Anda di halaman 1dari 15

DELIK ADAT

HUKUM ADAT
Dosen pengampu :
Roy Kulyawan S.Pd,.M,Pd

Disusun oleh : kelompok 7

1. Nur aziza A32121041


2. Fatima az-zahra A32121062
3. Gerhana A32121049
4. Sasmita A32121052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Delik Adat” yang berasal dari mata kuliah Hukum Adat.
Dalam segala kerendahan hati kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih banyak kekurangan, mengingat kurangnya kemampuan kami. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Demikian kata
pengantar pada makalah ini, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua.

Palu,14 September 2022

KELOMPOK 7
DAFTAR ISI

SAMPUL......................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................
2.1 DEFINISI HUKUM DELIK ADAT.................................................................................
2.2 SUBYEK DELIK ADAT..................................................................................................
2.3 LAHIRNYA HUKUM DELIK ADAT.............................................................................
2.4 ALIRAN FIKIRAN TRADISIONAL...............................................................................
2.5 PERBEDAAN DELIK ADAT..........................................................................................
2.6 PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT..........................................................
2.7 SIFAT PELANGGARAN HUKUM ADAT.....................................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................
3.2 SARAN.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, dengan kata lain memerlukan
orang lain untuk melengkapi kehidupannya. Maka daripada itulah manusia hidup berkelompok
dalam berbagai macam suku yang memiliki budaya, adat istiadat ataupun kebiasaan daerahnya
masing-masing. Yang mana kebuadayaanya itu adalah hasil turun temurun dari nenek moyang
mereka untuk menjaga adat kebudayaannya agar tetap utuh.
Budaya-budaya yang dianut, tentunya diyakini oleh segolongan manusia dan mendarah
daging dalam kehidupannya untuk selalu melaksanakan apa yang dimiliki oleh kebudayaannya
sendiri. Dan tentu saja di dalam kebuadayaan itu terdapat sebuah adat istiadat yang mengatur
kehidupan manusia, baik itu adalah sebuah larangan, perintah dan kebolehan terhadap sesuatu.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Hukum Delik Adat”, yang mana mencakup
sebuah adat yang di dalamnya terkandung beberapa macam unsur yang mengarah kepada
larangan untuk melakukan sesuatu dalam suatu adat yang menganut hukum yang diyakininya.
Dalam kehidupan sosial, suatu masyarakat khususnya masyarakat Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari hukum, sebagaimana adagium yang sering kita dengar yakni ibi ius ibi societas
(dimana ada masyarakat disitu terdapat hukum) oleh karenanya Indonesia menjadi suatu negara
yang berdasarkan hukum (rechts staat).Dalam sistem hukum Indonesia, dikenal tiga sistem
hukum yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, yakni hukum adat,
hukum Islam, dan hukum barat. Disamping itu Etika dan Norma sejak lama menjadi standar bagi
pergaulan hidup di tengah masyarakat yang beradab.etika dan norma menjadi aturan yang
menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Berdasarkan hal itu orang dapat
mengetahui apa yang dia dapat harapkan dari orang lain. Untuk suatu kehidupan bersama aturan
demikian mutlak perlu. Perilaku kita sehari-hari dipengaruhi oleh banyak etika dan normanorma
tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diakui oleh hukum dan bahkan
tidak diungkapkan. Norma yang mengatur perilaku manusia adalah norma hukum.Norma
tersebut hidup dalam pergaulan dan lama kelamaan menjadi aturan dan hukum yang mengikat
tingkah laku masyarakat pemeluknya dan dibanyak tempat disebut sebagai hukum adat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Meninjau lebih lanjut dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dapat diuraikan sebagai
berikut :

1. Bagaimana Definisi Hukum delik Adat ?


2. Bagaimana Subyek Delik Adat ?
3. Bagaimana Lahirnya Hukum Delik Adat?
4. Bagaimana Aliran fikiran Tradisional ?
5. Apa Perbedaan Delik Adat?
6. Apa Petugas Hukum Untuk Perkara Adat ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI HUKUM DELIK ADAT


Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum. Tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana ( delik ). Perbuatan yang dapat dipidana hanyalah pelanggaran
hukum yang diancam dengan suatu pidana oleh Undang-Undang.
Soerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar
perasaan keadilan & kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sahingga menyebabkan
terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali, maka
terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang
menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk
memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan tersebut.
Menurut Van Vollenhoven, delik Adat adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan
walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan yang
kecil saja. Soepomo sebagaimana dikutip oleh Bewa Ragawino, SH. MSI. menyatakan bahwa
Delik Adat: “ Segala perbuatan atau kejadian yang sangat menggangu kekuatan batin
masyarakat, segala perbuatan atau kejadian yang mencemarkan suasana batin, yang menentang
kesucian masyarakat, merupakan delik terhadap masyarakat seluruhnya” Selanjutnya dinyatakan
pula: “Delik yang paling berat ialah segala pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara
dunia lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan masyarakat”
Mengenai pengertian delik adat ini, Teer Haar memberikan pernyataan bahwa Setiap
perbuatan dalam sistem adat dinilai dan dipertimbangkan berdasarkan tata susunan persekutuan
yang berlaku pada saat perbuatan tersebut dilakukan. Pelanggaran yang terjadi di dalam hukum
adat atau juga disebut delik adat menurutnya adalah setiap gangguan terhadap keseimbangan dan
setiap gangguan terhadap barang-barang materiil dan imateriil milik seseorang atau sekelompok
orang yang menimbulkan reaksi adat.
2.2 SUBYEK DELIK ADAT
Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, maka petugas hukum ( kepala adat dan
sebagainya ) mengambil tindakan konkrit ( reaksi adat ) guna membetulkan hukum yang
dilanggar itu. Misalnya, tidak melunasi hutang dapat dipulihkan dengan penghukuman debitur
untuk melunasi hutangnya.

2.3 LAHIRNYA HUKUM DELIK ADAT


Suatu delik lahir dengan diundangkannya suatu ancaman pidana di dalam staatsblad
( lembaran negara ). Di dalam sistem hukum adat ( hukum tak tertulis ), lahirnya suatu delik
serupa dengan lahirnya tiap-tiap peraturan hukum tak tertulis. Tiap-tiap peraturan hukum adat
timbul, berkembang dan seterusnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedangkan peraturan
baru itu berkembang kemudian lenyap pula begitu seterusnya.
Berdasarkan teori beslissingen teer (ajaran keputusan) bahwa suatu peraturan mengenai
tingkah laku manusia akan bersifat hukum manakala diputuskan & dipertahan-kan oleh petugas
hukum. Karena manusia itu melakukan sebuah tindakan yang dianggap salah, maka dibuatlah
hukuman bagi orang yang melakukan tindakan itu. Maka dari pada itulah lahirnya sebuah delik
(Pelanggaran) adat adalah bersamaan dengan lahirnya hukum adat.
Hukum delik adat bersifat tidak statis (dinamis) artinya suatu perbuatan yang tadinya
bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim (kepala adat) karena menentang
tata tertib masyarakat sehingga perlu ada reaksi (upaya) adat untuk memulihkan kembali. Maka
daripada itulah hukum delik adat akan timbul, seiring berkembang dan lenyap dengan
menyesuaikan diri dengan perasaan keadilan masyarakat.

2.4 ALIRAN FIKIRAN TRADISIONAL


Alam pikiran tradisional Indonesia bersifat kosmis, meliputi segala-galanya sebagai
kesatuan ( totaliter ). Aliran pikiran kosmis merupakan latar belakang hukum pelanggaran adat.
Yang paling penting bagi masyarakat adalah adanya keseimbangan, keselarasan, keserasian
antara dunia lahir dan gaib.

2.5 PERBEDAAN DELIK ADAT


Sistem Hukum Adat:
  Istilah teoretisnya Hukum pelanggaran adat/hukum delik adat
  Tidak membedakan lap pidana & perdata
 Hanya mengenal satu prosedur penuntutan oleh petugas adat (kepala adat/perskutuan)
Sistem Hukum Barat:
  Istilah teoretisnya hukum pidana
  Ada pembedaan lap pidana & perdata
  Mengenal beberapa prosedur penuntutan.

2.6 PETUGAS HUKUM UNTUK PERKARA ADAT


Menurut Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 yang mempertahankan ketentuan-
ketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No.102 tahun 1955, Statblad No.
102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat,
termasuk juga perkara delik adat. Delik-delik adat yang juga merupakan delik menurut KUH
Pidana, rakyat desa lambat laun telah menerima dan menganggap sebagai suatu yang wajar bila
yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman oleh hakim pengadilan Negeri dengan pidana
yang ditentukan oleh KUH Pidana.
Jadi, menurut Ragawino, dengan adanya hukum pidana dan perdata barat sejatinya
meringankan tugas hakim perdamaian adat, dimana masyarakat rela jika permasalahan yang
terjadi diselesaikan dalam undang-undang tersebut, namun hal ini mengurangi substansi dari
Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-ketentuan dalam
Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Ataatblad No. 102 tahun 1955, Statblad No. 102/1945
maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala perkara adat, termasuk juga
perkara delik adat.

2.7   SIFAT PELANGGARAN HUKUM ADAT

Hukum adat tidak mengadakan pemisahan antara pelanggaran (perkosaan) hukum yang
mewajibkan tuntutan memperbaiki kembali hukum di dalam lapangan hukum pidana (di muka
hakim pidana) dan pelanggaran hukum yang hanya dapat dituntut di lapangan hukum perdata (di
muka hakim perdata). Berhubungan dengan itu di dalam sistem hukum adat tidak ada perbedaan
acara (prosedur) dalam hal penuntutan acara perdata (sipil) dan penuntutan acara perdata (sipil)
dan penuntutan secara kriminal. Apabila terjadi suatu pelanggarafl hukum, maka petugas hukum
(kepala adat, dan sebagainya) mengambil tindakan konkret ( adat reactie) guna membetulkan
hukum yang dilanggar itu. Suatu perbuatan melanggar hukum, misalnya utang tidak dibayar akan
memerlukan perbaikan kembali hukum. Dalam hal ini hukum dapat dibetulkan dengan
penghukuman orang yang berutang untuk membayar utangnya. Terhadap perbuatan-perbuatan
ilegal lain, pelanggaran hukum itu sedemikian rupa sifatnya sehingga perlu diambil beberapa
tindakan untuk memperbaiki kembali hukum yang dilanggar, umpamanya: pertama, mengganti
kerugian kepada orang yang terkena dan kedua, membayar uang adat atau korban pada
persekutuan desa.
BAB III
PENUTUP
      3.1 KESIMPULAN
Delik Adat merupakan pelanggaran pidana maupun perdata adat. Dalam
penyelesaiannya, diutamakan unsur perdamaian melalui hakim perdamaian desa selaku
pengendali delik adat. Jika tidak tercapa perdamaian, maka tetua adat dapat memberikan sanksi
sesuai latar belakang serta akibat pelanggaran tersebut.

    3.2 SARAN
Keaneka ragaman suku, bahasa dan budaya membuat Indonesia kaya akan adat istiadat.
Mari kita jaga kelestarian adat istiadat tersebut sebagai bagian dari jati diri dan pribadi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
S.h.wignjodipoero, soerojo. 1993. Pengantar dan asas-asar hukum adat. Jakarta :
Cv haji masagung – jakarta mcmxciii
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Menuju Hukum Adat Minangkabau, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997)
http://www.masterfajar.com/2010/01/delikadat-dan-penyelesaiannya/
http://niqueisma.blogspot.com/2012/11/delik-adat.html
http://zirscorp.wordpress.com/2011/07/07/hukum-adat-delik/
FOTO DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai