Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Kadek Wahyu Pradnyajaya

NIM : 1804551309

Mata Kuliah : Hukum Pidana

Kelas :E

1. Kata kausalitas memiliki banyak makna diantaranya adalah “Hal sebab-akibat”, artinya Setiap peristiwa
selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain. Namun dalam hukum pidana
“kausalitas” memiliki makna mencari sebab yang menimbulkan akibat dalam upaya untuk menjawab
persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban

.Ajaran Kausalitas diperlukan dalam:

• Delik Materiil :Delik yang dalam perumusannya mementingkan unsur akibat , mis. Ps. 338, Ps 359, Ps
360

• Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten): Pelaku
melanggar larangan (timbulnya akibat) dengan pasif (tidak berbuat), Pasal. 194

• Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang karena situasi dan kondisi khusus yang
berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang bersangkutan atau karena akibat-akibat khusus yang
dimunculkannya, diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat ketimbang sanksi yang diancamkan pada
delik pokok tersebut. Lihat : Ps 351 (1), Ps 351 (2), Ps 351 (3)

2.

 Teori Equivalensi – Teori Conditio Sine Quanon

Von Buri mengatakan bahwa tiap-tiap syarat atau semua faktor yang turut serta atau bersama-sama
menjadi penyebab suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang
menimbulkan akibat harus dianggap causa (akibat). Tiap-tiap faktor memiliki nilai yang sama dan
sederajad tidak membedakan faktor syarat dan faktor penyebab. Jika salah satu syarat tidak ada maka
akan menimbulkan akibar yang lain pula.

 Teori individualisasi
Teori ini berusaha mencari faktor penyebab dari timbulnya suatu akibat dengan hanya melihat pada faktor
yang ada atau terdapat setelah perbuatan dilakukan. Dengan kata lain peristiwa dan akibatnya benar-
benar terjadi secara konkret (post factum).

 Teori yang Menggeneralisasi

Teori ini menyatakan bahwa dalam mencari sebab (causa) dari rangkaian faktor yang berpengaruh atau
berhubungan dengan timbulnya akibat dilakukan dengan melihat dan menilai pada faktor mana yang
secara wajar dan menurut akal serta pengalaman pada umumnya dapat menimbulkan suatu
akibat.kelebihan dan kekurangan

 Teori Equivalensi – Teori Conditio Sine Quanon

Kelemahan ajaran ini adalah tidak dibedakannya faktor syarat dan faktor penyebab. Dalam beberapa
contoh kasus teori ini juga bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straft zonden
schuld).

Sedangkan kelebihan dari teori ini adalah mudah digunakan dan diterapkan tanpa menimbulkan
perdebatan dan pemikiran mendalam untuk mencari faktor penyebab yang sebenarnya.

3. Ada berbagai istilah yang berkembang tentang perbuatan yang bersifat melawan hukum, diantaranya
Rechtswidrig. Unrecht. Onrechmatig, Wederrechtelijk. Perbuatan bersifat melawan hukum atau
melanggar hukum perdata dilihat dari sisi peristilahan berasal dari istilah bahasa Belanda “Onrechtmatige
daad” dan istilah bahasa Inggris “Tort”. Kata “tort” berasal dari bahasa Latin “torquere” atau dalam bahasa
perancis “tortus” seperti kata “wrong” dalam bahas Inggris atau “wrung” dalam bahasa Prancis yang
berarti kesalahan atau kerugian. Jadi kata “tort” tersebut berkembang menjadi bermakna
salah/kesalahan atau kesalahan dalam hukum perdata yang bukan berasal dari wanprestasi kontrak.
Dengan demikian istilah “tort” tersebut memilki pengertian yang sama dengan “perbuatan melawan
hukum” dalam hukum perdata “onrechtmatige daad” dalam hukum Kontinental

4. Putusan Hooge Raad 31 Januari 1919 tersebut memberikan makna bahwa perbauatan tersebut bersifat
melawan hukum bila :

1. Melanggar hak orang lain, atau


2. Bertentangan dengan kewajiban hukum sipembuat, atau

3. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau

4. Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri atau barang orang lain.

5. perbedaaan antara perbuatan bersifat melawan hukum perdata dengan perbuatan bersifat melawan
hukum pidana, Hal seperti ini ditegaskan oleh Rutten yang menyatakan, keberadaan hukum pidana yang
bersifat publik dan subsideir tersebut membawa perbedaan dalam pengertian bersifat melawan hukum
dalam kedua bidang ini. Perbedaan yang hakiki adalah hukum pidana berhubungan dengan pemerintahan,
sedangkan perbuatan yang bersifat melawan hukum hukum perdata bersifat privat yaitu utamanya adalah
melindungi kepentingan individu, dan perbuatan pidana sejauh mengenai ketertiban umum. Disamping
itu dasar hukumnya berbeda untuk menentukan perbuatan yang bersifat melawan hukum (hukum
perdata) maupun perbuatan yang merupakan tindak pidana (perbuatan yang bertentangan dengan
larangan dan yang diperintahkan). Adanya perbedaan tersebut karena perbuatan yang bersifat melawan
hukum pidana dibatasi oleh pasal 1 ayat (1) Sr (Pasal 1 ayat (1) KUHP). Setiap tindak pidana dibuat terbatas
yaitu dijelaskan secara teliti dalam undang-undang. Sedangkan perbuatan melawan hukum (hukum
perdata) tidak dijelaskan secara teliti. Perbuatan bersifat melawan hukum hanya diatur dalam satu pasal
saja secara umum tanpa menjelaskan akibat-akibat hukum perdata sebagai reaksi dari dilanggranya
perbuatan tersebut. Perbuatan melawan hukum (hukum perdata) tersebut tidak saja berarti
bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan peraturan- peraturan yang lain,
bahkan juga termasuk bila bertentangan dengan peraturan tidak tertulis. Jadi hukum pidana menentukan
secara jelas perbuatan mana yang dilarang atau diperintahkan dilakukan yang bilamana dilanggar si
pelaku akan mendapat sanksi pidana. Sedangkan dalam perbuatan melawan hukum (hukum perdata)
bilamana dilanggar berakibat pada ganti kerugian yang harus dilakukan oleh pihak pelanggar.

6. Nico Keijzer mengatakan bahwa dalam hukum pidana sifat melawan hukum tersebut memiliki empat
makna yang berbeda, yakni:

 Sifat Melawan Hukum Umum


Sifat melwan hukum merupakan syarat yang harus ada dalam suatu perbuatan sehingga
seseorang untuk dapat dipidana. Kata sifat melawan hukum tidak selalu dinyatakan dalam
rumusan delik, unsur melawan hukum tersebut merupakan syarat yang tidak tertulis untuk
menentukan seseorang dapat dipidana, karena melawan hukum berarti bertentangan dengan
hukum sehingga perbuatan tersebut dianggap tidak adil
 Sifat Melawan hukum Khusus
Sifat melawan hukum khusus adalah sifat melawan hukumnya suatu perbuatan karena kata
“melawan hukum” dicantumkan secara tegas dalam undang-undang (tertulis dalam undang-
undang) atau dapat dikatakan sebagai bagian inti (besteandeel) dari delik.
 Sifat Melawan Hukum Formal
Suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum formal bila perbuatan tersebut sesuai
dengan tindak pidana yang dirumuskan dalam undang-undang. Perbuatan tersebut harus telah
memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana telah dirumuskan dalam undang-undang. Hal
ini jelas merupakan cerminan diaturnya asas Legalitas dalam hukum pidana
 Sifat Melawan hukum materiil
Sifat melawan hukum materiil diberikan makna bahwa perbuatan yang dikatagorikan sebagai
delik tersebut membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk
undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa sifat melawan hukum formal dan materiil seolah-
olah tidak berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003

Saifullah, Buku Ajar Konsep Dasar Hukum Pidana. Malang: UIN MALIKI MALANG, 2004

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Pemidanaan & Peringanan
Pidana, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Anda mungkin juga menyukai