Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH : SOSIOLOGI HUKUM


DOSEN : PROF. JOHN PIERIS, M.S., M.H

Nama : Norinda Trifena Putri


NIM : 2102190043

SOAL :
1. Mazhab formal dalam sosiologi hukum sangat bersifat legalistik positivistik.
Mazhab hukum hukum ini digagas oleh John Austin. Austin memisahkan etika dan
moral dari kaidah hukum. Apa yang terjadi jika para pemimpin negara, khususnya
pembuat dan penemu serta penegak hukum menganut mazhab ini. Apa
implikasinya terhadap keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatannya bagi
masyarakat ?

2. Uraikan secara kritis paradigma hukum dari LON Fuller “The Morality of Law”
yang sebenarnya bertolak belakang dengan konsep John Austin

3. Sosiologi hukum sesungguhnya tidak memfokuskan orientasinya pada hukum


sebagai sistem konseptual, melainkan pada kenyataan dan fenomena sosial. Berikan
pandangan kritis anda tentang hal ini dikaitkan dalam konteks studi sosiologis
hukum di Indonesia dalam memahami perbuatan melawan hukum yang dilakukan
para pejabat pemerintah maupun kelompok masyarakat
JAWABAN :

1. Aliran Legalistik Positivistik atau Hukum Positif atau Positivisme Hukum


merupakan salah satu aliran dalam ilmu hukum. Aliran ini memandang perlu
memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan
hukum yang seharusnya, antara das sein dan das sollen). Legalistik Positivistik
sangat mengagungkan hukum yang tertulis dan menganggap bahwa tidak ada norma
hukum di luar hukum positif. Bagi aliran ini, semua persoalan dalam masyarakat
harus diatur dalam hukum tertulis. Sikap penganut aliran ini dilatarbelakangi oleh
penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis,
mereka menganggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah
hukum.
Ada dua jenis aliran dalam Positivisme Hukum, yaitu :
a. Aliran Hukum Positif Analitis (Analytical Jurisprudence) yang dipelopori oleh
John Austin. John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang
menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum
terletak pada unsur perintah itu. Austin memandang hukum sebagai suatu sistem
yang tetap, logis dan tertutup. Hukum adalah perintah yang mewajibkan seseorang
atau beberapa orang. Ia menyatakan bahwa hukum dan perintah lainnya berjalan
dari atasan (superior) dan mengikat atau mewajibkan bawahan (inferior). Pihak
superior yang menentukan apa yang diperbolehkan dan kekuasaan superior
memaksa orang lain untuk mentaatinya. Superior mampu memberlakukan hukum
dengan cara menakut-nakuti dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang
diiinginkannya. Austin berpandangan bahwa hukum adalah perintah yang memaksa,
yang dapat saja bijaksana dan adil atau sebaliknya.

b. Aliran Hukum Murni (Reine Rechtslehre) yang dipelopori oleh Hans Kelsen
Kelsen menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah
laku manusia sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang dipermasalahkan
bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa hukumnya. Meskipun
hukum itu sollenkategori, namun yang digunakan adalah hukum positif (ius
constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius constituentum).
Kelsen berpendapat bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi
(materia), sehingga keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Hukum bisa
saja tidak adil, namun hukum tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa. Ia
juga berpendapat bahwa hukum positif pada kenyataannya dapat saja menjadi tidak
efektif lagi. Hal ini bisa disebabkan karena kepentingan masyarakat yang diatur
sudah tidak ada, sehingga penguasa tidak akan memaksakan penerapannya.
Dalam hal ini, jika pemimpin negara menganut mazhab Postivisme Hukum
yang diajarkan oleh John Austin, maka hukum hanya berpihak pada kekuatan para
penguasa negara tanpa melihat kebutuhan-kebutuhan yang lahir dimasyarakat.
Sehingga hukum hanya hadir bagi golongan penguasa bukan bagi masyarakat,
sehingga hukum bersifat tidak adil. Dan hal ini akan membuat masyarakat dan
rakyat kecil tertindas oleh hukum postivisme tersebut.
Oleh karena itu, implikasi terhadap negara kita selain menjalankan sistem
hukum yang sesuai dengan pemikiran para filsuf dengan aliran/mazhab Positivisme
juga menggunakan aliran/mazhab Sociological Jurisprudence yang mana dalam
mazhab ini menekankan bahwasanya sistem hukum positif akan berjalan efektif
apabilai sesuai kaidah dan norma yang hidup di masyarakat.
Dengan Sociological Jurisprudence ini diharapkan dapat tercipta suatu kehidupan
hukum yang harmonis didalam masyarakat sehingga dapat mewujudkan cita-cita
bangsa Indonesia yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan
bahwasanya setiap rakyat Indonesia (setiap orang) memiliki kedudukan yang sama
dimata hukum. Sehingga setiap rakyat Indonesia berhak memperoleh perlindungan
hukum.

(Referensi ; C.S.T. Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai


Pustaka ;Dewa Gede Sudika Mangku, 2020, Pengantar Ilmu Hukum, Klaten:
Lakeisha)
2. The Morality of Law menurut LON Fuller

Lon Fuller menganut aliran teori hukum alam menitikberatkan pada hukum
kodrat (hak kodrat manusia). Sejarah hukum alam tidak terlepas dari adanya
pemikiran penggunaan akal manusia yang akan bermanfaat bagi banyak orang.

Keterkaitannya dengan hukum adalah Hukum merupakan produk akal manusia


yang harus bisa dimanfaatkan oleh manusia dan berguna bagi manusia untuk
mencapai hak kodrat manusia itu sendiri.

Moralitas adalah salah satu kodrat yang diberikan oleh Allah kepada manusia itu
sendiri dan itu telah ditugaskan didalam kitab-kitab suci serperti dalam
Perjanjian Lama dan dalam kitab Yunani kuno.

Fuller menekankan pada pentingnya keberadaan sistem hukum yang


memungkinkan manusia untuk mengatur interaksi mereka satu sama lain dengan
mengacu pada aturan. Sehingga kemanusiaan bisa terjalin dengan baik yang
berujung pada padunya antara Hukum dan Moralitas yang digunakan dengan cara
yang benar dan sah. Hukum yang dimaksud Fuller adalah Hukum Publik yang
jelas, tidak kontradiktif, proskriptif, dapat diandalkan, mungkin untuk mematuhi
dan diterapkan sebagai hukum yang seharusnya dijalankan.

Dalam proses adjustment dan ordering dalam pembuatan suatu undang-undang,


hukum mengandung tuntutan inheren sebagai ciri khasnya karena bersumber dari
gagasan moral atau etis. Dalam kaitannya membentuk undang-undang yang
legitimate sebagai hukum, Lon L Fuller merumuskan pendekatan prosedural
dalam pembentukan undang-undang sebagai kriteria moralitasnya yang disebut
“the morality that makes law possible”.

Lebih lagi menurut Lon Fuller, hubungan antara moralitas dan hukum adalah
merupakan hal yang penting, karena aturan-aturan dari suatu sistem hukum harus
sesuai persyaratan-persyaratan substantive dari moralitas.
Norma moralitas memberikan patokan kepada kita serta perbuatan-perbuatan kita
agar kita melakukan perbuatan yang bermoral. Tetapi pada faktanya bahwasanya
terdapat suatu norma, tidaklah membebankan keharusan terhadap sesuatu pun
mengenai fungsinya. Norma dalam hal ini memberikan pengertian kepada kita
untuk memahami apakah perbuatan yang kita lakukan sudah sesuai dengan
norma-norma atau dapat dikatakan perbuatan kita bermoral atau tidak bermoral.
Tetapi pada hakikatnya tidaklah mengharuskan untuk perbuatan kita itu bermoral.

Oleh karena itu hukum kodrat adalah hukum yang hidup dalam masyarakat yang
mengandung nilai-nilai norma moralitas. Namun seiringnya dengan
perkembangan zaman dan munculnya permasalahan-permasalahan baru, hukum
kodrat harus bisa menyesuaikan dan mengatasi permasalahan yang ada. Maka
terbentuklah hukum positif atau hukum sipil. Jabatan hukum sipil adalah
menerapkan hukum kodrat pada masyarakat. Tuhan menciptakan manusia
sebagai mahluk sosial, dengan begitu Tuhan membenarkan pembentukan Negara
sebagai alat yang penting guna mengatur hidup sosial manusia dan Tuhan
memberikan kekuasaan kepada Negara untuk mengaturnya.

Jadi dalam aturan kodrat Negara adalah suatu badan yang diserahi tugas untuk
menyusun hukum sipil sebagai hukum positif yang dibutuhkan untuk melengkapi
keberadaan hukum kodrat. Disinilah peran kewajiban moral dalam hukum sipil.
Perihal apa yang harus ada bagi kehidupan manusia , diperintahkan oleh hukum
kodrat. Sebab hukum kodrat menuntut manusia agar menyesuaikan perbuatan-
perbuatannya pada normalitas yang mencakup hubungan manusia terhadap
manusia. Dan ketaatan terhadap hukum sipil haruslah ada dalam kehidupan
manusia bermasyarakat. Karena masyarakat harus dibimbing oleh hukum, dan
hukum kodrat haruslah dilengkapi dengan hukum sipil.

Hukum positif manusia mempunyai 2 bentuk, yakni Hukum Positif Delaratif


yang menyatakan dengan kata-kata apa yang ditentukan oleh hukum kodrat atau
mengerti apa yang dikehendaki oleh hukum kodrat. Contoh : Hukum yang
mengatur pembunuhan, pencurian.

Hukum Positif Determinatif mengatur cara-cara bertindak sesuai dengan hukum


kodrat, tetapi tidak disimpulkan dari hukum kodrat, contoh : hukum yang
mengatur lalu lintas, hukum membayar pajak. Maka bila ada hukum yang tidak
sesuai dengan hukum kodrat itu bukanlah dikatakan hukum.

3. Dalam Ilmu Hukum kita mengenal adanya perbuatan melawan hukum atau
yang biasa disebut PMH. PMH diidentifikasikan sebagai perbuatan yang
melanggar undang-undang, perbuatan yang bertentangan dengan hak-hak orang
lain, perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan
serta perbuatan yang melanggar asas-asas umum dalam kehidupan.
Terkait fenomena yang seringkali terjadi hamper diseluruh Negara berkembang
termasuk di Indonesia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan muncul karena
ketidakmampuan masyarakat untuk menyelenggarakan hidupnya sampai suatu
taraf yang dianggap manusiawi. Kondisi ini menyebabkan menurunnya kualitas
sumber daya manusia sehinnga membuat produktivitas dan pendapatannya yang
diperolehnya rendah. Masalah ini saling keterkaitan dengan asupan makanan
sehingga kekurangan gizi, pendidikan yang tidak dapat meningkatkan taraf hidup,
dsb.
Kemiskinan ini juga disebabkan karena tidak meratanya distribusi pendapatan
yang memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari
munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan masalah tersebut berlarut-larut
akan semakin memperkeruh keadaan dan tidak jarang dapat menimbulkan
konsekuensi negative terhadap berbagai hal.
Di Indonesia sendiri yang notabene merupakan Negara dengan kekayaan alam
yang luar biasa, tetap juga memiliki problem yang besar perihal kemiskinan.
Karena pada kurun waktu yang cukup lama. Penguasa Negara beserta antek-
anteknya hidup semata-mata bekerja untuk Negara namun pada kenyatannya
hanya untuk memperkaya diri sendiri. Sehingga lupa akan rakyat kecil yang
tersebar diberbagai pelosok daerah dimana mereka juga sangat membutuhkan
kehidupan yang layak.
Yang mana cara bekerja dengan memperkaya diri sendiri inilah yang kemudian
terus lahir, bertumbuh dan menjadikan kebiasaan itu menjadi sebuah tradisi turun
temurun hingga masih banyak sampai saat ini yang mana tradisi tersebut merusak
mental-mental daripada anak-anak bangsa.
Juga yang menyebabkan kemiskinan masih banyak sampai saat ini adalah tidak
sampainya bantuan-bantuan dari pusat kedaerah-daerah kecil hingga kepelosok-
pelosok yang tersebar diberbagai pulau di Indonesia.
Selain itu masih maraknya korupsi-korupsi, kolusi serta nepotisme yang
merajalela. Sehingga uang Negara yang seharusnya bisa dipergunakan untuk
kepentingan seluruh rakyat Indonesia khususnya rakyat miskin, tidak tersalurkan
dengan baik dan sebagaimana seharusnya. Yang harusnya uang Negara dapat
dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur, pembangunan pendidikan,
pembangunan disegala bidang, tidak terselenggarakan dengan maksimal.
Korupsi inilah yang memakan habis uang-uang rakyat, karena hamper disetiap
aspek pekerjaan, hal ini terjadi. Khususnya didalam pemerintahan, korupsi, kolusi
dan nepotisme ini masih terus berlanjut. Oleh karena itu melihat fenomena
kemiskinan yang sampai saat ini masih marak di Indonesia, maka pemerintah
haruslah bertindak tegas untuk membasmi daripada hal-hal tersebut. Sehingga
apa yang seharusnya menjadi hak daripada rakyat Indonesia dapat tersalurkan dan
terpenuhi dengan baik, adil dan merata . Jika hal ini dapat terselenggara dengan
baik, maka kehidupan kesejahteraan rakuat pastinya akan terus meningkat dan
perekonomian Indonesia pun dapat semakin baik serta pembangunan disegala
aspek yang dicita-citakan oleh bangsa Indosiapun dapat berkembang dengan baik
dan menuju kepada Indonesia yang sejahtera.
Oleh karena itu pemerintahan pada masa ini sangat menitikberatkan kepada
pemerataan pendapatan rakyat diseluruh wilayah Negara Indonesia.
Dan kita wajib mendukung program tersebut demi tercapainya Negara Indonesia
yang maju, sejahtera dalam segala hal dan menjadi Negara yang akan diakui
keberadaannya oleh Negara-negara lain. Sehingga persaingan globalisasi yang
sudah dimulai, kita sebagai Negara maju dapat mengimbanginya dan
mengikutinya. Sehingga membuka kesempatan-kesempatan yang besar terhadap
investor-investor asing untuk masuk ke Indonesia dan menanamkan modalnya ke
Indonesia.
Sehingga fenomena kemiskinan yang sudah berpuluh-puluh tahun menyelimuti
Negara kita, lambat laun akan tanggal dan kita menjadi Negara berkembang dan
Negara maju yang merdeka dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
_______________________TERIMA KASIH_______________________

Anda mungkin juga menyukai