Anda di halaman 1dari 18

Hukum Pidana Adat

“Pengantar Hukum Pidana Adat”


Kelompok I :

ANGGI PRISILIA (1310111123)


AINI AYATI (1310111251)
VIDYA MAHARANI (1310112084)
YOGI PRATAMA (1310111213)
AFRIANTO SAPUTRA (1310111134)
AZMI FAUZAN (1210112069)
PUTRI HENDINI (1410111028)
OEMY YULIANTI AKHIRA (1310111188)
MELATI DWI PUTRI (1310111047)
A. Latar belakang mempelajari hukum pidana adat

 Pada hakekatnya perkembangan hukum pidana adat tidak dapat


dipisahkan dari perkembangan masyarakat pendukungnya. Dalam
pembangunan hukum nasional, peranan hukum pidana adat sangat
penting. Karena hukum nasional yang akan dibentuk, didasarkan pada
hukum adat yang berlaku. Apabila dilihat dari perspektif sumbernya, hukum
pidana adat juga bersumber baik tertulis dan tidak tertulis. Tegasnya,
sumber tertuis dapat merupakan kebiasaan-kebiasaan yang timbul, diikuti
serta ditaati secara terus menerus dan turun menurun.untuk sumber tertulis
misalnya dapat dilihat dalam kitab Ciwasasana abad ke 10..Hukum pidana
adat atau hukum delik adat adalah mengatur mengenai tindakan yang
melanggar rasa keadilan dan kepatutan yang hidup ditengah masyarakat,
sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan
masyarakat.
 Untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan tersebut, maka
terjadi reaksi adat dan sanksi adat. Keberadaan hukum pidana
adat pada masyarakat merupakan pencerminan kehidupan
masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki
hukum pidana adat yang berbeda-beda sesuai dengan adat
istiadat yang ada di daerah tersebut.
 Hilam Hadikusuma juga berpendapat bahwa pidana adat akan
terus hidup selama ada manusia budaya dan tidak dapat
dihapuskan oleh perundang-undangan. Sedangkan i made
widnyana mengatakan bahwa hukum pidana adat akan terus
ditaati dan diikuti oleh masyarakat adat dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Hal itulah yang melatarbelakangi bahwa
hingga sampai saat ini, masih tetap dipelajari sekaligus diteliti
mengenai baik penerapan maupun perkembangan dari hukum
pidana adat itu sendiri.
 Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan
hukum yang tidak tertulis. Suatu peraturan mengenai tingkah laku
manusia pada suatu waktu mendapat sifat hukum, apabila pada suatu
ketika petugas hukum yang bersangkutan mempertahankannya
terhadap orang yang melanggar peraturan itu, atau pada suatu ketika
petugas hukum yang bersangkutan bertindak untuk pelanggaran itu
bersamaan dengan saat peraturan itu memperoleh sifat hukum, maka
pelanggaranya menjadi pelanggaran hukum adat serta
pencegahannya menjadi pencegahan pelanggaran hukum adat itu,
lahirlah sekaligus juga delik adat, sehingga pencegahannya menjadi
pencegahan delik adat.
Defenisi hukum pidana adat
Hukum pidana adat berasal dari tiga kata yaitu :
 hukum adalah suatu aturan yang apabila dilanggar akan mendapatkan
sanksi yang sepatutnya.
 Pidana adalah suatu perbuatan kejahatan yang dapat mengganggu
orang lain.
 Adat adalah suatu kebiasaan yang terjadi dalam masyakat.
Hukum adat dengan hukum pidana adat itu terletak lagi suatu perbedaan.
Yang mana hukum adat itu adalah suatu peraturan yang mengatur
mengenai suatu kebiasaan-kebisaan yang terjadi dalam masyarakat.
Sedangkan hukum pidana adat adalah suatu peraturan yang mengatur
mengenai perbuatan kejahatan/pelanggaran yang terjadi dalam
masyarakat.
 Hukum pidana adat, delik adat, hukum pelanggaran adat
merupakan cikal bakal yang berasal dari hukum adat.Istilah Hukum
pidana adat sebenarnya merupakan istilah yang diambil dari
terjemahan “adat delictenrecht” sebagai istilah yang diperkenalkan
oleh Van Vollenhoven. Istilah yang dipergunakan oleh Van
Vollenhoven hanyalah pembagian untuk mempermudah analisis atas
bidang hukum adat di Indonesia. Hukum pidana adat adalah
ketentuan hukum yang mengatur tentang pelanggaran adat
sebagai: “suatu perbuatan sepihak dari seseorang atau sekumpulan
orang, mengancam atau menyingung atau mengganggu
keseimbangan dan kehidupan persekutuan, bersifat materiil atau
immateniil, terhadap orang seseorang atau terhadap masyarakat
berupa kesatuan. Tindakan yang demikian mengakibatkan suatu
reaksi adat”.
 Hukum pidana adat adalah perbuatan yang melanggar perasaan
keadilan dan kepatutan yang hidup dalam masyarakat sehingga
menimbulkan adanya gangguan ketentraman dan keseimbangan
masyarakat bersangkutan. Oleh karean itu, untuk memulihkan
ketentraman dan keseimbangan tersebut, terjadi reaksi-reaksi adat
sebagai bentuk wujud mengembalikan ketentraman magis yang
terganggu dengan maksud sebagai bentuk meniadakan atau
menetralisir suatu keadaan akibat pelanggaran adat.
 Mengenai pengertian Hukum pidana adat ini, Teer Haar memberikan
pernyataan bahwa setiap perbuatan dalam system adat dinilai dan
dipertimbangkan berdasarkan tata susunan persekutuan yang berlaku
pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Pelanggaran yang terjadi di
dalam hukum pidana adat atau juga Delik adat menurutnya adalah
setiap gangguan terhadap keseimbangan dan setiap gangguan
terhadap barang-barang materiil dan imateriil milik seseorang atau
sekelompok orang yang menimbulkan reaksi adat
 Mengenai pengertian Hukum pidana adat ini, Teer Haar memberikan pernyataan
bahwa setiap perbuatan dalam system adat dinilai dan dipertimbangkan
berdasarkan tata susunan persekutuan yang berlaku pada saat perbuatan
tersebut dilakukan. Pelanggaran yang terjadi di dalam hukum pidana adat atau
juga Delik adat menurutnya adalah setiap gangguan terhadap keseimbangan
dan setiap gangguan terhadap barang-barang materiil dan imateriil milik
seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan reaksi adat.
 pidana adat adalah pengaturan yang mengatur tentang pelanggaran adat
yang di anggap tidak patut atau tidak sesuai dalam suatu wilayah.mengenai
sanksi terhadap apa yang telah melanggar dalam aturan suatu adat maka itu
akan dijalankan dengan tegas. Dan cara penyelesaian dalam suatu kasus yang
terjadi di masyarakat biasanya sering mengambil hakim sendiri dan itu memang
dapat dengan cepat menyelesaikan suatu permasalahan akan tetapi hal itu
tidak baik karena keseringan pengambilan hal yang seperti itu adalah penuh
dengan emosional yang tidak baik. Namun walau demikian masyarakat merasa
hal seperti itu nyaman, dan dapat menjadi pelajaran buat yang lain.
 Sementara hukum pidana adat menitikberatkan pada
“keseimbangan yang terganggu”. Selama keseimbangan suatu
masyarakat adat itu terganggu, maka akan mendapat sanksi.
Hukum pidana adat tidak mengenal asas legalitas sebagaimana
hukum positif karena selain ketentuan hukumnya masih sederhana,
hukum pidana adat tidak mengenal kodifikasi. Dengan kata lain,
hukum pidana adat tidak mengenal hukum tertulis meskipun
beberapa masyarakat adat di Indonesia sudah mengenal
kodifikasi hukum adat. Misalnya kitab Kuntara Raja Niti (Lampung),
Manawa Dharmasastra, Catur Agama, Awig-Awig (Bali), kitab
Babad Jawa (Jawa kuno), dan lain sebagainya
 Jadi, selama perbuatan itu menyebabkan kegoncangan pada
keseimbangan dalam suatu masyarakat adat yang sudah mapan,
maka perbuatan itu dapat dikatakan melanggar hukum. Soepomo
menjabarkan lebih rinci bahwa antara perbuatan yang dapat
dipidana dan perbuatan yang hanya mempunyai akibat di wilayah
perdata tidak ada perbedaan struktur. Artinya, antara “hukum
pidana” dan “hukum perdata” yang perbedaan strukturnya
dibedakan wilayahnya dalam hukum positif, dalam hukum pidana
adat tidak membedakan struktur itu. Apakah itu masuk dalam
wilayah pidana atau perdata, selama “mengganggu
keseimbangan” masyarakat, maka ia dikategorikan sebagai delik
atau tindak pidana.
 Berkaitan dengan bahasan di atas, I Made Widnyana dalam bukunya
menyebutkan ada 5 (lima) sifat hukum pidana adat.
 Menyeluruh dan menyatukan karena dijiwai oleh sifat kosmis yang
saling berhubungan sehingga hukum pidana adat tidak
membedakan pelanggaran yang bersifat pidana dan perdata.
 Ketentuan yang terbuka karena didasarkan atas ketidakmampuan
meramal apa yang akan terjadi sehingga tidak bersifat pasti
sehingga ketentuannya selalu terbuka untuk segala peristiwa atau
pebuatan yang mungkin terjadi.
 Membeda-bedakan permasalahan dimana bila terjadi peristiwa
pelanggaran yang dilihat bukan semata-mata perbuatan dan
akibatnya tetapi dilihat apa yang menjadi latar belakang dan siapa
pelakunya. Oleh karena itu, dengan alam pikiran demikian maka
dalam mencari penyelesaian dalam suatu peristiwa menjadi
berbeda-beda.
 Peradilan dengan permintaan dimana menyelesaikan pelanggaran adat sebagian besar
berdasarkan adanya permintaan atau pengaduan, adanya tuntutan atau gugatan dari
pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil.
 Tindakan reaksi atau koreksi tidak hanya dapat dikenakan pada si pelaku tetapi dapat
juga dikenakan pada kerabatnya atau keluarganya bahkan mungkin juga dibebankan
kepada masyarakat bersangkutan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu.
(salah satu acuan ke nomor 2)

Secara sederhana, sirkulasi hukum pidana adat penulis gambarkan sebagai berikut:
 Ada nilai dan norma yang disepakati secara spontan oleh masyarakat adat
 Ada tindakan melanggar nilai dan norma (aksi)
 Ada sanksi terhadap pelanggaran terhadap nilai dan norma (reaksi dan koreksi)
 Diharapkan keseimbangan masyarakat kembali pulih
 Demikian seterusnya, apabila keseimbangan sudah pulih, terjadi aksi yang menyebabkan
keseimbangan masyarakat terganggu, maka ada reaksi yang ditetapkan dalam nilai dan
norma.
 Sementera Van Vollenhoven berpendapat bahwa hukum pidana
adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dalam
kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan
perbuatan sumbang yang kecil saja
 I Made Madyana mengatakan bahwa hukum pidana adat adalah
hukum yang hidup (living law), diikuti dan ditaati oleh masyarakat
adat secara terus-menerus, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pelanggaran terhadap aturan tata tertib tersebut dipandang dapat
menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat karena dianggap
mengganggu keseimbangan kosmis masyarakat. Karenanya, bagi si
pelanggar diberikan reaksi adat, koreksi adat atau sanksi adat oleh
masyarakat dengan musyawarah bersama pemimpin atau pengurus
adat.
 Didik Mulyadi memberi kesimpulan bahwa hukum pidana adat adalah
perbuatan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang
hidup dalam masyarakat, sehingga menimbulkan adanya gangguan
ketentraman dan keseimbangan masyarakat yang bersangkutan. Oleh
karena itu, untuk memulihkan ketentraman dan keseimbangan tersebut
terjadi reaksi-reaksi adat sebagai bentuk wujud mengembalikan
ketentraman magis yang terganggu dengan maksud sebagai bentuk
meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial akibat suatu
pelanggaran adat.
Tujuan hukum pidana adat
 memulihkan keseimbangan hukum yang menjadi tujuan segala reaksi atau koreksi adat
sedangkan tujuan untuk memperbaiki orang yang salah, orang yang melanggar hukum,
sebagai salah satu dasar yang terdapat pada sistem hukum pidana barat, tidak terdapat
pada sistem hukum adat.
 menciptakan keseimbangan berbagai kepentingan tersebut tiada lain agar terciptanya
kesejahteraan masyarakat. Terciptanya kesejahteraan masyarakat itu sudah tentu karena
adanya kepastian dan keadilan yang sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat itu sendiri.
 Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka
melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat
bagi masyarakat.
 Melindungi kepentingan masyarakat adat
 Menyelesaikan konflik yang terjadi diantara masyarakat adat
 Milindungi kepentingan individu didalam bermasyarakat
 Memenuhi rasa keadilan dengan cara penyelesaian konflik musyawarah adat
 Pada asasnya, secara substansial sistem hukum pidana adat
berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam suatu masyarakat
dengan bercirikan asas kekeluargaan, religius magis, komunal dengan
bertitik tolak bukan atas dasar keadilan individu akan tetapi keadilan
secara bersama. Tegasnya, hukum pidana adat lebih mengkedepankan
eksistensi pemulihan kembali keadaan terguncang akibat pelanggaran
yang dilakukan oleh pelaku.
 Sama halnya dengan hukum pidana, hukum adat juga bertujuan untuk
melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia
dan melindungi kepentingan masyarakt dengan pertimbangan yang
serasi dari kejahatan/ tindakan tercela di satu pihak dan dari tindakan
penguasa yang sewenang-wenang dilain pihak. Soepomo
menambahkan bahwa penggunakan hukum pidana adat diutamakan
adalah terciptanya suatu keseimbangan antara dunia lahir dan dunia
gaib, antara golongan manusia seluruhnya dan orang seorang, antara
persekutuan dan teman masyarakatnya.
 Soepomo menambahkan bahwa penggunakan
hukum pidana adat diutamakan adalah
terciptanya suatu keseimbangan antara dunia lahir
dan dunia gaib, antara golongan manusia
seluruhnya dan orang seorang, antara persekutuan
dan teman masyarakatnya.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai