Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PROSES TERBENTUKNYA HUKUM ADAT,


CIRI DAN SIFATNYA SERTA SUMBER HUKUMNYA
Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Hukum Adat

Dosen Pengampu :
Kemas Muhammad Gemilang, S. H. I., M. H.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Ardi Himawan Admaja (12120112135)
Ayuni Salsabila Fitri (12120120655)
Nurhakiky (12120120770)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

1443 H/2022 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
hukum adat dengan judul materi “Proses Terbentuknya Hukum Adat, Ciri dan Sifatnya serta
Sumber Hukumnya” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, kami dari kelompok 4 sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan
kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dengan makalah ini kami dari kelompok 4 berharap agar makalah ini bisa menjadi
media edukasi kepada para pembaca termasuk terhadap kami sebagai anggota kelompok 4
terkait proses,ciri,dan sumber hukum adat ini.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata bagi kita bersama.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 24 Maret 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

BAB I .....................................................................................................................
1
PENDAHULUAN ................................................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................
1
C. Tujuan Penulisan .........................................................................................
1
BAB II ...................................................................................................................
2
PEMBAHASAN ...................................................................................................
2
1. Proses Terbentuknya Hukum Adat ............................................................
2
2. Ciri dan Sifat Hukum Adat .........................................................................
6
3. Sumber Hukum Adat ...................................................................................
9
BAB III .................................................................................................................
10
PENUTUP ............................................................................................................
10
1. Kesimpulan ...................................................................................................
10
2. Saran ..............................................................................................................
10
Daftar Pustaka ......................................................................................................
11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yaitu Hadazt, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap ke dalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah mengenal dan
menggunakan istilah tersebut.
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh
orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya
pengertian adat-istiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki
adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu-satu dengan yang lainnya pasti tidak sama.
Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan
suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang
modern seseorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup
dan berakar dalam masyarakat.
Pada mulanya, Hukum Adat disebut dengan sebutan Hukum Kebiasaan. Di beberapa
peraturan undang-undang disebut hukum kebiasaan dan bukan hukum adat. Kebiasaan
adalah segala sesuatu (perbuatan, tingkah laku, perilaku) yang diulang ulang di dalam
menghadapi yang sama akan berbuat yang sama untuk waktu yang sama.
Hukum adat adalah hukum yang ada sejak dahulu kala. Hukum ini adalahhukum yang
tidak tertulis dan ada secara turun temurun. Dalam makalah ini kamiakan membahas
tentang pengertian dan proses terbentuknya hukum adat. Yang manaakan diawali dengan
pengertian hukum adat secara menyeluruh. Hukum adat adalahhukum tidak tertulis yang
bersifat memaksa kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang proses
terbentuknya hukum adat, yang mana hukum adat mulaiada atau terbentuk sejak jaman
dahulu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terbentuknya hukum adat?
2. Apa saja ciri dan sifat hukum adat?
3. Apa saja sumber hukum adat?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar kita mengetahui proses terbentuknya hukum adat.
2. Agar kita mengetahui ciri dan sifat hukum adat.
3. Agar kita mengetahui apa saja yang menjadi sumber hukum adat.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Proses Terbentuknya Hukum Adat

Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak
manusia itu diturunkan Tuhan ke muka bumi, maka ia memulai hidupnya berkeluarga,
bermasyarakat, dan kemudian bernegara. Sejak manusia itu berkeluarga mereka telah
mengatur hidupnya dan anggota keluarganya menurut kebiasaan mereka. Maka dilihat
dari perkembangan hidup manusia, terjadinya hukum itu mulai dari pribadi manusia
yang terus berkembang menjadi kebiasaan dan kebiasaan menjadi adat dari suatu
masyarakat. Lambat laun masyarakat atau kelompok-kelompok masyarakat
menjadikan adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota
masyarakat, sehingga menjadi “hukum adat” . Jadi hukum adat adalah adat yang
diterima dan harus dilaksanakan dalam masyarakat bersangkutan.1 Proses
terbentuknya hukum adat menurut Soerjono Soekanto dibagi menjadi dua aspek,
yaitu:
a. Aspek Sosiologi
Pada prinsipnya manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan manusia
lainnya karena manusia adalah makluk sosial dan memiliki naluri. Karena hidup
manusia membutuhkan manusia lainnya maka setiap manusia akan berinteraksi
dengan manusia lainnya, dan dari interaksi tersebut melahirkan pengalaman. Dari
pengalaman ini akan didapatkan sistem nilai yang dapat dianggap sebagai hal
yang baik dan hal yang buruk.
b. Aspek Yuridis
Aspek ini dilihat dari tingkat sanksinya, dari cara tersebut akan tercipta suatu
kebiasaan, dan sanksi atas penyimpangan agak kuat dibanding sanksi cara/usage.
Kebiasaan yang berulang-ulang dalam masyarakat akan melahirkan standar
kelakuan atau mores di mana sanksi atas penyimpangan sudah menjadi kuat.

1
Hilman Hadikusuma, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandar Lampung, hal.
1.
Dalam perkembangan standar kelakuan atau moral akan melahirkan custom yang
terdiri dari adat istiadat dan hukum adat, dan sanksinya pun sudah kuat sekali.
 Proses Terbentuknya Hukum
a. Hukum Adat adalah Hukum Non Statuta
Hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Oleh sebab itu dilihat dari persfektif
seorang ahli hukum yang memegang teguh kitab undang-undang, seorang sarjana
hukum yang berkaca mata kitab undang-undang memang hukum keseluruhannya
di Indonesia ini tidak diatur, tidak sempurna, tidak tegas.2 Akan tetapi apabila
mereka sungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya mengenai hukum adat
tidak hanya dengan pikiran tetapi dengan penuh perasaan pula, mereka melihat
suatu sumber yang mengagumkan, adat istiadat dahulu dan sekarang, adat istiadat
yang hidup, adat istiadat yang berkembang, adat istiadat yang berirama.
Jika diselidiki adat istiadat ini maka ada aturan-aturan yang bersanksi yaitu
norma-norma yang jika dilanggar terdapat konsekuensinya dan mereka yang
melanggar dapat dituntut dan kemudian dihukum.
Kompleks adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dibukukan, tidak
dikodifikasikan dan bercirikan paksaan memiliki sanksi (dari itu hukum), jadi
memiliki akibat hukum, kompleks ini disebut hukum adat.3
Menurut ahli hukum asing, sebagai sumber hukum adat adalah bersumber dari
kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan berikatan dengan tradisi rakyat tetapi tidak
semua adat merupakan hukum. Ada perbedaan antara adat istiadat biasa dan
hukum adat. Menurut Van Vollenhoven hanya adat yang bersanksi memiliki
karakter hukum serta merupakan hukum ada. Konsekuensinya adalah berupa
tindakan dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Reaksi adat masyarakat
hukum yang bersangkutan ini dalam penerapannya sudah tentu dijalankan oleh
penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan. Penguasa masyarakat hukum
yang bersangkutan menjatuhkan sanksinya terhadap si pelanggar peraturan adat
menjatuhkan keputusan hukum. Hal ini dijelaskan Ter Haar dalam teori
keputusannya. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah suatu adat istiadat itu
sudah merupakan hukum adat maka kita wajib melihat penguasa masyarakat
hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar norma-norma adat yang

2
Van Vollenhoven, Adatrecht I, hal. 4.
3
Soekanto, Prof., Dr., Mr., Meninjau Hukum Adat Indonesia, Catatan ketiga, PT. Rajagrafiti Persada, Jakarta,
1996, hal. 2.
bersangkutan. Kalau penguasa terhadap si pelanggar menjatuhkan putusan
hukuman, adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
Nyata serta merupakan cara dan pandangan hidup yang secara keseluruhannya
merupakan budaya masyarakat tempat hukum adat tadi berlaku. Dengan demikian
hukum adat yang bersumber dalam kebudayaan asli indonesia pada hakikatnya
tidak terlepas dari struktur kejiwaan dan cara berpikir masyarakat asli indonesia
yang mencerminkan suatu perbedaan dengan kebudayaan masyarakat lain.
Menurut Prof. Soepomo dipandang dari sudut struktur kejiwaan dan pola
berpikir masyarakat Indonesia itu, bentuk pola-pola tertentu dalam hukum adat
yaitu antara lain sebagai berikut :
a. Memiliki karakter kebersamaan (communal) yang luas, artinya : manusia
menurut hukum adat merupakan makhluk dalam hubungan
kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan, meliputi segala lapangan
hukum adat.
b. Memiliki karakter magis-religius, yang berikatan dengan pandangan hidup
alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia.
c. Sistem hukum adat itu diliputi oleh pikiran penataan serba konkret, artinya
hukum adat sangat memperhatikan banyaknya berulang ulangnya
perhubungan-perhubungan hidup yang konkret. Sistem hukum adat
memerlukan relasi bentuk hukum yang serba konkret (contohnya
perhubungan perkawinan antara dua kelompok yang eksogam, reaksi jual
(pemindahan) pada perjanjian tentang tanah dan sebagainya.
d. Hukum adat memiliki karakter yang sangat visual, artinya perikatan-
perikatan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dalam
suatu perikatan yang dapat dilihat (“tanda” yang kelihatan).

Mengenai pola-pola hukum adat sebagaimana dikemukakan oleh Soepomo


tersebut diatas hampir sama dengan apa yang dikemukakan oleh F.D. Holleman
mengenai sifat-sifat umum dari hukum adat indonesia yaitu: sifat commune, sifat
concreet (visual), sifat constant dan sifat magisch.

Selanjutnya F.D. Holleman memberikan uraian lebih lanjut dari sifat-sifat tadi
misalnya mengenai sifat commune dalam hukum adat Indonesia itu tampaknya tidak
sama kuatnya di berbagai daerah di indonesia, terutama di daerah-daerah yang sudah
terpengaruh kehidupan modern, sifat commune berkurang dan di dalam berbagai
lapangan kehidupan masyarakat hak individu mulai menang terhadap hukum umum.

Menurut Prof. Koentjaraningrat, tentang sifat magisch-religieus, ada anggapan


orang Indonesia itu mempunyai suatu alam pikiran yang penuh sifat-sifat magisch-
religieus, dimana unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

a. keyakinan pada makhluk-makhluk halus, roh, dan hantu-hantu yang mendiami


seluruh alam semesta dan khusus tanda-tanda alam, tumbuh-tumbuhan, binatang,
tubuh manusia dan benda-benda.
b. Keyakinan pada kekuatan sakti yang mendiami seluruh alam semesta dan khusus
terhadap alam dalam peristiwa yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa,
benda-benda yang luar biasa dan suara-suara yang luar biasa.
c. Dugaan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dapat difungsikan sebagai magisch
krach dalam beraneka perbuatan-perbuatan ilmu gaib untuk mendapatkan
kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib.
d. Dugaan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam mengakibatkan keadaan
kritis, timbul beraneka macam bahaya ghaib, yang hanya dapat dihindari dengan
berbagai macam larangan.

Terhadap adanya orang Indonesia yang dipengaruhi oleh kepercayaan religio-


magisch ini, Prof., Dr., Mr., Soekanto, memberikan beberapa contoh perbuatan dalam
bidang hukum adat yang berhubungan dengan religio-magisch tersebut, sebagai
berikut : Dibagian Timur Indonesia (misalnya Manahasa) ada tanda larangan yang
disebut ‘matakao’. Jika tanda ini diletakkan di suatu pohon, maka mereka yang
meletakkan mempunyai hubungan hukum dengan pohon itu, apabila orang lain
memotongnya dapat di tuntut, selainnya bahaya yang akan diperoleh berdasarkan sifat
religio magisch.

b. Hukum Adat Tidak Statis


Hukum adat merupakan suatu hukum yang hidup karena dia menjelmakan
perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat
terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Juga
Van Vollenhoven menegaskan hal yang demikian dalam buku beliau “Adatrechts”
halaman 233 dan seterusnya dikatakan sebagai berikut, “Hukum adat pada waktu
yang telah lampau agak beda isinya, hukum adat menunjukkan perkembangan”.
Kemudian pada halaman 389 beliau telah menegaskan dalam pendapat sebagai
berikut, “Hukum adat berkembang dan maju terus, keputusan-keputusan adat
menimbulkan hukum adat”.

2. Ciri dan Sifat Hukum Adat

Prof. Koesnoe memberikan pengertian “ciri-ciri dan sifat-sifat” dalam hal ini
diartikan sebagai tanda-tanda yang terdapat di bagian lahir dari sesuatu yang dapat
memberikan petunjuk yang berlainan dari sesuatu yang lain. Sedangkan sifat diartikan
sebagai suatu hal yang bersifat batin yaitu kegiatan-kegiatan yang menentukan
kepribadian daripada sesuatu.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Koesnoe dalam perkembangan
hukum adat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hukum adat umumnya hukum yang tidak tertulis
2. Norma-norma hukum adat tertuang dalam petuah-petuah yang memuat asas-
asas prikehidupan dalam masyarakat.
3. Asas-asas itu dirumuskan dalam bentuk pepatah-pepatah, petitih-petitih,
seloka-seloka, cerita-cerita, dan perumpamaan
4. Kepala adat selalu dimungkinkan ikut campur tangan dalam segala urusan
5. Faktor-faktor dari segala kepercayaan atau agama sering tidak dapat
dipisahkan karena erat terjalin dengan segi hukum dalam arti yang sempit.
6. Faktor pamrih sukar dilepaskan dari faktor bukan pamrih
7. Ketaatan dalam melaksanakannya lebih didasarkan pada rasa harga diri setiap
anggota masyarakat.

Ciri pertama, hukum adat umumnya hukum yang tidak tertulis, umumnya
mengandung pengertian tersebut adalah bahwa hukum adat itu sebagai hukum secara
langsung merupakan pernyataan rasa keadilan dan kepatutan yang hidup di sanubari
rakyat sendiri, oleh sebab itu hukum adat tidak pernah tertulis seperti undang-undang.
Hal ini akan berdampak pada pusat perkembangan hukum adat terletak pada
masyarakat sendiri dan tidak pada teknik perundang-undangan.

Ciri yang kedua, terdapat pengertian bahwa hukum adat sebagai hukum yang
memberi pedoman tentang perbuatan manusia dalam pergaulan masyarakat. Pedoman
mana adalah bersifat garis besarnya saja yang disebut dengan asas-asas. Hal ini
disebabkan karena para pelaksana hukumlah yang memberikan, melaksanakan
perinciannya dalam kenyataan hidup sehari-hari.

Ciri ketiga, mengandung pengertian bahwa hukum adat itu sebagai hukum
yang bersumber dari kehidupan masyarakat itu sendiri maka perumusan asas-asas
(hukum adat). Hal itu dirumuskan dalam bentuk yang mudah diketahui, diingat, dan
dipahami oleh masyarakat dengan tujuan agar dalam mengimplementasikan asas-asas
itu mudah diresapi dan diamalkan dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, asas-asas hukum adat itu dirumuskan dalam bentuk seperti cerita-cerita,
perumpamaan-perumpamaan, pepatah-pepatah, seloka-seloka, dan sebagainya.

Ciri keempat, terdapat pengertian bahwa hukum adat itu sebagai hukum yang
hanya memuat asas-asasnya saja, diperlukan adanya seorang ahli yang bisa
memberikan penjelasan dari isi yang terkandung dalam asas-asas hukum tersebut. Jika
setiap orang memberikan penafsiran sendiri-sendiri dapat menimbulkan suatu
penafsiran atau perincian yang tidak sesuai. Olah karena itu, peranan dan ikut
campurnya kepala adat selalu dimungkinkan untuk memberikan penafsiran yang
benar manakala isi dari asas-asas hukum adat itu kurang dipahami.

Ciri kelima, terdapat pengertian bahwa di dalam lembaga-lembaga hukum adat


seperti dalam pelaksanaan perkawinan terdapat unsur-unsur yang berasal dari alam
kepercayaan dan demikian pula dalam hal pemindahan barang karena jual beli
terdapat hal-hal yang mengandung unsur kepercayaan. Unsur-unsur seperti tersebut di
atas sering kali diidentitaskan dengan hukum adat.

Ciri keenam, terdapat penafsiran bahwa hukum adat itu sebagai hukum yang
bersumber dan berakar dalam kehidupan rakyat di dalam pelaksanaannya sering kali
dipengaruhi oleh faktor pamrih dan tidak pamrih. Hal ini disebabkan karena
kehidupan masyarakat pada umumnya tidak mengenal perbedaan secara tegas antara
hubungan pamrih dan hubungan tidak pamrih tersebut.

Ciri ketujuh, terdapat penafsiran bahwa hukum adat sebagai hukum didalam
pelaksanaan pada umumnya ditaati oleh masyarakat tanpa adanya paksanaan. Hal itu
disebabkan karena di dalam masyarakat adat yang tradisional adanya keharusan untuk
mengindahkan dan mentaati hukum adat itu sudah dimulai sejak kecil sebagai bagian
dalam pendidikan bagi setiap warga masyarakat menuju cita-cita hukum masyarakat
itu sendiri. Pada umumnya paksaan dari masyarakat baru timbul jika terjadi hal-hal
atau kejadian-kejadian yang mengancam seluruh kelembagaan adat, tatanan
kemasyarakatan dan kelangsungan kehidupan masyarakat.

Menurut Prof. Koesnoe, hukum adat mempunyai empat sifat sebagai berikut :

a. Bersifat tradisional, hal ini mempunyai pengertian bahwa setiap ketentuan-


ketentuan dalam hukum adat ini selalu ada hubungannya di masa lampau
secara berurutan dapat diketahui. Hal ini dapat diketahui dari keterangan-
keterangan dari pandai adat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu
ketentuan yang tidak berpangkal pada sebuah dongeng dari masa lampau.
Dongeng semacam itu mempunyai sifat pembenar terhadap suatu ketentuan
hukum adat tersebut karena faktor inilah sering kali ditafsirkan sebagai sesuatu
kekolotan yang tidak sesuai dengan tuntutan jaman (menurut orang-orang
luar).
b. Bersifat Suka Pamor “Yang Keramat”, pengertiannya yaitu ketentuan hukum
adat mempunyai sifat pamor yang keramat karena unsur-unsur yang berasal
dari bidang kepercayaan memegang peranan penting di dalam ketentuan-
ketentuan hukum adat tersebut. Sifat pamor keramat ini sebenarnya bukanlah
suatu hal yang dipandang mempunyai sanksi dari roh-roh nenek moyang atau
ketentuan-ketentuan gaib, akan tetapi menurut Prof. Koesnoe, sifat pamor
keramat ini lebih menitikberatkan kepada wibawa yang dalam ekspresi
lahiriahnya berupa kekuatan kekeramatan.
c. Bersifat Luwes, bahwa ketetapan-ketetapan hukum adat sebagai hukum yang
bersumber dalam kehidupan masyarakat yang selalu mengalami
perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Hal ini dimungkinkan karena
hukum adat itu hanya memuat asas-asasnya saja tidak memberikan perincian
yang mendetail. Dengan sifatnya yang luwes, hukum adat dapat lekas
menyesuaikan diri pada permintaan masyarakat pada suatu waktu tertentu
maupun tempat tanpa mengubah sistem dan lembaganya. Keluwesan tersebut
dilihat dari perkembangan hukum adat dengan pengaruh-pengaruh Islam,
Kristen, hindu dan budha serta pengaruh kerajaan-kerajaan, maka hukum adat
tidak pernah menunjukkan pertentangan dengan berbagai pengaruh dari luar.
d. Bersifat Dinamis, adat itu dalam perkembangannya sejalan dan seirama
dengan perkembangan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Sifat
dinamis dalam hukum adat tidak berarti bahwa hukum adat berkembang
secara liar tanpa memperhatikan asas yang ada dan mengabaikan begitu saja
segala sesuatu dari masa yang silam. Di sisi lain perubahan dan perkembangan
selalu dilakukan dengan kebijaksanaan dan kewaspadaan melaiui
penelitianpenelitian secara kritis.

Maka dengan memperhatikan ciri-ciri serta sifat daripada hukum adat sendiri
mampu diterima dikalangan masyarakat seiring perkembangan zaman.4

3. Sumber Hukum Adat

Sumber hukum adat dapat dikategorikan lagi ke dalam 3 bentuk, yaitu:


1. Sumber pengenal
Menurut B Ter Haar, sumber pengenal hukum adat adalah keputusan penguasa
adat. Namun hal itu dibantah oleh Mohammad Koesnoe. Menurutnya, sumber
pengenal hukum adat adalah apa yang benar-benar terlaksana di dalam pergaulan
hukum dalam masyarakat yang bersangkutan, baik tingkah laku yang sekali atau
berulang kali dilakukan.
2. Sumber isi
Sumber isi hukum adat adalah kesadaran hukum yang hidup di masyarakat adat.
3. Sumber pengikat
Sumber pengikat hukum adat adalah rasa malu yang muncul oleh karena
berfungsinya sistem nilai dalam masyarakat Adat yang bersangkutan atau karena
upaya-upaya lain yang pada akhirnya akan mengenai orang yang bersangkutan
apabila ia tidak mematuhi hukum yang ada. Dengan kata lain, kekuatan mengikat
hukum Adat adalah kesadaran hukum anggota masyarakat adat yang
bersangkutan.5
Menurut ahli hukum asing, sumber hukum adat bersumber dari kebiasaan-
kebiasaan adat istiadat dan berkaitan dengan tradisi rakyat. Tetapi tidak semua
adat merupakan hukum. Karena ada perbedaan antara adat istiadat biasa dan
hukum adat.

4
Dr. Sri Wajiyati,S. H., M. H., Ilmu Hukum Adat, hal. 14-18.
5
Syahidah Izzata Sabiila, Hukum Adat Artinya Apa? Pengertian HUkum Adat, Sumber dan Tujuan, detikNews,
https://news.detik.com/berita/d-5934792/hukum-adat-artinya-apa-pengertian-hukum-adat-sumber-dan-tujuan,
(Rabu, 09 Februari 2022, 13:24 WIB).
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Proses terbentuknya hukum adat itu mempunyai 2 aspek, yaitu aspek sosiologi
dan aspek yuridis. Hukum adat adalah hukum non statuta dan hukum yang tidak statis
(bisa berubah keadaannya).
Diantara ciri hukum adat adalah :
1. Hukum adat umumnya hukum yang tidak tertulis
2. Norma-norma hukum adat tertuang dalam petuah petuah yang memuat
asas-asas prikehidupan dalam masyarakat
3. Asas-asas itu dimasukkan dalam bentuk pepatah-pepatah, petitih-petitih,
seloka-seloka, cerita-cerita,dan perumpamaan
4. Kepala adat selalu dimungkinkan ikut campur tangan dalam segala urusan
5. Faktor-faktor dari segala agama atau kepercayaan sering tidak dapat
dipisahkan karena erat terjalin dengan segi hukum dalam arti yang sempit.
6. Faktor pamrih sukar dilepaskan dari faktor bukan pamrih
7. Ketaatan dalam melakukannya lebih didasarkan pada rasa harga diri setiap
anggota masyarakat.
Dan diantara sifat hukum adat yaitu :
1. Bersifat tradisional
2. Bersifat suka pamor “Yang Keramat”
3. Bersifat luwes
4. Bersifat dinamis
Maka dengan ciri-ciri dan sifat tersebut, hukum adat mampu diterima
kalangan masyarakat seiring dengan perkembangan zaman.
Kemudian sumber hukum adat dikategorikan dalam 3 bentuk, yaitu :
1. Sumber pengenal
2. Sumber isi
3. Sumber pengikat.
Sumber hukum adat juga bersumber dari kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan
berikatan dengan tradisi rakyat. Tetapi tidak semua adat merupakan hukum.

2. Saran

Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan
saran yang membangun dari Bapak dan kawan-kawan sangat kami perlukan disini.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita tentang proses terbentuknya, ciri
dan sifat, serta sumber hukum adat. Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Hilman Hadikusuma, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV. Mandar Maju,
Bandar Lampung, hal. 1.
Van Vollenhoven, Adatrecht I, hal. 4.
Soekanto, Prof., Dr., Mr., Meninjau Hukum Adat Indonesia, Catatan ketiga, PT. Rajagrafiti
Persada, Jakarta, 1996, hal. 2.
Dr. Sri Wajiyati,S. H., M. H., Ilmu Hukum Adat, hal. 14-18.
Syahidah Izzata Sabiila, Hukum Adat Artinya Apa? Pengertian HUkum Adat, Sumber dan
Tujuan, detikNews, https://news.detik.com/berita/d-5934792/hukum-adat-artinya-apa-
pengertian-hukum-adat-sumber-dan-tujuan, (Rabu, 09 Februari 2022, 13:24 WIB).

Anda mungkin juga menyukai