Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HUM ADAT

SISTEM HUKUM ADAT

NAMA KELOMPOK: 2

NAMA ANGGOTA:

Layla Sofya Handayani

Maria Emiliana Dahu

Marya Oran Quti

Lia Meiliana Kurniawan

Kurniati

Kandias Al Husni Tamrin

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Adat.

Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal sebagai
refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang tealah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan
pengangkatan judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan
penyempurnaan maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
menuju ke arah yang lebih baik.

Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN:

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................... 2

C. Tujuan...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN:

A. Pengertian Hukum Adat......................................................................... 3

B. Sejarah Penemuan Hukum Adat.............................................................. 5

C. Ciri-ciri Hukum Adat.............................................................................. 7

D. Sumber-sumber Hukum Adat ............................................................... 8

E.Asas-asas Hukum Adat............................................................................. 10

F. Sistem Hukum Adat ................................................................................ 11

G. Corak dan Sifat Hukum Adat.................................................................. 11

H. Lingkungan dan Masyarakat Hukum Adat............................................. 14

I. Kedudukan Hukum Adat.......................................................................... 18

BAB III PENUTUP:


A. Kesimpulan............................................................................................. 20

B. Saran ....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum Adat, jika kita mendengar kata itu yang terlintas di fikiran kita mungkin adalah
suatu Corak kedaerahan yang begitu kental didalamnya. Karena sifatnya yang tidak tertulis,
majemuk antara lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka sangat perlu dikaji
perkembangannya. Pemahaman ini akan diketahui apakah hukum adat masih hidup , apakah
sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.

1
Di era Modern ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita
kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya
seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia.
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang
dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini
tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan
diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan

Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum lokal: hukum tradisional, hukum
adat, hukum asli, hukum rakyat, dan khusus di Indonesia – hukum “adat“.[1]Bagaimana
tempat dan bagaimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakat tergantung

1
Keebet von Benda-Beckmann: Pluraisme Hukum, Sebuah Sketsa Genealogis dan Perdebatan Teoritis, dalam:
Pluralisme Hukum, Sebuah Pendekatan Interdisipliner, Ford Fondation, Huma, Jakarta, 2006 hal 21
kesadaran, paradigma hukum, politik hukum dan pemahaman para pengembannya- politisi,
hakim, pengacara, birokrat dan masyarakat itu sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Hukum Adat?
2. Bagaimana Sejarah penemuan Hukum Adat?
3. Apa Ciri-ciri Hukum Adat?
4. Apa Sumber-sumber Hukum Adat?
5. Apa Asas-asas Hukum Adat?
6. Bagaimana Sistem Hukum Adat?
7. Apa Corak dan Sifat Hukum Adat?
8. Bagaimana Lingkungan dan Masyarakat hukum adat?
9. Bagaimana Kedudukan Hukum Adat?

C. TUJUAN
1. Agar pembaca mengetahui dan memahami sejarah penemuan hukum adat sehingga
pembaca dapat melestarikan hukum adat di Indonesia ini pada era Modern.
2. Agar pembaca memahami bagaimana kedudukan Hukum Adat di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

Istilah hukum adat dikemukakan pertama kali oleh Prof.Dr.Christian Snouck


Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Accheers”(Orang-orang Aceh), yang kemudian
diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis Van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul “Het Adat
Recht Van Nederland Indie”[2]

Dengan adanya istilah ini, maka pemerintah kolonial Belanda pada akhir tahun 1929
mulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundangan Belanda.[3] Hukum adat
pada dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat istiadat mencakup
konsep yang sangat luas.

Hukum Adat adalah Hukum N2on Statuir yang berarti Hukum Adat pada umumnya
memang belum/ tidak tertulis. Oleh karena itu dilihat dari mata seorang ahli hukum
memperdalam pengetahuan hukum adatnya dengan pikiran juga dengan perasaan pula. Jika
dibuka dan dikaji lebih lanjut maka akan ditemukan peraturan-peraturan dalam hukum adat
yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan apabila dilanggar
maka akan dapat dituntut dan kemudian dihukum.

Definisi dari hukum adat sendiri adalah suatu hukum yang hidup karena dia
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum
adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.[4]

2
Bushar Muhammad.Asas-Asas Hukum Adat (suatu pengantar). (Jakarta; Pradnya Paramitha,1981) hlm.60
3
Ibid. hlm.61
4
Soepomo. Hukum Adat. (Jakarta;PT Pradnya Paramita1993) hlm 3
Prof. Mr. B. TerHaar BZN menyebutkan bahwa hukum adat ialah keseluruhan aturan yang
menjelma dalam keputusan para fungsionaris hukum yang mempunyai wibawa dan pengaruh
dan yang dalam pelaksanaannya berlaku secara spontan dan dipatuhi dengan sepenuh hati.

Prof. Dr. Mr. Sukanto menyatakan bahwa hukum adat adalah komplek adat-istiadat yang
kebanyakan tidak dikodifikasikan dan bersifat memaksa, mempunyai sanksi atau akibat
hukum.

Prof. Dr. Mr. R. Supomo, Hukum adat adalah hukum yang non statuter, yang sebagian besar
adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil adalah hukum islam.

Prof. Mr. Kusumadi Pujosewoyo, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang
“adat” dan sekaligus “hukum” pula.[5]

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah 3 laku
positip yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak
dikodifikasi (adat).[6]

Dari beberapa pendapat para ahli hukum mengenai pengertian Hukum Adat, dapat
disimpulkan bahwa Hukum Adat ialah Norma-norma yang bersumber pada perasaan
peradilan rakyat yang meliputi aturan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam kehidupan
sehari-hari, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati oleh
rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.[7]

2. SEJARAH PENEMUAN HUKUM ADAT

Pemahaman mengenai hukum adat selama ini, yang terjadi, bila meminjam istilah Spradley
dan McCurdy (1975), ialah adanya sikap legal ethnocentrism, yakni: the tendency to view the
law of other cultures through theconcepts and assumptions of Western. Padahal, sikap legal
ethnocentrism itu mengundang kritik, antara lain: a) cenderung meniadakan eksistensi dari
hukum pada pelbagai masyarakat; dan b) cenderung mengambil bentuk sistem hukum barat
sebagai dasar dari penelaahan dan penyusunan kebijakan.

35
Prof. H.A.M. Effendy, S.H, Pengantar Tata Hukum Indonesia,(Mahdi Offset,1994)hal 115-116
6
Id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
7
Prof. H.A.M. Effendy, S.H, Pengantar Tata Hukum Indonesia,(Mahdi Offset,1994)hal 116
Hukum adat dieksplorasi secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh William Marsden (1783),
orang Irlandia yang melakukan penelitian di Bengkulu, semasa dikuasai Inggris, kemudian
diikuti oleh Muntinghe, Raffles. Namun kajian secara sistimatis dilakukan oleh Snouck
Hourgronye, yang pertama kali menggunakan 4istilah “adatrecht” (hukum adat), dan ia
sebagai peletak teori Receptie, ia memandang hukum adat identik dengan hukum kebiasaan.
Istilah Hukum Adat atau adatrecht pertama kali digunakan pada tahun 1906, ketika Snouck
Hurgronye menggunakan istilah ini untuk menunjukkan bentuk-bentuk adat yang mempunyai
konsekwensi hukum[8].

Kemudian dilanjutkan oleh van Vallenhoven dengan pendekatan positivisme sebagai acuan
berfikirnya, ia berpendapat ilmu hukum harus memenuhi tiga prasyarat, yaitu: (1).
memperlihatkan keadaan (gestelheid), (2)kelanjutan (veloop), dan (3) menemukan
keajekannya (regelmaat), berdasarkan itu, ia mempetakan Hindia Belanda (Indonesia-
sekarang) ke dalam 19 lingkungan hukum adat secara sistematik, berdasarkan itu ia sering
disebut Bapak Hukum Adat. Ia mengemukakan konsep hukum adat, seperti: masyarakat
hukum atau persekutuan hu5kum (rechtsgemeenschap), hak ulayat atau pertuanan
(beschikings-rechts), lingkaran hukum adat (adatrechtskringen).

Untuk memperoleh suatu pengertian tentang hukum adat itu, dapat di kemukakan
beberapa pertanyaan seperti di bawah ini.

a. sejak kapan di peroleh pengertian yang di kemukakan di atas itu?

b. sejak kapan timbul sedikit perhatian atas hukum adat?

c. sejak kapan orang mulai meninjau dan memeriksa hukum adat di lapangan?

d. sejak kapan hukum adat itu di dapatkan atau di ketemukan orang?

Apa gunanya pertanyaan-pertanyaan tersebut? Bukankah kita ini bangsa indonesia yang
hidup dalam hukum adat kita sendiri? Apakah hukum adat kita harus di ketemukan?

Memang, kita adalah orang indonesia yang hidup dalam suasana adat kita sendiri, akan tetapi
adat ini harus di ungkapkan, di ketahui, dan dimengerti untuk menyadari bahwa, hukum adat
kita adalah hukum yang tidak dapat di abaikan begitu saja. Hukum ini harus di temukan

48
Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia, INIS, Jakarta, 1998, 38
59
Prof .MR.DR.Soekanto: Meninjau Hukum Adat Indonesoia,CV.Rajawali, Jakarta,1981, hal 20
supaya mendapat penghargaan yang selayaknya, bukan oleh kita sendiriakan tetapi juga oleh
bangsa lain.[9]

Tokoh-tokoh penemu hukum adat yaitu

 Wilken ,wilken adalah pangreh praja belanda, mula-mula ia di buru, kemudia di


gorontalodan minahasa barat, selanjutnya di sipirok dan mandailing. Tentang semua daerah
ituia membukukan segala sesuatu yang di lihatnya seperti tentang hak hutan di buru, hak
tanah hakullah di sipirok, tentang agraria di minahasa.

 Liefrinck menjalankan tugasnya di lapangan hukum sebagai pegawai pangreh praja


belanda di indonesia. Seperti halnya dengan wilken, ia juga memberi tempat tersendiri
kepada hukum adat. Tetapi ia lebih membatasi penyelidikanya hanya hanya pada satu
lingkungan hukum adat yaitu bali dan lombok.

 Snouck Hurgronje adalah sarjana sastra yang menjadi politikus. Dia mendapat gelar
doktor dalam bahasa semit ( rumpun bahasa yang meliputi bahasa yahudi dan arab). Karya
utamanya yaitu de atjehers yang terkonsentrasi pada satu lingkungan hukum.[10]

3. CIRI-CIRI HUKUM ADAT

1. Bercorak Relegiues- Magis :

Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi oleh


ke6kuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan
lain-lain. Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan
antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah
nenek moyang dan kehidupan makluk-makluk lainnya.

Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-arwah darp pada nenek moyang


sebagai pelindung adat-istiadat yang diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap
kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun rumah,
menanam dan peristiwa-pristiwa penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus
yang bertujuan agar maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu
berhasil dengan baik.

2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan


610
Imam sudiyat:Asas-asas Hukum Adat, sebagai Bekal Pengantar, Liberty,Yogyakarta,1978, hal45-47
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu
kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia
adalah makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih
diutamakan dari pada kepentingan perseorangan.

3. Bercorak Demokrasi

Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan, kepentingan


bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas
permusyawaratan dan perwakilan sebagai system pemerintahan.

Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong desa berdasarkan hasil
musyawarah dan lain sebagainya.

4. Bercorak Kontan

Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang
bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini
dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.

5. Bercorak Konkrit

Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam
setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang
berwujud. Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata,
tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.

4. SUMBER-SUMBER HUKUM ADAT

Yang dimaksud dengan sumber hukum adat disini adalah sumber mengenal hukum adat, atau
sumber dari mana hukum adat kita ketahui, atau sumber dimana asas-asas hukum adat
menyatakan dirinya dalam masyarakat, sehingga dengan mudah dapat kita ketahui. Sumber-
sumber itu adalah :

1. Kebiasaan atau adat kebiasaan

Sumber ini merupakan bagian yang paling besar yang timbul dan tumbuh dalam
masyarakat yang berupa norma-norma aturan tingkah laku yang sudah ada sejak dahulu. Adat
kebiasaan ini meskipun tidak tertulis tetapi selalu dihormati dan ditaati oleh warga
masyarakat, sebagai aturan hidup manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh
karena itu tidak tertulis, maka adat kebiasaan ini hanya dapat dicari dalam kehidupan
masyarakat yang bersangkutan, atau dalam berbagai peribahasa, Pepatah, kata-kata mutiara
atau dalam perbuatan simbolik yang penuh dengan arti kiasan.

2. Keputusan para petugas hukum

Hukum adat juga dapat diketahui dari berbagai macam keputusan para petugas
hukum adat, seperti Kepala Adat, Kepala Suku, Hakim Adat, rapat Desa (rembug Desa) dan
sebagainya.

3. Hukum Islam

Norma hukum islam atau yang lebih dikenal dengan istilah Hukum FIQH, juga
merupakan sumber hukum adat, terutama mengenai ajaran hukum Islam yang sudah meresap
dalam kesadaran hukum masyarakat yang sebagian besar beragama Islam. Misalnya
mengenai perkawinan, warisan, wakaf dsb.

4. Piagam Raja-raja dan kitab Hukum Adat

Hukum Adat Indonesia sekarang ini ada juga yang bersumber pada hukum tertulis
dalam Piagam dan Pranatan Raja-raja dahulu seperti : Pranatan Bekel dari Kraton
Yogyakarta, Angger-angger Arubiru dari Surakarta, kitab hukum kertagama dari Majapahit,
kitab hukum Kutaramanawa dari Bali dsb.

5. Peraturan-peraturan Perkumpulan Adat

Beberapa perhimpunan yang dibentuk oleh masyarakat juga sering membuat


ketentuan-ketentuan yang mengikat para anggotanya, awig-awig untuk para anggota
perkumpulan pengairan/subak di Bali, Perkumpulan kematian, Perkumpulan arisan dsb.

6. Buku-buku standart mengenai hukum adat

Buku-buku mengenai hukum adat, terutama yang merupakan hasil penelitian dan
pengamatan para sarjana hukum adat yang terkenal, merupakan sumber adat yang penting,
terutama bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang mempelajari hukum adat, seperti
misalnya: Beginselen en Stelsel van Het Adatrecht susunan Ter Haar, Het Adatrecht van
Nederlansch Indie susunan van Vollen Hoven, Het Adatsprivaat recht van Middel java
susunan Joyodiguno dan Tirawinata. Het Adatsprivaat recht van West Java susunan Soepomo
dan sebagainya.

5. ASAS-ASAS HUKUM ADAT

Didalam hukum pidana ini terdapat beberapa Asas-asas yang memiliki kompleksitas
antara satu dengan yang lain, dalam makalah ini kami akan menybutkan beberapa asas-asas
Hukum Adat, yang diantaranya adalah:[11]

ü Asas Hukum Perorangan


ü Asas Hukum Kekeluargaan
ü Asas Hukum Perkawinan
ü Asas Hukum Adat Waris
ü Asas Hukum Tanah7
ü Asas Hukum Hutang Piutang
ü Asas Hukum Adat Delik

6. SISTEM HUKUM ADAT

Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam fikiran bangsa Indonesia
yang tidak sama dengan alam pikiran masyarakat Barat.[12] Oleh karena itu sistem hukum
adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan diantaranya :

Hukum Barat
Hukum Adat
 Mengenal hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu objek yang hanya
berlaku terhadap sesuatu orang lain yang tertentu
 Tidak mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak
 ditangan hakim
 Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat
 Berlainan daripada batas antara lapangan public dan lapangan privat pada Hukum
Barat
 Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata
711
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar & Asas-asas Hukum Adat (Jakarta;CV. Haji Masagung 1967) hlm 5
 Pembetulan hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)
8

7. CORAK DAN SIFAT HUKUM ADAT


 Corak Hukum Adat

Hukum adat sebagai hasil budaya bangsa Indonesia bersendi pada dasar pikiran dan
kebudayaan Barat, dan oleh karena itu untuk dapat memahami hukum adat kita harus dapat
menyelami dasar alam pikiran yang hidup pada masyarakat Indonesia.

Hukum adat yang bersendi pada alam pikiran Indonesia itu mempunyai corak yang
khusus, yaitu :

i. Corak Komunal (communal)

Corak komunal atau kebersamaan terlihat apabila warga desa melakukan kerja bakti
ataugugur gunung, Nampak sekali adanya kebiasaan hidup bergotong-royong, tolong-
menolong atau saling bantu-membantu. Rasa solidaritas yang tinggi menyebabkan orang
selalu lebih mengutamakan kepentingan umum daripada diri sendiri.

ii. Corak Religio Magis (magisch-religieus)

Corak religio magis terlihat jelas sekali pada upacara-upacara adat dimana lazimnya
diadakan sesajen-sesajen yang ditujukan kepada roh-roh leluhur yang ingin diminta restu
serta bantuannya. Juga selamatan pada setiap kali menghadapi peristiwa penting, seperti :
kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, mendirikan rumah, pindah rumah, dan
sebagainya.

iii. Corak Konkrit (concreeto)

Corak konkrit, tergambar dalam kehidupan masyarakat bahwa : pikiran penataan


serba konkrit dalam realitas kehidupan sehari-hari menyebabkan satunya kata dengan
perbuatan (perbuatan itu betul-betul merupakan realitasi dari perkataannya).

iv. Corak Visual

812
H.A.M Effendy, Pengantar Hukum Adat. (Semarang; CV Tradan Jaya,1994) hlm. 18
9
Corak visual atau kelihatan menyebabkan dalam kehidupan sehari-hari adanya
pemberian tanda-tanda yang kelihatan sebagaibukti penegasan atau peneguhan dari apa yang
telah dilakukan atau dalam waktu dekat akan dilakukan.[13]

- Disamping Coraknya yang berbeda, hukum adat juga mempunyai sifat-sifat yang
berbeda pula dengan hukum Barat, karena adanya perbedaan alam pikiran dan corak
yang mendasari hukum tersebut.

 Sifat Hukum Adat

Dr. Holleman, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul De Commune trek in


Indonesische rechtsieven, menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum adat Indonesia,
yang hendaknya dipandang juga sebagai suatu kesatuan. yaitu sifat religio-magis., sifat
komunal, sifat contant dan sifat konkret. "Religio-magis" itu sebenarnya adalah pembulatan
atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti
prelogis, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain. Koentjaraningrat dalam tesisnya
menulis bahwa alam pikiran religio-magis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: [14]

a. Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus, roh-roh dan hantu-hantu


yang menempati seluruh alam semesta dan khusus.
b. Gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda-
benda;
c. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam
semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa yang luar biasa, binatang
yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa, tubuh manusia yang luar
biasa, benda-benda yang luar biasa dan suara yang luar biasa;
d. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai
magische kracht dalam berbagai perbuatan••perbuatan ilmu gaib untuk mencapai
kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib;
e. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan
keadaan krisis, menyebabkan timhulnya berbagai macam bahaya yang hanya
dapat dihindari dengan berbagai macam pantangan.
10

913
Ibid. hlm.22
1014
Sri Warjiyati. Memahami Hukum Adat. (Surabaya;IAIN Surabaya,2006) hlm.17
- F. D. Hollemen juga memberikan uraian yang menjelaskan tentang sifat-sifat Hukum
Adat yaitu :[15]
a. Sifat Commune, kepentingan indibvidu dalam hukum selalu diimbangi
dengan kepentingan umum.
b. Sifat Concreet, yang menjadi objek dalam hukum adat itu harus konkret atau
harus jelas
c. Sifat Constant, penyerahan masalah transaksi harus dilakukan dengan
konstan
d. Sifat Magisch, hukum adat mengandung hal-hal yang gaib yang apabila
dilanggar akan menimbulkan bencana terhadap masyarakat.
11

8. LINGKUNGAN DAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan


Hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum
adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut di
bagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).

 Lingkungan hukun adat tersebut adalah sebagai berikut :


1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
- Tanah Gayo (Gayo Lueus)
- Tanah Alas
- Tanah Batak (Tapanuli)

Ø Tapanuli Utara : Batak Pakpak (Barus), Batak Karo, Batak Simelungun, Batak
Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu).
Ø Tapanuli Selatan : Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola Mandailinag
(Sayurmatinggi).
Ø Nias (Nias Selatan).
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Tanah
Kampar, Kerinci).
4. Mentawai (Orang Pagai)
1115
Op. Cit. Soepomo. hlm. 3
5. Sumatra Selatan
- Bengkulu (Renjang).
- Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Reban, Gedingtataan, Tulang
Bawang).
- Palembang (Anak Lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
- Jambi (Orang Rimba, Batin dan Penghulu).
- Enggano.
6. Tanah Melayu (Lingga-Riau,Indragiri, Sumatra Timur, Orang Banjar)
7. Bangka dan Belitung
8. Kalimantan ( Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya,
Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim,
Lepo Timei, Long Glatt, Dayak Maayan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju,
Dayat Ot Danum, Dayak Penyambung Punan).
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo).
10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi,
Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai).
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar,
Makasar, Selayar, Muna).
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula).
13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram,
Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar).
14. Irian
15. Kep. Timor (Kep. Timor-timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba
Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima).
16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-pagrisingan, Kastala, Karrang Asem,
Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa).
17. Jawa Pusat, Jawa Timur, serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo,
Tulungagug, Jawa Timur, Surabaya, Madura).
18. Daerah Kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten).

 Masyarakat Hukum Adat


Sebelum kita mempelajari suatu sistem hukum tertentu, perlu kita ketahui terlebih dahulu
susunan (struktur) masyarakat yang mempunyai hukum itu, karena bentuk dan system hokum
yang berlaku itu merupakan pencerminan dari masyarakat yang menetapkan hukum tersebut.

Susunan masyarakat hukum Indonesia dalam garis besarnya dapat dibedakan dalam empat
system, yaitu :

1. Masyarakat hukum yang Genealogis (tunggal Darah), ialah suatu masyarakat


hukum yang anggota-anggotanya merasa bersatu karena adanya persamaan asal-
usul keturunan atau nenek moyangnya.

- Masyarakat genealogis ini dapat dibedakan dalam :

a. Masyarakat Patrilineal, yaitu yang pertalian kekeluargaannya dilacak dari


garis keturunan laki-laki; misalnya : Marga di Batak.
b. Masyarakat Matrilineal, yaitu yang pertalian kekeluargaannya dilacak dari
garis keturunan perempuan, misalnya Paruik di Minangkabau.
c. Masyarakat Parental, yaitu yang pertalian kekeluargaannya dilacak dari
garis keturunan laki-laki dan perempuan (kedua orang tuanya) seperti : Pandam di
Dayak (Kalimantan Tengah).

Masyarakat dalam susunan Patrilineal dan Matrilineal termasuk dalam susunan


yang Unilateral/ satu Garis, sedangkan yang Parental termasuk susunan yang
Bilateral (Dua garis)

2. Masyarakat hukum territorial (tunggal daerah), ialah masyarakat hukum


yang anggota-anggotanya mewrasa bersatu karena bersama-sama menempati
suatu dearah tertentu. Masyarakat yang semacam ini biasanya disebut masyarakat
Desa, yang mempunyai bentuk bermacam-macam, Antara lain :
a. Desa Kesatan atau Persekutuan Desa, yaitu suatu tempat tinggal bersama
yang merupakan pusat dimana warga desa bersama-sama tinggal dalam
wilayahnya sendiri. Misalnya : Desa di Jawa dan Bali.
b. Desa Serikat atau Persekutuan wilayah, yaitu suatu tempat tinggal yang
terdiri dari beberapa pusat yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi bersama-
sama merupakan bagian yang tercakup dalam suatu masyarakat territorial yang
lebih besar. Misalnya : Kuria dengan huta-hutanya di Mandailing, Marga dengan
dusun-dusunnya di Sumatra Selatan.
c. Perserikatan Desa-desa (Dorpen bond), ialah perserikatan beberapa desa
yang berdiri sendiri dengan tujuan menyelenggarakan kepentingan bersama.
Misalnya : Perserikatan Desa di Bali dalam mengatur masalah pengairan sawah-
sawah dan sebagainya.
3. Masyarakat hokum yang merupakan campuran dari keduasistem diatas; jadi
mempunyai bentuk genealogis tetapi juga territorial, misalnya : Marga di Tapanuli
yang menempati suatu daerah tertentu Nagari di Minagkabau yang di dalamnya
terdapat Paruik-paruik dan Jurai yang genealogis, Kurai dan Huta-hutanya di
Batak,Dusun di daerah Rejang (Bengkulu) dan sebagainya.
4. Masyarakat hokum yang bedasarkan pemufakatan, ialah suatu masyarakat
hukum adat yang terjadi karena adanya kehendak bersama dari para anggotanya
untuk menyelenggarakan kepentingan bersama./ misalnya Subak di Bali, Darma
Tirta di Jawa dan sebagainya.

9. KEDUDUKAN HUKUM ADAT

Warganegara Indonesia asli masih berelaku hukum adat. Keadaan semacam ini masih
berlaku sampai sekarang, karena adanya Pasal II Aturan UUD 1945 yang menegaskan
bahwa : Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD ini.

UUD 1945 memang tidak mengatur sacara tegas bagaimana sikapnya terhadap
ketentuan hukum adat yang masih berlaku dalam masyarakat, namun pada dasarnya masih
mengakui perlunya hukum dasar yang tidak tertulis (lihat Penjelasan UUD 1945). Berbeda
halnya dengan konstitusi RIS dan UUD 1950 yang tegas-tegas mengakui berlakunya hukum
adat, seperti tercantum pada pasal 31 Konstitusi RIS (Pasal 32 UUDS) yang menegaskan
bahwa : “Setiap orang yang ada di daerah Negara hurus patuh pada undang-undang, termasuk
aturan-aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa yang sah dan yang
bertindak sah”. Bahkan dalam pasal 146 Konstitusi RIS/ps. 104 UUDS ditegaskan bahwa :
“Segala keputusan kehakiman (Pengadilan) harus berisi alas an-alasan dan dalam perkara
hukuman harus menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan hukum adat yang
dijadikan dasar hukum itu”.
Meskipun UUD 1945 tidak mengatur secara tegas tentang berlakunya hukum adat, namun
Tap.MPRS No. II/MPRS/1960 menegaskan bahwa: pembangunan hukum nasional harus di
arahkan kepada homoge nitet hukum dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang
hidup di Indonesia, harus sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukum adat yang
tidak menghambat perkembangan masyarakat yang adil dan makmur .

Dalam GBHN 1993 [Tap. MPR No. II/MPR/1993], meskipun tidak secara tegas
menjamin berlakunya hukum adat, namun digariskan bahwa pembangunan hukum ini
dilaksanakan melalui pembaharuan hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan
tatanan hukum yang berlaku dalam masyarakat, terutama dalam lingkungan hukum adat
mereka. Sedang mengenai materi hukum yang digariskan oleh GBHN 1993 untuk ditaati oleh
masyarakat, tidak hanya materi hukum yang tertulius, melainkan juga materi hukum yang
tidak tertulis yang berlaku dalam penyelenggaraan segenap dimensi kehidupan
bermasyarakat.

Di samping kedudukan hukum adat sebagai hukum yang tak tertulis ini di sebutkan pula
dalam UU. No. 19 tahun 1964 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman (LN. 1964 No.
107) yang telah diganti dengan UU. No. 14 tahun 1970 juga tentang pokok-pokok kekuasaan
kehakiman (LN. tahun 1970 No. 74) yang dalam pasal 23 ayat 1 menegaskan bahwa:” segala
putusan pengadilan selain memuat alas an-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus
memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber
hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.

Dengan adanya ketentuan tersebut diatas yang harus di taati oleh semua hakim yang
mengadili perkara pada semua lingkungan pengadilan, maka hukum adat mempunyai
kedudukan yang kuat, karena hukum adat yang sebagian besar tidak tertulis itu tidak hanya
dapat dijadikan landasan untuk mengambil keputusan, melainkan juga dianggap setaraf
dengan hukum yang tertulis. Dengan menyebut istilah “atau sumber hukum yang tidak
tertulis” berarti hukum adat sendiri tanpa hukum tertulis sudah dapat menjadi landasan untuk
mengambil keputusan hakim.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga
hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang
lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi
adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang
bersangkutan.

Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan
jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena
“adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali
menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan
(tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.

Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya,
norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem
dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa
ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.

B. SARAN

Saya berharap kepada pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Hukum bahwa kita
harus melihat Hukum Adat sebagai latar belakang Historis dari kelahiran Hukum itu sendiri
dari aspek psikologis Hukum adat tidak bisa dihilangkan dan dipisahkan dengan hukum yang
ada sekarang ini. Dan diadakannya studi khususnya mahasiswa Hukum untuk langsung turun
ke lapangan Hukum Adat yang ada dalam masyarakat agar pendatailan data dan esensi
Hukum Adat sendiri lebih nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Bushar, Muhammad. 1981. Asas-Asas Hukum Adat (suatu pengantar). Jakarta:


_______Pradnya Paramitha.

H.A.M. Effendy. 1994. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Mahdi Offset.


Id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat

Keebet von Benda-Beckmann. 2006. Pluraisme Hukum. Jakarta: Ford Fondation.

Lukito, Ratno. 1998. Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia.
______Jakarta: INIS.

Soekanto. 1981. Meninjau Hukum Adat Indonesoia. Jakarta: CV.Rajawali.

Soepomo. 1993. Hukum Adat. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sudiyat, Imam. 1978. Asas-asas Hukum Adat, sebagai Bekal Pengantar.


________Yogyakarta: Liberty.

Wignjodipoero, Soerojo. 1967. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta:


_____________CV. Haji Masagung.

Warjiyati, Sri. 2006. Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai