Anda di halaman 1dari 5

A

 Tahap Pertama ( Masa Kekaisaran Romawi Abad ke 2-6 sesudah Masehi)

Masa ini adalah masa awal perkembangan hukum perdata internasional. Wujud nyatanya adalah dengan
tampaknya hubungan antara warga romawi dengan penduduk provinsi atau municipia, dan penduduk
provinsi atau orang asing dengan satu sama lain didalam wilayah kekaisaran romawi. Dalam hubungan
hukum tersebut tentu memiliki sengketa, dan untuk menyelesaikan sengketa dibentuklah peradilan
khusus yang disebut preator peregrines

 Tahap Kedua (Masa Pertumbuhan Asas Personal Hukum Perdata Internasional Abad ke-6 sampai
10)

Pada masa ini kekaisaran romawi ditaklukan oleh orang “barbar” dan wilayah bekas provinsi-
provinsi jajahan romawi, dan akibatnya ius civile pada masa kekaisaran romawi tidak berguna. Pada masa
iini tumbuh dan berkembang beberapa prinsip atau asas genealogis.

 Tahap Ketiga (Pertumbuhan Asas Teritorial Abad ke 11-12 di Italia)

Pertumbuhan asas genealogis sulit untuk dipertahankan diakibatkan struktur masyarakat yang
semakin condong ke arah masyarakat teritorialistik diseluruh wilayah eropa. Keanekaragaman sistem-
sistem hukum lokal kota-kota ini didukung dengan intensitas perdagangan antar kota yang tinggi yang
sering menimbulkan persoalan mengenai pengakuan terhadap hak asing diwilayah suatu kota. Dalam hal
menyelesaikan masalah inilah untuk menjawab perselisihan tersebu dapat dianggap sebagai pemicu
tumbuhnya teori Hukum Perdata Internasional yang dikenal dengan sebutan teori statuta diabad ke 13
sampai abad 15.

 Tahap Keempat ( Perkembangan Teori Statuta) yang terdiri dari :


A. Perkembangan Teori Statuta di Italia (Abad ke 13-15)
Lahirnya teori statuta italia dipicu oleh gagasan seorang tokoh post glassator yang
bernama Accurcius yaitu “Bila seorang yang berasal dari suatu kota tertentu di Italia di gugat
disebuah kota lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain it karena ia
bukan subjek hukum dari kota lain itu.”
B. Perkembangan Teori Statuta di Prancis terjadi pada abad ke-16 Masehi. Situasi
Ø Kenegaran di Prancis Abad ke-16
Struktur kenegaraan Prancis pada abad ini, mendorong untuk mempelajari hubuungan
perselisihan secara intensif. Para ahli hukum Prancis berusaha menjalani dan memodifikasi teori
Statuta Italia dan menerapkannya dalam konflik antar propinsi di Prancis.
Ø Cara Penyelesaian
Para ahli hukum mendalami dan memodifikasi teori statuta dan menerapkannnya di
provinsi italia, beberapa tokoh teori statuta diprancis yang dikenal yaitu Dumoulin (1500-1566)
dan D’Argentre (1523-1603).
C. Perkembangan Teori Statuta di Belanda (Abad ke 17-18)
Tokoh dalam Teori Statuta Belanda adalah Ulrik Huber (1636-1694), dan Johannes Voet
(1647-1714). Prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam teori statuta belanda ini adalah
kedaulatan ekslusif negara yang berlaku didalam teritorial suatu negara. Menurut Ulrik, untuk
menyelesaikan perkara hukum perdata internasional, ulrik berpendapat bahwa orang harus
bertitik tolak dari 3 prinsipdasar, yaitu :
 Hukum suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas teritorial negara itu
 Semua orang atau subjek hukum secara tetap atau sementara berada didalam teritorial
wilayah suatu negara berdaulat.
 Berdasarkan prinsip sopan santun antarnegara, hukum yang belaku dinegara asalnya
tetap memilikikekuatan berlaku dimana-mana, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan subjek hukum dari negara pemberin pengakuan.

Menurut Johannes Voet, ia menjelaskan kembali ajaran comitas gentium, yaitu :


 Pemberlakuan hukum asing disuatu negara bukan merupakan kewajiban hukum
internasional
 Suatu negara asing tidak dapat menuntut pengakuan kaidah hukumnya didalam wilayah
hukum suatu negara lain.
 Karena itu, pengakuan atas berlakunya suatu hukum asing hanya dilakukan demi sopan
santun pergaulan antar negara
 Namun, asas comitas gentium harus ditaati oleh setiap negara dan asas ini harus dianggap
sebagai bagian dari suatu sistem hukum nasional negara itu.
 Tahap Kelima ( Teori Hukum Perdata Internasional Universal) Abad ke-19
Tokoh yang mencetuskan teori ini adalah Friedrich Carl V. Savigny yang berasal dari
Jerman. Pemikiran Savigny ini juga berkembang setelah didahului oleh pemikiran tokoh lain yang
juga berasal dari jerman yaitu C.G. Von Wacher yang mengkritik bahwa teori statuta italia
dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.
Watcher berasumsi bahwa Hukum intern forum hanya dibuat untuk dan hanya
diterapkan pada kasus-kasus hukum lokal saja. Karena itu kaidah perkara Hukum perdata
internasional, forumlah yang harus menyediakan kaidah hukum perdata internasional.

B
1. Asas Lex Loci Celeberation yaitu suatu asas yang menyataka dimana tempat perkawinan diresmikan
atau dilangsungkan maka menggunakan sistem hukum dimana tempat perkawinan tersebut diresmikan.

2. Asas Domicili yaitu asas yang menentukan dimana subyek hukum tersebut berkedudukan atau
bertempat tinggal secara sah menurut hukum

3. Asas Nasionalitas yaitu asas mengenai kewarganegaraan seseorang.

4. Lex Fori (tempat Gugatan) yaitu apbila obyek gugatan benda bergerak maka dalam hal mengajukan
gugatan berdasarkan dimana beda bergerak tersebut berada

5. Lex Situs yaitu apabila obyek gugatan benda tidak bergerak maka dalam hal megajukan gugatan dimana
obyek tersebut berada

6. Lex Loci Contractus adalah asas mengenai dimana suatu perjanjian kontrak dibuat dan disepakati oleh
pihak-pihak

7. Lex Loci Solutionis yaitu asas dimana perjanjian dibuat dan pihak-pihak bebas dalam hal menentukan
pilihan hukum apabila terjadi wanprestasi atau sangketa yang akan terjadi dibelakang hari.

8. The Fredom of Contract yaitu asas kebebasan berkontrak yang artinya setiap orang dapat menentukan
isi dan bentuk dari perjanjian, selagi isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang
maka perjanjian tersebut adalah sah.

9. Lex Causae yaitu penentuan bagaimana suatu perbuatan hukum dibatasi oleh system hukum yang akan
diberlakukan
2.

 Sumber Hukum HPI


Sumber yang terutama HPI ialah dari yurisprudensi. Sumber HPI sama dengan sumber hukum
nasional karena HPI merupakan bagian dri hukum nasional Sumber utama HPI adalah pada
kebiasaan & yurisprudensi. sumber tertulis HPI sedikit sekali maka hakim sering menghadapi
kekosongan hukum sesuai dengan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim yang menolak
mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada UU maka dapat dituntut untuk itu hakim akan
mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi.
 Sumber Hukum Hukum Perdata
Menurut Vollmar, ada 2 (dua) sumber hukum perdata yaitu sumber hukum perdata tertulis dan
sumber hukum perdata tidk tertulis, yaitu kebiasaan. Berikut ini beberapa sumber hukum
perdata tertulis, diantaranya yaitu:
a. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB), yaitu ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda
yang diberlakukan di Indonesia.
b. Burgelijk Wetboek (BW) atau KUH Perdata, yaitu ketentuan hukum produk Hindia Belanda yang
diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas koncordantie.
c. KUH Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK), yaitu KUH dagang yang terdiri dari 754 pasal
meliputi buku I (mengenai dagang secara umum) dan Buku II (mengenai hak dan kewajiban yang
muncul dalam pelayaran).
d. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, UU ini mencabut pemberlakukan
Buku II KUHP yang berkaitan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek. Secara umum, UU ini
mengatur tentang hukum pertanahan yang berlandaskan pada hukum adat.
e. Undang-Undang No. 1 Tahun 1996 tentang ketentuan pokok perkawinan.
f. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah besera benda yang
berkaitan dengan tanah.
g. Undang-Undang No. 42 Tahun 1996 tentang jaminan fisudia.
h. Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang lembaga jaminan simpanan
i. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang kompilasi hukum islam.
 Sumber Hukum HI
sumber hukum internasional didasarkan pada Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional.
Menurut Pasal 38 (1) Status Mahkamah Internasional yang selanjutnya sebagaimana tercantum
dalam Piagam PBB, tanggal 26 Juni 1945 pada pokoknya mengatakan bahwa: Dalam mengadili
perkara-perkara yang diajukan, Mahka-mah Internasional akan mempergunakan:

 Perjanjian-perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang


mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara
yang bersengketa;
 Kebiasaan-kebiasaan Internasional sebagai bukti dari pada sesuatu kebiasaan umum yang
telah diterima sebagai hukum;
 Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa--bangsa yang beradab; dan
 Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari
berbagai negara-negara, sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah‑kaidah
hukum.

Anda mungkin juga menyukai