Anda di halaman 1dari 3

1. Manfaat dari sisi teoritis ialah ketika hukum islam dilihat sebagai ilmu pengetahuan.

Manfaat
hukum islam sebagai ilmu adalah berkaitan dengan pendidikan dan penelitian. Manfaat hukum
islam sebagai ilmu pengetahuan, untuk memuaskan keingintahuan mengenai hukum islam itu
apa, bagaimana terbentuknya, untuk siapa hukum islam itu, dan bagaimana perkembangannya.
Hukum islam mengenai manfaatnya dari sisi teoritis yaitu hanyalah sebagai ilmu yang hanya dapat
dipelajari saja, dan belum ada aplikasinya kepada masyarakat. Kemudian, dari sisi praktiknya,
kemanfaatan dari mempelajari hukum islam yaitu ketika hukum islam itu menyelesaikan dan
menjelaskan masalah – masalah yang terjadi dalam masyarakat yang dimana secara umum
digunakan oleh masyarakat yang beragama islam, sehingga tujuan dari ilmu untuk masyarakt
tersebut dapat tercapai.

Manfaat hukum islam dari sisi praktisnya ketika ditinjau dari praktek hukumnya di Indonesia,
maka hukum islam yang merupakan salah satu sistem hukum yang ada dan sah di mata hukum
Indonesia, yang dimana dapat memupuk cirri khas dari hukum islam itu sendiri dan memberikan
identitas yang berbeda dengan sistem hukum lain yang ada di Indonesia dan bahkan di dunia
internasional, karena hukum islam adalah pencerminan dari agam islam itu tersendiri.

2. kedudukan dan tata hukum Islam di Indonesia dapat diketahui dalam prespektif filosifis-ideologis
dan yuridis sebagaimana berikut:
 Secara Filosofis,
Dalam tinjauan filosofis, hukum Islam telah berada di Indonesia jauh sebelum kaum imperialis
datang. Hukum Islam telah diterapkan di berbagai bidang diantaranya, hukum waris, hukum
pernikahan, hukum dagang dan hukum kerajaan. Dalam perkembangannya hukum Islam yang
ada di berbagai kerajaan di nusantara telah banyak menerapkan syari’at-syari’at Islam atau
hukum-hukum Islam bagi rakyatnya. Sistem hukum yang telah berkembang di Indonesia telah
dipengaruhi oleh tiga sistem hukum yang telah berkembang secara majemuk di Indonesia.
hukum adat, hukum islam, dan hukum kolonial atau hukum barat telah berkembang secara
berdampingan dalam tata hukum nasional Indonesia.
 Secara Ideologis
Kedudukan hukum Islam dalam tat hukum Indonesia secara ideologis dapat diartikan
sebagai suatu ide dasar pembentuk suatu negara. Dalam perumusan dasar negara yang
dilakukan pada sidang PPKI tanggal 18-8-1945 menyatakan bahwa adanya perubahan atas
salah satu hasil sidang BPUPKI yaitu Piagam Djakarta yakni pada pasal 1 nya menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kedudukan hukum Islam sebagai ideologi tersirat pada hal
tersebut, yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berketuhanan
yang maha esa.
 Secara Yuridis,
Ditinjau dalam segi yuridis, kedudukan Hukum Islam dalam tata hukum Indonesia telah
tercermin dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Sebagai bagian yang utuh dari
NKRI, UUD NRI 1945 menjadi salah satu sumber hukum nasional tertinggi. Pengakuan
dokumen Piagam Jakarta sebagai dokumen historis yang mempunyai pengaruh pada UUD
1945 terutama pasal 29 (1) UUD NRI 1945 menjadi dasar hukum bagi kehidupan
keagamaan. Merujuk pada ketetapan MPRS 1960/II yang mengatakan bahwa dalam
menyempurnakan undangundang perkawinan, dan waris supaya memperhatikan aspek
atau faktor agama dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui sekarang, aktualisasi hukum
islam bagi UU di Indonesia cukup banyak mulai dari perkawnan, waris, jual beli,
perbangkan syariah, dan lain-lain.

Kedudukan hukum islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama derajatnya dengan hukum
adat dan hukum barat, oleh karena itu hukum Islam juga menjadi sumber pembentukan hukum
nasional yang akan datang, disamping hukum adat dan hukum barat serta hukum lainnya yang
berkembang dalam wadah NKRI.

3.
Sudah umum kita ketahui bahwa eksistensi hukum Islam di Indonesia selalu mengambil
dua bentuk, yakni hukum normative yang menggunakan pendekatan kultural dan hukum formal
yang menggunakan penghampiran struktural. Secara garis besar bahwa buku tentang Kompilasi
Hukum Islam terdiri dari tiga buku masing-masing buku pertama tentang perkawinan
(Munakahat), buku kedua tentang kewairsan (Faraid) dan buku ketiga adalah perwakafan. KHI
disusun atas prakarsa penguasa Negara, dalam hal ini Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Agama (melalui Surat Keputusan Bersama) dan mendapat pengakuan ulama dari berbagai unsur.
Secara resmi Kompilasi Hukum Islam merupakan hasil konsensus (ijma’) ulama dari berbagai
golongan melalui media lokakarya yang dilaksanakan secara nasional, yang kemudian mendapat
legalisasi dari kekuasaan Negara. Menurut Hasballah Thaib mengatakan pembaharuan Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia agak lamban perkembangannya dibandingkan dengan negara-negara
Islam di Tmur Tengah dan Afrika Utara. Keterlamabatan ini disebabkan oleh beberapa faktor;
pertama, masih kuat anggapan bahwa taqlid masih cukup untuk menjawab persoalan-persoalan
kontemporer. Kedua hukum Islam di Indonesia dalam konteks sosial politik masa kini selalu
mengundang polemik berada pada titik tengah antara paradigma agama dan paradigma negara.
ketiga Persepsi sebagian masyarakat yang mengindetikkan fiqih sebagai hasil kerja intelektual
agama yang kebenarannya relatif dengan syariat yang merupakan produk Allah dan bersifat
absolut.
Kompilasi Hukum Islam dibentuk karena adanya kaitan yang sangat erat dengan kondisi
hukum Islam di Indonesia selama ini. Hal itu karena belum adanya satu pengertian yang disepakati
tentang hukum Islam di Indonesia. Untuk itu dibentuk KHI sebagai tempat untuk menyatukan ide
mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan hukum Islam di Indonesia. Dengan keluarnya
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 maka disahkanlah KHI sebagai hukum Islam yang berlaku di
Indonesia. Yang mana KHI itu sendiri berisi tentang Syariat ( Hukum Allah), Fiqih, Fatwa para MUI
dan yurisprudensi. Kedudukan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia telah diakui oleh Negara
dengan adanya Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Oleh karena itu KHI juga sudah menjadi hukum nasional di Indonesia yang berlaku bagi umat Islam
dan menjadi rujukan utama oleh Hakim agama di Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perkara
terhadap orang-orang yang beragama Islam.

4. peradilan agama adalah sub sistem peradilan negara Republik Indonesia yang khusus melayani
pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara tertentu, yang didasarkan pada hukum
Islam. Dengan kata lain, sistim hukum ketetanegaraan Negara Republik Indonesia menempatkan
peradilan agama sama dan sederat kedudukannya dengan peradilan lain. Dalam peradilan agama
digunakan personalitas keislaman, yang dimana adalah patokan yang menjadi dasar apakah suatu
perkara menjadi kewenangan pengadilan agama atau tidak. Perbedaannya dengan lembaga
peradilan yang lain di Indonesia yaitu secara ruang lingkup peradilan agama hanya diperuntukkan
bagi masyarakat yang tentunya beragama islam sedangkan lembaga peradilan lainnya tidak
memakai patokan tersebut. Dalam peradilan agama hanya subjek hukum tertentu yang harus
memnuhi syarat bisa dapat menyelesaikan kasus pada peradilan agama.

Anda mungkin juga menyukai