakan kita akan mati besok dan beriman pada Allah SWT.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-sunnatullah.html
2. http://anitaandiani14.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-enus-x-none.html
3. http://majlissunnah.wordpress.com/2012/01/29/memahami-sunnatullahhukum-allah/
4. http://kawansejati.org/files/favicon.ico
5. https://docs.google.com/document/d/1B4YI0eI0PjIBUKbONA-_y0ivmfMrlj_RNsMmdVLny8/edit?pli=1&hl=en_US

15

Anda mungkin juga menyukai