Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

METODOLOGI PENELTIAN HUKUM ADAT

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Hukum)

Dosen Pengampu : Dr. H. Miftahul Huda, S. HI., M.H.

Disusun Oleh :

Nia Kumalasari 200201110019

Nora Amaliah 200201110207

Balgis Salsabila 200201110208

Fariha Anabila 200201110209

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
mampu menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW.
Adapun makalah ini berisikan penjelasan tentang metodologi penelitian hukum
adat.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dan sebagai
catatan pribadi penulis atas suatu pemaparan yang telah disampaikan oleh
muallim dengan harapan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan
pengalaman, baik bagi penulis maupun pembaca. Tidak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Dr. H. Miftahul Huda, S. HI., M.H. selaku dosen
pengampu mata kuliah Metodologi Penelitian Hukum.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Aamiin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Rumusan Masalah..................................................................................................3
B. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Hukum Adat...........................................................................................................4
1. Pengertian Hukum Adat.....................................................................................4
2. Pengertian Hukum Adat Menurut Para Ahli.......................................................4
B. Subjek dan Objek Penelitian Hukum Adat.............................................................5
C. Teori Hukum Adat.................................................................................................9
1. Teori Receptio in complexu...............................................................................9
2. Teori Receptie..................................................................................................11
3. Teori Receptio a Contrario...............................................................................12
D. Pendekatan Hukum Adat......................................................................................14
1. Pendekatan Sosiologi Hukum...........................................................................14
2. Pendekatan Antropologi Hukum......................................................................16
BAB III............................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................19
A. Kesimpulan..........................................................................................................19
B. Saran....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adat sebagai salah satu bentuk hukum yang masih eksis/ada
serta sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat hukum adat di
Indonesia sampai dengan saat ini.1 Melihat betapa eksisnya hukum ini dari
masa ke masa tentu ada banyak permasalahan ataupun fenomena yang bisa
diteliti ,baik pernah maupun belum pernah diteliti. Jadi walaupun sudah
pernah diteliti, seorang peneliti tetap sah-sah saja menelitinya kembali untuk
kemudian hasilnya bisa dibandingkan atau sebagai wujud pengembangan
ilmu pengetahuan. Dengan demikian perlu bagi peneliti untuk mengetahui
subjek dan objek kajian hukum adat, supaya pengalaman inderanya semakin
bertambah, sehingga ini menciptakan inspirasi-inspirasi untuk menentukan
objek penelitiannya.
Oleh karena itu melakukan penelitian terhadap perilaku manusia yang
kaitannya dengan hukum adat dipandang sebagai kajian yang penting, sebab
selalu relevan dalam berbagai kurun waktu untuk diidentifikasi, dijadikan
bahan pembelajaran atau referensi bagi kajian ilmu lain. Contohnya ialah
keterkaitan hukum adat dengan ilmu hukum positif yang sama-sama berjalan
beriringan sebagai tata aturan yang menertibkan kehidupan masyarakat,
keterkaitan hukum adat dengan ilmu antropologi yang biasanya penelitian
hukum adat dilakukan dengan pendekatan ini. Pendekatan ini sangat sesuai
untuk meneliti hukum adat yang ruang lingkupnya adalah masyarakat adat,
badan hukum adat serta berbagai tradisi dan aturan adat.2
Jadi adat ialah kebiasaan masyarakat hasil dari tiru meniru dalam hal
yang baik. Oleh masayarakat, adat itu dijadikan sebagai alat yang seharusnya
berlaku bagi semua anggota masyarakat sehingga adat itu diterima, diakui dan

1
Zaka Firma Aditya, “Romantisme Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia,” Jurnal Rechts
Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 8, no. 1(2019), 37
2
Nabilah Apriani dan Nur Shofa Hanafiah, “Telaah Eksistensi Hukum Adat pada Hukum Positif
Indonesia dalam Perspektif Aliran Sociological Jurisprudence,” Jurnal Hukum Lex Generalis 3,
no. 3(2022): 37

1
2

dipertahankan. Jika ada pelanggaran terhadap adat tersebut, maka yang


bersangkutan dikenakan sanksi yang pada akhirnya menjadi hukum adat.
Dapat disimpulkan hukum adat merupakan adat yang harus diterima dan
harus dilaksanakan dalam masyarakat yang bersangkutan.3 Untuk
mempertahankan berjalannya hukum adat tersebut, supaya tidak terjadi
penyimpangan atau pelanggaran, maka diantara anggota masyarakat ada yang
serahi tugas untuk mengawasinya. Ciri hukum adat biasanya hukum adat itu
tidak tertulis, tidak tersusun secara urut dan tidak dihimpun dalam suatu kitab
atau perundang-undangan. Selain itu biasanya pasal atau aturannya juga tidak
sistematis dan tidak memiliki penjelasan didalamnya.4
Menentukan terkait pendekatan yang digunakan ketika meneliti hukum
adat, tersedia berbagai model pendekatan yang pada umumnya sering
digunakan oleh para peneliti, diantaranya adalah pendekatan sosiologi hukum
dan pendekatan antropologi hukum.5 Dengan mempelajarai seperti apa
sistematika pendekatan ini, peneliti bisa mengetahui mengenai kehidupan
sosial dan kebudayaan manusia dalam berbagai dimensi waktu, juga bisa
memprediksi latar belakang suatu gejala hukum yang telah terjadi bahkan
yang akan terjadi. Tentu ini diperlukan ketika ingin meneliti hukum adat yang
seringkali diawali dengan penentuan hipotesis kemudian hipotesis itu diuji
untuk ditemukan hasilnya. Dalam makalah ini akan diuraikan beberapa
pendekatan yang umumnya sering dipergunakan untuk melakukan
penelelitian hukum adat.
Apabila seseorang dengan sungguh-sungguh memperdalam
pengetahuannya terhadap hukum adat menggunakan pendekatan-pendekatan
tersebut, maka peneliti tidak hanya mempelajarinya dengan pikiran atau
pengetahuan hukum saja tetapi juga dengan penuh perasaan dan penghayatan.
Diharapkan selanjutnya dia akan melihat suatu sistem yang sangat

3
Kasmawati Aprilianti, Hukum Adat Di Indonesia, ed. oleh M Fakih, Bandarlampung: Pusaka
Media, (2022).
4
Yulia, “Adat dan Hukum Adat,” Lhokseumawe: UNMAL Press, (2016)
5
Andi Ariani Hidayat dan Qadriani Arifuddin, “Implementasi Hukum Islam dalam Masyarakat
Indonesia (Pendekatan Sosiologi Hukum),” Bustanul Fuqaha: Jurnal Bidang Hukum Islam 1, no.
4(2020): 59
3

mengagumkan baginya, sebagaimna pernah dinyatakan oleh Prof. Soekanto,


S.H bahwa sistem itu mencakupi adat istiadat yang hidup pada masa dahulu
dan sekarang, yang berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
bahkan berirama.6
Mengetahui begitu istimewanya hukum adat yang berjalan beriringan
dengan kehidupan kita ini, penulis memandang perlu untuk menuliskan
uraian mengenai pengertian penelitian hukum adat, subjek kajian, objek
kajian, metode pengambilan data serta pendekatan-pendekatan yang
digunakan untuk melakukan penelitian hukum adat. Pada dasarnya sudah
banyak masyarakat yang memahami apa itu hukum adat, bagaimana
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta eksistensinya dalam lingkup
masyarakat. akan tetapi masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui
bagaimana dulu awal hukum adat dan sejarah munculnya hukum adat beserta
teorinya sehingga sampai saat ini dilaksanakan pada kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu melihat problematika tersebut, penulis menyusun makalah
supaya bisa menambah wawasan banyak masyarakat khalayak umum.

A. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum adat, subjek dan objek peneliltian hukum adat,
dan teori dari penelitian hukum adat?
2. Apa saja pendekatan dari penelitian hukum adat?

B. Tujuan
1. Untuk mengertahui pengertian hukum adat, subjek dan objek
peneliltian hukum adat, dan teori dari penelitian hukum adat.
2. Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum adat.

6
Aktor Pimadona dan Mulati, “Keabsahan Perkawinan Sedarah Masyarakat Adat Toba Menurut
Hukum Adat,” Jurnal Hukum Adigama 2, no. 1 (2019): 201
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Adat

1. Pengertian Hukum Adat


Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan
kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara. Asia lainnya seperti
Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa
Indonesia yang bersumber dari aturan-aturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang serta dipertahankan oleh masyarakat. Karena
aturan-aturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal
pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Ada dua pendapat mengenai asal kata adat, disatu pihak ada yang
menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan,
sedangkan menurut Amura istilah adat berasal dari bahasa Sanskerta
karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau
kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata
a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat
kebendaan.7

2. Pengertian Hukum Adat Menurut Para Ahli


Menurut pendapat Kusumadi Pudjosewojo, pengertian hukum adat
adalah keseluruhan aturan hukum yang tidak tertulis Hukum yang tidak
tertulis berarti hukum yang tidak dibentuk oleh badan legislatif. Lebih jauh
Kusumadi menjelaskan bahwa hukum adat bukan merupakan lapangan
hukum tersendiri melainkan meliputi semua lapangan hukum. Dengan

7
Fatahuddin Aziz, “Ciri Hukum Adat dan Karakterisstiknya,” Al-Maasid, No. 2(2018): 1

4
5

demikian terdapat hukum tatanegara adat, hukum perdata adat,


hukum dagang adat, hukum pidana adat dan lain sebagainya.8
menjelaskan bahwa hukum adat merupakan persambungan tali
antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang
dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak
pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis dibelakang
peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan
keharusan yang berada dibelakang fakta-fakta yang menuntuk bertautnya
suatu peristiwa dengan peristiwa lain. Ter Haar membuat dua perumusan
yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan
hukum adat.
Pengertian hukum adat menurut Soejono Soekanto, beliau
menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum adat pada hakikatnya
merupakan hukum kebiasaan, artinya kebiasaan-kebiasaan yang
mempunyai akibat hukum. Kebiasaan yang merupakan hukum adat adalah
perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.9

B. Subjek dan Objek Penelitian Hukum Adat


Subjek penelitian diartikan sebagai setiap individu yang akan diteliti.
Hal ini juga merujuk pada perilaku individu tersebut. Sebagai peneliti, sangat
perlu untuk mampu memahami dan menjelaskan.10 Dua istilah ini dalam
filsafat metodologi penelitian mengartikan memahami sebagai usaha untuk
mendapat pengetahuan perihal alasan dari dalam individu perilaku mengenai
apa, bagaimana dan kenapa suatu tindakan itu dilakukan atau terjadi, sebab
menilai manusia sebagai makhluk yang berkesadaran. Sedangkan
menjelaskan diartikan sebagai usaha untuk mendapat pengetahuan tentang
faktor-faktor penyebab dari luar mengenai apa, bagaimana dan mengapa
suatu perbuatan atau peristiwa itu terjadi, sebab menilai manusia hanya akan

8
Mahdi Syahbandir, "Kedudukan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum,” Kanun, no. 50(2010): 4
9
Dedi Sumanto, "Hukum Adat Diindinesia Perspektif Sosiologi dan Antropologi," (2018): 5
10
Sari, Iftit Novita, Laila Puji Lestari, Dedy Wijaya Kusuma, Siti Mafulah, Diah Puji Nali Brata,
Jauhara Dian Nurul Iffah, Asri Widiatsih, “Metode Penelitian Kualitatif,” (2022): 120
6

melakukan tindakan apabila ada rangsangan atau stimulus dari luar individu
tersebut.11
1. Masyarakat Hukum Adat Sebagai Subjek Hukum
Dalam hal ini subjek hukumnya adalah masyarakat hukum adat. 12
Masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum juga sebagai badan hukum
yang bersifat “Gemeenschaap” yakni persekutuan hukum yang terbentuk
secara alamiah karena perkembangan serta perubahan sosial, ekonomi dan
politik. Sehingga bukanlah “verenigingen” yang terbentuk dengan sengaja
untuk kepentingan-kepentingan ekonomi anggota-anggotanya.13 Sebagai
badan hukum, masyarakat hukum adat mempunyai hak-hak (kewenangan)
yang bersifat publik. Masyarakat hukum adat dipandang sebagai subjek
hukum yang istimewa karena membawa karakter sebagai badan hukum
privat di salah satu sisinya, juga sekaligus sebagai badan hukum publik di
sisi lain. Sebagai badan hukum privat, masyarakat hukum adat
dimungkinkan untuk berbuat sesuatu di dunia hukum keperdataan.
Misalnya menggugat dan digugat, memiliki hak atas tanah dan harta
kekayaan lainnya, serta membuat dan melaksanakan perjanjian.
Sedangkan sebagai badan hukum publik, masyarakat hukum adat berhak
dan ada wewenang untuk melakukan tindakan di dunia hukum publik
seperti mengatur ketertiban, membuat serta menegakkan hukum
(berdasarkan asas personalitas dan asas teritorial), serta memiliki
kedaulatan atas wilayah sebagaimana konsep hak pertanahan adat/hak
ulayat.
2. Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum Adat
Dalam hukum adat, pengakuan hukum masyarakat hukum adat
sebagai badan hukum publik dikaitkan dengan Pasal 18 UUD 1945. Telah
termaktub pada pasal 18 UUD 1945 sebelum perubahan, jelas

11
Muhammad Syahrum, S. T., "Pengantar Metodologi Penelitian Hukum: Kajian Penelitian
Normatif, Empiris, Penulisan Proposal, Laporan Skripsi dan Tesis," (2022): 52
12
Takwim Azami, “Dinamika Perkembangan dan Tantangan Implementasi Hukum Adat Di
Indonesia,” Qistie 15, no. 1(2022): 42
13
Itok Dwi Kurniawan, Fajar Nurrochman, dan Khoriatun Janah, “Rencana Undang-Undang
Hukum Adat” 12, no. 1(2022): 22
7

bahwasannya susunan asli masyarakat hukum adat yakni ada yang


berbentuk desa, nagari atau nama lain mempunyai kewenangan publik
berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Dalam hal ini termasuk
kewenangannya terhadap wilayah dan sumber daya alam yang terkandung
di dalamnya.14
Badan hukum dapat bertindak sebagai subjek hukum, diantaranya
adalah persekutuan (Desa, Nagari, Famillie, Marga dan sebagainya)
perkumpulan (yang mempunyai organisasi tegas dan rapi seperti Mapalus
(Minahasa), Jula-Jula (Minangkabau), Mohakka (Salayar), Sekaha Subak
dan Sekaha Banjar (Bali) dan lain-lain termasuk juga wakaf, yayasan serta
koperasi.15
Tentu saja kriteria untuk badan hukum menurut hukum adat
berbeda dengan syarat yang dipergunakan oleh hukum dunia barat
(Eropa). Menurut pendapat dari R.Soerojo Wignjodipoero dalam bukunya
berjudul “Kedudukan Serta Pengembangan Hukum Adat ” menyatakan
bahwasannya suatu badan hukum harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Merupakan kesatuan yang memiliki tata aturan yang rapi.
b. Punya pengurus tersendiri.
c. Memiliki harta kekayaannya sendiri.
d. Mempunyai wilayah sendiri.
e. Bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap dunia luar dan batin.
3. Fakta Sosial Sebagai Objek Hukum Adat
Sedangkan objek kajian penelitian hukum adat ialah mengkaji
tentang fakta sosial. Tujuannya untuk mempelajari secara mendalam latar
belakang keadaan seseorang dan interaksi lingkungan pada lingkaran unit
sosial,individu,kelompok, mapun lembaga masyarakat.16 Beberapa contoh
fakta sosial yang timbul dalam masyarakat adat antara lain:
14
Nilam Kurnia dan Arif Wibowo, “Kebijakan Pidana Terhadap Masyarakat Hukum Adat Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,” Jurnal Penelitian Multidisiplin 2, no.
1(2023): 11
15
Tinjauan Penataan Pasca Berlakunya UU No.04 Tahun 2016, Penerbit Lakeisha, (2022): 14
16
Nabilah Apriani dan Nur Shofa Hanafiah, “Telaah Eksistensi Hukum Adat pada Hukum Positif
Indonesia dalam Perspektif Aliran Sociological Jurisprudence,” Jurnal Hukum Lex Generalis 3,
no. 3(2022): 35
8

a. Tradisi selamatan untuk orang meninggal


b. Perhitungan Kalender Masyarakat Jawa
Contoh hukum adat masyarakat Jawa yang masih hidup
dan berlangsung hingga saat ini adalah tradisi menghitung
kalender. Menghitung penanggalan Jawa tidaklah hanya berkaitan
dengan hal-hal supranatural dan mistis, tetapi juga dikatakan syarat
untuk mendapatkan ridho Allah. Perhitungan penanggalan Jawa
umumnya digunakan untuk mencari wuku hari atau hari baik
dalam melaksanakan acara, hari keberuntungan dalam memulai
bisnis, mengetahui hari sial, perhitungan weton kecocokan calon
pasangan, hingga sebagai panduan dalam mengetahui sifat
seseorang.17
c. Permasalahan Agraria
Situasi sosial masyarakat adat tidak selalu damai,terkadang
juga terjadi konflik tentang Tanah ulayat maupun sengketa tanah
antar masyarakat adat yang penyelesaiannya menggunakan
pendekatan hukum adat.
d. Permasalahan HAM
Beberapa tradisi adat juga ditemukan indikasi yang
sesungguhnya melanggar hak asasi manusia (HAM). Banyak
penerapan tradisi adat yang menyerang fisik dan mental, bahkan
hingga merenggut nyawa.18
Salah satunya adalah kasus pernikahan dini di beberapa
daerah yang semakin marak terjadi. Penyebab utama kasus
pernikahan dini adalah penerapan tradisi kawin muda dalam
beberapa daerah, salah satunya adalah di daerah Jawa Tengah.
Selain itu juga ada tradisi merarik, merarik merupakan adat
istiadat Sasak dimana seorang pria membawa lari atau menculik
17
M Daud Yahya dan Aeni Zazimatul Faizah, dan Isnaini Soliqah, “Akulturasi Budaya pada
Tradisi Wetonan dalam Perspektif Islam” 1, no. 1(2022): 23
18
Nur Soimah dan Naufal Naufal, “Implementasi Kebebasan Beragama di Indonesia dan
Perlindungannya Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia)”, Jurnal Hukum Politik dan Ilmu
Sosial): 37
9

seorang gadis dari kekuasaan orang tuanya sebelum prosesi


pernikahan secara agama dan adat . Sebenarnya tradisi ini memiliki
nilai filosofis yang bermakna, namun telah ditemukan pelanggaran
dalam proses adat merarik (kawin lari) pada masyarakat hukum
adat sasak. Jalan penyelesaian yang diambil menggunakan jalur
hukum positif atau membawanya ke pengadilan.19
Selain beberapa fenomena sosial serta gejala hukum sosial
yang disebutkan di atas, dalam masyarakat hukum adat masih
terdapat objek kajian lainnya yang begitu luas.

C. Teori Hukum Adat

1. Teori Receptio in complexu


Teori Receptio in complexu merupakan teori yang diberlakukan
oleh VOC melalui Regerings Reglemen (RR) pada tahun 1885. Salah satu
ahli hukum Belanda yang mengakui eksistensi dan berlakunya hukum
Islam adalah Solomon Keyzer (1823-1868).20 Ia berpendapat bahwa di
Jawa (Indonesia) berlaku hukum Islam bagi masyarakatnya. Upaya Van
Den Berg dalam mempertahankan hukum Islam dikalangan masyarakat
Islam sebenarnya didasarkan pada prinsip hukum mengikuti agama yang
dianut oleh seseorang. Oleh karena itu ia menyimpulkan bahwa
masyarakat Indonesia telah menerima dan memberlakukan hukum Islam
secara menyeruluh dalam praktik kehidupannya, sehingga inilah yang
disebut teori receptio in complexu.21
Lembaga peradilan di wilayah kerajaan-kerajaan Islam
menerapkan hukum acara peradilan Islam (mukhsamat) dalam rangka
mewujudkan proses peradilan. Oleh karena itu, hukum perkawinan dan
hukum kewarisan Islam telah menjadi hukum yang hidup dan menjadi
budaya hukum Indonesia. Badan peradilan agama telah secara baik

19
Taufiq Kurniawan, Febria Syifa’unnufus, dan Remanda Nadia Tamara, “Tinjauan Hukum
Pidana terhadap Adat Merariq di Masyarakat Lombok Tengah,” (2023): 34
20
Sajuti Thalib, “Receptie A Contrario,” (1985): 76
21
Syahrizal, “Teori Dalam Sejarah Hukum Di Indonesia,” (1996): 104
10

menyelesaikan perkara-perkara perkawinan dan kewarisan orang-orang


Islam.
Hukum Islam telah menjadi adat orang Muslim. Seperti dalam
kenyataan masyarakat Aceh bahwa hukum Islam adalah adatnya. 22 Hal
ini mengandung arti tertentu menyatakan bahwa bagi setiap penduduk
berlaku hukum agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku
penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam. Teori Receptio
In Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti
dengan dibuatnya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat
dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal
di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal sebagai
Nederlandsch Indie. Contohnya, Statuta Batavia yang saat ini disebut
Jakarta 1642 pada menyebutkan bahwa sengketa warisan antara pribumi
yang beragama Islam harus diselesaikan dengan mempergunakan hukum
Islam, Yakni hukum yang dipergunakan oleh rakyat sehari-hari. Untuk
keperluan ini, D.W Freijer menyusun buku yang memuat hukum
perkawinan dan hukum kewarisan Islam yang compendium ini dikenal
dengan Compedium Freijer. Selain Compedium Freijer digunakan pula
kitab Muharrar dan Clootwijk untuk daerah Bone dan Goa di Sulawesi
Selatan dan bukti lainnya dengan adanya peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh VOC pada tanggal 25 Mei 1760, peraturan ini
dikenal Resolutie der Indiche Regeering. Dalam resulosi tersebut
ditegaskan bahwa bagi kaum Muslimin berlaku hukum agamanya.
Dengan demikian nyatalah bahwa posisi hukum Islam pada saat itu
sangat kuat dan berlangsung kira-kira mulai tahun 1602 sampai 1800.23
Adapun setelah pemerintah Hindia Belanda benar-benar menguasai
Wilayah Nusantara, hukum Islam mulai mengalami pergeseran. Secara
berangsur-angsur posisi hukum Islam mulai lemah.

22
Ali Hasjmy, “Adat Aceh Dalam Sejarah,” (1982): 112
23
Sosroatmojo and Aulawi, “Hukum Perkawinan Di Indonesia,” (2000): 46
11

2. Teori Receptie
Teori Receptie merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa
hukum Islam hanya bisa diperlakukan untuk orang Indonesia bila ia telah
di terima oleh hukum adat, Teori dipelopori oleh Christian Snouck
Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori
berawal karena kecurigaan-kecurigaan serta kritikan para pejabat
Belanda. Kritikan ini ditujukan terhadap peraturan-peraturan yang telah
dikeluarkan berkaitan dengan kebijaksanaan terhadap orang Islam.
Adapun tokoh yang mengkritik keberadaan hukum Islam ini yaitu
Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven. Kritikan
tersebut dikembangkan oleh B.ter Haar. Kritikan tersebut sebenarnya
bermula dari adanya perubahan pola pikir pembuat kebijakan dan
penentu policy hukum penjajahan Belanda, Terutama mengenai hukum
perdata atau keluarga di daerah jajahan Hindia Belanda.24
Snouck Hurgronje adalah penasehat pemerintah Hindia Belanda
dalam permasalah Islam dan anak Negeri. Ia diangkat sebagai penasehat
Kolonial pada tahun 1898. Tujuan Snouck Hurgronje memberlakukan
teori ini agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran
Islam dan hukum Islam. Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan
hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan
dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Snouck Hurgronje juga
khawatir adanya pengaruh Pan Islamisme di Indonesia yang dipelopori
oleh Jamaluddin Afgani, Muhammad Abduh dan lainnya. Teori ini
bertentangan dengan teori Reception In Complexu. Menurut teori
Receptie, Hukum Islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang Islam.
Hukum Islam berlaku bagi orang Islam jika sudah diterima atau diresepsi
oleh hukum adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang
menentukan berlaku tidaknya hukum Islam. Adapun tiga nasehat yang di
buat Snouck Hurgronje terhadap pemberlakuan teori ini yaitu:

24
Syahrizal, “Teori Dalam Sejarah Hukum Di Indonesia,” (1996): 107
12

1) Dalam kegiatan agama dalam arti sebenarnya, pemerintah Hindia


Belanda memberikan kebebasan secara jujur dan secara penuh tanpa
syarat bagi orang Islam dalam melaksanakan ajaran agamanya.
2) Dalam lapangan kemasyarakatan, pemerintah Hindia Belanda
hendaknya mengakui hukum adat-istiadat dan kebisaan rakyat yang
berlaku dengan membuka jalan yang dapat menuntun taraf hidup
rakyat jajahan kepada suatu kemajuan yang tenang ke arah
mendekati pemerintahan Hindia Belanda dengan memberikan
bantuan kepada mereka yang menempuh jalan ini.
3) Dalam lapangan ketatanegaraan, mencegah tujuan yang dapat
membawa atau menghubungkan gerakan Pan Islaisme yang
mempunyai tujuan untuk mencari kekuatan-kekuatan lain dalam
hubungan menghadapi pemerintahan Hindia Belanda.25

3. Teori Receptio a Contrario


Teori receptio a contrario ini telah dibantah dan mendapatkan
kritikan tajam oleh seorang ahli hukum Indonesia yaitu Haizairin. Pada
konferensi Departemen Kehakiman Salatiga tahun 1950 Haizairin
mengatakan bahwa hukum Islam yang berlaku di Indonesia bukanlah
didasarkan oleh hukum adat, Namun atas dasar Al-Qur’an dan Hadits.
Bagi masyarakat Islam, Hukum yang berlaku dan mengatur segala aspek
kehidupannya adalah hukum Islam. Hazairin sangat menolak teori
receptie tersebut, bahkan ia menyebutkan bahwa teori receptie Snouck
Hurgronje adalah teori iblis,26 Karena mengandung maksud untuk
menghapus berlakunya hukum Islam bagi masyarakat Indonesia, dan ini
bertentangan dengan keimanan seorang muslim untuk mentaati
agamanya. Oleh karena itu, Teori receptie sangat indentik dengan tugas
yang diemban oleh iblis sebagai musuh manusia. 27 Atas dasar inilah
Haizairin melahirkan satu teori yang sesuai dengan keyakinan, cita-cita

25
Suminto A, “Politik Hindia Belanda,” LP3ES, (1998): 235
26
Haizairin, “Hukum Kekeluargaan Nasional,” Bina Aksara, (1976): 87
27
Syahrizal, “Teori Dalam Sejarah Hukum Di Indonesia,” (1996): 110
13

hukum, dan cita-cita moralnya, yakni teori ini mengemukakan bahwa


hukum adat bisa berlaku bagi orang Islam manakala tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Dengan demikian jelaslah bahwa teori Receptio A
Contrario merupakan kebalikan dari teori Receptie.28 Setelah berlakunya
UUD 1945, hukum Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia secara
mandiri tanpa tergantung pada penerimaan hukum adat. Pasal 29 UUD
1945 menetapkan: “ (1) Negara berdasarkan ketuhanan Yang maha Esa;
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamnya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”. Menurut Hartono, seorang praktisi hukum, pasal ini
paling tidak mengandung tiga makna yaitu:
1) Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau
melakukan kenbijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar
keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa.
2) Negara berkewajiban membuat peraturan perundang undangan rasa
keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa.
3) Negara Berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang
melarang siapa pun melakukan peecehan terhadap ajaran agama.29

D. Pendekatan Hukum Adat

1. Pendekatan Sosiologi Hukum


Pendekatan sosiologis terhadap hukum ini mulai muncul ke
permukaan seiring dengan tuntutan agar ilmu hukum dapat lebih
difungsikan untuk memberikan sumbangan di dalam masyarakat Indonesia
yang sedang mengalami perubahan. Pendekatan ini mulai diperlukan
apabila kita mulai melihat hukum bukan semata-mata sebagai suatu
lembaga yang otonom di dalam masyarakat, melainkan sebagai suatu

28
Thalib S, “Receptie A Contrario,” Bina Kasara, (1999): 214
29
Hartono Mardjono, Menegakkan Syariat Islam Dalam Konteks Keindonesiaan, Mizan, (1997):
94.
14

lembaga yang bekerja untuk dan dalam masyarakat. Dalam hal ini menurut
Satjipto Rahardjo, minat kita terutama tertarik kepada dua hal yaitu.30
1) Proses hukum tidak dilihat sebagai suatu peristiwa yang mengalami
suatu insulasi, melainkan kita lihat sebagai proses terwujudnya tujuan-
tujuan sosial yang lebih besar.
2) Tempat hukum di dalam masyarakat yaitu fungsi apakah yang
dijalankan oleh hukum. Hal ini tentu memerlukan adanya peralihan
dan perubahan pandangan ke arah yang lebih mendekati ilmu-ilmu
sosial.

Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal


balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya secara empiris
analistis. Dalam kajian sosiologi hukum, pendekatan ini berusaha
memahami hukum secara senyatanya (quid facta), bukan seharusnya (quid
juri). Secara konseptual dan teoritis, kajian sosiologi hukum adalah kajiam
ilmu empiris, yang melihat dan menjelaskan pengalaman-pengalaman
nyata dari orang-orang yang terlihat ke dalam dunia hukum, baik sebagai
pengambil keputusan, sebagai praktisi hukum, maupun sebagai warga
biasa.31

Para sosiolog memandang hukum itu belum lengkap mengatur


segala persoalan yang ada pada zamannya, dan memandang hukum yang
belum diaplikasikan hanya sebagai rancangan hukum saja, belum
berwujud menjadi hukum. Para penstudi hukum empiris atau penstudi
sosiologi hukum mengkaji hukum bukan pada aspek aturan normatifnya
(law in books), tapi lebih pada hukum dalam kenyataan, hukum yang
dikaitkan dengan kondisi sosiologis masyarakatnya (law in action) atau
hukum dalam kenyataan.32

30
Yoyok Hendarso, “Pengertian Sosiologi Hukum dan Tempatnya dalam Sosiologi dan Ilmu
Hukum” Tangerang: UniversitasTerbuka, (2019): 24
31
Umar Sholahudin, “Pendekatan sosiologi hukum dalam memahami konflik agraria,” Dimensi-
Journal of Sociology 10, (2017): 50 - 51
32
Sholahudin, "Pendekatan sosiologi hukum dalam memahami konflik agraria," Dimensi-Journal
of Sociology 10, (2017): 50
15

Asumsi dasar dari pendekatan sosiologi hukum adalah bahwa


hukum dan masyarakat tidak bisa dilepaskan satu sam lain, sebagaimana
yang dinyatakan filosof Romawi Cicero, Ubi Ius Ibi Societas, dimana ada
hukum di situ ada masyarakat, atau sering kita sebut sebagai law in society
(hukum dalam masyarakat). Keduanya dapat dikaji secara akadamik.
Kajian antar keduanya sangat relevan, selain untuk merespon kritik atas
positivisme hukum atau penelitian hukum normatif, tapi juga sebagai
respon terhadap perkembangan dan dinamika yang tengah terjadi di
masyarakat. Karena itu, pendekatan sosiologi hukum memiliki peranan
yang sangat penting dan strategis dalam membaca dan memahami hukum
dalam masyarakat.33

Sebuah metode penelitian sosial atau hukum akan mengikuti


paradigma hukum apa yang dipakai. Jika pokok persoalan sosial atau
hukum dikonsepsikan dan dikaji dengan menggunakan paradigma hukum
normatif atau law in books, maka metode penelitiannya yang relevan
adalah metode penelitian hukum doktriner, yang barbasis pada undang-
undang. Sementara jika hukum dikonsepsikan atau dikaji dengan
menggunakan paradigma sosiologis (hukum), yang menyatakan hukum
adalah bagian dari gejala sosial dalam masyarakat atau law in action, maka
metode penelitian hukum non-doktriner atau sosiologis (hukum), yang
berangkat dari fakta-fakta empirik tentang hukum.34

2. Pendekatan Antropologi Hukum


Secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan ilmu yang
mempelajari manusia dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya, dan
kebudayaannya. Dengan demikian, antropologi hukum adat memfokuskan
kajiannya pada fenomena empiris kehidupan hukum dalam masyarakat
secara luas.Antropologi hukum pada dasarnya mempelajari hubungan

33
Sholahudin, "Pendekatan sosiologi hukum dalam memahami konflik agraria", Dimensi-Journal
of Sociology 10, (2017): 51
34
Sholahudin, "Pendekatan sosiologi hukum dalam memahami konflik agraria", Dimensi-Journal
of Sociology 10, (2017): 51
16

timbal-balik antara hukum dengan Fenomena fenomena sosial secara


empiris dalam kehidupan masyarakat, mempelajari tentang bagaimana
hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau bagaimana hukum
bekerja sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau sarana untuk
menjaga keteraturan sosial (social order) dalam masyarakat. Dengan kata
lain, studi-studi antropologis mengenai hukum memberi perhatian pada
segi-segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan fenomena hukum
dalam fungsinya sebagai sarana menjaga keteraturan sosial atau alat
pengendalian sosial.35
Menurut Bapak Antropologi Indonesia, yakni koentjaraningrat
mengatakan bahwa “Hukum Adat memerlukan ilmu antropologi hukum,
terutama mengenai metode-metode penelitiannya” dengan tujuan agar
dapat mengkaji dan meneliti tentang latar belakang hukum adat yang
berlaku di suatu daerah. Kajian antropologi hukum ditanggapi sebagai
gejala empirik yang terjadi bdalam kehidupan masyarakat. Kata empirik
bukan berarti harus menggunakan alat pengumpul data dan teori-teori
yang biasa dipergunakan dalam metode-metode penelitian ilmu sosial,
namun konteks ini lebih dimaksudkan kepada pengertian bahwa
“kebenarannya dapat dibuktikan pada alam kenyataan atau dapat dirasakan
oleh panca indera”.

Berikut ini metode yang dapat digunakan dalam penelitian dengan menggunakan
pendekatan antropologi terhadap hukum adat:36

a) Metode Historis
yaitu mempelajari manusia melalui sejarah. Kebiasaan yang ada
dalam masyarakat menjadi adat, kemudian menjadi hukum adat, hukum
adat dipertahankan oleh penguasa dan kemudian menjadi hukum negara.
Metode Historis mempelajari perilaku manusia dan budaya hukumnya
dengan kacamata sejarah. Perkembangan karakteristik budaya merupakan

35
Gilang Ikhsan Fathir, “Antropologi hukum dalam pandangan hukum adat,” Universitas Ekasakti,
(2023)
36
Fathir, "Antropologi hukum dalam pandangan hukum adat," Universitas Ekasakti, (2023)
17

awal budaya masyarakat. Budaya hukum yaitu ide, gagasan, harapan


masyarakat terhadap hukum.
b) Metode Normatif Eksploratif
yaitu mempelajari perilaku manusia dan budaya hukumnya melalui
norma hukum yang sudah ada/yang dikehendaki, bukan semata
mempelajari norma hukum yang berlaku, tapi melihat perilaku manusia
barulah mengetahui hukum yang akan diterapkan.
c) Metode Deskriptif Perilaku
yaitu mempelajari prilaku manusia dan budaya hukumnya melalui
hukum yang nyata tanpa melihat aturan hukum ideal. Metode ini disertai
dengan metode kasus. Metode Deskriptif Perilaku menggambarkan
perilaku manusia dan budaya hukumnya terasuk
melukiskan/menggambarkan perilaku nyata jika mereka sedang
berselisih/bersengketa. (melihat sistem hukum mana yang digunakan
(hukum adat atau hukum Negara).
d) Metode Studi Kasus
adalah pendekatan Antropologi Hukum dengan mempelajari kasus-
kasus yang terjadi terutama kasus perselisihan. Metode Studi Kasus
mempelajari kasus-kasus hukum dan penyelesaiaannya yang berkembang
dalam masyarakat dimana penyelesaian sengketa melalui pengadilan
merupakan alternatif terakhir. Biasanya mempelajari kasuskasus
perselisihan kelompok masyarakat, latar belakang kultur yang
menyebabkannya dan rencana solusi penyelesaiannya.
e) Metode Ideologi
Metode ini dilakukan untuk penelitian penjajahan dengan
mempelajari kaidahkaidah hukum yang ideal (norma ideal) yang tertulis
maupun yang tidak tertulis. Penelitian ini memperoleh prinsip-prinsip
hukum dalam kehidupan masyarakat.
18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hukum adat merupakan hukum asli Bangsa Indonesia yang bersumber
dari aturan-aturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta
dipertahankan oleh masyarakat. Menurut pendapat Kusumadi
Pudjosewojo, pengertian hukum adat adalah keseluruhan aturan hukum
yang tidak tertulis Hukum yang tidak tertulis berarti hukum yang tidak
dibentuk oleh badan legislatif. Subjek penelitian dapat diartikan sebagai
setiap individu yang akan diteliti. Hal ini juga merujuk pada perilaku
individu tersebut. Menurut Sugiyono, Menyatakan bahwa didalam hukum
adat terdapat tiga teori yakini, Teori Receptio In Complexu, Teori
Receptie, Dan teori Receptio In Contrario.
2. Asumsi dasar dari pendekatan sosiologi hukum adalah bahwa hukum dan
masyarakat tidak bisa dilepaskan satu sama lain, sebagaimana yang
dinyatakan filosof Romawi Cicero, Ubi Ius Ibi Societas, dimana ada
hukum di situ ada masyarakat, atau sering kita sebut sebagai law in society
(hukum dalam masyarakat). Pendekatan ntropologi hukum yakni pada
dasarnya mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum dengan
fenomena-fenomena sosial secara empiris dalam kehidupan masyarakat,
mempelajari tentang bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan
masyarakat.

B. Saran
Demikian pemaparan materi yang kami susun. semoga dapat
memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah kami.

19
DAFTAR PUSTAKA

A, Suminto. “Politik Hindia Belanda,” LP3ES, (1998): 235


Aditya, Zaka Firma. “Romantisme Sistem Hukum di Indonesia : Kajian atas
Kontribusi Hukum Adat dan Hukum Islam terhadap Pembangunan Hukum
di Indonesia,” Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional
8, no. 1 (2019): 37
Hasjmy, Ali. “Adat Aceh Dalam Sejarah,” (1982): 112

Aprilianti, Kasmawati. "Hukum Adat Di Indonesia," ed. oleh M Fakih,


Bandarlampung: Pusaka Media, (2022)

Andi Ariani Hidayat, dan Qadriani Arifuddin. “Implementasi Hukum Islam dalam
Masyarakat Indonesia (Pendekatan Sosiologi Hukum).” Bustanul Fuqaha:
Jurnal Bidang Hukum Islam 1, no. 4 (2020): 725–39
Apriani, Nabilah, dan Nur Shofa Hanafiah. “Telaah Eksistensi Hukum Adat pada
Hukum Positif Indonesia dalam Perspektif Aliran Sociological
Jurisprudence.” Jurnal Hukum Lex Generalis 3, no. 3 (2022): 231–46
Azami, Takwim. “Dinamika Perkembangan Dan Tantangan Implementasi Hukum
Adat Di Indonesia.” Qistie 15, no. 1 (2022): 42
Aziz, Fatahuddin. “Ciri Hukum Adat dan Karakterisstiknya,” Al-Maasid, No.
2(2018): 1

Fathir, Gilang Ikhsan. “Antropologi Hukum dalam Pandangan Hukum Adat,”


(2023)
Haizairin, “Hukum Kekeluargaan Nasional,” Bina Aksara, (1976): 87

Hendarso, Yoyok. “Pengertian Sosiologi Hukum dan Tempatnya dalam Sosiologi


dan Ilmu Hukum.” Tangerang: UniversitasTerbuka, (2019)
Kurnia, Nilam, dan Arif Wibowo. “Kebijakan Pidana Terhadap Masyarakat
Hukum Adat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.”
Jurnal Penelitian Multidisiplin 2, no. 1 (2023): 27–33

20
Kurniawan, Itok Dwi, Fajar Nurrochman, dan Khoriatun Janah. “Rencana
Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
Program Legislasi Nasional” 12, no. 1 (2022)
Kurniawan, Taufiq, Febria Syifa’unnufus, dan Remanda Nadia Tamara. “Tinjauan
Hukum Pidana terhadap Adat Merariq di Masyarakat Lombok Tengah,”
(2023)
Mardjono, Hartono. "Menegakkan Syariat Islam Dalam Konteks Keindonesiaan,"
Mizan, (1997): 94.

Muhammad Syahrum, S. T. Pengantar Metodologi Penelitian Hukum: Kajian


Penelitian Normatif, Empiris, Penulisan Proposal, Laporan Skripsi dan
Tesis. CV. DOTPLUS Publisher, (2022)
Natanel Lainsamputty, S. H. Pemerintahan Negeri (Tinjauan Penataannya Pasca
Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa). Penerbit Lakeisha,
(2022)
Nur Soimah, dan Naufal Naufal, “Implementasi Kebebasan Beragama di
Indonesia dan Perlindungannya sebagai Bagian dari Hak Asasi Manusia,”
Jurnal Hukum, Politik dan Ilmu Sosial 1, no. 4 (2022): 169–78
Pimadona, Aktor, dan Mulati Mulati. “Keabsahan Perkawinan Sedarah
Masyarakat Adat Batak Toba Menurut Hukum Adat,” Jurnal Hukum
Adigama 2, no. 1 (2019): 201
S, Thalib. “Receptie A Contrario,” Bina Kasara, (1999): 214

Sari, Ifit Novita, Lilla Puji Lestari, Dedy Wijaya Kusuma, Siti Mafulah, Diah Puji
Nali Brata, Jauhara Dian Nurul Iffah, Asri Widiatsih. Metode Penelitian
Kualitatif. UNISMA PRESS, (2022)
Sholahudin, Umar. “Pendekatan sosiologi hukum dalam memahami konflik
agraria.” Dimensi-Journal of Sociology 10, no. 2, (2017)
Sosroatmojo dan Aulawi. “Hukum Perkawinan Di Indonesia,” (2000): 46

21
Sumanto, Hukum Adat di Inonesia Perspektif Sosiologi, (2018)
Syahbandir, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, (2010)
Syahrizal. “Teori Dalam Sejarah Hukum Di Indonesia,” (1996): 104

Thalib, Sajuti. “Receptie A Contrario,” (1985): 76

Tinjauan Penataan Pasca Berlakunya UU No.04 Tahun 2016, Penerbit Lakeisha,


(2022): 14

Yahya, M Daud, Aeni Zazimatul Faizah, dan Isnaini Soliqah. “Akulturasi Budaya
pada Tradisi Wetonan dalam Perspektif Islam” 1, no. 1 (2022)
Yulia, “Adat dan Hukum Adat,” Lhokseumawe: UNMAL Press, (2016)

22
23

Anda mungkin juga menyukai