Anda di halaman 1dari 3

Sifat melawan hukum

Dalam hukum pidana istilah sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid adalah satu frase
yang memiliki empat makna. Keempat makna tersebut adalah sifat melawan hukum umum,
sifat melawan hukum khusus, sifat melawan hukum formil, sifat melawan hukum materiil.

1. sifat melawan hukum umum


melawan hukum sebagai elemen perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai sifat
melawan hukum umum atau generale wederrechtelijkheid. Sifat melawan hukum ini
adalah syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan sebagaimana definisi dari
perbuatan pidana oleh Ch.J.Enschede “perbuatan pidana adalah suatu perbuatan
manusia yang termasuk dalam rumusan delik, melawan hukum, dan kesalahan yang
dicelakan padanya”.

Melawan hukum sebagai syarat umum perbuatan pidana tersimpul dalam pernyataan
Van Hamel “ sifat melawan hukum dari suatu perbuatan pidana adalah bagian dari
suatu pengertian yang umum, pembuat undang undang pidana tidak pernah
menyatakan bagian ini tetapi selalu merupakan dugaan”

Dengan demikian Pengertian melawan hukum bagaimanapun masih menjadi


perhatian sebagai unsur rumusan delik. Dengan menyatakan sesuatu perbuatan dapat
dipidana maka pembentuk undang undang memberitahukan bahwa ia memandang
perbuatan itu sebagai bersifat melawan hukum atau selanjutnya akan dipandang
demikian. Dipidanya sesuatu yang tidak bersifat melawan hukum menjadi tidak ada
artinya.
2. Sifat melawan hukum khusus

Sifat melawan hukum khusus atau speciale wederrechtelijkheid, biasanya kata


melawan hukum dicantumkan dalam rumusan delik. Dengan demikian sifat melawan
hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipinanya suatu perbuatan. Sebenernya
penyebutan melawan hukum secara explisit dalam rumusan delik merujuk pada ilmu
hukum jerman yang diajarkan sejumlah pakar antara lain, Zevenbergen dan
pengikutnya di Belanda, Simons. Menurut pandangan ini melawan hukum hanya
merupakan unsur delik sepanjang disebutkan dengan tegas dalam peraturan
perundang undangan.
Mengenai hal ini Hazewinkel Suringa menyatakan, “pada delik delik yang
mencatumkan melawan hukum sebagai unsur, maka isi dari delik itu tidak terwujud
jika kelakuan itu ternyata sesuatu yang menurut hukum. Akibat demikian ini dapat
ditimbulkan oleh persetujuan dari orang yang bersangkutan. Dalam banyak rumusan
rumusan delik faktor melawan hukum itu dimasukan untuk mencegah, bahwa
seseorang yang berbuat berdasarkan haknya sendiri berbuat akan termasuk dalam
lingkup rumusan undang undang.”

Penulis sendiri berpendapat apa yang dikemukakan oleh Schaffmeister,


pertama melawan hukum adalah syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan
sehingga tidak perlu dimasukan dalam rumusan delik. Kedua jika melawan hukum
dimasukan ke dalam rumusan delik, maka akan memberikan pekerjaan tambahan
kepada penuntut umum untuk membuktikanya dipengadilan. Ketiga merujuk pada
kata “hukum” dan frasa “melawan hukum” diatas jika kata “melawan hukum”
dimasukan kedalam rumusan delik, penafsiranya terlampau luas sehingga
bertentangan dengan prinsip lex certa (ketentuan pidana harus jelas) dan lex stricta
(ketentuan pidana harus ditafsirkan secara ketat) sebagai prinsip yang terkandung
dalam asas legalitas.

3. Sifat Melawan Hukum Formil. atau Formeel


wederrechtelijkheid mengandung arti semua bagian (unsur-unsur) dari
rumusan delik telah di penuhi.Demikian pendapat Jonkers yang menyatakan
“Melawan hukum formil jelas adalah karena bertentangan dengan undang-undang
tetapi tidak selaras dengan melawan hukum formil, juga melawan hukum materil,
diantara pengertian sesungguhnya dari melawan hukum, tidak hanya didasarkan pada
hukum positif tertulis, tetapi juga berdasar pada asas-asas umum hukum, pula berakar
pada norma-norma yang tidak tertulis. Sebagaimana yang diatur dengan Pasal 1 ayat
(1) KUHP, untuk dipidananya setiap perbuatan menganut sifat melawan hukum
formil”. Para penganut sifat melawan hukum formil mengatakan, bahwa pada setiap
pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum dari
tindakan pelanggaran tersebut.

Sebagai misal pasal 338 KUHP “barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belass
tahun”. Unsur dari delik dari pasal tersebut adalah 1) unsur barang siapa 2) unsur
dengan sengaja. 3) unsur merampas 4) unsur nyawa orang lain. Jika semua unsur
tersebut telah terpenuhi maka dapat dikatakan memenuhi sifat sifat melawan hukum
formil.

4. Sifat Melawan Hukum Materil.


sifat melawan hukum materiel adalah pelanggaran terhadap kepentingan-
kepentingan sosial yang dilindungi oleh norma-norma hukum perorangan atau
masyarakat termasuk kerusakan atau membahayakan suatu kepentingan hukum.Sifat
melawan hukum materil atau materiel wederrechtelijkheid terdapat dua pandangan.
Pertama. Sifat melawan hukum materiil dilihat dari sudut perbuatanya. Hal ini
mengandung arti perbuatan yang melanggar atau membahayakan kepentingan hukum
yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik tertentu.
Biasanya sifat melawan hukum materil ini dengan sendirinya melekat pada delik-delik
yang dirumuskan secara materil. Kedua. Sifat melawan hukum materil dilihat dari
sudut sumber hukumnya. Hal ini mengandung makna bertentangan dengan hukum
tidak tertulis atau hukum yang hidup dalam masyarakat, asas-asas kepatutan atau
nilai-nilai keadilan dan kehidupan sosial dalam masyarakat.

Dengan demikian, bahwa pandangan sifat melawan hukum formilmengatakan


bahwa setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan
hukum dari pelanggaran tersebut. Berbeda dengan pandangan sifat melawan hukum
materil yang menyatakan bahwa “melawan hukum” merupakan unsur mutlak dalam
perbuatan pidanaserta melekat pada delik-delik yang dirumuskan secara materil
sehingga membawa konsekuensi harus dibuktikan oleh penuntut umum.

Anda mungkin juga menyukai