Anda di halaman 1dari 3

 Sebab-akibat ditinjau dari sudut kriminologi

Salah satu bidang kriminologi adalah untuk mencari dan menentukan


penyebab dari suatu kejahatan. Tujuan utamanya ialah untuk mencari suatu cara
pencegahan atau pemberantasan kejahatan, antara lain dengan jalan pe niadaan
atau memperkecil "penyebab".
Kriminologi tidak terbatas hanya mencari "penyebab" dari sudut perumusan
undang-undang saja, melainkan meninjau/mengamatinya dari segala sudut,
terutama dari sudut keadaan masyarakat. Misalnya kemelaratan atau keme rosotan
ekonomi adalah sebagai penyebab dari banyaknya terjadi pencurian, "broken home"
banyak menjadi penyebab dari kenakalan remaja, korupsi yang merajalela yang
menyebabkan kecenderungan pemberontakan atau ke engganan orang untuk
mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku, tidak adanya kepastian hukum
menumbuhkan benih-benih kebencian, terutama antara yang lemah terhadap yang
kuat.
Demikian juga kesadaran hukum masyarakat umum atau setempat, dalam
banyak hal dapat dilihat sebagai gejala yang turut serta mempengaruhi pengertian
delik. Apa sebabnya seorang pemuda Batak (berani) dengan paksa melarikan
seorang gadis idamannya dengan maksud untuk dinikahinya (mengabing), adalah
karena dalam kesadaran hukum masyarakat tersebut, dapat dilakukan dalam hal
tertentu, asal saja dia kelak memenuhi kewajiban kewajiban adatnya.
Namun dalam praktek hukum, hasil pengamatan kriminologi sering juga
dikemukakan sebagai suatu hal yang diharapkan dapat mempengaruhi
"pertanggungjawaban" terdakwa. Bahkan sering diharapkan untuk menen tukan
apakah perbuatan seseorang merupakan tindakan tercela atau suatu tindak pidana
atau tidak. Ilmu kemasyarakatan (sosiologi) juga tidak kurang pengamatannya
mengenai pengaruh masyarakat (tertentu) terhadap pembentukan pribadi
seseorang. Bahkan seseorang cenderung untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Sehubungan dengan pengaruh masyarakat/lingkungan ini, banyak saja. na-
sarjana mengutarakan pendapat-pendapatnya mengenai betapa ketergan tungan
seseorang pada masyarakat. VON WIESE misalnya mengatakan, bahwa semua
tindakan manusia tergantung pada unsur ruang, waktu serta jenit dari
masyarakatnya sendiri, yang dalam ilmu sosiologi dikenal sebagai hukum situasi (Der
Gezetz der Situation). Selanjutnya SWEEDEN dan CRAWFORD mengemukakan
pentingnya masyarakat/lingkungan bagi peranan seseorang Ia mengatakan bahwa:
"Kepribadian seseorang tersusun dari sekitar tiga aspek kehidupan, yaitu pandangan
seseorang mengenai dirinya sendiri, kedudukannya antara sesama manusia dan
peranan yang dilakukannya dalam hemasyarakat. Demikian juga MAC IVER
menekankan betapa eratnya hubungan an tara lingkungan dengan kehidupan
seseorang.

 Ajaran sebab-akibat yang dipedomani


Walaupun undang-undang berusaha membatasi perumusan seb dan akibat,
namun untuk kebutuhan praktek hukum sehari-hari, sering mes arah kepada
perluasan atau penyempitan dari hal-hal yang dipandang sebaga! sebab atau akibat.
Untuk itu seyogyanya harus selalu diperhatikan mengenal kepastian hukum dalam
arti tidak boleh terlalu menyimpang dari pembatasan undang-undang yang
dipadukan dengan kesadaran hukum masyarakat yang masih hidup. Tentunya
kesemuanya itu harus seirama dengan politik hukum pemerintah yang telah
digariskan oleh pemegang kedaulatan rakyat.
Karenanya, tepat sekali tindakan hakim atau Mahkamah Agung yang tidak
menentukan ajaran-ajaran mana dari sekian banyak ajaran itu yang mutlak
dipedomani atau yang digunakan. Penggunaan ajaran-ajaran itu tentu lah harus
dengan itikad baik untuk mencapai tujuan hukum dan terciptanya keseimbangan
antara keadilan dan ketertiban.

BERSIFAT MELAWAN HUKUM

 Istilah melawan hukum dan melawan undang-undang


Perbedaan pengertian hukum dan undang-undang, berakibat harus
memperbedakan pengertian dari "bersifat melawan hukum" terhadap "bersifat
melawan undang-undang". Bersifat melawan undang-undang, berarti bertentangan
dengan undang-undang, atau tidak sesuai dengan larangan/ke harusan yang
ditentukan dalam undang-undang, atau menyerang suatu ke pentingan yang
dilindungi oleh undang-undang. Bersifat melawan hukum, berarti bertentangan
dengan hukum, atau tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum, atau
menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Dalam hal ini yang
dimaksud dengan hukum adalah hukum positip (yang berlaku).
Inti dari arrest HR tanggal 31 Desember 1919 tentang pasal 1365 BW,
mengenai pengertian dari "tindakan yang tidak sesuai dengan hukum"
(onrechtmatige daad) yaitu: merusak hak subjektif seseorang menurut undang-
undang; melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban (hu kum) pelaku
menurut undang-undang; melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan;
dan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan dalam masyarákat,
diikuti oleh banyak sarjana. Dalam hal ini POMPE mempersamakan "tindakan yang
tidak sesuai dengan hukum" dengan "ber sifat melawan hukum".

 Tindakan yang bersifat melawan hukum


Seseorang yang melakukan suatu tindakan yang bersifat melawan hukum,
tidak selalu diancam dengan pidana menurut undang-undang hukum pidana. Dengan
perkataan lain karena hukum tidak saja mencakup undang-undang hukum pidana,
melainkan juga hukum perdata, hukum administrasi dan hukum tatanegara, maka
yang diancam dengan pidana hanyalah suatu tindakan yang diancam dengan pidana.
Namun pengaruh dari sesuatu tindakan yang bersifat melawan hukum di luar
pengertian hukum pidana, tidak kurang pentingnya dalam pernbahasan suatu tindak
pidana ter tentu. Apakah "kawin lari" dalam masyarakat Batak misalnya, bersifat
melawan hukum atau tidak, peranan hukum (perdata) adat tidak kurang penting nya.
Apakah pengajaran (pemukulan) dari orang tua kepada anaknya bertentangan
dengan hukum atau tidak, peranan dari "kewajaran/kebiasaan" tidak kurang
pentingnya.

 Bersifat melawan hukum sebagai unsur delik


Dalam sistem perundang-undangan hukum pidana yang berlaku sekarang,
ternyata bersifat melawan hukum (dari suatu tindakan) tidak selalu dicantumkan
sebagai salah satu unsur delik. Akibatnya timbul persoalan, apakah sifat melawan
hukum, harus selalu dianggap sebagai salah satu unsur delik, walaupun tidak
dirumuskan secara tegas, ataukah baru dipandang sebagai unsur dari suatu delik, jika
dengan tegas dirumuskan dalam delik? Pasal-pasal KUHP yang dengan tegas
mencantumkan bersifat melawan hukum antara lain adalah pasal-pasal: 167, 168,
333, 334, 335, 362, 368, 378, 406 dan termasuk juga pasal-pasal; 302, 392, 282 dan
sebagainya.
Secara formal atau secara perumusan undang-undang, suatu tindakan adalah
bersifat melawan hukum, apabila seseorang melanggar suatu ketentuan undang-
undang, karena bertentangan dengan undang-undang. Dengan perkataan lain semua
tindakan yang bertentangan dengan undang-undang, atau suatu tindakan yang telah
memenuhi perumusan delik dalam undang-undang, baik sifat melawan hukum itu
dirumuskan atau tidak, adalah tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum.
Sifat melawan hukum itu hanya akan hilang atau ditiadakan, jika ada dasar-dasar
peniadaannya ditentukan dalam undang-undang.
Seterusnya dikatakan adanya beberapa pasal dengan istilah yang ber beda,
menunjukkan adanya bersifat melawan hukum terkandung di dalam. nya, jika
diinterpretasikan secara teleologis. Sehingga sekiranya bersifat melawan hukum itu
tidak ada, dapat diselesaikan di luar hukum pidana; seperti terdapat dalam pasal-
pasal; 302 KUHP (tanpa tujuan yang wajar), 290 KUHP (tindakan a susila), 282 KUHP
(melanggar kesusilaan). Beliau mengatakan bahwa pembuat undang-undang telah
merumuskan sedemikian itu, yaitu pada umumnya delik-delik itu adalah selalu
bersifat melawan hu kum. Jika ternyata tidak demikian maka tersangka dapat
membela diri de ngan ketentuan-ketentuan "peniadaan pidana" terutama yang
diatur dalam pasal 48 sampai dengan 51 KUHP. Pada beberapa delik dirumuskan
secara te gas unsur bersifat melawan hukum, karena dikhawatirkan jika seseorang
men jalankan hak atau kewajibannya akan dipidana, karena telah memenuhi un sur-
unsur delik tersebut yang apabila bersifat melawan hukum tidak secara tegas
dicantumkan sebagai unsumnya. Perhatikanlah untuk ini perumusan pasal 333
KUHP.
Metoda pembuatan undang-undang berpijak kepada tujuan tertentu
(doelmatigheid). Karenanya dipermudah penerapan hukum dalam kejadian kejadian
yang konkrit. Dan juga karena bukti-bukti yang harus diajukan kepada hakim
terbatas.

Anda mungkin juga menyukai