DELIK ADAT
HUKUM ADAT
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Puji dan syukur tak hentinya
kami hanturkan ke hadirat Allah swt. yang telah menciptakan seluruh alam semesta dan segala
isinya, mulai dari Al-Qur’an sebagai petunjuk sampai akal sebagai alat untuk berfikir sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Shalawat bernadakan salam kami sanjungkan keharibaan Nabi besar Muhammad SAW.
yang telah mengubah seluruh watak manusia di dunia ini, dan yang telah membuka cakrawala
ilmu pengetahuan sehingga dapat memotivasi manusia untuk berfikir maju dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan bagi para
pembacanya , kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan kepada
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk menjadi sebuah perbaikan
kedepannya. Semoga Allah meridhai kita. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Penulis
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dengan kata lain memerlukan
orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Maka daripada itulah manusia hidup berkelompok
dalam berbagai macam suku yang memiliki budaya, adat istiadat ataupun kebiasaan daerahnya
masing-masing. Yang mana kebuadayaanya itu adalah hasil turun temurun dari nenek moyang
mereka untuk menjaga adat kebudayaannya agar tetap utuh.
Budaya-budaya yang dianut, tentunya diyakini oleh segolongan manusia dan mendarah
daging dalam kehidupannya untuk selalu melaksanakan apa yang dimiliki oleh kebudayaannya
sendiri. Dan tentu saja di dalam kebuadayaan itu terdapat sebuah adat istiadat yang mengatur
kehidupan manusia, baik itu adalah sebuah larangan, perintah dan kebolehan terhadap sesuatu.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Hukum Delik Adat”, yang mana mencakup
sebuah adat yang di dalamnya terkandung beberapa macam unsur yang mengarah kepada
larangan untuk melakukan sesuatu dalam suatu adat yang menganut hukum yang diyakininya.
B. RUMUSAN MASALAH
Meninjau lebih lanjut dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai
berikut :
Menurut Van Vollenhoven, delik Adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan
walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang
kecil saja. Soepomo sebagaimana dikutip oleh Bewa Ragawino, SH. MSI. menyatakan bahwa
Delik Adat: “ Segala perbuatan atau kejadian yang sangat menggangu kekuatan batin
masyarakat, segala perbuatan atau kejadian yang mencemarkan suasana batin, yang menentang
kesucian masyarakat, merupakan delik terhadap masyarakat seluruhnya” Selanjutnya dinyatakan
pula: “Delik yang paling berat ialah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara
dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat”
Mengenai pengertian delik adat ini, Teer Haar memberikan pernyataan bahwa Setiap
perbuatan dalam sistem adat dinilai dan dipertimbangkan berdasarkan tata susunan persekutuan
yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Pelanggaran yang terjadi di dalam hukum
adat atau juga disebut delik adat menurutnya adalah setiap gangguan terhadap keseimbangan dan
setiap gangguan terhadap barang-barang materiil dan imateriil milik seseorang atau sekelompok
orang yang menimbulkan reaksi adat.
Berdasarkan teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa suatu peraturan mengenai
tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan & dipertahan-kan oleh petugas
hukum. Karena manusia itu melakukan sebuah tindakan yang dianggap salah, maka dibuatlah
hukuman bagi orang yang melakukan tindakan itu. Maka dari pada itulah lahirnya sebuah delik
(Pelanggaran) adat adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat.
Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya suatu perbuatan yang tadinya
bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim (kepala adat) karena menentang
tata tertib masyarakat sehingga perlu ada reaksi (upaya) adat untuk memulihkan kembali. Maka
daripada itulah hukum delik adat akan timbul, seiring berkembang dan lenyap dengan
menyesuaikan diri dengan perasaan keadilan masyarakat.
4. ALIRAN FIKIRAN TRADISIONAL
Hukum adat tidak mengadakan pemisahan antara pelanggaran (perkosaan) hukum yang
mewajibkan tuntutan memperbaiki kembali hukum di dalam lapangan hukum pidana (di muka
hakim pidana) dan pelanggaran hukum yang hanya dapat dituntut di lapangan hukum perdata (di
muka hakim perdata). Berhubungan dengan itu di dalam sistem hukum adat tidak ada perbedaan
acara (prosedur) dalam hal penuntutan acara perdata (sipil) dan penuntutan acara perdata (sipil)
dan penuntutan secara kriminal. Apabila terjadi suatu pelanggarafl hukum, maka petugas hukum
(kepala adat, dan sebagainya) mengambil tindakan konkret ( adat reactie) guna membetulkan
hukum yang dilanggar itu. Suatu perbuatan melanggar hukum, misalnya utang tidak dibayar akan
memerlukan perbaikan kembali hukum. Dalam hal ini hukum dapat dibetulkan dengan
penghukuman orang yang berutang untuk membayar utangnya. Terhadap perbuatan-perbuatan
ilegal lain, pelanggaran hukum itu sedemikian rupa sifatnya sehingga perlu diambil beberapa
tindakan untuk memperbaiki kembali hukum yang dilanggar, umpamanya: pertama, mengganti
kerugian kepada orang yang terkena dan kedua, membayar uang adat atau korban pada
persekutuan desa.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Delik Adat merupakan pelanggaran pidana maupun perdata adat. Dalam
penyelesaiannya, diutamakan unsur perdamaian melalui hakim perdamaian desa selaku
pengendali delik adat. Jika tidak tercapa perdamaian, maka tetua adat dapat memberikan sanksi
sesuai latar belakang serta akibat pelanggaran tersebut.
SARAN
Keaneka ragaman suku, bahasa dan budaya membuat Indonesia kaya akan adat istiadat.
Mari kita jaga kelestarian adat istiadat tersebut sebagai bagian dari jati diri dan pribadi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
S.H.Wignjodipoero, Soerojo. 1993. PENGANTAR DAN ASAS-ASAR HUKUM ADAT. Jakarta :
CV HAJI MASAGUNG – JAKARTA MCMXCIII
http://www.masterfajar.com/2010/01/delikadat-dan-penyelesaiannya/
http://niqueisma.blogspot.com/2012/11/delik-adat.html
http://zirscorp.wordpress.com/2011/07/07/hukum-adat-delik/