Pengertian delik adat menurut Ter Haar adalah tiap-tiap gangguan dari
keseimbangan, tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immateriil
milik hidup seorang atau kesatuan orang-orang yang menyebabkan timbulnya
suatu reaksi adat, dengan reaksi adat ini keseimbangan akan dan harus dapat
di pulihkan kembali.
Menurut Ter Haar untuk dapat disebut delik adat maka perbuatan itu
harus mengakibatkan kegoncangan dalam masyarakat. Sedangkan Van
Vollenhoven mengartikan delik adat sebagai perbuatan yang tidak
diperbolehkan dan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana
hanyalah pelanggaran hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh
Undang-Undang.
Salah satu contoh sanksi adat yang diberikan oleh hakim terlihat dalam
Putusan MA No. 772.K/Pdt/1992, tertanggal 17 juni 1993 tentang perbuatan
melawan hukum adat kefamenamu, Kupang yang menyatakan bahwa jika
terbukti seorang laki-laki menghamili perempuan atas dasar suka sama suka,
si laki-laki tersebut harus mengawini perempuan tersebut. Sedangkan jika si
laki-laki yang bersangkutan tidak bertanggung jawab atas perbuatanya, hakim
dapat mengenakan sanksi adat berupa:( Otje Salman: 2002:17)
1. Naek nafani nesu, matan koten (tutup pintu muka belakang) berupa
seekor sapi yang berumur satu adik; dan /atau
2. Toeb tais hae manak ( tutup malu, pemulihan nama baik perempuan)
berupa tiga ekor sapi masing-masing berumur satu adik; dan/atau
3. Fani keut hau besi lol uki (jaminan terhadap perempuan) dan bayi yang
di kandungnya sementara di perapian) berupa dua ekor sapi masing-
masing berumur satu adik; dan/atau
4. Mae ma putu (tutup malu terhadap orang tua perempuan) berupa tiga
ekor sapi masing-masing berumur satu adik; dan/atau
Contoh-contoh:
Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan
hukum yang tidak tertulis. Suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia
pada suatu waktu mendapat sifat hukum, apabila suatu ketika petugas hukum
yang bersangkutan mempertahankannya terhadap orang yang melanggar
peraturan itu atau pada suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan
bertindak untuk mencegah pelanggaran itu. Bersamaan dengan saat peraturan
itu memperoleh sifat hukum, maka pelanggaranya menjadi pelanggaran hukum
adat serta pencegahanya menjadi pencegahan pelanggaran hukum adat. Dan
dengan timbulnya pelanggaran hukum adat itu, lahirlah sekaligus juga delik
adat, sehingga pencegahanya menjadi pencegahan delik adat.
Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya suatu perbuatan
yang tadinya bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim
(kepala adat) karena menentang tata tertib masyarakat sehingga perlu ada
reaksi (upaya) adat untuk memulihkan kembali.
Menurut Ter Haar, ada ikatan batin antara penetapan petugas hukum
adat dan rasa keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Hakim Pengadilan
Negeri yang harus mengadili menurut hukum adat, harus sadar akan struktur
kerohanian masyarakat agar supaya putusan-putusannya benar-benar selaras
dengan hubungan-hubungan , lembaga-lembaga dan peraturan-peraturan
tingkah laku yang hidup di dalam masyarakat yang bersangkutan.
3. Rangkuman
4 Tugas Mandiri
Buatlah contoh kasus pelanggaran delik adat, dan penyelesaian hukum secara
adat dan bandingkan dengan sanksi hukum yang terdapat dalam hukum
nasional
5. Evaluasi