Anda di halaman 1dari 2

 Walaupun ada alasan untuk mengadakan perbedaan antara “treaty contract” dan “law making

treaty” namun istilah-istilah itu sebenarnya kurang tepat. Sebab apabila di tinjau secara yuridis
maka meurut bentuknya setiap perjanjian baik yang dinamakan “treaty contract” maupun yang
dinamakan law making treaty adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan
antara fihak-fihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak-hak dan
kewajiban bagi peserta-pesertanya.
Dilihat dari sudut fungsinya sebagai sumber hukum dalam arti formil, maka setiap perjanjian baik
apa yang dinamakan “law making treaty” maupun yang dinamakan “treaty contract” adalah law
making artinya menimbulkan hukum. Memang apa yang dinamakan “law making treaties” secara
langsung menimbulkan kaedah-kaedah bagi semua anggota masyarakat internasional dan tidak
hanya bagi pihak-pihak peserta, sedangkan “treaty contract” hanya menimbulkan hukum bagi
para peserta. Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa secara tidak langsung “treaty contract” ini
juga dapat membentuk kaedah-kaedah yang berlaku umum, yaitu melalui proses hukum
kebiasaan. Dengan demikian maka perbedaan yang hakiki antara law-making treaties dan “treaty
contract” sebenarnya tidak ada.
Namun apabila Untuk sekedar mengadakan pembedaan demikian kiranya dapat dipergunakan
istilah perjanjian-perjanjian khusus untuk apa yang dinamakan “treaty contract” dan perjanjian-
perjanjian yang bersifat umum bagi law making treaty. Dapat di tambahkan bahwa pada umunya
“law making treaties” atau perjanjian-perjanjian multilateral sedangkan perjanjian-perjanjian
khusus merupakan perjanjian-perjanjian bilateral.

 Konsekuensi apabila lebih dari 2 bahasa dalam perjanjian internasional ini bersifat realtif, karena
ada 3 macam perjanjian internasional ditinjau dari segi bahasanya
a. Perjanjian internasional yang dirumuskan dalam satu bahasa
Konsekuensi dari jenis perjanjian internasional ini, apabila terjadi perselisihan maka naskah
perjanjian dalam bahasa yang disepakati lah yang harus dijadikan sebagai naskah yang sah
dan otentik
b. Perjanjian internasionak yang dirumuskan dalam dua bahasa atau lebih tetapi hanya yang
dirumuskan dalam satu bahasa saja yang sah dan mengikat para pihak
Konsekuensi dari perjanjian internasional ini hampir tidak ada karena hanya adanya 1 bahasa
yang disepakati sebagai naskah yang sah dan otentik dan mengikat para pihak, sedangkan
naskah dalam bahasa lainnya pada umumnya adalah bahasa nasional masing-masing pihak
yang dimana tidak mengikat pihak lain apabila tafsirannya berbeda dalam bahasa nasional ini.
c. Perjanjian internasional yang dirumuskan dalam lebih dari dua bahasa atau lebih dan
semuanya merupakan naskah yang sah, otentik, dan mempunyai kekuatan mengikat yang
sama
Konsekuensi dari perjanjian ini yaitu apabila terjadi konflik antara para pihak dimana memiliki
naskah yang sah, otentik, mengikat tentu akan susah untuk mencari kesepakatan apabila
adanya tafsiran yang berbeda-beda dalam setiap naskah yang dimiliki oleh para pihak.

Anda mungkin juga menyukai